Anda di halaman 1dari 114

TUGAS TAMBAHAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

“Rangkuman Materi 1-5”

Oleh :

Nama : Tiffani Irine Anggraeni


NRP : 143020363
Kelompok/Meja : M/1
Asisten : Tika Munawaroh

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
MATERI 1
Pada Materi 1 dilakukan percobaan pengolahan produk pangan berbasis umbi-
umbian diantaranya kentang, singkong, ubi manis dan tambahan berbasis sayuran.Produk
yang dihasilkan DIantaranya foaming, tepung , dan kimchi.

1. TEPUNG SINGKONG(metode blanching, air biasa, dan dengan Na3S2O5)


TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan penepungan adalah untuk menurunkan kadar air dalam bahan
pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba dan insekta
perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut.

PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip percobaan penepungan adalah berdasarkan perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi serta berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan
dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh sehingga berbentuk
tepung
DIAGRAM ALIR

Umbi-umbian
Kotoran &
Sortasi benda
asing

Trimming Kulit

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Penimbangan

Reduksi Ukuran

Perendaman Na2S2O5 500 ppm, t : 5’

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Penirisan Air

Pengeringan T: 70C, t: 5-6 jam

Penggilingan

Pengayakan

Tepung

Penimbangan

Pengamatan

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Singkong dengan cara


Perendaman Na2S2O5
FORMULASI

Pehitungan 1. Proses Pembuatan Tepung Singkong dengan cara Blanching


Diketahui : Diketahui : Basis = 70 gram
W Tepung halus= 17,27 gram
WTepung kasar = 0,38 gram
Wbahan kering= 17,91 gram
Ditanyakan :

𝑊 𝑇 𝐻𝑎𝑙𝑢𝑠
% T. halus = 𝑊 𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100%
17,27
= 70
x 100%

= 24,67 %

𝑊 𝑇 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟
% T. kasar = 𝑊 𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100%
0,38
= 70
x 100%

= 0,54 %

W Lost Produk = W Bhn Kering – (W T halus – W T kasar)


= 17,91-17,27-0,38
= 0,26 gram

𝑊𝑙𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Lost Produk = 𝑊𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 x 100%
0,26
= x 100%
17,91

= 1,45 %

W produk = W tepung halus


= 8,07 gram
CCP

CCP pada proses pembuatan tepung singkong hal yang harus diperhatikan yaitu
pada saat proses perendaman, pengeringan, dan penggilingan. Pada saat perendaman hal
yang harus diperhatikan yaitu bahan tambahan yang digunakan dan lamanya waktu
perendaman. Lamanya waktu perendaman ini dapat mengakibatkan warna tepung yang
dihasilkan tidak sesuai yang diinginkan, malah dapat mengakibatkan penurunan mutu
produk. Pada proses pengeringan, hal yang harus diperhatikan yaitu suhu yang
digunakan. Para suhu yang terlalu tinggi, dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa case
hardening yang tidak diinginkan sehingga dapat menurunkan kualitas tepung. Selain itu,
hal yang harus diperhatikan yaitu pada saat penggilingan, dimana penggilingan ini harus
dilakukan saat bahan sudah dingin. Hal ini karena apabila penggilingan dilakukan dalam
keadaan panas makan tepung yang dihasilkan akan menggumpal sehinnga menghambat
pross pengolahan dan kualitas tepung yang dihasilkan kurang memuaskan.

FUNGSI PERLAKUAN
1. Pada proses sortasi, dilakukan proses pemilihan dengan tujuan atau berfungsi
untuk memisahkan kotoran-kotoran dari benda asing yang terdapat pada bahan
serta untuk memilih singkong yang benar-benar mempunyai kualitas seperti
mulus, tidak cacat, tidak busuk dan sebagainya yang dapat mempengaruhi hasil
akhir produk tersebut.
2. Setelah itu, singkong di lakukan proses blanching yang berfungsi untuk
menginakftifasi enzim, dan digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses
pengeringan. Selain itu, proses blanching ini berfungsi untuk menghilangkan bau
dan flavor yang tidak dikehendaki. Sedangkan pada pembuatan tepung dengan
cara perendaman 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂5 dan perendaman air biasa yaitu untuk mencegah
terjadinya reaksi pencoklatan dan untuk memucatkan warna
3. Kemudian, singkong dikeringkan dalam suatu alat pengering yaitu tunnel dryer
pada suhu 70°C selama 5-6 jam dimana fungsinya untuk mengeringkan bahan
dengan mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan yang menggunakan energi
panas,
4. Lalu bahan hasil pengeringan, kemudian digiling yang berfungsi untuk merubah
chips dari singkong yang sudah kering menjadi bentuk tepung, penggilingan
dilakukan menggunakan chopper.
5. Kemudian bahan yang telah digiling diayak dengan tujuan untuk mendapatkan
ukuran tepung yang halus dan seragam
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung dengan cara blanching
ini yaitu singkong dan uap panas. Singkong merupakan sejenis tanaman pangan
golongan umbi-umbian yang berbentuk lonjong.

PERUBAHAN FISIKO KIMIA BIOLOGIS


Pada proses penepungan terjadi perubahan fisik dan prubahan kimia. Perubahan fisik
dapat diketahui dari ukuran, bentuk, tekstur dan warna. Sebelum diolah menjadi tepung,
ubi memiliki ukuran yang besar dan bentuk agak lonjong memiliki tektur kasar,
sedangkan pada warna putih. Setelah diolah singkong menjadi tepung , ia memiliki
ukuran kecil-kecil namun seragam yaitu 80-100 mesh, bentuknya juga seragam yaitu
secara kasat mata terlihat bulat dan teksturnya lebih halus. Sedangkan untuk warna,
singkong memiliki daging berwarna putih, setelah menjadi tepung warna menjadi putih.
Perubahan kimia yang terjadi yaitu dapat disebabkan karena pengaruh perlakuan
diantaranya yaitu pada saat trimming (pengupasan), singkong mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan adanya oksidasi dengan udara sehingga
terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat pada bahan (Browning
enzimatis). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu
senyawa fenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Pencegahannya dapat dilakukan
dengan segera mungkin bahan tersebut dilakukan proses pencucian, perendaman ,
blanching dan sebagainya.
2. FOAMING
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan foaming
sebagai diversifikasi produk dan meningkatkan nilai ekonomis

PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan proses pencampuran sari buah
dengan bahan tambahan berupa albumin yang telah dikocok sebelumnya sehingga
membentuk buih lalu dilakukan pengeringan dan hasilnya digiling hingga membentuk
serbuk.
DIAGRAM ALIR

Buah

Trimming Kulit

Air bersih Pencucian Air kotor


bersihb2.
bFoto- Pemotongan

Foto
Albumin Penghancuran
Proses
Pengolah
Pembuihan an Bubur buah

Foaming
Pencampuran
Dekstrin
Pengocokan 15’

Pengeringan

Penggilingan

Pengayakan

Foaming

Gambar 2.Diagram Alir Pengolahan Foaming


FORMULASI

Diketahui : Basis 75 gram


Bubur Buah Naga 74% 55,5 gram
Albumin 10% (7,5 gram)
CMC 1% (0,75 gram)
Dekstrin 15% (11,25 gram)
Ditanyakan : % Produk?
Jawab :
Formulasi
1. Albumin 10 % = 100
x Basis
10
= 100 x 75

= 7,5 gram
𝐹𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
2. CMC 1% = x Basis
100
1
= x 75
100

= 0,75 gram
𝐹𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
3. Dekstrin 15% = 100
x Basis
15
= 100 x 75

= 11,25 gram
𝐹𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
4. Bubur buah 74% = 100
x Basis
74
= 100 x 75

= 55,5 gram

Dik. W Bahan Kering = 22,86 gram


W Tepung halus = 18,34 gram
W Tepung kasar = 0,2 gram
𝑊 𝐹 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
% Foaming Halus = 𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100
18,34
= 75
x 100

= 24,32%
𝑊 𝐹 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% Foaming kasar = 𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100
0,2
= 75
x 100

= 0,267 %
𝑊 𝐹 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠+𝑊 𝐹 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% Produk = 𝑊𝑎𝑤𝑎𝑙
x 100
18,34+0,2
= 75
x 100

= 24,72 %
W produk = W F halus + W F kasar
= 18,24 + 0,2
= 18,44 gram
W Lost Produk = W. Bahan Kering – (W T halus + W T kasar)
= 22,86-(18,24+0,2)
= 4,42 gram
𝑊 𝐿𝑜𝑠𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
% Lost Product = 𝑊 𝐵 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
x 100
4,42
= x 100
22,86

= 19,34%

FUNGSI PERLAKUAN

1. Trimming
Berfungsi untuk memisahkan daging buah naga dari kulit dan membersihkan
buah naga dari kotoran dan bagian lainnya yang tidak diperlukan.
2. Pencucian
Berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada buah.
3. Pemotongan
Berfungsi untuk memperkecil ukuran bahan sehingga memudahkan dalam proses
selanjutnya.
4. Penghancuran
Berfungsi untuk memperoleh bubur buah sehingga memudahkan dalam
pemisahan antara sari buah dan ampasnya.
5. Pencampuran
Berfungsi untuk memperoleh bahan yang homogen dengan ditambahkan albumin dan
dekstrin lalu dimixer supaya dapat membentuk buih-buih untuk foaming, sedangkan buah
yang telah dihancurkan dicampurkan dengan CMC. Proses selanjutnya yaitu proses
pencampuran semua bahan yang diantaranya yaitu albumin yang telah dikocok
sebelumnya, dekstrin, CMC, dan bubur buah kemudian dilakukan proses pengocokan
menggunakan mixer selama 15 menit agar semua bahan dapat tercampur serata merata
dan sempurna.
6. Pengocokan
Berfungsi untuk mengembangkan dan mencampur adonan hingga merata dan
memiiki ukuran yang seragam. Sehingga akan membentuk buih dan adonan
mengembang dengan membesarnya rongga-rongga antar molekul bahan.
7. Pengeringan
Berfungsi untuk mengurangi sebagian kadar air yang terdapat pada bahan hingga
batas tertentu, sehingga dapat meminimalisir terserangnya mikroba dan insekta
perusak.
8. Penggilingan
Berfungsi untuk memperkecil ukuran bahan yang telah dikeringkan sehingga
memudahkan pemisahan antara tepung halus dan tepung kasar.
9. Pengayakan
Berfungsi untuk mendapatkan ukuran bahan yang seragam.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan foaming
diantaranya yaitu bubur buah naga, dekstrin, albumin, dan CMC. Bubur buah naga
merupakan buah naga yang telah dihancurkan, dimana bubur buah ini merupakan bahan
utama yang digunakan dalam pembuatan foaming. Adapun bahan tambahan lainnya yaitu
dekstrin, dimana dekstrin ini berfungsi untuk mengikat albumin dan menambah volume
foam, albumin yang berfungsi untuk membentuk buih, dan CMC yang berfungsi sebagai
penstabil dan pengemusi.
Pada umumnya, pembuih (Foaming Agent) merupakan bahan tambahan pangan
untuk membentuk atau memlihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk
cair atau padat (PerKBOM, 2013).Macam-macam foaming agent sebagai bahan tambahan
pangan yang diijinkan diantaranya yaitu gom xanthan, selulosa mikrokristalin dan etil
metil selulosa. (Rosita , 2016).

CCP

CCP pada proses pembuatan foaming buah naga yaitu pada proses penghancuran,
pembuihan (pengocokan), pencampuran, pengeringan, dan penggilingan. Pada proses
penghancuran buah harus dihancurkan secara merata sehingga tidak ada buah yang tidak
terhancurkan karena dapat mempengaruhi kehalusan hasil produk. Pada proses
pembuihan, pengocokan putih telur harus dilakukan dengan benar agar terbentuk busa
yang stabil dan jika wadah dibalikan putih telur yang telah dikocok tidak tumpah
sehingga hasil foamnya bagus.
3. KIMCHI

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui cara pembuatan kimchi, sebagai diversifikasi pangan,


untuk meningkatkan nilai ekonomis dan untuk memperpanjang umur simpan.

PRINSIP PERCOBAAN

Berdasarkan proses fermentasi anaerob fakultatif sehingga menghasilkan


asam laktat dan dengan adanya pencampuran bumbu-bumbu maka dihasilkan
kimchi segar.
DIAGRAM ALIR

Sawi

Trimming

Reduksi Ukuran

Garam Penggaraman t = 4-6


jam

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Penirisan

Air dan
tepung
Bawang beras
putih, bawang
bombay, jahe,
kecap ikan
Pemasakan

Penghancuran Pencampuran I Pencampuran II

Kimchi Segar

Gambar 3.Diagram Alir Pengolahan Kimchi


FUNGSI PERLAKUAN.

1. Pada proses trimming dilakukan pengupasan pemilihan bahan yang bertujuan


atau berfungsi untuk membersihkan sawi dan memisahkan sawi dengan kotoran
dan bagian lainnya yang tidak diperlukan.
2. reduksi ukuran atau dipotong yang bertujuan untuk memperkecil ukuran dan
mempermudah didalam proses pengolahan berikutnya
3. penggaraman, dimana proses ini dilakukan selama 5-6 jam yang berfungsi untuk
menghilangkan atau mengikat air(mengeluarkan air pada bahan) sehingga dapat
membunuh mikroorganisme patogen atau mikroorganisme yang tidak diinginkan
dan merupakan proses fermentasi anaerob untuk menghasilkan bakteri halofilik
yaitu bakteri asam laktat yang merupakan bakteri yang diinginkan untuk
menghasilkan rasa dan aroma khas kimchi.
4. pencucian untuk menghilangkan kadar garam sehingga rasa kimchi yang
dihasilkan tidak terlalu asin. Setelah itu, sawi yang telah bersih ditcampurkan
dengan bumbu-bumbu diantaranya yaitu tepung beras dan air yang telah dimasak
sebelumnya serta bawang putih, bawang bombay, jahe, kecap ikan, pasta cabe,
dan gula yang telah dihaluskan yang bertujuan untuk menghasilkan warna,rasa
dan aroma yang enak pada kimchi.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kimchi yaitu
diantaranya sawi, tepung beras, air, bawang putih, bawang bombay, jahe, kecap ikan,
pasta cabe, dan gula. Sawi merpakan bahan baku utama dalam proses pembuatan kimchi,
dimana sawi ini merupakan kelompok tanaman Pikenensis, suku sawi-sawian atau
Brassicaceae yang banyak digunakan sebagai bahan makanan olahan dalam masakan
tionghoa. (Kurniawan, 2017)
CCP

Pada proses pembuatan kimchi CCP terdapat pada proses pencucian, fermentasi,
dan trimming.

PERUBAHAN FISIKOKIMIA BIOLOGIS

Perubahan fisik dari sawi ke kimchi yaitu dari yang tekstur bahan utama yaitu
sawi putih yang sangat bergetas menjadi agak lembek setelah proses pemanasan namun
tetap renyah dan terasa segar karena perpaduan bumbu dan bahan lain.Perubahan kimia
pada kimchi yaitu dari rasa sawi yang netral menjadi agak asam dan segar karena proses
fermentasi bakteri asam laktat. Karakteristik yang paling penting adalah perubahan
komposisi gula dan vitamin (terutama asam askorbat), pembentukan dan akumulasi asam
organik, dan degradasi tekstur dan pelunakan. Nutrisi, kimchi merupakan sumber penting
dari vitamin, mineral, serat, dan nutrisi lainnya(Zircon,2015).
MEKANISME
Pada fermentasi kimchi, pH awal yang berkisar antara 5,5 dan 5,8 turun k pH
optimum antara 4,5 dan 4,2 dan turun lagi lebih lanjut ke pH 4,0 apabila waktu fermentasi
diperpanjang. Total keasaman optimum adalah antara 0,4% dan 0,75% asam laktat,
meningkat menjadi 1,0% asam laktat apabila fermentasi terlalu lamadan menjadi antara
1,5% dan 2,0% asam laktat pada stadium pembusukan. Kandungan gula pereduksi kimchi
menurun selama proses fermentasi berlangsung. Asam – asam organik yang terdapat pada
kimchi terdiri asam laktat, asetat, sitrat, malat, fumarat, suksinat, oksalat, tartarat,
malonat, maleat, dan glikolat apabila dibandingkan dengan kimchi yang difermentasi
pada suhu antara 22 Namun, kandungan asam sitrat tidak dipengaruhi oleh temperatur.
Konsentrasi garam yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan kandungan asam asetat.
(Amalia, 2015).

FORMULASI
Diketahui :
Basis 500 gram
Tepung beras 3,36%
Bawang Putih 1,24%
Bawang Bombay 3,04%
Jahe 0,87%
Kecap Ikan 3%
Pasta Cabai 3,21%
Gula 1,78 %
Bubuk cabe 3,2%
Cabe rawit 1,0 %
Ditanyakan : % Produk?

