Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. I.

P DENGAN INDUKSI
PERSALINAN DI RS “X” JAKARTA PUSAT
TAHUN 2016

Oleh :
NOVA HERAWATI S
(2013 – 52 – 037)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
JAKARTA
2016
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi persalinan
Persalinan adalah proses ketika janin, plasenta dan membran dikeluarkan melalui jalan lahir.
(McCormick, Carol. 2009. Buku ajar bidan Myles. Jakarta : EGC)
1.1 Kala I
1) Definisi kala I (fase laten dan fase aktif)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
Kala I persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
a. Fase laten pada kala I persalinan :
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase
laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b. Fase aktif pada kala I persalinan :
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10
menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1cm per jam (nulipara atau primigravida) atau
lebih dari 1cm hingga 2 cm (multipara).
Terjadi penurunan bagian terbawah janin. (buku acuan asuhan persalinan normal
2008)

2) Kelainan yang sering terjadi pada kala I


a. Inertia uteri
b. Ketuban pecah dini
c. Gawat janin
d. Preeklamsia
e. Eklamsi
3) Peran bidan pada kala I normal maupun dengan kelainan
a. Anamnesis
 Mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan kehamilan dan
persalinan
 Digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan
diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
b. Pemeriksaan fisik
 Untuk menilai kondisi ibu dan janin serta tingkat kenyamanan fisik ibu
bersalin
 Hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis diolah untuk membuat keputusan
klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan
c. Pemeriksaan abdomen
Sebelum melakukan pemeriksaan abdomen, pastikan dulu ibu sudah
mengosongkan kandung kemih. Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
 Menentukan tinggi fundus uteri
 Memantau kontraksi uterus
 Memantau denyut jantung janin
 Menentukan presentasi
 Menentukan penurunan bagian terbawah janin
d. Periksa dalam
Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area geitalia (jika ibu belum
melakukannya) dengan sabun dan air. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan
dilakukan selama pemeriksaan . tenteramkan hati dan anjurkan ibu untuk rileks.
Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
e. Mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
 Catat semua temuan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti
dan lengkap
 Gunakan informasi yang ada untuk menentukan apakah ibu sudah inpartu,
tahapan dan fase persalinan.
 Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus ditatalaksanakan
secara khusus.
 Setiap kali selesai melakukan penilaian, lakukan kajian data yang
terkumpul, dan buat diagnosis berdasarkan informasi tersebut.
 Jelaskan temuan, diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan
keluarganya sehingga mereka mengerti tentang tujuan asuhan yang akan
diberikan.
f. Pengenalan dini terhadap masalah dan penyulit
Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus selalu
waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit. Ingat bahwa
menunda pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan resiko
kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir.

1.2 Kala II
1) Definisi kala II termasuk lamanya kala II
Kala II diawali saat dilatasi servik lengkap dan diakhiri saat anak sudah lahir.
Lamanya kala II (sejak pembukaan lengkap sampai lahir), rata-rata berlangsung
50 menit untuk nullipara, dan 20 menit pada multipara, tetapi hal ini dapat sangat
bervariasi. Kemampuan ibu untuk menggunakan otot-otot abdomennya dan posisi
bagian presentasi berpengaruh pada durasi kala II. Pada literatur lain, lamanya
kala II bisa berakhir sekitar 20 menit pada multipara dan 2 jam pada primipara.
atau bisa berlangsung rata-rata 1,5 jam pada primigravida dan pada multipara
rata-rata 0,5 jam.
2) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Segera setelah bayi baru lahir dan tali pusat diikat, letakkan bayi tengkurap di
dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarkan kontak
kulit ke kulit ini berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi
dapat menyusu sendiri. Bayi di beri topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat
memberi dukungan dan membantu ibu selama proses ini. Ibu deberi dukungan
untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bila diperlukan.
3) Kelainan yang sering terjadi pada kala II
a. Inertia uteri
b. Inersia Uteri Primer
c. Inersia Uteri Sekunder
d. Ketuban pecah dini
e. Gawat janin
f. Preeklamsia
g. Eklamsi
4) Peran bidan pada kala II normal maupun dengan kelainan
Kala dua persalinan merupakan pekerjaan yang tersulit bagi ibu. Suhu tubuh
ibu akan meningkat. Ia mengedan selama kontraksi dan ia kelelahan. Petugas
harus mendukung ibu atas usahanya untuk melahirkan bayinya. Berikut adalah
tindakan yang dilakukan selama kala dua pesalinan :

