Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI IMAM QUSYAIRI

Lahir 376 H (986/987 M)[1]

Wafat 465 H (1072/1073 M)[1]

Karakter kami adalah Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talhah bin Muhammad. Ia juga
terkenal dengan julukan Abul Qasim al-Qusyairi. Jika dirunut, nenek moyangnya berasal dari suku
Qusyair dari dataran Hadramaut. Suku Qusyair adalah salah satu suku Arab keturunan Rabi'ah
bin 'Amir bin Sha'sha'ah bin Hawazin. Jika ditelusuri lebih jauh, silsilah Abul Qasim al-Qusyairi
bertemu dengan Nabi Muhammad dari kakek Nabi Muhammad bernama Adnan.

Leluhur Abul Qasim al-Qusyairi hijrah dari tanah Hadramaut ke kota Naisabur pada akhir abad
pertama Hijriah. Hal ini disebabkan ekspansi besar-besaran Dinasti Umayyah ke dataran
Khurasan di Irak.

Abul Qasim al-Qusyairi lahir pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 376 H di desa Osto yang masih
bagian dari kota Naisabur. Keterangan ini mengacu pada kesaksian al-Khathib al-Baghdadi
sebagaimana tertuang dalam karyanya, Date of Baghdad (Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyyah, 2008,
11: 83). Sejak kecil, Abul Qasim al-Qusyairi telah ditinggalkan oleh ayahnya dan ia dibesarkan
oleh seorang ulama sufi bernama Abu Qasim al-Yamani. Di masa remajanya, Abul Qasim al-
Qusyairi merantau ke kota Naisabur. Di kota yang penuh ilmu inilah Abul Qasim al-Qusyairi
bertemu dengan Abu Ali ad-Daqqaq, seorang tokoh sufi yang agung.

Rupanya Abu Ali ad-Daqqaq naksir murid tersebut. Belakangan, sufi muda ini juga dinikahkan
dengan seorang wanita cantik bernama Fatimah yang tak lain adalah putri Abu Ali ad-Daqqaq.
Dari pernikahan yang diberkahi ini, Abul Qasim al-Qusyairi memiliki enam putra dan satu putri.

Abul Qasim al-Qusyairi bertemu dengan banyak tokoh Islam besar pada masanya. Awalnya ia
belajar tasawuf dari Abu Ali ad-Daqqaq. Jika dirunut silsilah tasawuf Abul Qasim al-Qusyairi
adalah Abul Qasim al-Qusyairi dari Abu Ali ad-Daqqaq dari Abu Qasim an-Nashrabadi dari
Muhammad Ash-Syibli dari al-Junaid al-Baghdadi dari as-Sirri as-Saqati dari Ma 'ruf al-Karkhi dari
Dawud at-Tha'I (Lihat buku Thabaqat al-Fuqaha' asy-Syafi'iyyah oleh Ibn Shalah hal.525 vol.2
dicetak Muassasah ar-Risalah Cairo 2012).

Kemudian setelah puas mengambil ilmu tasawuf, Abul Qasim al-Qusyairi mempelajari tauhid dan
ushul fiqh kepada Ibnu Faurok. Saat itu, Ibnu Faurok adalah ulama terbesar yang rajin
menyebarkan pemikiran Imam Abu Hasan al-Asy'ari. Tak heran jika Abul Qasim al-Qusyairi adalah
seorang ulama sufi yang juga pembela mazhab Abu Hasan al-Asy'ari. Hal ini juga dibuktikan oleh
Abul Qasim al-Qusyairi dengan karyanya yang berjudul “Syikayah Ahli Sunnah bi Hikayati Ma
Nalahum min al-Mihnah” di mana ia membela sampai mati pemikiran Ahlussunnah wal Jama'ah.

Sepeninggal Ibnu Faurok di bulan Ramadhan tahun 410 H, Abul Qasim al-Qusyairi melanjutkan
belajar tauhid dari Abu Ishaq al-Isfiroini (W.418 H). Setelah Abul Qasim al-Qusyairi diuji oleh Abu
Ishaq al-Isfiroini atas pemahamannya terhadap ilmu tauhid, maka Abul Qasim al-Qusyairi mampu
menjelaskan secara gamblang perbedaan pendapat antara Ibnu Faurok dan Abu Ishaq al-Isfiroini
dengan sangat gamblang.Abu Ishaq al-Isfiroini juga berkata “Saya tidak menyangka anda telah
mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam ilmu tauhid, sekarang anda tidak perlu lagi mengikuti
kajian saya, cukup anda membaca semua karya saya dan jika ada apa pun yang membuat Anda
ragu, bicarakan dengan saya". Kemudian, Abul Qasim al-Qusyairi semakin bersinar dalam ilmu
tauhid setelah ia membandingkan pemikiran Ibnu Faurok dan Abu Ishaq al-Isfiroini dengan
pemikiran al-Qadhi al-Baqillani yang ia pelajari dalam karya-karyanya. (buku Quthuf min Basatin
at-Tasawuf karya Dr. Muhammad Ahmad Salim hal.96 dicetak Maktabah Aiman Kairo 2018).