Jawab :

Formulasi
1. Sawi = 100
x Basis
79,30
= x 500
100

= 396.5 gram
Formulasi
2. Tepung beras = 100
x Basis
3,36
= 100
x 500

= 16,8 gram
Formulasi
3. Bawang Putih = 100
x Basis
1,24
= 100
x500

= 6,2 gram
Formulasi
4. Bawang Bombay = x Basis
100
3,04
= 100
x 500

= 15,2 gram
Formulasi
5. Jahe = 100
x Basis
0,87
= 100
x 500

= 4,32 gram
Formulasi
6. Kecap Ikan = x Basis
100
3,
= 100 x 500
= 15 gram
Formulasi
7. Pasta Cabai = x Basis
100
3,21
= 100
x 500
= 16,05 gram
Formulasi
8. Cabe rawit = x Basis
100
1
= 100 x 500

= 5 gram
Formulasi
9. Bubuk cabe == 100
x Basis
3,2
= 100 x 500

= 16 gram
Formulasi
10. Gula = 100
x Basis
1,78
= x 500
100

= 8,9 gram
Wproduk
11. % Produk = Wbasis
x 100
494
= 500 x 100

= 98,8%
MATERI 2

1. FOODBAR

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara pembuatan olahan pangan darurat berbentuk bar yang
berisi nutrisi yang dapat memenuhi kalori sesuai standar kebutuhan.
Prinsip Percobaan
Berdasarkan pencampuran seralia, kacang-kacangan dan bahan pengisi yang
dicetak dan dipanggang sehingga teksturnya keras dan kotak dan dipotong sehingga
membentuk bar.
DIAGRAM ALIR

T.Umbi, T. Kacang.,
T. Meizena
Pindekas 17 %,
T.maizena 5%,icing
sugar 2%,
Pencampuran I t: 5-10’

Margarin cair,
Pencampuran II t:5’
susu UHT

Pencampuran III t:5’-10’


Kismis,dried
coconut
Pengadonan

Pencetakan

Pendinginan T:40C, t: 4jam

Tempering t:30’ Uap


Air
Uap
Pemanggangan T:1200C, t: 20’
Air

Pemotongan

Tempering t:30’ Uap


Air
Penimbangan

Food Bar

Gambar 4.Diagram Alir Pengolahan Foodbar


FUNGSI PERLAKUAN DAN BAHAN

1. Pencampuran ini bertujua untuk mencampurkan seluruh resep bahan sehingga


semua adonan menjadi satu secara merata.
2. pengadoanan agar adonan yang telah dicampurkan menghasilkan adoanan yang
kalis, sehingga dapat mempermudah dalam proses pencetakan.
3. proses pencetakan
4. pendinginan ini bertujuan untuk memadatkan adonan..
5. ditemfering selama waktu 30 menit yang bertujuan untuk menyeimbangkan kadar
air dalam bahan.
6. dipanggang dengan menggunakan oven pada suhu 1200C selama 20 menit yang
bertujuan untuk mematangkan bahan adoanan foodbar.
Tepung kacang merupakan tepung yang diektrak dari kacang, dan berfungsi
sebagai bahan sumber protein pada pembuatan foodbar. Tepung maizena adalah tepung
yang terbuat dari jagung, dimana fungsi dari tepung ini dalam pembuatan foodbar yaitu
sebagai penambah nutrisi (sumber karbohidrat) dan tepung ini juga berfungsi sebagai
perekat. Bahan tambahan lainnya yaitu pindekas yang berfungsi untuk menambah citarasa
foodar dan menciptakan aroma, icing sugar yang berfungsi sebagai perekat dan pemanis,
madu yang berfungsi sebagai pemanis dan sumber nutrisi, margarin cair berfungsi
sebegai perekat yang kaya akan lemak hewani, susu yang berfungsi untuk menciptakan
aroma dan pengkalis adonan serta merupakan sumber protein hewani, dreied coconut
yang berfungsi sebagai penmabha tekstur, dan kismis sebagai penambah citarasa.
FORMULASI
16
Tepung Ubi = 100 x 200 = 32 gram

10
Tepung Kacang = 100 x 200 = 20 gram

5
Tepung Maizena = 100 x 200 = 10 gram

8
Icing Sugar = 100 x 200 = 16 gram

7
Pindekas = x 200 = 14 gram
100

10
Madu = 100 x 200 = 20 gram

1
Margarine Cair = 100 x 200 = 2 gram

32,5
Susu UHT = x 200 = 65 gram
100

3,5
Dired Coconut = 100 x 200 = 7 gram

7
Kismis = x 200 = 14 gram
100

Wproduk 158
% Produk = W basais
x 100 % = 200
x 100 % = 79 %

CCP

Critical Control Point (CCP) pada proses pembuatan foodbar yaitu pada proses
pemanggangan. Dalam proses ini suhu dan waktu pemanggangan harus diperhatikan. Apabila suhu
dan waktu yang digunakan terlalu tinggi dan waktu tidak diperhatikan, dapat menyebabkan bahan
menjadi gosong sehingga kualitasnya tidak baik.
SYARAT BAHAN

Adapun syarat bahan yang digunakan dalam pembuatan foodbar yaitu salah satunya dimana
bahan baku yang digunakan harus berpotensi memiliki keragaman luas dan potensial untuk
dikembangkan sebagai sumber pangan, baik ditinjau dari ketersediaan, keanekaragaman maupun dari
sisi nilai gizi. Hal ini karena pada umumnya foodbar merupakan makanan darurat sehingga acupan
nutrisi yang ada didalamnya harus bisa memenuhi kebutuhan kalori manusia perharinya. (Hawa, dkk.
2011)
MIE BASAH

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui proses pembuatan mie kering sebagai diversifikasi produk olahan yang
dapat menambah nilai ekonomis.
Prinsip Percobaan
Berdasarkan proses pembentukan struktur gluten dari gliadin dan glutenin yang membuat adonan
menjadi elastis dialnjutkan dengan pengeringan sehingga adonan menjadi kering dan renyah

DIAGRAM ALIR

Terigu

Tepung,soda
kue,air,garam,sari Pencampuran hingga kalis
sayur

Tapioka Penipisan dan pembaluran

Tapioka Pembuatan Untaian

Air Perebusan T=70-1000C, t= 7 menit Uap


Air

Penirisan Air

Minyak nabati Glazzing

Penimbangan

Mie Basah

Gambar 5.Diagram Alir Pengolahan Mie Basah


FUNGSI PERLAKUAN DAN BAHAN

1. Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air dan bahan lain seperti
tepung, telur, garam, dan soda kue hingga membuatnya merata dan mencampur dan
membuat adonan dengan bentuk jaringan gluten dengan cara meremas-remas adonan
2. Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi
yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga
tercapai adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan
maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah
kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan
dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
3. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis.
Tujuan penipisan adalah menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi
lembaran.
4. Tujuan pembaluran dengan tepung tapioka adalah agar adonan tidak lengket dan menempel
sehingga dihasilkan lembaran tipis yang kalis, tidak lengket, dan tidak rapuh.
(Widyaningsih dan Murtini, 2006)
5. Proses pembuatan untaian bertujuan untuk mengubah lembaran mie menjadi untaian mie
yang dilakukan dengan memasukan lembaran mie kedalam pencetak mie sehingga
terbentuk mie yang panjang.

Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%. Gluten bersifat
elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih
dan Murtini, 2006)
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur
mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur
dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pastatidak bersifat lengket dan
tidak mengembang secara berlebihan.
Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan
adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah
kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena
pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu
direbus.
Soda kue berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan
elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang),
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi
persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

CCP

Pada proses pembuatan mie CCP terletak pada proses pemilihan baku uataman dimana tepung
terigu yang digunakan haruslah memiliki kadar protein yang tinggu serta pemilihan bahan baku
penunjang untuk mencegah cemaran kimia dari BTP yang digunakan. Hal selanjutnya dadalah
pencampuran dengan air dimana apabila air terlalu banyak maka adonan akan lembek karena hidrasi
tepung dengan air berlebihan sehingga tidak optimal. Proses pemasakan. Proses pemasakan
merupakan satu-satunya proses pemanasan di dalam pengolahan mie yang dapat menghilangkan
mikroba berbahaya dan mikroba pembusuk yang mungkin terdapat di dalam bahan baku dan bahan
penolong. Pemberian minyak. Minyak goreng ditambahkan setelah pemasakan mie hal ini dilakukan
untuk mengurasi sifat lengket yang ditimbulkan mie sehingga dapat mencegah mie saling menempel
satu sama lain, dan yang terakhir adalah Pengemasan, pengemasan ditujukan untuk menghindarkan
produk dari kemungkinan kontaminasi selama distribusi dan penjualan serta mencegah kerusakan
produk. Kemasan yang digunakan harus tepat dan penutupan kemasan harus rapat dan tidak bocor.
(Agustini, 2008)

FORMULASI
Mie Basah
Diketahui : Basis 200 gram
59,9
 Tepung cakra kembar = 100
x 200 = 119,8 gram
0,6
 Garam = 100 x 200 = 1,2 gram
0,5
 Soda Kue = 100 x 200= 1 gram
12
 Telur = 100 x 200 = 21 gram
18
 Sayuran = x 200= 36 gram
100
9
 Air = 100 x 200= 18 gram
𝑊 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
 % produk = 𝑊 𝐵𝑎𝑠𝑖𝑠
x 100
364
= 200 x 100 = 182 %
MEKANISME

Mekanisme terbentuknya gluten pada pembuatan mie adalah gliadin dan glutenin yang terdapat
dalam tepung terigu jika ditambahkan air dan dilakukan pengulenan sehingga membentuk adonan
atau dough akan membentuk susbtansi yang lengket dan elastis.

PERUBAHAN FISIKKIMIA
Secara fisik perubahan dalam pembuatan mie diantaranya adalah perubahan bentuk dimana mie
berubah yang asalnya bahan baku berbentuk serbuk menjadi sebuah pasta dan di panaskan sehingga
menghasilkan bentuk yang kompak dan tidak saling putus. Secara kimia adanya reaksi antara gluten
dan karbohidrat sehingga menghasilkan gluten yang mempunyai sifat kenyal / elastis. Dalam mie juga
mengalami proses gelatinisasi pati dan proses koagulasi pada gluten sehingga menyebabkan mie
menjadi elastis. Ini disebabkan karena putusnya ikatan hidrogen pada ikatan komplesk pati dan gluten
sehingga lebih rapat.
MINYAK KELAPA
TUJUAN PERCOBAAN : Untuk mengetahui cara pembuatan minyak baik secara
tradisional, cara fermentasi maupun cara asam.

PRINSIP PERCOBAAN : Berdasarkan penambahan asam hingga pH santan menjadi 4,2


– 4,5 sehingga kestabilan emulsi lemak terganggu dengan demikian protein akan
menggumpal dan menyebabkan minyak terpisah.

DIAGRAM ALIR

Krim santan

Pemanasan I

Asam asetat Pemisahan Uap air


glasial 0,5
ml

Pemanasan II Galendo

Minyak kelapa Uap air

Gambar 7.Diagram Alir Pengolahan Minyak Kelapa

FUNGSI PERLAKUAN

Berikut merupakan fungsi perlakuan pada proses-proses yang terjadi dalam


pembuatan minyak kelapa:
a. Pengupasan
Buah kelapa dilakukan pengupasan sabut kelapanya.
b. Pembelahan
Buah kelapa tanpa sabut dilakukan pembelahan untuk memisahkan air kelapa
dengan daging kelapa
c. Pemarutan
Daging kelapa yang telah diparut ditambahkan dengan air dengan suhu 60oC
dengan perbandingan 1:2. Dilakukan pemerasan dan dipisahkan antara santan dan
ampasnya.
d. Pengendapan
Santan diendapkan sehungga terpisah antara skim dan krimnya. Kemudian krimnya
ditambahkan dengan asam asetat glacial 5 ml dengan waktu pengadukan 15 menit.
e. Pengadukan
Krim ditambahkan dengan asam asetat glacial 5 ml dengan waktu pengadukan 15
menit.
f. Pemisahan
Pemisahan dilakukan denagn cara pemansan dan bantuan asam sampai, berwarna
kecoklatan sehingga terpisah antara protein dengan air yang kemudian didapat minyak
kelapa.

CCP
Tahapan proses yang termasuk Critical Point adalah penerimaan buah kelapa, pemarutan,
pengeringan, pemurnian, dan pembotolan. Pada penerimaan buah kelapa ada tidaknya
bahaya tidak dapat teridentifikasi, namun demikian harus diperhatikan tingkat ketuaan
kelapa. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas dan rendemen minyak yang
dihasilkan. Pemarutan buah kelapa bertujuan untuk memperkecil ukuran daging buah
kelapa sehingga mempermudah proses pengeringan dan pemisahan minyak, namun
demikian pengendalian harus dilakukan agar pemarutan yang dilakukan tidak terlalu
halus karena pada proses pengepresan akan terbawa oleh minyak dan menjadi cemaran
bagi minyak yang dihasilkan.

FORM ULASI

Minyak Modern
Basis : 250 gram
Berat produk : 9 gram
9
 % produk = x 100 = 3,6 %
250

 W produk = wjar + wsampel – wjar


= 167-158
= 9 gram

PERUBAHAN FISIKOKIMIA
Dalam proses pembuatan minyak kelapa dapat digunakan asam – asam seperti
asam asetat, asam sitrat, HCI, H2SO4 yang dapat membuat pH menjadi sekitar 4,6. Fungsi
penambahan asam ini adalah agar protein yang terdapat didalam skim berada pada titik
isoelektriknya sehingga protein tidak bermuatan yang menyebabkan protein dapat
menggumpal dan hasil samping dari protein yang menggumpal tersebut adalah berupa
galendo. Protein pada proses pengolahan minyak harus dihilangkan agar warna minyak
menjadi lebih bening dan miyak pun dapat lebih tahan lama.
MATERI 3

GUMMY CANDY

Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui cara pembuatan Gummy Candy, sebagai diversifikasi


pangan dan untuk menambah umur simpan serta meningkatkan nilai ekonomis
dari buah-buahan.

Prinsip Percobaan

Berdasarkan pada proses pencampuran sari buah dengan bahan penunjang


dilanjutkan proses pemasakan secara dua tahapan hingga menghasilkan tekstur
yang kenyal dan konsisten selama masa simpan.
DIAGRAM ALIR

Gambar 8.Diagram Alir Pengolahan Gummy Candy


FUNGSI PERLAKUAN

Pada pembuatan gummy candy bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsinya


masing-masing, diantaranya:
a. Sukrosa
Sukrosa memiliki peranan penting karena fungsinya yang beraneka ragam,
yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai
substrat bagi mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut.
Peningkatan kadar sukrosa akan meningkatkan kekentalan.
Semakin tinggi suhu pemanasan sukrosa dalam air, maka semakin tinggi pula
persentase gula invert yang dapat dibentuk. Pada suhu 20°C misalnya dapat
dibentuk 72 % gula invert dan pada suhu 30°C terbentuk hampir 80% gula invert.
Gula invert dengan jumlah yang terlalu banyak mengakibatkan terjadinya extra
heating sehingga dapat merusak flavor dan warna. Selain itu gula invert yang
berlebihan menghasilkan lengket atau bahkan produk tidak dapat mengeras.
b. Sirup Glukosa
Perbandingan jumlah sirup glukosa dan sukrosa yang digunakan dalam
pembuatan permen sangat menentukan tekstur yang terbentuk. Campuran glukosa
dan sukrosa dapat membuat tekstur yang dihasilkan lebih liat, tetapi kekerasannya
cenderung menurun. Sirup glukosa digunakan dalam pembuatan soft candy untuk
mengatur tingkat dan kecepatan proses kristalisasi sesuai dengan keinginan. Jika
hanya larutan gula, akan sangat cepat membentuk kristal pada saat penurunan
suhu larutan. Proses kristalisasi belum diharapkan pada proses pencetakkan,
karena jika proses kristalisasi telah terjadi terlalu cepat pada saat pencetakkan
maka adonan menjadi tidak elastis dan akan pecah saat proses pencetakkan.
c. Air
Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang terpenting
dipastikan gula larut secara sempurna. Air yang dipergunakan harus memenuhi
syarat sebagai air minum. Nilai pH air juga harus diperhatikan. Jika pH asam
dapat menyebabkan inversi sukrosa dan warna gelap, sedangkan jika pH alkali
(basa) dapat menyebabkan berkerak.
Soft candy adalah sejenis gula-gula (confectionary)/makanan berkalori tinggi
yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa atau juga jenis
makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula, atau campuran gula dengan
pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan yang diijinkan, bertekstur lunak atau menjadi lunak jika
dikunyakh (Nurvika,2014).

Candy atau permen menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam


yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin (amorphous). Permen
kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa
krim yang mencolok. Contoh permen kristalin adalah fondant dan fudge.
Sedangkan permen non kristalin (amorphous) terkenal dengan sebutan “without
form”, berdasarkan teksurnya dibedakan menjadi hard cany (hard boiled sweet),
permen kunyah (chewy candy) atau soft candy, gum, dan jelies. Produk
confectionery lainnya adalah Karamel atau Toffec (termasuk soft candy) dan
cotton candy (permen tradisional) (Maharani, 2015).

Syarat buah yang dapat ditambahkan pada pembuaan gummy candy ini
tergantung pada kebutuhannya. Buah apapun pada dasarnya dapat ditambahkan
sebagai diversifikasi produk soft candy. Namun, karena adanya perbedaan
karakteristik tiap buah maka komposisi bahan tambahan dan utamanya harus
disesuaikan.

CCP

CCP dari pembuatan gummy candy adalah pada proses pemasan dimana
suhu yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi supaya tidak terjadi browning non
enzimatis dan karamelisasi. Selain itu pH bahan harus diperhatikan agar tidak
tidak terjadi sineresis. Selanjutnya, dalam pencetakan, mentega yang dioleskan
pada cetakan tidak boleh terlalu banyak agar tektr permen tidak melunak dan
berminyak
FORMULASI

40,85
sari buah = x100 = 40,85 gram
100
5
gelatin = x100 = 5 gram
100
30,51
sukrosa = x100 = 30,51 gram
100
18,34
sirup jagung = x100 = 18,34 gram
100
3,5
agar − agar = x100 = 3,5 gram
100
0,30
as. sitrat = x100 = 0,30 gram
100
1,5
perisa = x100 = 1,5 gram
100
w produk
% Produk = x100%
w basis

46,08
= x100%
100

= 46,08 %
SELAI LEMBARAN

TUJUAN
Tujuan percobaan pembuatan sorbet yaitu untuk mengetahui cara
pembuatan selai lembaran sebagai diversifikasi pengolahan buah dan untuk
meningkatkan nilai mutu ekonomis serta memperpanjang umur simpan.