a. Memberi dukungan terus menerus kepada ibu


b. Menjaga kebersihan ibu
c. Massage
d. Memberikan dukungan mental
e. Mengatur posisi ibu agar nyaman
f. Menjaga kandung kemih tetap kosong
g. Memberikan cukup minum
h. Pemantauan DJJ
i. Melahirkan bayi
j. Mengeringkan dan menghangatkan bayi dari kepala sampai seluruh tubuh
k. Merangsang bayi

1.3 Kala III :


1) Definisi kala III termasuk lamanya kala III
Kala III diawali dengan keluarnya bayi dari uterus dan diakhiri dengan keluarnya
plasenta. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras
dengan fundus uterus setinggi pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal dua kali
sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri.
Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan
lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simphisis / fundus uteri. Kadang-
kadang ada sebagian uri yang melekat pada dinding rahim. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5-30’ setelah bayi lahir (dapat ditunggu sampai 1 jam, tetapi tidak boleh
ditunggu bila terjadi banyak pendarahan atau bila ada riwayat perdarahan post partum,
dan sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus
tonika. Hal ini juga dilakukan bila perdarahan sudah >500cc). Kala uri ini merupakan
waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan post partum.

2) Manajemen aktif kala III


Tujuannya untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala
tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis
a. Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
 Persalinan kala tiga yang lebih singkat
 Mengurangi jumlah kehilangan darah
 Mengurangi kejadian retensio plasenta
b. Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
 Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
 Melakukan peregangan tali pusat terkendali
 Masage fundus uteri
3) Kelainan yang sering terjadi pada kala III
a. Pendarahan post partum adalah perdarahan sebanyak 500 cc atau lebih setelah kala
III selesai. Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat.
Perdarahan post partum dibagu menjadi dua :
 Perdarahan post partum dini, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
 Perdarahan post partum lambat, bila perdarahan terjadi setalah 24 jam
pertama.
b. Plasenta lahir spontan/dengan tindakan (plasenta manual)
c. Luka jalan lahir
Perlukaan jalan lahir karena persalinan, dapat mengenai vulva, vagina dan uterus.
Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang
disertai perdarahan hebat. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan,
yaitu :
 Derajat satu : meliputi mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum.
 Derajat dua : meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan
otot perineum.
 Derajat tiga : meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani
 Derajat empat : meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot sfingter ani dan dinding depan rektum.
4) Peran bidan pada kala III normal maupun dengan kelainan
Asuhan untuk ibu harus diberikan berdasarkan pemahaman proses fisiologis normal.
Tindakan bidan dapat membantu mengurangi resiko nyata perdarahan, infeksi,
tertahannya plasenta di dalam uterus dan syok, yang dapat meningkatkan morbiditas
maternal dan bahkan kematian. Kemampuan ibu untuk betahan terhadap komplikasi
ini sangat bergantung pada kondisi umumnya dan upaya menghindari masalah
pencetus yang menimbulkan kelemahan, misalnya anemia, ketosis, keletihan, dan
kerja uterus hipotonik yang memanjang.

1.4 Kala IV :
a. Definisi kala IV
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
b. Kelainan yang sering terjadi pada kala IV
Masa postpartum merupakan masa paling kritis untuk mencegah kematian ibu,
terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala empat, petugas harus
memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan
setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka
ibu harus dipantau lebih sering.
Perdarahan post partum adalah perdarahan sebanyak 500 cc atau lebih setelah kala III
selesai. Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat.
Perdarahan postpartum di bagi menjadi :
a) Perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
b) Perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama.
Peran bidan pada kala IV normal maupun dengan kelainan
1) Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat.
2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang
dengan pusat sebagai patokan.
3) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi)
perineum.
5) Evaluasi keadaan umum ibu.
6) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di
bagian belakang partograf, segera setelah asuhan di berikan atau setelah
penilaian dilakukan.

