“Sedikit sekali yang kita tahu tentang Ibunda Khadijah r.a. kita
merindukannya dengan malu-malu. Takut salah, takut tak sopan, takut dosa?
Sampai, Sibel Eraslan menulis novel ini dan mengajari pembaca untuk
mencintainya dengan ekspresif, revolusioner, dan heroic. Bahasa tutur novel
ini membuat pembaca berhadapan langsung dengan Khadijah r.a. memahami
betapa akbar peran beliau bagi sejarah kenabian.”
“Membaca kisah para ibu di zaman sebelum dan sesudah tahun hijriah, hati
siapa pun di antara ummat-Nya niscaya akan tergetar. Sosok Ibunda Hajar
yang begitu penuh pengorbanan telah menginspirasi para muslimah, bahkan
hingga masa kini. Pun dengan Ibunda Khadijah r.a yang senantiasa
mengalirkan kekuatan mahadahsyat tatkala kita merasa terpuruk. Patutlah
Khadijah r.a menjadi cahaya kalbu Rasulullah saw karena kasih sayang,
kecerdasan, kegeniusan, dan kebajikannya tiada yang bisa menandingi hingga
akhir zaman. Buku yang wajib dimiliki para muslimah masa kini. “
“Inilah kisa sosok yang jadi first love seorang utusan Allah. Yang mendukung
Rasulullah saw dengan sepenuh daya dan cinta sampai hembusan napas
penghabisan.”
“Nikmat dibaca, menyentuh rasa, dan penuh spirit cinta. Novel bergizi sarat
makna. “
“Sarat makna cinta dengan pilihan bahasa yang indah dan pemikiran
mendalam, namun mudah dipahami.”
“Membacanya seperti masuk kembali ke masa ribuan tahun lalu. Setiap kata-
katanya begitu menghadirkan keindahan ruang dan waktu kala itu. Buku
yang cerdas, hangat, dan penuh cinta.”
Aku lupa semua puisi yang telah kuketahui saat memasuki Kakbah. Kemarin,
saat berlari di antara Safa dan Marwah, saudara wanitaku berkata, “Aku
bangga sekali kepada Bunda Hajar. Lihat saja, sejak ribuan tahun lalu semua
orang mengikuti larinya.”
Ka’bah terlihat seperti samudra, tempat bermuaranya semua sungai yang ada.
Percikan indah puisi dan lautan bagaikan kipas angin yang terpasang di
dinding rumah Allah, dengan baling-balingnya yang using dan penuh pedih
berputar-putar. Aku pun tak mampu mengkhatamkan al-Fatihah sepanjang
tawaf. “Aku hanya bisa membaca sampai lafaz Iyyakana’budu wa iyyaka
nastai’in.” Setelah membaca ayat itu, aku selalu saja terpaku. Kami pun
menangis saat bersama-sama berdoa di Hijr Ismail. Kami seperti merasakan
perjuangan, cinta dan keimanan Ibunda Hajar dan Khadijah. Menikmati
mereka sebagai guru yang mulia dan penuh kelembutan yang sedang
memberikan pelajaran ke dalam ruh kami. Kami kembali mengenal dan
bersaksi kepada Nabi Muhammad, utusan terakhir yang telah memberi contoh
dengan kehidupan dan pengajaran Rabbaninya.
Sabda Nabi : “Wanita, bau yang harum, dan cahaya mataku adalah shalat…”
(Istanbul, 2009)