PRINSIP
Prinsip percobaan pembuatan yaitu berdasarkan pemanasan bubur buah
dengan penambahan gula, pektin, agar-agar, margarin, dan asam sitrat, sehingga
konsentrasi stabil selama penyimpanan.
DIAGRAM ALIR

Buah

Sortasi Buah
Apkir

Trimming Kotoran,
biji, kulit

Air Bersih Pencucian Air


kotor
Penghancuran

Bubur Buah

Penimbangan
Sukrosa,
pektin, agar-
Pencampuran
agar,
margarin,
asam sitrat Pemanasan T: 800C t:15’ Uap
Air

Pencetakan

Selai
Lembaran

Gambar 9. Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Lembaran


FUNGSI PERLAKUAN

Adapun tahapan-tahapan dalam pembuatan selai lembaran buah jambu


diantaranya yaitu sebagai berikut.
a) Sortasi
Sortasi merupakan tahapan pertama dalam proses pembuatan selai
lembaran, dimana proses ini berfungsi untuk memisahkan buah yang
berkualitas baik dan buah afkir. Pada umumnya sortasi merupakan
pemisahan bahan baku kedalam kategori-kategori yang berbeda
karakteristik fisiknya, seperti ukuran, bentuk dan warna
(Wirakartakusumah, 1992)
b) Trimming
Proses ini berfungsi untuk membuang bagian yang tidak terpakai dalam
pembuatan selai lembaran seperti kotoran, biji dan kulit buah jambu batu.
c) Pencucian
Proses ini dilakukan dengan menggunakan air bersih yang berfungsi untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat atau masih menempel pada
buah jambu batu.
d) Penghancuran
Buah jambu yang telah bersih selanjutnya dihancurkan, dimana proses
penghancuran ini berfungsi untuk mereduksi ukuran sehingga dapat
membantu mempermudah proses selanjutnya. Selain itu, proses
pengahancuran ini berfungsi untuk menghasilkan bubur buah jambu batu
yang akan dijadikan sebagai bahan utama pembuatan selai lembaran.
e) Penimbangan
Penimbangan berfungsi untuk mengetahui berat bubur buah yang
digunakan.
f) Pencampuran
Proses ini berfungsi untuk mencampuran antara bubur buah dengan bahan-
bahan tambahan lainnya yaitu sukrosa, pektin, agar-agar, margarin dan
asam sitrat.. Proses pencampuran ini bertujuan untuk mencampurkan
bahan-bahan tersebut menjadi satu kesatuan adonan selai lembaran yang
tercampur secara merata.
g) Pemanasan
Proses ini dilakukan dengan memasak bubur buah yang telah dicampurkan
tersebut pada suhu 800C selama 15 menit yang berfungsi untuk
mematangkan bubur buah serta berfungsi untuk membunuh
mikroorganisme pathogen. Selain itu, proses pemanasan ini berfungsi
untuk menghilangkan sebagian kadar air sehingga didapat selai yang
kental.
h) Pencetakan
Proses pencetakan ini merupakan proses dimana selai yang telah dimasak
di cetak menggunakan plastik yang berfungsi untuk membentuk selai
menjadi lembaran-lembaran serta untuk memudahkan dalam
mengkonsumsinya.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan selai


lembaran buah jambu batu yaitu sebagai berkut.
a) Bubur buah jambu batu
Bubur buah jambu batu merupakan bahan yang berfungsi sebagai bahan
baku utama dalam proses pembuatan selai lembaran ini, dan berfungsi
untuk memberikan rasa pada produk akhir tersebut. Pada umumnya bubur
buah merupakan daging buah yang sengaja dihancurkan tanpa adanya
penambahan air atau bahan lain dan tidak dilakukan proses penyaringan.
b) Sukrosa
Sukrosa dalam pembuatan selai lembaran berfungsi untuk memberikan
rasa manis disamping juga turut membentuk bentuk atau kekentalan atau
tesktur . Selain itu, sukrosa juga berfungsi sebagai penambah cita rasa
dari selai . Pada umumnya, sukrosa merupakan gula yang kita kenal
sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit (Poedjiadi, 2005).
c) Pektin
Pektin berfungsi sebagai pembentuk gel yang mengikat atau
menghomogenisi campuran menjadi sebuah campuran yang utuh.
Penggunaan pektin yang berlebihan akan mengakibatkan selai yang
dihasilkan menjadi terlalu kental atau keras. Selain itu, kecepatan
pembentukan gel untuk membuat selai dipengaruhi beberapa faktor,
seperti jenis pektin yang digunakan, suhu ketika proses pemasakan larutan,
serta konsentrasi atau banyaknya pektin yang digunakan dalam campuran.
(Fatimah, 2016)
d) Agar-agar
agar-agar merupakan polisakarida yang linear dan merupakan molekul
galaktan yang diekstrak dari rumput laut merah. Agar-agar banyak
dimanfaatkan dalam berbagai bidang sebagai bahan pengental,
pengemulsi, penstabil, dan berbagai fungsi lain dibidang pangan. salah
satunya yaitu sebagai pengental dalam pembuatan produk selai
(Ramadhan, 2011)
e) Asam sitrat
Asam sitrat befungsi sebagai penguat rasa asam alami buah yang mungkin
hilang dalam prosep semasakan dan pembentukan gel. Rasa sama yang
dihasilkan merupakan penyeimbang antara rasa manis dan asam yang
ingin dihasilkan, sehingga rasa selai yang dihasilkan dapat mendekati
seperti rasa buah alami. Penggunaan asam sitrat sebagai zat tambahan
dalam pembuatan selai harus sesuai dengan komposisi yang aman bagi
kesehatan. Untuk buah-buahan yang karakteristik rasanya memang sudah
asam, penggunaan asam sitrat dapat dikurangi. Penggunaan asam sitrat
dapat digantikan dengan menggunakan air perasa jeruk nipis yang
jumlahnya sesuai dengan selera sehingga tercapai rasa yang diinginkan.
(Wijayanti, 2016)
f) Margarin
Pada umumnya, margarin ini merupakan adalah produk makanan
berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan
digunakan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa
dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Dibidang pangan,
penggunaan margarin telah dikenal secara luas terutama dalam baking dan
cooking yang bertujuan untuk menambah cita rasa bahan pangan
(Winarno, 1992)

Selai lembaran merupakan modifikasi dari selai yang semi padat menjadi
berbentuk lembaran. Selai lembaran juga merupakan bahan dengan konsistensi gel
atau semi gel yang dibuat dari bubur buah yang dimaasak dengan gula sampai
kental dan dibuat lembaran dengan digiling serta merupakan makanan awetan
berupa sari buah atau buah-buahan yang sudah dihancurkan, biasanya dibuat dari
buah-buahan yang mempunyai rasa asam, karena pada buah yang meimiliki rasa
asam didalamnya terkandung pektin yang dapat menjadikan sari buah tersebut
mengental. (Neno, 2014).

Syarat buah yang baik untuk membuat selai yaitu buah-buahan yang
biasanya yang mempunyai rasa asam, karena pada buah yang meimiliki rasa
asam didalamnya terkandung pektin yang dapat menjadikan sari buah tersebut
mengental. Selain itu, buah yang digunakan memiliki kadar gula yang cukup
tinggi, buah yang sudah masak tapi tidak terlalu matang dan mempunyai rasa
sedikit masam. Buah-buahan yang umum dijadikan selai, misalnya: stroberi,
blueberi, aprikot, apel, anggur, pir, buah naga, sirsak (Mardiati, 2012).

Adapun mekanisme pembentukan gel yang berhubungan dengan peranan


asam adalah pektin mula-mula terdispersi dalam air membentuk koloidhidrofilik
bermuatan negatif. Dengan adanya ion H+ dari asam, koloid tersebut dinetralkan
muatannya dan akhirnya terbentuk ikatan hidrogen yang merubah bentuk rantai
polimer pektin yang semula lurus menjadi bentuk tiga dimensi yang mampu
menangkap air. Tetapi konsentrasi ion H+ yang terlalu banyak dapat mengganggu
kesetimbangan pektin dan air. Tingkat keasaman pulp buah memiliki pengaruh
terhadap pembentukan gel yang merupakan aspek penting dalam pengolahan selai
pH dari pulp buah dalam menyeimbangkan gula dan pektin dalam memfasilitasi
pembentukan gel (Lisdiana, 1997).
CCP

Critical control point (CCP) pada pembuatan sorbet terletak pada proses
pencampuran dan pemaskan. Pada proses pencampuran, pektin yang digunakan
harus dilautkan terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar membuat adonan lebih
mengembang serta mencegah terjadinya gumpalan-gumpalan saat pemasakan
yang dapat mempengaruhi tekstur selai yang dihasilkan. Sedangkan pada proses
pemasakan, suhu dan waktu pemasakan harus diperhatikan. apabila suhu dan
waktu yang digunakan telalu tinggi, dapat mengakibatkan terjadinya karamelisasi
karena pada pembuatannya ada penambahan gula, dimana gula yang apabila
dipanaskan secara terus menerus dapat mengakibatkan karamelisasi sehingga
dapat mempengaruhi hasil akhir produk tersebut.

PERUBAHAN FISIK DAN KIMIA


Perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada proses pembuatan selai lembaran
yaitu dapat dilihat dari tekstur selai lembaran yang dihasilkan. Selai lembaran
pada umumnya terbuat dari bubur buah, dimana bubur buah sebelum proses
pengolahan memilki tekstru yang cair, setelah menjadi produk bubur buah
tersebut berubah fase dari yang tadinya cair menjadi padat akibat adanya
pemanasan. Selain itu, bubur buah yang memiliki tekstur cair akan berubah
menjadi tekstur yang kenyal. Hal ini karena pada prosesnya terjadi reaksi kimia
dimana pektin sebagai bahan pengental (hidrokoloid) bereaksi dengan asam serta
dilakukan pemanasan akan mengembang, sehingga air akan masuk kedalamnya
(menangkap air) , ketika dingin molekul molekul tersebut terjebak didalam olekul
hidrokoloid, sehingga menghasilkan tekstur gel atau kenyal.
PERHITUNGAN

Diketahui :
- Basis 150 gram
- Bubur buah 67,95%
- Sukrosa 23,35%
- Pektin 6,35%
- Agar-agar 6%
- Margarin 2%
- Asam sitrat 0,35%
- Berat Produk 100 gram
Ditanyakan : % produk?
Jawab :
1. Bubur Buah 67,95% = Formulasi x basis

67,95
= x 150 gram
100

= 101,925 gram

2. Sukrosa 23, 35% = Formulasi x basis

23,35
= x 150 gram
100

= 35, 025 gram

3. Pektin 6,35% = Formulasi x basis

6,35
= x 150 gram
100

= 9,525 gram
4. Agar-agar 6% = Formulasi x basis

6
= x 150 gram
100

= 9 gram
5. Margarin 2% = Formulasi x basis

2
= x 150 gram
100
= 3 gram
6. Asam sitrat 0,35% = Formulasi x basis

0,35
= x 150 gram
100

= 0,525gram

𝑊𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Produk = x 100%
𝑊𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

100
= 150 x 100%

= 66,67 %
TOWER JUICE

TUJUAN

Tujuan percobaan pembuatan tower juice adalah untuk mengetahui cara

pembuatan olahan buah dan sayur yang memiliki manfaat nutrisi untuk tubuh serta

sebagai diversifikasi pangan.

PRINSIP

Prinsip percobaan pembuatan tower juice adalah berdasarkan proses

penghancuran hingga stabil dan pemanasan untuk memperpanjang umur simpan buah

dan sayur.
Diagram Alir

Wortel & Tomat

Sortasi Buah apkir

Air bersih Pencucian Air kotor

Penimbangan

Penghancuran

Penyaringan

Filtrat

Air, gula, CMC, Pencampuran


Asamsitrat

Pasteurisasi

T=70-75 ˚C t = 10’

Tempering T=40˚C

Botol steril Pengemasan

penimbangan

Tower juice

Gambar 10. Diagram Alir Proses Pembuatan Tower Juice


FUNGSI PERLAKUAN

Proses pembuatan tower juice memerlukan beberapa perlakuan yang memiliki


fungsi masing-masing dari tiap perlakuan. Adapun perlakuan yang dibutuhkan dalam
pembuatan tower juice antara lain yaitu sortasi yang bertujuan untuk memisahkan
antara bahan yang berkualitas baik dengan yang kurang baik.pencucian berfungsi untuk
menghilangkan kotoran yang terdapat pada bahan. Lalu dilanjutkan dengan
penimbangan yang berfungsi untuk mengetahui berat bahan yang digunakan. Sebelum
dilakukan penghancuran, bahan diblansing terlebih dahulu yang berfungsi untuk
menginaktifkan ezim dan mengurangi jumlah mikrorganisme pada bahan.Kemudian
dilakukan penghancuran dengan menggunakan blender untuk mereduksi ukuran bahan
sehingga menjadi lebih halus. Lalu dilakukan penyaringan agar filtrate dan ampas dapat
dipisahkan. Selanjutnya dilakukan pencampuran bahan baku dengan bahan tambahan
seperti asam sitrat, glukosa dan CMC. Sebelum dicampurkan, CMC harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan bahan yang telah dihaluskan. Hal ini dikarenakan sifat CMC yang
agak sulit larut. Kemudian juice dipasteurisasi pada suhu 70-75˚C selama 10 menit untuk
memusnahkan mikroorganisme pathogen. Setelah itu dilakukan tempering untuk
menurunkan suhu produk sebelum dilakukan pengemasan. Juice yang dihasilkan
kemudian dikemas dalam botol yang telah disterilisasi sebelumnya dan dilanjutkan
dengan penimbangan produk akhir untuk mengetahui berat produk yang dihasilkan.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan tower juice antara lain wortel,
tomat dan air yang berfungsi sebagai bahan utama, gula yang berfungsi untuk
memberikan rasa manis, asam sitrat sebagai pemberi rasa asam, dan CMC yang
berfungsi sebagai penstabil.

Pengertian produk minuman sari buah (fruit juice) menurut SNI 01-3719-1995
adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa
penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Definisi sari buah
menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. No.
HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan mengatur definisi dan
karakteristik dasar sari buah, terkait ketentuan bahan baku, proses pengolahan dan
produk jadi, adalah cairan yang diperoleh dari bagian buah yang dapat dimakan yang
dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi dan
dikemas untuk dapat dikonsumsi langsung. Sari buah dapat berisi hancuran buah
serta berpenampakan keruh atau jernih. Produk sari buah dapat dibuat dari satu atau
campuran berbagai jenis buah. Pada sari buah hanya dapat ditambahkan konsentrat jika
berasal dari jenis buah yang sama (Christy, 2017 )

Mengemas sari buah dalam kemasan gelas atau cup, harus menggunakan jenis
gelas/cup yang tahan panas, ini karena produk-produk tersebut harus dimasukkan
kemasan dalam kondisi panas (hot filling), pada bagian proses akhir juga ada sterilisasi
panas yang membutuhkan ketahanan bahan kemasan terhadap suhu tinggi. Jenis bahan
plastik yang tahan panas dan aman unutk mengemas minuman seperti ini disebut jenis
plastik PP (Poly Propelen) dan jenis plastik PET (Pustaka Pangan, 2012).

Adapun beberapa jenis pemanasan yang sering dilakukan pada bahan pangan
antara lain sebagai berikut :

1. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses thermal atau cara memanaskan sampai mencapai suhu
di atas titik didih, untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-
sporanya.karena spora bersifat tahan panas, kama umumnya diperlukan
pemanasan selama 15 menit pada suhu121˚C atau ekivalennya, artinya semua
partikel bahan pangan harus mengalami perlakuan panas tersebut (Effendi,
2012)
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasanmakanan di bawah suhu didih
dengan tujuan hanya membunuh bakteri pathogen, sedangkan sporanya masih
dapat hidup. Pasteurisasi adalah perlakuan pemanasan yang lebih ringan dari
sterilisasi, biasanya suhu yang digunakan di bawah 100˚C. Tujuan dari
pasteurisasi adalah untuk (1) membunuh semua bakteri pathogen yang umum
dijumpai pada bahan makanan atau bakteri-bakteri pathogen yang berbahaya
ditinjau dari kesehatan masyarakat, (2)memperpanjang daya simpandengan
jalan mematikan bakteri dan menonaktifkan enzim seperti pada bir, anggur, sari
buah dan lainnya.
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
a. Pasteurisasi lama atau Low Temperature Long Time (LTLT) yaitu
pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu
yang relative lama. Pasteurisasi dilakukan dengan suhu 62˚C-65˚C
selama ½-1 jam.
b. Pasteurisasi singkat atau High Temperature Short Time (HTST) yaitu
pemanasan yang dilakukan pada suhu yang tinggi dengan waktu yang
relative singkat. Pasteurisasi ini dilakukan pada suhu 65-95˚C selama 1-2
menit.
c. Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature atau UHT, yaitu pemanasan
dengan suhu tinggi yang segera didinginkan pada suhu 10˚C dan
merupakan suhu normal untuk pertumbuhan bakteri susu. (Effendi,
2012)
3. Blansing
Blansing adalah perlakuan peamansan tipe pasteurisasi tetapi tujuan utamanya
adalah menonaktifkan enzim , walaupun memang sebagian dari mikroorgansme
ada juga yang turut mati. Blansing umumnya diterapkan pada sayuran dan buah-
buahan yang akan dikalengkan. (Effendi, 2012). Suhu yang biasa digunakan
untuk blansing yaitu sekitar 100˚C.