2. Definisi Induksi Persalinan


Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan. (Wiknjosastro hanifa, 2007). Sedangkan menurut David T.Y Liu, 2002.
induksi persalinan merupakan suatu proses untuk memulai aktivitas uterus untuk mencapai
kelahiran per vaginam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya
proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada),
cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara
normal.
2.1. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilan sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari 9 bulan,
(kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan melebihi 42 minggu, belum juga terjadi
persalinan. Permasalahan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2, sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
a. Pertumbuhan janin makin melambat
b. Terjadi perubahan metabolism
c. Air ketuban berkurang dan makin mengental
d. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan
dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya yaitu seperti letak
defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu,dan perdarahan post partum.

2.2. Indikasi
Menurut, Manuaba 2010, bahwa induksi persalinan dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Indikasi Ibu
a. Berdasarkan penyakit yang diderita
 Penyakit ginjal
 Penyakit jantung
 Penyakit hipertensi
 Diabetes Melitus
 Keganasan payudara dan porsio
b. Komplikasi kehamilan
 Pre-eklamsi
 Eklamsi
 Berdasarkan kondisi fisik
 Kesempitan panggul
 Kelainan bentuk panggul
 Kelainan bentuk tulang belakang
2) Indikasi Janin
a. Kehamilan lewat waktu
b. Plasenta previa
c. Solusio plasenta
d. Kematian intrauterine
e. Kematian berulang dalam rahim
f. Kelainan congenital
g. Ketuban pecah dini

2.3. Kontraindikasi
Menurut, Manuaba 2010, kontraindikasi pesalinan yang akan dilakukan lebih merugikan
dibandingkan tindakan section casearia langsung.
1) Untuk janin
a. Disproporsi sefalopelvis
b. Malposisi dan malpresentasi janin
c. Denyut jantung janin yang meragukan
2) Untuk ibu
a. Plasenta previa
b. Grande multipara
c. Infeksi herpes dan genital aktif
d. Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus
e. Distensi rahim yang berlebihan, misalnya pada hidramion

2.4. Syarat dilakukan induksi


1) Janin mendekati aterm
2) Tidak terdapat kesempitan panggul atau disproporsi sefalopelvik
3) Memungkinkan untuk lahir pervaginam
4) Janin dalam presentasi blakang kepala
5) Serviks telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka).

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi induksi persalinan


1) Kedudukan bagian terendah
Semakin rendah kedudukan bagian terrendah janin, kemungkinan keberhasilan induksi
akan semakin besar, oleh karena dapat menekan pleksus Franken-haoser.
2) Penempatan (presentasi)
Pada letak kepala, lebih berhasil dibandingkan dengan kedudukan bokong karena
dorongan kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong.
3) Kondisi serviks
Serviks yang kaku, menjurus kebelakang sulit berhasil dengan induksi persalinan.
Serviks lunak lurus kedepan lebih berhasil dalam induksi.
4) Paritas
Dibanding dengan primigravida, induksi pada multi para akan lebih berhasil karena
sudah terdapat pembukaan.
5) Umur pasien dan umur anak terkecil
Umur ibu yang relative tua(diatas 30-35 tahun) dan umur anak yang terakhir yang
lebih dari 5 tahun kurang berhasil. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan,
sehingga lebih banyak terminasi dilakukan dengan operasi
6) Umur kehamilan
Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm, induksi persalinan pervaginam akan
semakin berhasil.

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi
mungkin terasa lebih sakit sehingga mengakibatkan nyeri. Karena kontraksi rahim yang
berlebihan ini maka induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang
menangani. Jika ibu tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan
menghentikan proses induksi kemudian dilakukan section caesaria.