Selain itu, Imam Abul Qasim al-Qusyairi juga tercatat pernah belajar fiqh mazhab Syafi'i kepada
al-Imam Abu Bakar at-Thusi di kota Naisabur. Sayangnya, perjalanan ilmiah Abul Qasim al-
Qusyairi di kota Naisabur harus terhenti karena difitnah oleh seorang pejabat mu'tazilah bernama
Mansur bin Muhammad al-Kandari.Abul Qasim al-Qusyairi juga diusir dari kota Naisabur sampai
beliau juga terpaksa bermukim serta membimbing di kota Baghdad atas restu khal ifah al-Qaim
bi Amrillah. nanti , Abul Qasim al-Qusyairi hendak balik lagi ke kota Naisabur saat periode
pemerintahan Alb Arselan sepulangnya dari haji ke Baitullah. serta esoknya Abul Qasim al-
Qusyairi meninggal di kota Naisabur pada hari minggu bertepatan pada 16 bulan rabbana’ al-
Akhir tahun 465 H. beliau meninggal dengan meninggalkan 31 buah ciptaan dalam bermacam
fan ilmu.

Meluruskan Ilmu Tasawuf

Pada waktu Abul Qasim al-Qusyairi ada dua gerakan besar tasawuf . Pertama , gerakan
mereka yang tengah menjejaki jalan para ulama sufi terdahulu dalam beradab serta berakhlak
sementara itu . Kedua, gerakan mereka yang membenarkan selaku kaum sufi tapi mengabaikan
paham syaria t serta mereka pernah menjalankan kesesatan dalam bertasawuf .

Menyikapi perihal ini rupanya Abul Qasim al-Qusyairi tidak bersemayam tutup mulut. beliau juga
menulis semacam ciptaan monumental bertajuk “Risalah Qusyairiyyah”. Dengan kitab ini beliau
menerangkan jika tasawuf serta syaria t patutlah berjalur bersisian, tidak boleh silih bertolak
belakang . tidak ragu-ragu, Abul Qasim al-Qusyairi yakni sosok sufi yang paling dahulu
meluruskan paham tasawuf dari lembah kesesatan. malahan, Abul Qasim al-Qusyairi dengan
ciptaan “Risalah Qusyairiyyah” lebih dulu ada sebelum Imam Muhammad al-Ghazali yang lahir
tahun 450 H dengan ciptaan “Ihya Ulumiddin”.

beliau menekankan jika satu orang sufi patut bertopang pada aqidah yang betul sebelum beliau
menelusuri jalan tasawuf. Dalam kitab Risalah Qusyairiyyah, beliau menukil opini Abu Ali ad-
Daqqaq, “Wajib bagi seseorang sufi pada permulaannya guna menjejaki aqidah yang betul yang
jauh dari keragu-raguan , kesamaran, serta kesesatan. beliau pula harus bersandar kuat pada
ilmu yang menurut argumentasi ide serta hipotesis yang kokoh.”

Abul Qasim al-Qusyairi pula berpandangan jika seseorang sufi hanya sanggup mendekat
terhadap Allah dengan aqidah yang tepat serta seluruhnya meneladan syariat Islam. Dalam
kitab Lathaif al-Isyarat, ia berpandangan, “ akar kekuatan batin yakni membetulkan (at-tashdiq)
selanjutnya mengukuhkan (at-tahqiq) serta hal ini hanya sanggup digapai dengan pertolongan
Allah (at-taufiq), membenarkan dengan pikir , dan mengukuhkan dengan jerih payah beribadah.
Maka yang disebut orang menganut yakni mereka yang betul aqidahnya setelah itu mereka
sungguh-sungguh dalam jerih payahnya beribadah terhadap Allah”.
Dalam bertasawuf, Abul Qasim al-Qusyairi berpesan 4 poin penting seperti yang ia jelaskan
dalam kitab Risalah Qusyairiyyah yakni peranan memegang kuat syariat serta memelihara sopan
santun dalam melaksanakan syariat, peranan bersopan santun kepada guru spiritual , peranan
menjejaki paham aqidah yang betul, serta peranan menyerbu hawa nafsu .

sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-imam-al-qusyairi-tokoh-pertama-pelurus-
penyimpangan-tasawuf-b3Q3F

Pengarang:

Daffa Gadang Widyatna

10

XI MIPA 2

Anda mungkin juga menyukai