Pada proses pembuatan tower juice jenis pemanasan yang digunakan yaitu
pasteurisasi. Hal ini dikarenakan sari buah yang dihasilkan biasanya memiliki PH yang
rendah karena kaya akan asam organic, terlebih lagi pada proses pembuatan tower juice
dilakukan penambahan asam sitrat. Bakteri yang tahan terhadap panas pada PH yang
rendah tidak memiliki kemampuan untuk berkembang. Oleh karena itu pasteusisasi
dianggap cukup efektif digunakan untuk membunuh mikroorganisme pathogen,
sehingga rasa, aroma dan kandungan nutrisi pada tower juice dapat lebih
dipertahankan.
CCP

Critical control point pada pembuatan tower juice yaitu pada proses pasteurisasi. Jika
pasteurisasi dilakukan pada suhu dan waktu yang tidak tepat, maka akan berpengaruh
terhadap kandungan nutrisi yang terkandung di dalam juice.

Juice yang di hasilkan pada proses percobaan pembuatan tower juce memiliki
perbedaan dari juice yang dijual di pasaran, seperti buavita, country choice,dll.
Perbedaan terletak pada jumlah atau persen sari buah yang digunakan. Pada pembuatan
tower juice menggunakan sari buah sekitar 27%, sedangkan buavita terbuat dari 35%
sari buah.

PERUBAHAN FISIKA DAN KIMIA

Pada proses pembuatan tower juice terjadi perubahan baik secara kimia, fisik,
maupun biologis. Adapun perubahan fisika yang terjadi yaitu perubahan bentuk bahan
baku yang awalnya berupa padatan dan bertekstur agak keras menjadi berbentuk cair
dan lembut akibat proses penghancuran dan penambahan air. Perubahan kimia yang
terjadi diantaranya yakni perubahan nilai PH yang diakibatkan karena adanya
penambahan asam sitrat sehingga juice yang dihasilkan menjadi lebih asam (PH rendah).
Sealin itu juga terjadi perubahan kadar vitamin C yang terdapat pada bahan, dimana
kadar vitamin C yang semakin berkurang akibat proses pemanasan.

FORMULASI

Diketahui :

W basis = 500 gram

14,78
Wortel 14,78% = × 500 = 73,9 gram
100

14,78
Tomat 14,78% = × 500 = 73,9 gram
100

56,44
Air 56,44% = × 500 = 282,2 gram
100

12,7
Sukrosa 12,7% = × 500 = 63,5 gram
100
6,3
Asam sitrat 6,3% = × 500 = 1,5 gram
100

1
CMC 1% = × 500 = 5 gram
100

𝑤 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Produk = 𝑥100%
𝑤 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

371
= 𝑥100%
500

= 74,2 %
SORBET

TUJUAN

Tujuan percobaan sorbet adalah untuk mengetahui cara pembuatan selai


lembaran sebagai diversifikasi pengolahan buah dan meningkatkan nilai ekonomis
serta memperpanjang umur simpan.

PRINSIP

Prinsip percobaan sorbet adalah berdasarkan pemanasan bubur buah dengan


penambahan gula, pektin, agar-agar, margarin dan asam sitrat sehingga kondisi
stabil selama penyimpanan.
Diagram Alir Pembuatan Sorbet Mangga

Buah

Trimming

Air bersih Pencucian Air kotor

Penghancuran
Gula

Air Pemasakan Bubur buah

Air gula Pencampuran

Pemasakan

t = 10 menit

Homogenisasi

Pembekuan

T=2oC; t=1 jam

Sorbet

Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Sorbet Mangga


FUNGSI PERLAKUAN

Fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan sorbet diantaranya bubur


buah mangga sebagai bahan utama yang akan dijadikan sorbet buah. Sukrosa
berfungsi memperbaiki tekstur, meningkatkan kekentalan, dan memberi rasa
manis. Air berfungsi untuk melarutkan gula pasir yang kemudian yang
dicampurkan dengan daging buah dan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan
sorbet. Maizena berfungsi untuk menambah viskositas sorbet dan sebagai bahan
isi.

Fungsi perlakuan dalam pembuatan sorbet diantaranya trimming berfungsi


untuk memisahkan buah dari biji dan kulitnya. Pencucian berfungsi untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada buah. Pengahancuran
berfungsi untuk memperkecil luas permukaan sehingga menjadi bubur buah yang
dapat mempermudah proses selanjutnya. Pemasakan berfungsi untuk mencairkan
gula dengan penambahan air sehingga menjadi larutan gula. Pencampuran
berfungsi untuk mencampurkan bubur buah dengan larutan gula. Pemasakan
berfungsi untuk memasak bahan dan agar bahan tercampur rata. Homogenisasi
dilakukan agar bahan tercampur rata. Pembekuan dilakukan untuk membekukan
adonan menjadi sorbet dalam alat ice cream maker sehingga bahan akan membeku
dan bertekstur lembut. Dan penimbangan berfungsi untuk mengukur volume awal
dan volume akhir dari sorbet sehingga dapat dihitung % overrunnya.

Sorbet adalah jus buah atau air manis lainnya yang dibekukan seperti ice
cream, namun tidak mengandung susu, teksturnya lebih kasar dari ice cream.
Sorbet berbahan dasar jus buah, sorbet terbuat dari bahan-bahan yang sederhana,
yaitu buah yang ditambahkan gula pasir dan air. Gula pasir dapat diganti dengan
madu, gula bubuk, atau sampel sirup (Nurani, 2010).

Sorbet merupakan salah satu makanan penutup beku yang terbuat dari sari
buah-buahan segar. Sorbet banyak dipilih karena tidak mengandung lemak dan
tidak menggunakan susu segar sebagai bahan utamanya. Bahkan untuk yang
sedang berdiet juga terdapat sorbet yang tidak ditambahkan gula sama sekali dan
digantikan dengan gula diet (Winneke, 2008).

Over run diartikan juga sebagai banyaknya udara yang terperangkap dalam
proses homogenisasi pembuatan sorbet. Semakin tinggi luas permukaan bahan
maka semakin tinggi persen over run-nya.
CCP

Critical control point (CCP) pada pembuatan sorbet yaitu proses pemasakan
dimana campuran dimasak pada suhu yang tidak terlalu tinggi agar tidak terjadi
browning non enzimatis yang akan mempengaruhi rasa dan kenampakan sorbet.
Selain itu, pada tahap homogenisasi, karena homogenisasi berkaitan dengan
tekstur produk sorbet yang dihasilkan apakah sesuai dengan yang dinginkan
ataukah sebaliknya, selain itu homogenisasi juga berperan untuk menjaga
kestabilan tekstur sorbet pada suhu kamar juga pada proses pembekuan dimana
pencampuran harus dilakukan secara merata dengan perputaran pengaduk yang
stabil dan suhu rendah yang tidak berubah-ubah sehingga hasil % overrun dapat
optimal.

FORMULASI

Basis = 1000 gram

35,5
Bubur buah (buah mangga) 35,5% = 𝑥1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 355 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

18
Sukrosa 18% = 100 𝑥1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 180 𝑔𝑟𝑎𝑚

45,5
Air 45,5% = 𝑥1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 455 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

1
Maizena 1% = 100 𝑥1000 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚

Dik: W awal = 880 gram

W akhir = 1000 gram

Vakhir − Vawal
% Overrun = × 100%
Vawal

1000 − 880
% Overrun = × 100%
880

% produk = 13,64%
MATERI 4

YOGHURT
TUJUAN
Tujuan percobaan pembuatan yoghurt adalah untuk diversifikasi produk olahan
susu, mengawetkan produk susu, dan meningkatkan nilai ekonomis serta untuk
mengetahui proses pembuatan yoghurt.
PRINSIP
Prinsip percobaan pembuatan yoghurt adalah berdasarkan penambahan bakteri
asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Steptococcus thermophillus) yang
memproduksi asam laktat sehingga dapat menggumpalkan protein susu (kasein) dimana
protein susu akan terdenaturasi oleh asam laktat.
DIAGRAM ALIR PROSES PERCOBAAN

Susu segar

Pasteurisasi
Skim T= 70°C, t=15 menit

Pengukuran volume

Pendinginan
T= 45°C, t= 30 menit

Pengukuran pH

L. bulgaricus
S. thermophilus Inokulasi

Fermentasi
T= 40-45°C, t= 8 jam/
T= 37°C, t= 12 jam

Pengukuran volume

Yoghurt

Gambar 12. Diagram Alir Proses Pembuatan Yoghurt


FUNGSI PERLAKUAN

Fungsi bahan pada pembuatan yoghurt yaitu bahan yang digunakan yaitu susu
yang berfungsi sebagai sumber laktosa yang digunakan oleh mikroorganisme
yang akan dirubah menjadi asam laktat dan fungsi penambahan skim yang
bertujuan untuk meninggikan kandungan bahan kering tanpa lemak agar tekstur
dan konsistensi yoghurt lebih dan dapat meningkatkan nilai gizi yoghurt.
Fungsi proses pada pembuatan yoghurt yaitu dilakukan pasteurisasi dengan
suhu 70˚C selama 15 menit yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogennya
yaitu bakteri-bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada
manusia (mycobacterium tubercolocisi), untuk membunuh bakteri tertentu yaitu
dengan mengatur tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi, mengurangi
populasi bakteri dalam bahan susu, mempertinggi atau memperpanjang umur
simpan, memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik konsumen
dan dapat menginaktifkan fosfatase dan katalase yaitu enzim-enzim yang
membuat susu cepat rusak.
Tujuan pasteurisasi yaitu: 1) mendenaturasi protein whei, 2) mereduksi
kandungan mikroba awal di dalam susu, 3) mengurangi jumlah oksigen agar
tercipta kondisi mikroba aerofilik, dan 4) mendenaturasi protein susu sampai
batas-batas tertentu, sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur
yoghurt (Anjasari, 2010).
Proses pembuatan yoghurt dilanjutkan dengan pengukuran volume,
kemudian dilakukan pendinginan hingga suhu 45˚C selama 30 menit yang
bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan bakteri
starter. Selanjutnya proses inokulasi dengan ditambahkannya Lactobacillus
bulgaricus dan Steptococcus thermophillus yang bertujuan untuk membentuk
asam yang lebih cepat, jumlah asam laktat yang diproduksi lebih banyak,
konsistensi koagulum, dan intensitas cita rasa (flavor) lebih baik. Kemudian
dilakukan fermentasi dengan suhu 40-45˚C selama 8 jam. Kemudian diukur
volumenya untuk mengetahui hasil akhir dari produk tersebut sehingga
didapatkan % produknya.
Yoghurt adalah salah satu produk hasil fermentasi susu yang cukup populer.
Rasanya asam dan teksturnya kental. Kata yoghurt berasal dari bahasa latin
“jugurt” yang berarti susu asam. Yoghurt difermentasi dengan menggnakan
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan adanya
laktosa menghasilkan asam laktat (Anjarsari, 2010).
Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus thermophillus terdapat interaksi
yang saling menguntungkan, karena bakteri yang satu mensintesa dan
membebaskan senyawa yang menunjang atau merangsang pertumbuhan bakteri
lainnya. Lactobacillus bulgaricus membebaskan sebelas macam asam amino yang
dapat merangsang pertumbuhan Streptococcus thermophillus. Asam-asam amino
tersebut adalah leusin, lisin, sistein, asam aspartat, histidin, glisin, isoleusin,
tirosin, asam glutamat, methionin serta valin yang mempunyai efek terbesar.
Sebaliknya Lactobacillus bulgaricus dirangsang pertumbuhan oleh asam format
yang diproduksi oleh Streptococcus thermophillus (Anjarsari , 2010).

Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi susu jadi yoghurt


disebabkan oleh mikroflora yang tahan asam (kapang dan khamir) karena yoghurt
merupakan minuman berasam tinggi. Kontaminasi oleh kapang dan khamir dapat
berasal dari peralatan, udara, buah dan sirup. Kerusakan susu yang difermentasi
dapat juga disebabkan oleh biakan (starter). Berbagai kerusakan yoghurt antara
lain rasa asam yang tajam dan rasa tidak enak yang disebabkan oleh kontaminasi,
cita rasa yang menyimpang seperti rasa pahit dan kurangnya suatu pembentukan
cita rasa (Anjarsari, 2010)..
Jenis-jenis yoghurt antara lain :
(1) Yoghurt pasteurisasi, yaitu yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai
dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan memperpanjang umur simpannya.
(2) Yoghurt beku, yaitu yoghurt yang disimpan pada suhu beku
(3) Dietetic yoghurt, yaitu yoghurt rendah kalori, rendah laktosa, atau yang
ditambah vitamin dan protein
(4)Yoghurt konsentrat, yaitu yoghurt dengan total padatan sekitar 24%
(Anjarsari, 2010).
Mekanisme pembentukan asam laktat pada saat fermentasi yoghurt adalah
pada awal fermentasi laktosa pertama-tama laktosa berubah menjadi laktosa
fosfat. Bila laktosa terurai, terbentuk galktosa dalam bentuk galaktosa-6-fosfat
dan glukosa sebagai glukosa-6-fosfat. Laktosa fosfat kemudian dihidrolisis
menjadi glukosa dan galaktosa-6-fosfat oleh enzim β-fosfogalaktosidase. Laktosa
difosforilasi sebelum terurai menjadi dua senyawa heksosa. Galaktosa dapat
difosforilasi dan berubah menjadi glukosa-6-fosfat oleh enzim
uridinfosfogalaktosa-4-epimerase menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat
inilah yang kemudian masuk ke jalur glikolisi untuk dimetabolisme menjadi asam
laktat melalui aktivitas dari enzim laktat yang dihasilkan oleh Streptococcus
thermopillus maupun Laktobacillus bulgaricus (Anjasari, 2010).

CCP

CCP pada proses pembuatan yoghurt adalah pada proses pemanasan dan
fermentasi. Pada saat pemanasan, suhu pemanasan harus tetap dijaga yaitu suhu
pasteurisasi dan harus terus melakukan pengadukan untuk menghindari terjadi
kerusakan susu (susu menjadi pecah) yang dapat menyebabkan produk yoghurt
menjadi tidak baik. Selain itu CCP pada pembuatan yoghurt pada saat proses
inokulasi dan fermentasi. Proses inokulasi harus dilakukan pada suhu 40-45oC
agar stater tumbuh dengan optimum, karena apabila inokulasi dilakukan terlalu
panas akan mengakibatkan stater tidak akan tumbuh atau mati. Selain itu pada
saat inokulasi tidak dilakukan sambil bercakap-cakap atau bergurau, untuk
menghindari masuknya kotoran maupun bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dari
dalam mulut kedalam yoghurt, sehingga pembuatan yoghurt akan memberikan
hasil yang kurang baik. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan
yoghurt adalah proses fermentasi dimana suhu dan waktu fermentasi harus
dilakukan secara tepat. Jika suhu yang digunakan terlalu rendah bakteri
berkembangbiak lambat atau tidak sama sekali. Sementara jika suhu terlampau
tinggi bakteri bisa rusak dan mati. Disamping itu, mikroba berbeda yang kondisi
optimumnya di suhu lebih tinggi atau rendah akan tumbuh dan berkembang biak
di suhu tersebut sehingga jumlahnya dapat menyusul bahkan menyisihkan bakteri
yoghurt semula. Akibatnya, rasa yoghurt lambat laun akan berubah dan
kualitasnya menurun. Sehingga pengontrolan suhu harus dilakukan dan juga
mengencekan pH harus dilakukan agar pH yoghurt atau keasamannya sesuai yang
diinginkan.

FORMULASI

Yoghurt

Basis awal = 200 gram

Bahan utama :

93,10
susu = x 200 = 186,2 gram
100

5
Starter = 100 x 200 = 10 gram

Bahan tambahan :

1,9
Skim = 100 x 200 = 5,8 gram

𝑊 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Produk = x 100 %
𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

186
= 200 x 100 %

= 93 %
MENTEGA

TUJUAN
Tujuan dari percobaan pengolahan susu menjadi mentega adalah untuk

diversifikasi produk olahan susu, salah satu cara mengawetkan susu,

meningkatkan nilai ekonomis dan mengetahui cara pembuatan mentega.

PRINSIP
Prinsip percobaan pengolahan mentega adalah berdasarkan perubahan

kedudukan glukosa lemak dalam air susu menjadi emulsi air dalam lemak

sehingga membentuk tekstur yaitu semi padat.


DIAGRAM ALIR

Susu Murni : Whipping


cream

1:1

churning

Butter Milk Bakal Mentega


(ukur volume)

Pencucian dengan
air dingin

Larutan garam Pengulian


(alumunium foil)

Penyimpanan dalam kulkas

Penimbangan

Mentega

Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Mentega


FUNGSI PERLAKUAN

Proses pembuatan mentega dimulai dengan proses churning yaitu proses

agitasi untuk mendapatkan bakal mentega dari susu dengan cara penumbukkan

susu hingga menyebabkan pemisahan lemak susu (bakal mentega) dari komponen

lain dari susu yaitu air dan skim. Churning dilakukan supaya lemak susu betul-

betul dipisahkan dari bahan susu lainnya (Anjarsari, 2014).

Proses churning dilakukan perendaman dengan air dingin. Perendaman

dengan air dingin (suhunya 5-10°C) tujuannya adalah agar lemak lebih banyak

terbentuk, karena tingkat pengadukan ditentukan juga oleh suhu adukan. Bahwa

lemak akan meleleh atau rusak dalam keadaan suhu yang tinggi. Kecepatan

oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan

adanya penurunan suhu (Ketaren, 1986).