2.7. Patofisiologis
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit
penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi, diabetes, kematian janin, ketuban pecah
dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progresteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan
reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim memjadi semakin sensitive terhadap
rangsangan, karena ketegangan psikologis dan kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam
menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan
perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian
mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar
estriol dan plasenta laktogen (Manuaba,2010)

2.8. Jenis Induksi Persalinan


1) Secara medis
a. Infuse oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin
2) Secara manipulative dengan tindakan
a. Amniotomi
b. Melepaskan selaput ketuban dari bawah rahim (stripiping of the membrane)
c. Rangsangan pada putting susu.

2.9. Komplikasi Induksi Persalinan


Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah:
1) Terhadap ibu
a. Kegagalan induksi
b. Kelelahan ibu dan krisis emosional
c. Inersia uteri partus lama
d. Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta,
ruptura uteri, dan laserasi jalan lahir.
2) Terhadap janin
a. Trauma pada janin oleh tindakan
b. Prolapsus tali pusat
c. Infeksi intrapartal pada janin
Komplikasi induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena
dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti yang telah
dijabarkan terpenuhi. Kematian perinatal lenih tinggi dari persalinan spontan, akan tetapi
mungkin hal ini dipengaruhi oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan
induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal, dan perlu dilakukan
seksio cesaria, harus selalu diperhitungkan. Komplikasi induksi persalinan yang mungkin
terjadi diantaranya adalah:
1) Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan
dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan
section caesaria. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut
jantung janin.
2) Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat janin mengalami kegawatan
(stress pada janin). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung penolong harus
memantau gerak janin dan denyut jantung janin. Bila dianggap terlalu beresiko
menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3) Dapat merobek bekas jahitan seksio caesaria , hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah di operasi Caesar lalu menginginkan persalinan normal.
4) Emboli, meskipun kemungkinannya sangat kecil sekali namun harus diwaspadai.
Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk kedalam pembuluh darah dan
menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu
seketika.
5) Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban
6) Infeksi dan rupture uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi
walaupun jumlahnya sedikit.
BAB III
PERKEMBANGAN KASUS

Pada tanggal 21 Februari 2016 pukul 11.00 WIB Ny. I.P 26 tahun HPHT 09-09-2016 dan
HP tanggal 16-06-2016, agama Islam, suku sunda, Pendidikan terakhir S1 sistem informasi,
bekerja sebagai swasta. Suami Tn. A umur 40 tahun, agama Islam, suku Sunda, Pendidikan
terakhir S1 Sistem informasi, dan bekerja sebagai swasta. Ny. I.P beralamat di Jl. Kenari II
6 no 261 RT/RW 09/04, kelurahan Kenari, Kecamatan Kenari wilayah Jakarta pusat.
Masuk kamar bersalin dengan alasan dikirim oleh dr R untuk induksi persalinan, sudah
kencang-kencang belum keluar darah lendir, belum keluar air ketuban, dan belum ada rasa
ingin meneran. KU : baik, kesadaran: composmentis, TD: 110/80 mmHg, N: 88 x/menit, S:
36,0C, P: 20 x/menit, BB: 88 kg, TB: 158 cm, konjungtiva tidak anemik, sklera tidak
ikterik, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, payudara normal, punggung normal, reflek
patella (+), edema kaki negative. Pemeriksaan obstetrik: fundus uteri 3 jari bawah px
(33cm), Denyut jantung janin positif (+) 125-130 x/menit. Kontraksi uterus: tidak ada.
Dilakukan pemeriksaan dalam, hasil: portio tebal, posisi portio anteflkesi, konsistensi
lembek, pembukaan 2 jari longgar, ketuban (+), penurunan kepala 2 posisi ?.
Dengan hasil tersebut ditegakkan
Diagnose : G3P1A1 hamil 40 minggu > 5 hari belum inpartu, janin tunggal hidup intra
uterin.
Masalah : cemas
Diagnosa Potensial : tidak ada
Masalah Potensial : kecemasan meningkat
Kebutuhan : informasi, dukungan dan dampingan
Tindakan segera : tidak ada
Rencana asuhan
1. Jelaskan pada ibu hasil pemeriksaan saat ini
2. Observasi KU dan TTV tiap 4-6 jam
3. Observasi his dan DJJ tiap 1 jam
4. Penuhi hidrasi dan nutrisi
5. Anjurkan teknik relaksasi, rocking
6. Pastikan kandung kemih kosong
7. Evaluasi