Pengganti dari metode churning, lemak pada susu dapat dipisah dan

dikumpulkan dengan cream separator atau susu segar dimasukkan kedalam wadah

yang bermulut lebar dan disimpan di lemari pendingin yang bersuhu 5 - 10°C

selama 12 jam. Lapisan krim yang berwarna kuning akan berada dibagian

permukaan, krim ini dapat diambil dengan sendok atau dengan memasukkan

selang plastik kedasar wadah dan menyedot serumnya hingga yang tertinggal

hanya krimnya (Saleh, 2004).

Setelah melakukan proses churning dilakukan proses pencucian dengan air

dingin, hal ini ditujukan untuk menghilangkan rasa asam dan protein sebanyak

mungkin. Kemudian dilakukan pengulian dengan penambahan garam sebagai

rasa, dan pemberian aluminium foil. Tujuan pengulian adalah untuk


menghilangkan sisa air, membuat gumpalan lemak, agar garam terbagi rata dan

mengeluarkan sisa susu tumbuk. Bakal mentega ini dibungkus dengan aluminium

foil agar tidak terkena panas, cahaya, oksigen, yang dapat mempengaruhi proses

ketengikan pada lemak juga agar bentuknya tidak berubah (Ketaren, 1986).

Kemudian tahap terakhir adalah pendinginan agar tekstur mentega lebih

kostan atau stabil.Serta untuk mengeraskan mentega yang telah dibuat dan

mengawetkan mentega.

Mentega yang baik harus mengandung lemak minimal 80%. Kadar air

maksimal 16%, kadar protein maksimal 1% dan MSNF (Milk Solids-Non-Fat)

tidak lebih dari 2 % (Putra, 2012).

Whipping Cream atau krim adukan merupakan tahap pertama dalam


agitasi mentega, di mana proses agitasi dihentikan sebelum emulsi terpecah dan
butiran lemak terpisah. Krim adukan akan menebal karena butiran-butiran lemak
yang telah distabilkan oleh suatu lapisan protein yang sudah dirusak, membentuk
suatu struktur bersambung atau jembatan yang dapat mempertahankan buih yang
stabil bila udara dipaksakan masuk ke dalam krim (Dewi, 2009).

Pengulian dilakukan diatas meja khusus. Pada proses pengulian, bakal

mentega diberi garam untuk mendapatkan konsentrasi mentega yang dikehendaki.

Tahap penggulian dimaksudkan untuk:

a. Menghilangkan sisa air

b. Membuat gumpalan-gumpalan lemak

c. Supaya garam terbagi rata

d. Mengeluarkan susu sisa tumbuk (Anjarsari, 2010).


CCP

CCP pada pembuatan mentega ada pada proses churning dimana jika

proses ini tidak dilakukan dengan benar maka tidak akan terbentuk bakan

mentega. Selain itu dari peralatan yang digunakan juga merupakan CCP dimana

saat churning disarankan menggunakan jar yang terbuat dari kaca karena jika

menggunakan jar yang terbuat dari plastik hasilnya tidak akan maksimal dan akan

ada bau yang tidak sedap pada mentega karena pengaruh dari bahan plastik pada

jar tersebut.

FORMULASI

Diketahui: Basis = 200 gram

Bahan utama :
50
1. Whipping cream (50%) = 100 x 200 = 100 gram

50
2. Susu murni (50%) = 100 x 200 = 100 gram

W produk = 172,65 gram

w produk
% Produk = x 100%
w basis

172,65
= x 100%
200

= 56,325 %
KOKRISTALISASI SUSU
Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan pengolahan kokristalisasi susu adalah untuk mengetahui cara


pembuatan kokristalisasi susu, untuk diversifikasi produk pangan olahan susu,
menambah nilai ekonomis dan untuk memperpanjang umur simpan.
Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan pengolahan kokristalisasi susu adalah berdasarkan


peningkatan susu oleh larutan gula lewat jenuh sehingga di dapat kokristalisasi
susu.
DIAGRAM ALIR PROSES PERCOBAAN

SUSU

SUKROS
PENCAMPURAN I
A

PEMASAKAN

COKLAT
BUBUK PENCAMPURAN II

PEMASAKAN

PENGGILINGAN

PENGAYAKAN

PENCETAKAN

KOKRISTALISASI SUSU

Gambar 14. Diagram Alir Pembuatan Kokristalisasi Susu


FUNGSI PERLAKUAN

Proses pencampuran I yaitu mencampurkan susu dengan sukrosa sebelum


dipanaskan. Hal tersebut bertujuan agar sukrosa larut sedikit demi sedikit sebelum
dipanaskan. Jika langsung dipanaskan ditakutkan sukrosa akan cepat mengkristal.
Setelah dilakukan pemanasan, susu dan sukrosa yang telah dimasak
ditambahkan coklat bubuk sebagai perisa. Lalu setelah mengering, hasil yang
didapat berupa butiran yang besarnya tidak seragam, maka dari itu dilakukan
pengayakan agar didapat butiran yang seragam. Setelah diayak, hasil yang berupa
tepung dicetak dengan ketebalan tertentu dan jadilah kokristal susu.
Fungsi dari gula adalah dapat menyempurnakan rasa manis dan cita rasa
lain, memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat
membantu transfer panas selama proses, mengisi ruang kosong antara bahan yang
satu dengan yang lain, dan dapat memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang
diawetkan (Winarno, 1992).
Penambahan sukrosa dalam pembuatan kokristal susu harus diperhatikan
karena jika kadar sukrosa terlalu rendah maka sukrosa tidak dapat menyelimuti
susu. Sebaliknya jika kadar sukrosa yang terlalu tinggi maka akan memberikan
rasa yang kurang seimbang sehingga flavor asli dari susu tidak akan terasa
(Ngakan, 1994).
Penambahan sukrosa dengan konsentrasi yang tinggi disertai proses
pemanasan dapat mempercepat pembentukan kristalisasi gula, karena pada
konsentrasi 70 % b/b merupakan titik kristalisasi sukrosa. Kristalisasi ini dapat
menimbulkan tekstur produk menjadi sangat keras (Winarno, 1992).
Pemanasan akan meningkatkan kelarutan sukrosa, dengan meningkatnya
kelarutan sukrosa maka akan meningkatkan kadar gula total. Penguraian sukrosa
biasanya diikuti dengan pembentukan suatu campuran yang berwarna coklat tua
yang disebut dengan karamel. Warna coklat yang timbul adalah hasil reaksi
Maillard. Reaksi Maillard adalah jenis reaksi pencoklatan yang melibatkan asam
amino dari protein dengan gula reduksi sebagai substrat awal (Winarno, 1992).
Mekanisme pembentukan kristal gula menurut Miers-Ostwald terbagi atas
dua daerah, yaitu daerah metastabil dan daerah labil. Pada daerah metastabil,
larutan gula tidak bisa mengkristal secara spontan, tetapi dapat dengan cara :
dilakukan pengadukan, menggunakan teknik mekanik, dengan menambah kristal
gula. Pada daerah labil, tanpa bantuan apapun larutan gula akan mengkristal
secara spontan (Sofyanti, 2007).
Proses kristalisasi pada sukrosa dimulai pada saat terjadi keseimbangan
antara kristal dari zat terlarut murni dan sisi cairan induk dimana
kesetimbangannya dipengaruhi oleh kelarutan dan temperatur. Tenaga pendorong
terjadinya pertumbuhan kristal adalah konsentrasi lewat jenuh larut di atas tingkat
keseimbangan dan dipertahankan pertumbuhannya sehingga terjadi alih massa di
dalam larutan tersebut. Pada kondisi ini pemanasan diperlukan untuk
menghasilkan kisi kristal lebih lanjut (Bakulpangan, 2012).
Kokristalisasi hanya dapat terjadi jika larutan sukrosa keadaan lewat
jenuh. Larutan sukrosa lewat jenuh yang diproses melalui pengkonsentrasian,
ditambahkan material aroma dengan proses pengadukan yang akhirnya
menyebabkan campuran sukrosa dan bahan inti mengalami kristalisasi
(Bakulpangan, 2012).
Kriteria kokristalisasi susu yang baik adalah yang memiliki warna atau
kenampakannya menarik, rasanya normal artinya masih terdapat rasa susu
walaupun lebih dominan rasa coklat. Selain itu juga ada rasa manis dari coklat dan
gula. Kokristalisasi susu yang baik juga yang memenuhi standar yang ada seperti
SNI.
Kokristalisasi susu merupakan bahan pangan ringan bergizi tinggi yang
sumber utamanya adalah protein. Pengolahan produk ini sebagai salah satu
alternatif pemecahan masalah susu yang rusak pasca pemerahan karena berbagai
hal (Purnama, 2014).
CCP

Critical Control Point (CCP) dalam proses pembuatan mikrokristal susu


yaitu pada proses pemasakan lewat jenuh karena bila suhu terlalu tinggi maka
bahan menjadi gosong atau mengalami browning non enzimatis sehingga suhu
atau api harus tetap terkontrol dan tidak boleh terlalu tinggi. Selain itu juga
terletak pada proses pengadukan, karena proses ini sangat penting, pengadukan
yang lambat dan kurang kuat akan menyebabkan larutan susu tidak mengkristal
dan menjadi seperti gulali.

FORMULASI

W susu murni = % × 𝐵𝑎𝑠𝑖𝑠

47,50
= 100 x 150

= 71,25 gram

W sukrosa = % × 𝐵𝑎𝑠𝑖𝑠

47,50
= 100 x 150

= 71,25 gram

W coklat bubuk = % × 𝐵𝑎𝑠𝑖𝑠

5
=100 x 150

= 7,5 gram

W produk
% Product = x100%
𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

65
=150 x100%

= 43,3%
KEJU ANALOG LEMBARAN

Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan keju analog lembaran adalah untuk diversifikasi produk


olahan susu, salah satu cara pengawetan susu meningkatkan nilai ekonomis susu
dan untuk mengetahui proses pembuatan keju analog lembaran.

Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan keju analog lembaran adalah berdasarkan proses


pencampuran susu, keju, dan bahan pengisi serta adanya proses pemasakan,
pencetakan, dan pendinginan sehingga dihasilkan keju analog lembaran.
Alur Proses Pembuatan Keju Analog Lembaran

Keju

Pemarutan

Susu Pencampuran
UHT

Tepung maizena,
Pemanasan
garam, SKM, Uap air
T=70oC,t=10 menit
agar-agar,
margarin

Tempering Uap air

Pencetakan

Pendinginan

Keju
analog
lembaran

Gambar 15. Alur Proses Pembuatan Keju Analog Lembaran


FUNGSI PERLAKUAN

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keju analog adalah susu UHT
dimana susu ini mengandung protein susu, yaitu kasein sehingga dapat dipecah
dan diendapkan (Chevana, 2012). Dalam pembuatan keju analog digunakan
tepung maizena, dimana tepung maizena berfungsi sebagai bahan pengisi untuk
meningkatkan tekstur dan dapat mengikat air (Nurhayati, 2016). Garam untuk
memberikan citarasa pada keju dan untuk mengikat air pada bahan sehingga kadar
air dalam bahan akan berkurang. Agar-agar berfungsi sebagai bahan penstabil dan
untuk membentuk tekstur yang baik. Susu kental manis (SKM) untuk memberikan
citarasa yang lebih baik pada keju. Serta margarin untuk memberikan tekstur yang
tidak lengket pada keju ketika dilakukan pencetakan.
Keju ini tidak mengalami pemeraman atau pematangan dalam waktu
yang lama sehingga tergolong unripened cheese. Pemeraman adalah proses
penyimpanan keju selama periode tertentu. Fungsi pemeraman adalah
memberikan waktu pada mikrobia untuk merombak senyawa kimia keju sehingga
rasa, aroma, dan tekstur sesuai dengan karakter keju yang diinginkan (Nurhayati,
2016). Tahapan pencampuran ini bertujuan untuk mencampurkan seluruh bahan
adonan agar diperoleh adonan yang merata sempurna. Selanjutnya dilakukan
proses pemanasan, yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pathogen
yang ada alam bahan serta bertujuan untuk membantu mempercepat proses
pengumpalan curd yang akan dihasilkan. Kemudian dilakukan tempering yang
bertujuan untuk menyesuaikan bahan dengan kondisi suhu ruang untuk
memudahkan pada saat proses pencetakan serta untuk mengeluarkan uap air
dalam bahan. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan rolling pin untuk
membentuk lembaran lalu dilakukan pendinginan untuk memadatkan keju yang
telah dibentuk.
Enzim rennet adalah sekelompok enzim yang dihasilkan oleh lambung
binatang menyusui untuk mencerna susu ibu. Rennet mengandung enzim
proteolytic (protease) yang memisahkan susu menjadi bagian padat dan cair. Pada
umumnya enzim rennet disebut juga dengan rennin komersial. Jika rennin
merupakan enzim murni, maka rennet adalah enzim komersial yang diperoleh dari
lambung anak sapi. Sekarang rennin dapat juga diperoleh dari hasil
pengembangbiakan mikroorganisme sebagai metabolit, yaitu jamur Mucor miehei
(Suliasih, 2017).
Berikut ini terdapat beberapa jenis keju, diantaranya yaitu berdasarkan
konsistensinya, keju dapat dibedakan sebagai berikut :
 Keju segar (fresh/ unripened), yaitu keju yang tidak mengalami proses
pematangan. Rasanya biasanya netral dan tidak begitu asin, berbentuk
seperti krim karena mengandung lebih dari 70% air dan tidak begitu awet.
Contoh : Cottage, Philadelphia, Mascarpone. Ricotta, dan Mozarella.
 Keju lunak. Ciri utamanya adalah memiliki konsistensi yang empuk dan
lembut walaupun agak sulit dioleskan karena tidak selembut keju fresh.
Dalam proses pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong kira-kira
sebesar bola pingpong dan keju dimatangkan sekitar 2-4 minggu. Contoh :
Brie, Camembert (berkulit), Limburger, Feta (tidak berkulit).
 Keju iris semikeras. Walaupun agak empuk, jika diiris keju ini memiliki
bentuk yang tetap. Contohnya Bel Paese, Stilton, Gorgonzola, dan
Roquefort.
 Keju iris. Dalam pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong sebesar
kacang polong dan keju dimatangkan selama 4-12 minggu. Contoh :
Edamer, Gouda, Cheddar. Keju kraft yang dikenal di Indonesia juga
termasuk keju ini.
 Keju keras. Dalam proses pembuatannya, gumpalan dipotong menjadi
bagian yang sangat halus, kira-kira sebesar butiran gandum. Masa
pematangannya minimal 3 bulan. Keju yang sangat keras kadang
dimatangkan sampai 3 tahun. Keju jenis ini dapat dinikmati dengan cara
diparut. Contoh : Parmesan, Emmentaler (Chevana, 2012).
Keju dapat dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan proses pematangannya.
 Bakteri yang dimatangkan dari dalam
Contoh keju dari kelompok ini adalah Cheddar, keju Gouda, dan
Parmesan. Keju-keju dalam kategori ini menjadi lebih keras ketika
matang. Kematangannya akan terjadi seragam di seluruh bagian luar keju
(Wikipedia, 2017).
 Keju yang dicuci kulitnya
Contoh keju dari kelompok ini adalah Limburger dan Liederkranz. Keju-
keju ini secara periodik dicuci bagian permukaannya dengan air asin pada
tahap pertama pematangan. Keju tipe ini memiliki kulit yang berwarna
oranye atau kemerah-merahan. Biasanya, keju ini akan menjadi lebih
lunak ketika matang dan memiliki aroma yang tajam (Wikipedia, 2017).
 Keju bercoreng biru
Contoh keju dari kelompok ini adalah Roquefort dan Stilton. Keju-keju ini
mengandung biakan kapang atau jamur yang menyebar ke seluruh bagian
dalam keju (Wikipedia, 2017).
 Keju berlapis kapang
Contoh keju dari kelompok ini adalah Brie, Camembert, dan St. Andre.
Keju-keju jenis ini memiliki lapisan kulit yang berbulu akibat kapang.
Lapisan tersebut berwarna putih ketika keju masih muda tetapi dapat
menjadi lebih gelap atau coreng-coreng ketika keju mengalami proses
pematangan (Wikipedia, 2017).
 Keju yang tidak dimatangkan
Contoh keju dari kelompok ini adalah cottage cheese, keju krim, dan
baker's cheese. Keju jenis ini tidak mengalami proses pematangan
(Wikipedia, 2017).
Berdasarkan kulit
 Keju berkulit keras
Ciri-ciri dari keju ini adalah bentuknya yang besar, memerlukan waktu
lebih lama untuk matang, dan melalui proses penekanan untuk
menghilangkan kelembaban. Contoh keju jenis ini adalah Raclette,
Gruyere, dan Gouda (Wikipedia, 2017).
 Keju yang tertutup dengan bulu halus
Keju jenis ini kulitnya halus dan berbulu. Contoh keju jenis ini adalah Brie
(Wikipedia, 2017).
 Keju berkulit alami
Bagian dalam dari keju ini memiliki tekstur yang lembut dan kulitnya
berwarna abu-abu atau biru yang berubah-ubah ketika keju mulai menua.
Contoh keju tipe ini antara lain Sainte Maure dan Pouligny St. Pierre
(Wikipedia, 2017).
 Keju yang kulitnya dicuci dengan air asin
Keju-keju kategori ini dimandikan di dalam air asin ketika matang.
Contohnya adalah Muenster dan Feta (Wikipedia, 2017).
 Keju biru
Keju biru memiliki coreng-coreng yang berwarna biru atau hijau. Warna
tersebut didapat dari membiakkan bakteri pada keju. Contoh keju biru
adalah Stilton, Roquefort dan Gorgonzola (Wikipedia, 2017).
 Keju segar
Ciri-ciri dari keju segar adalah tidak memiliki kulit, memiliki kandungan
air yang tinggi dan tidak melalui proses pematangan. Contohnya antara
lain adalah Demi-sel, Ricotta dan Mascarpone (Wikipedia, 2017).
Berdasarkan jenis susu yang digunakan
 Keju dari susu kambing
Banyak orang yang lebih memilih untuk menggunakan susu kambing
karena kandungan lemak dan laktosa yang rendah dan mengandung
banyak nutrisi (Wikipedia, 2017).
 Keju dari susu domba atau biri-biri
Karena pada umumnya domba menghasilkan susu yang lebih sedikit
dibandingkan sapi dan kambing maka keju jenis ini pun sulit ditemukan
dan lebih mahal harganya (Wikipedia, 2017).
 Keju dari susu campuran
Keju tipe ini dibuat dari kombinasi dua jenis susu atau lebih (Wikipedia,
2017).
 Keju dari susu mentah
Banyak yang berpendapat bahwa proses pasteurasi dapat menghilangkan
rasa keju sehingga mereka menggunakan susu mentah (Wikipedia, 2017).
Jenis keju lainnya
 Keju proses
Keju proses berbeda dengan keju-keju kategori lainnya karena keju ini
tidak diproduksi langsung dari susu segar tetapi dibuat dari keju yang
sudah matang. Sisa-sisa dari berbagai macam keju dicampur menjadi satu
kemudian digiling, diberi garam dan dipanaskan. Keju proses tersedia
dalam berbagai macam bentuk (Wikipedia, 2017).
 Keju segar
Keju segar tidak melalui proses pematangan seperti keju-keju lainnya.
Bagian padat dari keju ini mencapai 20% (Wikipedia, 2017).
 Pasta filata
Pasta filata merupakan nama untuk sekelompok keju yang dadihnya
dipanaskan dengan air panas, diadoni dan dibuat menjadi untaian tali
setelah diasamkan. Keju tipe ini berasal dari Italia dan kemudian
ditambahkan kepada Daftar Keju Resmi Jerman pada tahun 1999.
Kelompok keju ini bervariasi dari keju segar hingga keju keras. Beberapa
keju jenis pasta filata adalah Mozzarella, Provolone, dan Scamorza.[6]
Kandungan air pada keju jenis ini berkisar antara 62-76% (Wikipedia,
2017).
 Keju krim asam
Kandungan air pada keju krim asam berkisar antar 60-73%. Keju tipe ini
diproduksi dari keju asam rendah lemak, karena itulah keju ini memiliki
kandungan kalori yang rendah dan protein yang tinggi (Wikipedia, 2017).
 Keju vegetarian
Sebagian besar keju diproduksi dengan menggunakan rennet yang berasal
dari binatang, yang diambil dari perut sapi atau domba. Saat ini, ada
banyak alternatif pengganti rennet yang berasal dari binatang. Beberapa
tanaman memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mengentalkan susu.
Tanaman tersebut antara lain adalah kulit pohon ara, mallow, dan thistle.
Beberapa keju tradisional dari Portugal dan Timur Tengah dibuat dengan
rennet tumbuhan karena faktor agama dan budaya. Rennet juga bisa
didapat dari enzim yang berasal dari jamur atau bakteri. Rennet jenis ini
dikembangkan pada akhir 1980an karena adanya kelangkaan rennet yang
berasal dari binatang (Wikipedia, 2017).
Mekanisme dalam pembuatan keju yaitu berdasarkan pengasaman dan
penambahan enzim reneet, dimana pengasaman tujuannya agar enzim rennet
dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon
jus, asam sitrat, cuka atau bakteri Streptococcus lactis. Proses fermentasi oleh
Streptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat
sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja.
Pada penambahan enzim rennet, rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat
digunakan dalam konsentrasi yang kecil, perbandingan antara rennet dan susu
adalah 1:5000, kurang lebih 30 menit setelah penambahan rennet kedalam susu
yang asam, maka terbentuklah curd. Bila temperatur sistem dipertahankan 400C,
akan terbentuk curd yang padat, kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey
(Suliasih, 2017).

CCP
Critical Control Point (CCP) dalam proses pembuatan keju analog yaitu pada
proses pembuatan keju analog yaitu pada proses pemanasan dimana waktu dan
suhu pemanasan harus dikontrol agar tidak terjadi pemasakan keju yang
berlebihan yang akan mempengaruhi hasil produk keju. Pada proses tempering
sebelum dilakukan pencetakan, suhu keju harus benar-benar turun agar pada saat
dilakukan pencetakan hasil yang terbentuk akan lebih baik dan tidak lengket.
FORMULASI
Basis = 200 gram
19
Cheddar 19% = 100 𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 38 𝑔𝑟𝑎𝑚

15,77
Edam 15,77% = 100
𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 31,54 𝑔𝑟𝑎𝑚

51,38
Susu UHT 51,38% = 100
𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 102,76 𝑔𝑟𝑎𝑚

3,5
Tepung maizena 3,5% = 100 𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 7 𝑔𝑟𝑎𝑚

3
Agar-agar 3% = 100 𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 6 𝑔𝑟𝑎𝑚

5
SKM 5% = 100 𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚

0,35
Garam 0,35% = 100
𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,7 𝑔𝑟𝑎𝑚

2
Margarin 2% = 100 𝑥200 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 4 𝑔𝑟𝑎𝑚

W produk
% produk = × 100%
W basis
128 gram
% produk = × 100%
200 gram

% produk = 64 %
ICE CREAM

Tujuan Percobaan
Untuk diversifikasi produk olahan pangan (susu), salah satu cara untuk
mengawetkan susu, meningkatkan nilai ekonomis, dan untuk mengetahui cara
pembuatan ice cream.

Prinsip Percobaan
Berdasarkan proses homogenisasi lemak untuk memperkecil ukuran globula lemak dan
proses pembekuan sehingga terjadi over run yaitu terbentuknya unit Kristal es dan
peningkatan volume ice cream
Diagram Alir Pengolahan Ice Cream

Susu

Whipping cream,
sukrosa,, kuning Pencampuran I
telur, gelatin

Pendidihan T = 100oC, t = 15-40


menit

Pencampuran II
Essens

Pengukuran Volume (Va)

Homogenisasi (Ice Cream


Maker)

Pengukuran Overrun (Vb)

Ice Cream

Gambar 16. Diagram Alir Proses Pembuatan Ice Cream


FUNGSI PERLAKUAN

Fungsi dari bahan-bahan pembuatan ice cream adalah


1. Susu, merupakan komponen utama dalam setiap resep ice cream, produk
susu mempunyai peranan dan fungsi yang besar dalam pembuatannya, di
antara fungsi dairy produk tersebut antara lain membentuk body ice cream,
membentuk rasa, membentuk tekstur, memperlambat proses pencairan es,
dan untuk mempertahankan mutu.
2. Sukrosa, penggunaan sukrosa pada ice cream berfungsi sebagai pemanis
dan juga pembentuk tekstur.
3. Kuning telur, dalam hal ini telur berfungsi sebagai stabilizer. Stabilizer juga
biasa digunakan dalam setiap pembuatan ice cream. Stabilizer berfungsi
untuk menstabilkan pengadukan dan molekul udara pada adonan. Stabilizer
juga berfungsi sebagai penambah rasa, memperbaiki tekstur, dan
penghambat pengkristalan. terdapat dua macam stabilizer yang biasanya
digunakan dalam pembuatan ice cream, yaitu : telur (sebagai stabilizer
alami) dan stabilizer ice cream buatan (Skwetiau, 2013).
4. Whipping Cream, atau lemak susu dalam campuran ice cream memiliki
fungsi untuk meningkatkan cita rasa pada ice cream, menghasilkan tekstur
lembut pada ice cream, membantu dalam memberikan bentuk pada ice
cream, membantu dalam pemberian sifat leleh yang baik pada ice cream,
membantu dalam melumasi freezer barrel pada saat produksi (campuran
non-fat sangat kasar untuk peralatan pendinginan). Seperti halnya MSNF,
penggunaan lemak susu juga harus dibatasi karena dapat menghalangi
kemampuan whipping dari campuran ice cream. Selain itu, lemak susu yang
berlebihan dapat menghasilkan rasa gurih yang berlebihan pada ice cream
sehingga dapat menurunkan konsumsi (Parlina, 2011).
5. Gelatin, pemberian gelatin adalah untuk mengentalkan produk ice cream.
6. Essence pada pembuatan ice cream digunakan untuk meningkatkan cita rasa
produk ice cream. Berbagai flavor yang ditambahakan pada pembuatan ice
cream, umumnya berasal dari buah-buahan atau tanaman hortikultura
seperti strawberry, cokelat, vanila, anggur dan lain-lain (Saleh, 2004).
Proses pengolahan ice cream juga memiliki tujuan tersendiri, daintaranya:
1. Pencampuran fungsinya adalah untuk membantu membentuk tekstur ice
cream yang baik karena telur berperan dalam pembetukan emulsi. Waktu
pencampuran tidak boleh terlalu lama. Semakin lama pengadukan pada
proses pencampuran, campuran yang dihasilkan menjadi semakin homogen
namun temperatur dan viskositas menjadi semakin menurun sehingga sulit
untuk dipompakan menuju proses pasteurisasi. Oleh karena itu, waktu
pengadukan pada proses pencampuran dibatasi. (Parlina, 2011).
2. Pemanasan dilakukan untuk membunuh sebagian besar mikroorganisme
yang mungkin ada selama proses pencampuran sebelumnya. Selain itu
proses ini juga bertujuan untuk melarutkan bahan dengan sempurna.
3. Proses homogenisasi ditujukan untuk memecah ukuran globula-globula
lemak yang akan menghasilkan tingkat dispersi lemak yang tinggi.
Keuntungan homogenisasi adalah mengaduk semua bahan secara merata,
memecah dan menyebar globula lemak, membuat tekstur lebih
mengembang dan dapat menghasilkan produk yang lebih homogen (Lord,
2013).
4. Proses selanjutnya adalah proses homogenisasi dan pembekuan yang secara
bersamaan dilakukan dalam ice cream maker. Homogenisasi dilakukan
untuk mereduksi ukuran globula lemak sehingga permukaan globula lemak
meningkat sampai 100 kali. Selain itu homogenisasi juga berperan dalam
penghomogenan adonan agar tercampur lebih merata. Pada alat ice cream
maker, secara bersamaan proses homogenisasi dan pembekuan dapat terjadi.
Prinsip kerja alat ice cream maker inilah yang membuat kedua proses
tersebut dapat terjadi.
5. Setelah bahan-bahan tambahan telah diisikan ke dalam campuran ice cream,
campuran kemudian dikeraskan pada temperatur -30oC s.d. -40oC. Pada
tahapan ini, hampir seluruh sisa air pada campuran membeku. Pengerasan
terdiri dari pembekuan diam dengan membekukan campuran di dalam
sebuah freezer, pembekuan temperatur rendah hingga -40oC secara konveksi
menggunakan terowongan beku dan secara konduksi menggunakan pelat-
pelat pembeku (plate freezers) (Lord, 2013).
Emulsi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara normal tidak
dapat bercampur, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase pendispersi.
Kuning telur juga merupakan emulsi minyak dalam air. Kuning telur mengandung
bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin, kolesterol dan lesitoprotein.
Lesitin mendukung terbentuknya emulsi minyak dalam air (o/w), sedangkan
kolesterol cenderung untuk membentuk emulsi air dalam minyak (w/o)
(Muchtadi, 2010).
Bahan terpenting dari ice cream yaitu lemak susu. Sumber lemak susu
adalah cream.Unsur pokok pembentuk ice cream:
1. Lemak susu : berasal dari susu krim (sweat cream), krim beku, krim plastik,
mentega tidak mengandung garam atau minyak mentega.
2. Bahan pemanis : Gula, berbagai macam sirup, madu, dextrosa, laktosa,
fruktosa dan lain-lain.
3. Milk Solids Non Fat (MSNF) : Skim susu segar, sweat cream, buttermilk,
susu skim bubuk, susu skim manis kondensasidan whey padat.
4. Bahan penstabil (stabilizer).
5. Bahan pengemulsi (emulsifier).
6. Garam mineral : Ca atau Mg oksida, sodium citrate, disodium phosphate,
sodium tetrapyrophosphate dan sodium hexametaphosphat (Saleh, 2004).
Pada pembuatan ice cream, komposisi adonan akan sangat menentukan
kualitas ice cream tersebut nantinya. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas
tersebut, mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses pembekuan, packing,
dan sebagainya. Pada proses pembuatan seluruh bahan baku ice cream akan
dicampur, menjadi suatu bahan dasar ice cream. Pada proses ini dikenal beberapa
istilah, salah satunya yaitu viskositas / kekentalan. Kekentalan pada adonan ice
cream akan berpengaruh pada tingkat kehalusan tekstur, serta ketahanan ice
cream sebelum mencair. Proses pembuatannya sendiri melalui pencampuran atau
mixer bahan-bahan menggunakan alat pencampur yang berputar
(Padaga, M, dkk., 2005).
Kerusakan pada ice cream adalah sebagai berikut:
1. Flavor, Penyebab turunnya flavor:susu yang digunakan berkualitas rendah,
pemanis yang ditambahkan berlebih atau kurang, kelebihan atau kekurangan
flavor, pencampuran tidak merata, kondisi penyajian terlalu keras atau
terlalu lembut.
Kerusakan flavor pada ice cream dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Bila terdapat rasa yang tidak diinginkan atau rasa tidak alamiah misalnya
menggunakan rasa atau aroma buatan tidak sama dengan rasa atau aroma
yang asli.
b. Menggunakan terlalu tinggi persentase sirup jagung yang mana
cenderung menutupi flavor.
c. Bila ice cream terasa asam terjadi karena menggunakan bahan yang asam
atau karena terbentuknya asam laktat dalam adonan.
d. Rasa ice cream yang tidak enak, berasal dari alat dan susu dari
peternakan atau bahan pembuat ice cream yang sudah lama.
e. Rasa asin yang disebabkan terlalu tinggi persentase Milk Solids Non Fat
(MSNF) atau menggunakan mentega yang mengandung garam.
Kandungan garam Ice cream tidak boleh melebihi 0,1% dari adonan.
Rasa asin mempertegas rasa pada ice cream.
f. Terlalu manis akibat kelebihan gula. Gula tidak boleh melebihi15%.
g. Bau karena penyimpanan yang terlalu lama yaitu bau kardus, bau buah
atau bau kacang yang apak pada eskrim.
h. Oxidized flavor terjadi bila adonan ice cream atau bahannya bersentuhan
langsung dengan aluminium teroksidasi seperti copper atau dengan sinar
matahari.
i. Bau akibat pemanasan yaitu bau gosong, bila terlalu lama dimasak atau
kurang pengadukan selama pemanasan (Saleh, 2004).
2. Body dan Tekstur, body es krim menunjukan kekuatan dan ketahanan atau
konsistensi. Tekstur bergantung pada jumlah, ukuran, bentuk dan susunan.
Kristal es, sertapartikel-partikel lainnya.
Body defects dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Encer (weak) atau ada benang halus (fluffy).
b. Lembek(soggy), tetapi ini bukan merupakan kerusakan yang serius
karena konsumen lebih suka body berat dengan overrun rendah.
c. Bergetah (gummy).
d. Rapuh/mudah hancur (crumbly), hal ini disebabkan kandungan gula
rendah (Saleh, 2004).
Tekstur kasar pada Ice cream merupakan kerusakan yang sangat serius, hal
ini disebabkan oleh:
a. Stabilisasi tidak benar.
b. Homogenisasi tidak benar.
c. Pembekuan lambat dengan membiarkan ice cream menunggu lama
sebelum dimasukkan ke freezer, fluktuasi suhu pada retail cabinet dan
freezer di rumah (Saleh, 2004)
Secara umum, ice cream dapat dibagi dalam 5 kelas:
1. Dessert Ice
2. Es Krim:
a. Es Krim biasa
1) Es krim dengan berbagai rasa
Vanila, cokelat, buah – buahan, permen, dan lain – lainnya dapat
digunakan untuk rasa es krim.
2) Es krim dengan bervariasi atau es krim yang bergelombang
Es krim ini umumnya adalah es krim vanila yang dipisah menjadii rasa
sirup dan buah atau kacang secara terpisah untuk menghasilkan
bermacam – macam efek.
b. Es krim special, Es krim spesial memiliki kandungan lemak susu, telur
atau buah – buahan yang tertinggi, serta warna yang baik. Tipe – tipe es
krim spesial dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Custard
Adalah es krim yang berwarna sangat baik dan bisa berisi lemak susu
ataupun tidak dan biasanya berisi telur dalam porsi yang umum.
2) Parfait
Adalah es krim yang berisi lemak susu, telur dan sejumlah buah – buahan
atau kacang atau kombinasi semuanya.
3) Ice Cream Bisque
Adalah es krim yang biasanya kaya akan lemak susu dan berfalvor
makaroni, anggur, kacang atau biskuit.
4) Mausse
Adalah whipping krim yang dingin, biasanya berflavor tinggi. Es krim
yang berwarna kuning emas, dapat berisi lemak susu pada es krim biasa
dan telur.
3. Milk Ice, adalah produk yang dingin yang dibuat dari kombinasi produk
susu, gula dan masih banyak lagi bahan – bahan lain yang mirip dengan
bahan – bahan yang biasa digunakan pada industri es krim. Es krim ini
dibuat agar berisi lemak cokelat yang lebih tinggi dari sherbets dan lebih
rendah dari es krim biasa. Biasanya kadar lemak susunya antara 2 dan 6 %.
4. Sherbet ice, adalah produk yang terbuat dari susu yang ditambahkan dengan
gula dan buah atau sari buah. Kadar lemak susunya biasanya tidak mencapai
2%. Jadi produk ini berbeda dengan susu, di beberapa negara prouk ini
mengandung tidak kurang dari 0.4% asam.
5. Water ice, es krim jenis ini tak menggunakan lemak susu dan susu krim
melainkan hanya menggunakan jus buah dan gula serta penstabil (Armelia,
2012).