21-06-2016
Pukul 11.15 WIB, pasien suda dijelaskan tatib Immanuel, gelang identitas, manajemen
nyeri, IMD, CTG dan induksi persalinan.
Pukul 11.35 WIB, pasien sedang CTG
Pukul 11.55 WIB, pasien selesai CTG, hasil DJJ positif, baseline : 138, Deselerasi : negatif,
Akselerasi ≥ 2x/20’, variabilitas : 2-10 contraction 20-30% , gerak janin 2 ≥ x 20’.
lapor dr. R nas RM 04 instruksi : beri ¼ tablet gastrul, observasi 6 jam PD lapor (pk 18.00).
Pukul 12.00 WIB, pasien diberikan ¼ tablet gastrul I pervaginam DJJ (+) 130-140 x/m
(dopp)
Pukul 12.20 WIB, his (-) kontraksi cukup kuat 30’’ ditunggu 10’ (1x) DJJ (+) 148-156 x/m
(dopp).
Pukul 13.30 WIB, his (-) kontraksi cukup kuat 30’’ ditunggu 10’ (1x) DJJ (+) 144-151 x/m
(dopp).
Pukul 14.30 WIB, TD: 120/80 mmHg, S: 364°C, N: 86x/m, P: 19x/m, palpasi: 3 jbpx, letkep
4/5, puka. His (-) kontraksi cukup kuat 30’’ ditunggu 10’ (1x), DJJ (+) 128-134 x/m (dopp).
Pukul 15.30 WIB, His agak kuat kadang cukup kuat 25-30’’ tiap 3’ DJJ (+) 137-147 x/m
(dopp).
Pukul 16.30 WIB, His cukup kuat 25-30’’ tiap 3’, DJJ (+) 137-146 x/m (dopp).
Pukul 17.30 WIB, His agak kuat 25-30’’ tiap 3’, DJJ (+) 137-147 x/m (dopp).
Pukul 18.00 WIB, PD atas indikasi PP oleh H portio tebal lembek pembukaan 3 cm ketuban
(+) penurunan kepala H2, posisi ? DJJ (+) 144-147 x/m (dopp).
Pukul 18.05 WIB, lapor dr R nasehat RM 04→ observasi his DJJ, pk 21.00 PD lapor, beri
klisma.
Pukul 18.10 WIB, pasien diberi klisma dengan fleet→ berhasil.
Pukul 18.30 WIB, His agak kuat kadang cukup kuat 30-35’’ tiap 3’, DJJ (+) 133-147 x/m
(dopp).
Pukul 19.30 WIB, TD: 110/80 mmHg, S: 363°C, N: 84x/m, palpasi: 3 jbpx, letkep 4/5, puka.
His agak kuat 30’’ tiap 2-3’ DJJ (+) 135-138 x/m (dopp).
Pukul 21.00 WIB, PD a/i PP oleh K portio tebal lembek, pembukaan 5 cm ketuban (+)
nenmpel, kepala H2 posisi ? DJJ (+) 135-139 x/m (dopp).
Pukul 21.05 WIB, lapor dr R nasehat RM 04 instruksi pasang infus dex 5% + 10 IU
syntosinon mulai 8 tpm, 2 jam PD lapor (pk 23.00).
Pukul 21.20 WIB, His cukup kuat 30’’ tiap 2-3’, DJJ (+) 134-141 x/m (dopp).
Pukul 22.20 WIB, His cukup kuat 30’’ tiap 2-3’, DJJ (+) 134-141 x/m (dopp). Tetesan infus
16 tpm.
Pukul 22.25 WIB, PD a/i ingin meneran PD hasil portio tipis berlapis pembukaan 7 cm
ketuban (+), kepala H2 posisi ? banyak darah lendir di sarung tangan DJJ (+) 145-150 x/m
(dopp).
Pukul 23.00 WIB, lapor dr R nasehat RM 04 →lakukan PD 2 jam sekali, lapor dr kembali
saat pembukaan 8 cm, tetesan infus tetap dinaikan. His cukup kuat 35’’ tiap 2’ tetsan infus
16 tpm.
Pukul 24.00 WIB, tetesan infus 20 tpm PD oleh L a/i ingin meneran hasil portio tipis lembek
pembukaan 8 cm ketuban pecah spontan warna putih keruh ±100 cc kepala H2+ posisi
UUK depan DJJ (+) 120-133 x/m.
21-06-2016
Pukul 00.05 WIB, lapor dr R RM 04 → dr akan datang dr R visit PD portio tipis lembek
pembukaan 8 cm ketuban (-) kepala H2 posisi ?
Pukul 00.20 WIB, tetsan infus 24 tpm his cukup kuat 30-35’’ tiap 2’ DJJ (+) 124-130 x/m.
Pukul 00.25 WIB, lahirlah seorang bayi lahir spontan jenis kelamin laki-laki A/S 9/10,
BB:3290 gram PB: 49 cm, tali pusat dijepit dan dipotong ibu disuntik oksitosin 10 IU IM
dan dilakukan PTT.
Pukul 00.30 WIB, placenta lahir spontan lengkap, masase fundus uteri kontraksi uterus baik
pasien diberikan myomergin 1 amp IM, laserasi grade II, dijahit dengan vycril 2.0 robekan
perdarahan total 200 cc kala III: 100 cc kala IV : 100 cc.
Pukul 02.20 WIB, pasien selesai dimandikan KU: baik TD PP : 110/80 mmHg, N: 82x/m, S:
36,8°C., Kontraksi uterus baik, TFU 1 jari dibawah pusat, perdarahan tak bertambah, ibu
belum spontan BAK.
Tgl 22-06-2016