CCP

CCP (Critical Control Point) lainnya pada proses pembuatan ice cream
adalah pada saat proses penimbangan susu murni harus dilakukan secara steril
karena agar susu tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme, karena susu mudah
terkontaminasi oleh bakteri. CCP lainnya adalah pada proses pencampuran, dan
tampering harus berhati-hati karena dapat saja bahan terkontaminasi oleh hazard
yang bersifat fisik dari lingkungan. Berdasarkan sifat kimia susu segar terdapat
protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta enzim dan beberapa mikroba.

FORMULASI

Basis 1000 gram


71.14
Susu murni = x 1000 = 711.4 gram
100
7.5
Whipping cream = 100 x 1000 = 7.5 gram
15.50
Sukrosa = x 1000 = 155 gram
100
4.79
Kuning telur = x 1000 = 47.9 gram
100
1
Gelatin = 100 x 1000 = 10 gram
0,5
Agar-agar = 100 x 1000 = 5 gram
0.02
Essence = x 1000 = 0.2 gram
100

Vb = 1100 gram
Va = 740 gram
𝑉𝑏−𝑉𝑎
% overrun = x 100
𝑉𝑎
1200−920
= x 100 = 30,43 %
920
MATERI 5

SOSIS

Tujuan Percobaan
Untuk diversifikasi produk olahan daging, untuk mengawetkan daging atau
meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis daging dan juga untuk
mengetahui cara pembuatan sosis.

Prinsip Percobaan
Berdasarkan proses curing yaitu nitrat dan nitrit yang berikatan dengan
mioglobin pada daging sehingga membentuk nitrosom dan nitrokromagen
kemudian penambhan bumbu sehingga menghasilkan emulsi antara daging, lemak
dan air sehingga menghasilkan produk yang padat dan kenyal.
DIAGRAM ALIR

Daging ayam

Air bersih Pencucian Air kotor

Dressing

Penimbangan

Penggilingan I
Es batu

Tapioka, skim, Penggilingan II


lemak putih, gula,
garam, STPP, pala

Casing Pengisian

Pengikatan

Penggantungan

Pengukusan
T = 100⁰C, t = 5’ Uap air

Penimbangan

Sosis ayam

Gambar 17. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis


FUNGSI PERLAKUAN
Dalam pembuatan sosis, daging merupakan bahan baku sosis karena daging
memiliki daya ikat terhadap air dan daya mengemulsi lemak. Daging yang sangat
baik memiliki sifat-sifat tersebut adalah jaringan daging yang melekat pada
tulang (daging kerangka) dari hewan. Kepala dan pipi memiliki daya ikat terhada
air dan mengemulsi lemak sedang. Sedangkan jaringan-jaringan seperti bibir,
moncong dan kuli tmemiliki daya yang rendah dan meskipun secara nutrisi dapat
diterima, penggunaannya harus dibatasi bila kualitas sosis yang baik hendak
diperoleh (Kramlich, 1976).
Daya ikat air oleh protein daging atau disebut dengan Water Holding
Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan
airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya
pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga
mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang
mengandung cairan (water absorption) (Naibaho, 2010)
Pemilihan daging yang dikehendaki dalam pembuatan sosis adalah daging
skeletal yang berlemak rendah. Jaringan ini akan mempengaruhi protein,
perbandingan lemak daging tidak berdaging dan jumlah pigmen selain sifat
mengikatnya. Daging yang mempunyai daya ikat yang tinggi adalah jaringan
daging skeletal tidak berlemak. Daging dengan daya ikat rendah umumnya
mengandung sejumlah besar lemak dan merupakan jaringan non skeletal atau
protein halus. Protein daging berperan dalam dua hal, yaitu mengemulsikan lemak
dan mengikat air. Bila salah satu dari dua hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
emulsi menjadi tidak stabil dan mudah pecah selama pemasakan (Anjarsari,
2010).
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah
genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif
(hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stress.
Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah
metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan
tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling),
metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot
(Astawan, 2006).
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan
cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas
titik beku daging (-1,50C).
Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan
tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih
empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.
Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam
laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri
akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar
daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat
ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan
optimum serta cita rasa khas (Astawan, 2006).
Proses pelayuan adalah proses penambahan garam, gula, dan sendawa
(salpeter). Sendawa mengandung nitrat, yaitu dalam bentuk natrium nitrat atau
kalium nitrat.
Dalam proses pelayuan, garam dapur berfungsi sebagai pengawet dan
pembangkit cita rasa. Gula berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan akibat
penambahan garam, membentuk rasa yang spesifik, serta memperbaiki aroma dan
tekstur daging.
Selama proses pelayuan berlangsung, garam nitrat akan direduksi menjadi
nitrit oleh bakteri. Kemudian nitrit akan bereaksi dengan pigmen daging
menimbulkan warna merah yang diinginkan, sekaligus berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan bakteri.
Proses selanjutnya adalah proses pre-cooking. Proses pre-cooking adalah
proses penggilingan. Tujuan dari proses penggilingan yaitu untuk menghancurkan
serat-serat daging, dengan demikian protein daging akan lebih banyak larut dalam
garam, mengecilkan dan menyeragamkan ukuran globula lemak, dan untuk
mendapatkan emulsi yang stabil. Semakin banyak protein larut, garam yang
terekstraksi selama penggilingan menyebabkan emulsi semakin lebih stabil
(Apandi, 1993).
Penambahan air dalam bentuk es pada saat pengadukan dan pelembutan
daging dapat dimaksudkan untuk menstabilkan suhu, dikarenakan selama proses
pengadukan dan pelembutan akan timbul panas yang dapat mengganggu stabilitas
emulsi. Selain dari pada itu berfungsi sebagai penambah cairan sehingga
diperoleh hancuran daging yang berbentuk adonan sehingga memudahkan
pengisian adonan sosis kedalam “casing”. Jika suhu pengadukan melebihi dari
15oC, lemak akan mencair sehingga menjadi lembek yang akhirnya emulsi
minyak dalam air akan pecah.
Proses selanjutnya adalah penggilingan dengan bumbu-bumbu dan bahan
pengikat. Bahan pengikat yang digunakan adalah tapioka.
Tapioka merupakan bahan pengisi pada sosis, dimana penambahan tapioka
berfungsi untuk menarik air, membentuk tekstur yang padat, menstabilkan emulsi,
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi
mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam jumlah
yang relatif rendah, sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan
kemampuan emulsifikasi yang rendah. Dengan penambahan tapioka dimaksudkan
untuk memperbaiki sifat adonan serta mengurangi biaya produksi.
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas
emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi
pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat
adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging
dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh
dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim
bubuk. (Soeparno,1994).
Penambahan Sodium Tripolipospat berfungsi untuk membuka pori-pori
daging sehingga ketika ditambahkan bumbu, bumbu tersebut akan menyerap.
Penambahan bumbu-bumbu pada produk olahan sosis dimaksudkan untuk
memberikan cita rasa sosis sapi yang khas sesuai dengan selera konsumen.
Beberapa bumbu mempunyai sifat antioksidan, sehingga dapat memperlambat
ketengikan (ransiditas). Penambahan bahan penyedap dan bumbu, terutama
ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavour (Soeparno, 1994).
Campuran adonan kemudian dimasukkan kedalam selongsong dengan
menggunakan alat stuffer. Tujuan dari pengisian ini adalah untuk mendapatkan
sosis yang sesuai dengan ukuran yang dikehendaki yang telah dibungkus dalam
selongsong.
Selongsong atau casing untuk sosis ada dua tipe, yaitu selongsong alami
dan selongsong buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak
(usus hewan) misalnya usus sapi, usus domba, atau usus kambing. Selongsong
alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah
dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami. Selongsong buatan terdiri dari empat
kelompok yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat
dimakan, dan plastik. Selongsong buatan mempunyai kekuatan yang lebih besar
daripada selongsong alami.
Sosis berdasarkan jenis cassing yang digunakan, sosis terbagi menjadi ;
1) sosis dengan cassing natural, terbuat dari usus sapi, kambing (sheep), domba
(lamb), dan babi (pork). Cassing ini mempunyai keuntungan dapat langsung
dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Dibalik keuntungan, tentunya
tidak akan sempurna jika tak ada kerugian. Baiklah, kerugiaan penggunaan
cassing jenis ini adalah produk tidak awet.
2) sosis dengan casing jenis colagen, terbuat dari kulit hewan besar. Keuntungan
dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada
produk.
3) Sosis dengan casing Selulosa, berbahan baku pulp,keuntungan casing selulosa
adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan
dianjurkan untuk tidak dimakan
4) Sosis dengan casing polyamide (turunan plastic yang bersifat food grade),
Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan
ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak (Nurohmat 2013).
Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa
digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus
hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari
selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari
logam.
Tahap akhir adalah perebusan sosis untuk. mendapatkan sosis masak
perebusan ini dilakukan secara bertahap untuk menghindarkan pemuaian yang
terlalu cepat. pemuaian cepat ini bisa menyebabkan sosis pecah (Anjarsari, 2010).
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua
cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang
lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Fiqhi, 2009).
Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri
dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya
minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan,
zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung
memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah
satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul
– molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan
pengemulsi (Fiqhi, 2009).

CCP

CCP pada proses pembuatan sosis ini terjadi pada saat pencucian sosis dan
proses pengukusan karena pada kedua proses tersebut bertujuan untuk
mengurangi serta membunuh mikroorganisme yang mungkin terdapat pada daging
ataupun adonan.
FORMULASI

Basis awal = 200 gram

58,7
Bahan utama : Daging Ayam = x 200 gram = 117,4 gram
100

10
Minyak Nabati = 100 x 200 gram = 20 gram

7,13
Tapioka = x 200 gram = 14,26 gram
100

Bahan tambahan :

10
a. Es Batu = 100 x 200 gram = 20 gram
0,63
b. Garam = x 200 gram = 1,26 gram
100
0,23
c. Merica = x 200 gram = 0,46 gram
100
0,34
d. STPP = x 200 gram = 0,68 gram
100
0,91
e. Bawang Putih = x 200 gram = 1,82 gram
100
2,83
f. Kuning Telur = x 200 gram = 5,66 gram
100
3,96
g. Bawang Bombay = x 200 gram = 7,92 gram
100
0,57
h. Pala = x 200 gram = 1,14 gram
100

𝑊 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Produk = x 100 %
𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
212
= 200 x 100 %

= 106 %
NUGGET

Tujuan Percobaan
Untuk diversifikasi produk olahan daging, untuk mengawetkan daging atau

meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis daging dan juga untuk

mengetahui cara pembuatan nugget.

Prinsip Percobaan

Berdasarkan proses penghancuran, penambahan bumbu, pencetakan dan

pengukusan,pembentukan, breading, dan pembekuan sehingga terjadi pengikatan

butiran lemak oleh globula protein sehingga dihasilkan nugget.


DIAGRAM ALIR

Daging

Air bersih Pencucian Air kotor

Roti tawar, Susu cair


Dressing Tulang & kulit

Perendaman Penimbangan

Bawang bombay , bawang


putih, merica , garam, kuning Penghancuran
telur, es batu, gula
Loyang Pencetakan

Pengukusan
Uap air
t= 15'

Tempering

Penyimpanan dalam
freezer
T= 2-10 C, t= 1 jam

Pemotongan

Putih telur dan


Pelapisan
tepung panir

Penyimpanan dalam
freezer
T= 2-10 C, t= 1 jam

Penimbangan

Minyak goreng Penggorengan Uap panas

Nugget

Gambar 18. Diagram Alir Pengolahan Nugget


FUNGSI PERLAKUAN

Pembuatan chicken nugget pada umumnya hanya menggunakan daging dari


bagian dada, karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan
warnanya yang terang. Namun hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya
produksi yang pada akhirnya akan menyebabkan tingginya harga jual produk
chicken nugget.

Bahan pendukung lain yang digunakan pada pembuatan nugget antara lain
es batu, NaCl (garam dapur), STPP (senyawa fosfat), maizena, bumbu, terigu,
CMC dan tepung roti. Selain sebagai pembangkit rasa, garam bersama senyawa
fosfat akan membantu pembentukan gel protein ayam dengan baik. Sehingga
nugget yang dihasilkan teksturnya kompak dan padat. Cara lain, dengan
menggunakan es batu dan maizena sebagai pengikat. Es membuat suhu tetap
rendah. Dengan begitu terjadi pembentukan gel yang baik (Nasution, 2012).
Pada proses pembuatan nugget, pertama dilakukan penimbangan yang
berfungsi untuk mengetahui berat awal dari bahan baku yang digunakan. Setelah
itu dilakukan proses penghancuran daging dengan penambahan es batu, hal ini
dilakukan untuk menjaga suhu dari daging, hal ini dikarenakan apabila suhu
daging terlalu panas, akan menyebabkan lemak mencair, dan akan menggangu
stabilitas dari emulsi yang terbentuk. Penggilingan daging sebaiknya pada suhu
dibawah 15oC. Caranya yaitu bisa dengan menambahkan es pada saat
penggilingan daging atau bisa juga dengan membekukan daging itu terlebih
dahulu. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin
oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang
menimbulkan panas. Tahap penggilingan sebaiknya daging dicampur dengan
garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan
stabilitas emulsi yang baik
Selanjutnya dilakukan proses pencampuran dengan bumbu-bumbu
penyedap. Proses pencetakan dilakukan dalam loyang, dan setelah itu dilakukan
proses pengukusan selama 15 menit, yang bertujuan untuk mematangkan nugget
ayam. pelapisan (coating) dengan cara pelapisan basah (wet coating) dan
pelapisan kering (dry coating) sejenis tepung roti/breader hingga permukaannya
tertutup rata. Proses pendinginan berfungsi untuk mendapatkan tekstur dari nugget
yang kompak dan keras. Proses penggorengan nugget dilakukan pada suhu 1000C.
ketika penggorengan, minyak harus dapat menutupi seluruh permukaan dari
nugget, hal ini bertujuan agar seluruh permukaan nugget matang sempurna.
Bahan utama pembuatan nugget adalah daging. Daging yang dapat
digunakan bervariasi, misalnya daging sapi atau daging ayam. Menurut
Amertaningtyas (2000), daging ayam yang digunakan bisa berasal dari semua
bagian ayam yang dapat dimakan misalnya bagian dada, bagian paha, ataupun
kulit ayam dengan penambahan bahan pengisi dan bumbu-bumbu untuk
meningkatkan cita rasa.
Bahan pengisi (filler) adalah bahan yang mengikat sejumlah air, tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi, umumnya digunakan pati
dan tepung-tepungan (Soeparno,1994). Bahan pengikat (binders) adalah material
bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak. Bahan
pengikat yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki kemampuan untuk mengikat air
- Merupakan bahan yang bersifat netral (tidak menimbulkan reaksi pada
produk)
- Memiliki kestabilan kimia yang baik
- Warna yang sesuai
- Mempunyai kemampuan untuk mengemulsi/menstabilkan emulsi lemak
Contoh filler yang dapat digunakan untuk membuat chicken nugget adalah
tepung tapioka dan tepung terigu. Tepung tapioka merupakan granula-granula pati
yang banyak terdapat didalam sel umbi ketela pohon, dengan melalui beberapa
cara pengolahan yang meliputi pengupasan, penghancuran, ekstraksi,
penyaringan, pengendapan, pencucian, pengeringan dan pengayakan.
Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengisi (filler) yang
ditambahkan pada produk olahan daging karena dapat membentuk gel yang
bening, lentur dan tidak berbau sehingga dapat digunakan sebagai perekat yang
kuat. Kadar pati tapioka yang lebih tinggi dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah
dibandingkan jagung dan terigu seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini
merupakan keunggulan dari tapioka sebagai pengisi. Tepung tapioka sebagai
bahan pengisi berfungsi untuk mengikat air, memperbaiki tekstur, memperbaiki
kekenyalan dan elastisitas produk (Winarno, 2004). Penambahan pati akan
membuat tekstur produk lebih kompak karena ikatan yang terbentuk lebih kuat.
Pati akan mengalami gelatinisasi pada saat proses pemanasan. Gel yang terbentuk
akan berikatan dengan protein daging sehingga membentuk matriks protein-pati
dan akan dihasilkan produk daging yang saling melekat dan kompak.
Penambahan air bertujuan untuk melarutkan protein yang larut air membuat
larutan garam untuk melarutkan protein yang mudah larut dalam garam, sebagai
fase kontinyu dalam emulsi daging, dan mempermudah penetrasi bahan. Air juga
berfungsi untuk mempertahankan juiceness dan keempukan produk.
Bawang putih berfungsi sebagai bumbu penyedap. Menurut Winarno
(2004), bawang putih memiliki senyawa penimbul aroma yaitu sulfur sehingga
dapat menambah cita rasa makanan. Bawang putih juga berfungsi sebagai zat
antimikroba.