Post partum

Alasan masuk untuk perawatan postpartum KU baik TD: 100/80 S: 369°C, N: 94x/m, P:
19x/m. konjungtiva agak anemik payudara bentuk simetris mamae lembek, puting susu
menonjol colostrum (+) sedikit, kontraksi uterus baik, TFU 1 jari di bawah pusat, luka
jahitan baik, perdarahan pervaginam 1/2 koteks lochea rubra tidak berbau. Sehingga
ditegakkan diagnosa P2A0 postpartum 1 hari, Masalah : nyeri luka jahitan, DP : tidak ada
masalah potensial : nyeri semakin bertambah, kebutuhan : infornmasi tentang masa nifas,
dukungan dan support, Rencana asuhan: 1. Observasi KU dan TTV 2. Observasi kontraksi
uterus,perdarahan, 3.anjurkan ibu untuk menyusui bayinya, 4. Ajarkan ibu tekik relaksasi
dan ikat gurita kencang, 5. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup, 6. Penuhi nutrisi dan hidrasi

7. Laksanakan program medik cek lab besok.

23-06-2016 pukul 08.00

Pasien mengatakan nyeri lukajahitan, Ku baik TD: 110/90 S: 362°C, N: 78x/m, P: 20x/m.
conjungtiva tidak anemik, payudara bentuk simetris mamae lembek putting susu tidak lecet
colostrum (+) sedikit, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan
pervaginam 1/4 koteks lochea rubra, luka jahitan baik. Sehingga ditegakkan diagnosa P2A0
postpartum hari kedua, Masalah : nyeri luka jahitan, DP : tidak ada masalah potensial : nyeri
semakin bertambah, kebutuhan : infornmasi tentang masa nifas, dukungan dan support,
Rencana asuhan: 1. Observasi KU dan TTV 2. Observasi kontraksi uterus dan perdarahan,
3.anjurkan ibu untuk sering menyusi bayinya, 4. Ajarkan ibu teknik relaksasi dan ikat gurita
kencang, 5. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup dan penuhi nutrisi dan hidrasi, 6.
Laksanakan program medic cek lab Hb 12,8 gr/dl.
24-06-2016 pukul 08.00

Pasien mengatakan nyeri luka jahitan, Ku baik TD: 110/70 S: 367°C, N: 84x/m, P: 20x/m.
conjungtiva tidak anemik, payudara bentuk simetris mamae lembek putting susu tidak lecet
colostrum (+) sedang, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat, perdarahan
pervaginam 1/4 koteks lochea rubra luka jahitan baik. Sehingga ditegakkan diagnosa P2A0
postpartum hari kedua, Masalah : nyeri luka jahitan, DP : tidak ada masalah potensial : nyeri
semakin bertambah, kebutuhan : infornmasi tentang masa nifas, dukungan dan support,
Rencana asuhan: 1. Observasi KU dan TTV 2. Observasi kontraksi uterus balutan operasi
dan perdarahan, 3.anjurkan ibu untuk sering menyusi bayinya, 4. Ajarkan ibu teknik
relaksasi dan ikat gurita kencang, 5. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup, 6. Anjurkan ibu
untuk mengikuti penyuluhan breast care, 7. Penuhi nutrisi dan hidrasi, 8. Laksanakan
program medik.

25-06-2016 pukul 08.00

Pasien mengatakan nyeri luka jahitan berkurang, Ku baik TD: 110/70 S: 365°C, N: 82x/m,
P: 19x/m. conjungtiva tidak anemik, payudara bentuk simetris mamae lembek putting susu
tidak lecet colostrum (+) banyak, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari dibawah pusat,
perdarahan pervaginam 1/4 koteks lochea rubra luka jahitan baik. Sehingga ditegakkan
diagnosa P2A0 postpartum hari kedua, Masalah : nyeri luka jahitan, DP : tidak ada masalah
potensial : nyeri semakin bertambah, kebutuhan : infornmasi tentang masa nifas, dukungan
dan support, Rencana asuhan: 1. Observasi KU dan TTV 2. Observasi kontraksi uterus
balutan operasi dan perdarahan, 3.anjurkan ibu untuk sering menyusi bayinya, 4. Ajarkan
ibu teknik relaksasi dan ikat gurita kencang, 5. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup, 6.
Penuhi nutrisi dan hidrasi, 7. Laksanakan program medik.
BAB IV

PEMBAHASAN

Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. (Wiknjosastro hanifa, 2007).
Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
1) Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah
memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
2) Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita
tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
3) Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin.
4) Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.

Pada kasus Ny. I.P dilakukan induksi karena usia kehamilan sudah aterm tetapi belum ada tanda-
tanda akan lahir. Jadi pada kasus Ny. I.P tidak ada kesenjangan dengan teori.

Menurut (Manuaba, 2009) salah satu jenis induksi persalinan adalah secara medis : infus
oksitosin dan misoprostol pada kasus Ny. I.P diberikan ¼ tablet gastrul dan pada pembukaan 5
cm dipasang infus dextrose + 10 IU syntosinon. Jadi pada kasus I.P tidak ada kesenjangan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta: JNPK-
KR.

Fraser, Diane M., Margaret A. Cooper. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.

Manuaba, 2009. Ilmu Kebidanan: Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

Saiffudin AB (ed). 2002. Induksi dan Akselerasi persalinan dalam “Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBPSP

Saifuddin AB. 2008. .Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP.

Winkjosastro H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP.

Yeyeh, Ai R, Lia Yulianti. 2010.Asuhan Kebidanan, Patologi Kebidanan 4. Jakarta: Trans Info
Media.

Anda mungkin juga menyukai