Garam yang digunakan adalah garam dapur. Garam berfungsi sebagai


penambah cita rasa pada nugget ayam-jagung, memperkuat kekompakan adonan
nugget dan mencegah pembentukan serta pertumbuhan jamur pada produk akhir
yang dihasilkan. Menurut Todd et al, (1989), jumlah garam yang ditambahkan
dalam pembuatan nugget umumnya sebesar 2%.
Merica berfungsi sebagai penyedap dalam pembuatan nugget ayam-
jagung dengan memberikan rasa pedas. Komponen yang memberi rasa pedas khas
merica adalah piperine, piperanine, dan piperylin.
Batter didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari air atau tepung dan
bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum
dimasak. Breader digunakan untuk melapisi produk-produk makanan (coating).
Kerenyahan produk-produk yang di-breading membuat produk tersebut lebih
enak dan lezat. Selain itu coating ini dapat digunakan untuk melindungi produk
dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Breader yang sudah
disiapkan ditaburkan menutupi batter yang basah sehingga menempel. Semakin
banyak partikel breader akan membutuhkan lapisan batter yang lebih tebal untuk
menahannya. Breading adalah tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk
kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar, digunakan
sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa crispy. Penambahan ini bertujuan
untuk menambah cita rasa serta menjaga agar nugget tidak mengalami perubahan
bentuk atau tidak lengket apabila dikemas bersama nugget yang lain (Yoel,
2011).
Breading adalah proses pelapisan nugget dengan tepung panir dan putih
telur, dilakukan untuk memudahkan proses penggorengan dimana jika nugget
ayam tidak dilapisi oleh tepung panir maka nugget yang digoreng akan lengket.
Sebelum melakukan proses penggorengan biasanya dilakukan proses pre-frying,
ini dilakukan agar tepung panir yang telah melapisi nugget dapat terikat dengan
baik. Breader umumnya berupa tepung roti atau panir.
Bahan pengikat (binder) adalah material bukan daging yang dapat
meningkatkan daya ikat air, daging dan emulsifikasi lemak. Ada dua jenis bahan
pengikat alami dari hewan yaitu kasein dan skim, sedangkan yang berasal dari
tanaman misalnya pati dari umbi-umbian, tepung terigu dan isolat protein
(Marliyati, 1992).
Mekanisme binder dalam pembuatan nugget adalah globula lemak yang
terdapat pada bahan penstabil dilapisi oleh suatu lapisan molekul pengemulsi yang
mempunyai gugus polar. Gugus polar ini akan berikatan dengan air. Pengemulsi
yang ditambahkan pada dua larutan harus dapat melakukan absorpsi yang kuat
terhadap air, sehingga membentuk suatu selaput disekeliling yang terdispersi
(Anjarsari, 2010).

PERUBAHAN FISIKA DAN KIMIA


Pada proses pembuatan nugget terjadi perubahan fisika, kimia maupun
biologi diantaranya :
Proses pemasakan mengalami reaksi pencoklatan (browning enzimatis)
karena adanya reaksi antara protein dan karbohidrat akibat pemansan yang terjadi
selama penggorengan, pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa
pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti
keadaan semula. Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan
menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan
struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan
menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya
mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks
dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997). Kadar air dalam bahan
berkurang juga pada ssat pemasakan. Ini merupakan perubahan kimia dan fisika
yang terjadi pada proses pembuatan nugget. Saat pemasakan juga mikroorganisme
didalam bahan akan mati karena pengaruh suhu yang ekstrim sehinggabahan lebih
awet.
Kualitas nugget ditentukan oleh kemampuannya membentuk matrik protein
atau kemampuan mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan lain yang
ditambahkan sehingga menghasilkan tekstur yang kompak dan tidak mudah
pecah. Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan
produk olahan daging yang memiliki kemampuan untuk mengikat sejumlah air
dan mempunyai sifat pembentuk gel (Yoel, 2011).

CCP
CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan
sebagai sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting
untuk mencegah atau menghilangkan potensi untuk bahaya terhadap keamanan
pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata
lain CCP adalah suatu titik prosedur atau tahapan dimana akan terlewatnya
pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap
keamanan produk. Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi.
CCP pada proses pembuatan nugget yaitu proses penghancuran, proses
pembekuan, proses pengukusan dan proses penggorengan karena dalam proses
tersebut terdapat pengendalian proses yang harus diperhatikan dan akan
berpengaruh terhadap keamanan pangan. Dimana penghancuran bahan jangan
terlalu halus, pengukusan harus optimal agar didapat proses gelatinisasi yang
diinginkan serta pemasakan diusahakan suhu dan waktu tidak terlalu lama agar di
dapat warna nugget dan kematangan yang diinginkan.

FORMULASI

 Nugget
Basis : 200 gram

59,60
Daging ayam = × 600 = 357,6 gram
100
5,70
Telur = × 600 = 34,2 gram
100
69,50
Roti tawar = × 600 = 50,1 gram
100
13,25
Susu cair = × 600 = 79,5 gram
100
1,5
Bawang putih = × 600 = 9 gram
100
1,2
Bawang bomay = × 600 = 7,3 gram
100
0,7
Sukrosa = × 600 = 4,2 gram
100
1
Garam = × 600 = 6 gram
100
0,5
Merica = × 600 = 3 gram
100
8,20
Es batu = × 600 = 45,2 gram
100

Berat Produk = 73,07 gram


𝑊𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% Produk = × 100%
𝑊𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠

73,07
= × 100%
200
= 26,75 %
DENDENG

TUJUAN

Untuk diversifikasi produk oahan pangan daging, untuk mengawetkan daging atau

meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis daging dan juga untuk mengetahui

cara pembuatn dendeng

PRINSIP

Berdasarkan pengolahan dan pengawetan dengan cara pengeringan dan

penambahan bumbu sehingga mempunyai rasa yang khas dan tekstur yang empuk.
DIAGRAM ALIR

Daging sapi

Penimbangan

Penghancuran
Gula
merah,merica,
ketumbar, lengkuas Pencampuran
parut, air asam
jawa, bawang
merah, garam.

Pencetakan

Tebal 3mm

Pengeringan

T= 70oC t= 4-6 jam

Penimbangan

Minyak goreng Penggorengan Uap

panas

Dendeng Daging
Sapi

Gambar 19. Diagram Alir Pembuatan Dendeng


FUNGSI PERLAKUAN

Pada pembuatan dendeng ini, bahan yang digunakan memiliki fungsi masing-masing
yaitu :

1. Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang cukup,
garam dapat menyebabkan autolysis dan pembusukan serta plasmolisis pada mikroba.
Garam meresap kedalam jaringan daging sampai tercepai keseimbangan tekanan
osmosis antara bagian dalam dan luar daging. Selain sebagai penghambat bakteri, garam
juga dapat merangsang cita dan penambahan rasa enak pada produk(Soeparno, 1994).

2. Penambahan gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma,


warna dan tekstur produk. Selain itu, gula merah juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba(Bailey, 1998).

Kadar gula yang tinggi, yaitu pada konsentrasi 30-40% akan menyebabkan air dalam
sel bakteri, ragi, dan kapang akan keluar menembus membrane dan mengalir ke larutan
gula, yang disebut osmosis dan mentebabkan sel mikroba mengalami plasmolisis dan
pertumbuhannya akan terhambat(Winarno, 1984).

2. Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau
jika belum dimemarkan dan dipotong-potong (Farrell, 1990).
Bawang ptuih dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat
bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif alicinyang sangat efektif terhadap
bakteri, selain itu bawang putih mengandung scordinin, yaitu senyawa
komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).

4. Bawang merah digunakan untuk bahan bumbu dapur dan sebagai penyedap rasa
dalam masakan. Selain itu bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional
karena memiliki efek antiseptik dari senyawa ailin. Senyawa tersebut diubah menjadai
asam piruvat, ammonia, dan alicin antimikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana,
1994).

5. Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bualat dan berwaarna kuning


kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan
kesan sedap di mulut (Farrell, 1990).

Ketumbar memiliki aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji
ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton,
dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).

6. Lengkuas memiliki dua warna, yaitu putih dan merah, dan dua ukuran, yaitu kecil dan
besar. Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galang,
galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan
aroma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Dalam pembuatan dendeng ini memiliki beberapa proses utama, seperti :

a. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada


bahan, yang akan dilakukan ke tahap selanjutnya.

b. Dressingpada pembuatan dendeng ini bertujuan untuk menghilangkan bagian yang


tidak ikut digunakan seperti kepala, sirip, jeroan, duri, tulang dan ekor.

c. Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah, meggiling atau


mencincang sampai lumat atau halus. Selama pembuatan dan pencampuran adonan,
protein terlarut membentuk matrik yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk
emulsi yang stabil. Dengan pemasakan akan terjadi koagulasi protein oleh panas dan
terjadi pengikatan butir-butir lemak oleh jaringan protein secara rigid (Kramlich, 1971).

d. Pencetakan bertujuan untuk mencetak dendeng giling yang telah dicampur dengan
bahan tambahan, dicetak diatas tray dengan ketebalan yang diinginkan.

e. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian


besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya dengan menggunakan energi
panas (Winarno et al, 1984). Prisip pengeringan yaitu mengurangi kadar air bahan
sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Keuntungan pengeringan adalah bahan
menjadi lebih awet dengan volume menjadi lebih kecil, berat bahan berkurang. Kerugian
yang terjadi yaitu perubahan sifat fisik dan kimia dari suatu produk.

Ciri-ciri dendeng yang baik adalah warna dendeng merah coklat sampai coklat,
bersih, aromanya sedap, tekstur tidak liat, agak kering, dan rasa agak manis dan
gurih.(Wati, 2013).

Kerusakan dendeng banyak disebabkan oleh mikroorganisme maupun kerusakan


oksidasi lemak( mengakibatkan timbulnya ketengikan ). Berbagai cara dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan dendeng sapi tersebut, baik perlakuan fisik maupun
perlakuan kimiawi (dengan penambahan bahan pengawet). Pada umumnya pengawet
yang sering digunakan adalah bahan seperti garam, gula serta bahan pengawet lainnya
(Wati, 2013).
CCP

CCP pada proses pembuatan dendeng sapi ini adalah pada saat proses pengeringan,
sebaiknya dendeng yang dikeringkan kadar airnya benar-benar berkurang, sehingga
dapat mencegah bertumbuhan mikroba yang dapat merusak dendeng tersebut.

FORMULASI

Basis = 200 gram

Bahan utama

 Daging sapi= 69,5%𝑋 200= 139 gram

 Ketumbar = 2,2% × 200 = 4,4gram

Bahan tambahan

 Gula merah = 14% × 200 = 28 gram

 Merica = 2,2% × 200 = 4,4gram

 Lengkuas parut = 2,2% × 200 = 4,4gram

 Air asam jawa = 1,3% × 200 = 2,6gram

 Bawang merah = 5,6% × 200 = 11,2gram

 Garam = 0,8% × 200 = 1,6 gram

𝑊 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
%Produk = 𝑊 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
× 100%

125,16
= 200
𝑋 100% = 62,58%
PEMPEK

Tujuan Percobaan

Untuk diversifikasi produk olahan pangan daging dan ikan, untuk

mengawetkan daging atau meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis

dan untuk megetahui cara pembuatan pempek.

Prinsip Percobaan

Berdasarkan pemisahan daging ikan dari kulit dan tulang yang dibersihkan

dengan bersih serta berdasarkan pengikatan bahan oleh tapioka sehingga terjadi

gelatinisasi dan menyebabkan produk kenyal.


DIAGRAM ALIR

Ikan

Pencucian
Air bersih Air kotor

Dressing Duri

Penghancuran

Tapioka, air,
bawang Pencampuran
putih, garam,
gula pasir

Pencetakan

Perebusan

T=100o C t= 15’

Penirisan

Minyak Uap
Penggorengan
goreng panas

Pempek

Gambar 20. Diagram Alir Pembuatan Pempek


FUNGSI PERLAKUAN

Tahap pengolahan pertama pencucian daging ikan bertujuan untuk


menghilangkan kototran berupa darah dan kotoran lain yang dapat menimbulkan
bau dan warna yang tidak disukai pada produk akhir. Ikan terlebih dahulu difillet
untuk memudahkan pada proses selanjutnya. Setelah itu daging digiling.
Pada tahap pencampuran dilakukan penggabungan dari bahan-bahan tersebut
dengan proporsi yang tepat sesuai dengan resep yang digunakan. Ketepatan
proporsi bahan amat diperlukan karena proporsi atau komposisi dangat
berpengaruh terhadap rasa dan kekenyalan pempek.
Setelah daging ikan dan air dicampur, larutan garam ditambahkan ke dalam
campuran. Garam tidak langsung dicampur dengan daging ikan karena berpotensi
tidak larut merata ke dalam campuran. Campuran daging ikan giling, air dan
larutan garam akan membentuk adonan pasta. Tapioka ditambahkan sedikit demi
sedikit hingga tercampur merata ke dalam adonan.
Tahap pembentukan bertujuan untuk memantapkan campuran dan
membentuknya sehingga diperoleh adonan yang dapat menyatu sampai kalis dan
dapat dibentuk sesuai keinginan. Cara pembentukan pempek sangat beragam,
tergantung dari jenis pempek yang akan dibuat.
Tahap pemasakan pempek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan. Pempek yang telah
matang akan mengapung dipermukaan air rebusan, dan jika ditekan dengan
tangan akan terasa lembut dan kenyal sampai bagian dalamnya. Setelah matang,
pempek diangkat, ditiriskan dan didinginkan sesaat.
Komponen daging ikan dipengaruhi oleh jenis, kesegaran dan komposisi kimia
ikan yang digunakan serta penggolahan yang dipakai. Penggunaan ikan yang
banyak akan membuat rasa pemepk yang dihasilkan akan terasa semakin enak.
Pada proses perebusan bertujuan agar pati mengalami proses gelatinisasi
sehingga granula pati mengembang dan protein terdenaturasi. Pengembangan
granula pati ini disebabkan molekul-molekul air melakukan penetrasi ke dalam
granula dan terperangkap dalan susunan molekul-molekul amilosa dan
amilopekstin (Margono, 2009).
Tepung tapioka berfungsi sebagai daya ikat yang tinggi agar mengurangi
penyusutan saat pengolahan, membentuk struktur yang kuat. Selain itu tapioka
juga membentuk tekstur yang baik, meningkatkan volume, membentuk daya
emulsi protein ikan dan memperbaiki warna produk. Tepung tapioka ini dapat
diganti dengan menggunakan tepung sagu (Margono, 2009).
Mekanisme pembentukan pempek yaitu pencucian daging ikan kemudian
pencampuran dilakukan penggabungan dari bahan-bahan tersebut dengan proporsi
yang tepat sesuai dengan resep yang digunakan. Tambahkan tapioka sedikit demi
sedikit hingga tercampur merata ke dalam adonan.Dilanjutkan dengan
pembentukan bertujuan untuk memantapkan campuran dan membentuknya
sehingga diperoleh adonan yang dapat menyatu sampai kalis dan dapat dibentuk
sesuai keinginan. Cara pembentukan pempek sangat beragam, tergantung dari
jenis pempek yang akan dibuat. Setelah itu dilakukan proses pemasakantahap
pemasakan pempek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu perebusan,
pengukusan, penggorengan dan pemanggangan (Anggi, 2009).
Komposisi zat gizi pempek berbeda menurut jenis ikan yang digunakan sebagai
bahan baku. Pempek dalam porsi penyajian yang lengkap memiliki kandungan
gizi yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk satuan. Perbedaan resep yang
digunakan dalam pembuatan pempek juga mempengaruhi perbedaan kandungan
gizinya (Fajri,1997).
Perubahan fisik yang terjadi pada pembuatan pempek ini dari tekstur yang
dihasilkan sedangkan perubahan kimia yaitu dari adonan yang terbentuk menjadi
kalis karena adanya penambahan tepung tapioka dimana tepung tapioka ini
sebagai daya ikat yang tinggi agar mengurangi penyusutan saat pengolahan,
membentuk struktur yang kuat. Selain itu tapioka juga membentuk tekstur yang
baik, meningkatkan volume, membentuk daya emulsi protein ikan.
Jenis-jenis ikan yang dapat digunakan sebagai pempek adalah ikan sungai
seperti contohnya ikan belida (Notopterus notopterus), ikan gabus (Channa
striata), ikan toman (Channa micropeltes). Dan ikan laut yang sering digunakan
adalah ikan tenggiri, ikan ekor kuning, ikan kakap merah dan ikan parang-parang
(Anonim, 2014).
Jenis pempe ksendiri cukup bervariasi, di antaranya pempek kapal selam,
lenjer, tahu, adaan, pastel, keriting, dan pempek panggang (Komariah, 1995).

CCP

CCP pada pembuatan pempek ketika proses pencampuran dan perebusan,


karena apabila proses pencampuran tidak merata maka akan berpengaruh kepada
tekstur produk yang dihasilkan dan ketika proses pembentukan akan
menyebabkan produk susah untuk dibentuk. Pada proses perebusan apabila terlalu
lama dapat menyebabkan prosuk menjadi lembek, sedangakan apabila terlalu
cepat menyebabkan produk menjadi keras.

FORMULASI

17
Terigu = 100 × 600 =102 gram
24,2
Tapioka = × 600 = 145,2 gram
100
19,60
Air = × 600 =117,6
100
29,22
Ikan tenggiri = × 600 =58,44
100
0,95
Bawang putih = × 600 =5,7 gram
100
0,40
Kaldu bubuk = × 600 =2,4 gram
100
0,66
Sukrosa = × 600 =3,96 gram
100
6,5
Telur = 100 × 600 =13 gram

𝑊 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
% 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 = × 100%
𝑊𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠
73,3
= × 100%
200

= 36,65%.

Anda mungkin juga menyukai