Anda di halaman 1dari 17

Intertekstualitas Novel Layla Majnun Karya Nizami dan Novel Mencari Cinta

yang Hilang Karya Abdulkarim Khiaratullah.

Hervina A. Sanua

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Negeri Gorontalo

Anggota

Ellyana G. Hinta
Muslimin

ABSTRAK

Perbandingan yang muncul dalam kedua Novel Layla Majnun karya Nizami
dan Novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, yang bermula
pada persamaan dan perbedaan yang menjol yang salah satunya yaitu meninggalnya
tokoh perempuan dalam kedua novel ini, yang bermula dari dipisahkan tokoh
perempuan dengan kekasih hatinya dan dijodohkan dengan seseorang yang tidak
diinginkannya hingga tokoh perempuan mengalami tekanan batin yang mendalam
sehingga berujung dengan kematian. Permasalahan dalam penelitian ini yakni (1)
Bagaimana ekspansi novel Layla Majnun karya Nizami dan Novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, (2) Bagaimana konversi Novel Layla
Majnun karya Nizami dan Novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim
Khiaratullah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek Ekspansi dan
aspek Konversi pada Novel Layla Majnun karya Nizami dan Novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif atau
metode perbandingan. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Layla Majnun
karya Nizami dan novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa Novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah terkait dengan aspek ekspansi meliputi
pengembangan, perluasan dan perubah isi cerita yang ada dalam novel Layla Majnun
karya Nizami yang dilihat dari segi latar, alur, tokoh, penokohan dan gaya bahasa.
Serta novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah terdapat
pemutarbalikan cerita yang ada dalam novel Layla Majnun karya Nizami yang dilihat
dari segi alur, tokoh, penokohan, dan gaya bahasa.
Kata-kata kunci : Novel, Intertekstualitas
PENDAHULUAN
Manusia merupakan mahluk yang mempunyai berbagai kreativitas, Manusia
mampu menciptakan berbagai hal yang mereka inginkan termasuk menciptakan
sebuah karya sastra. Karya sastra merupakan karya yang diciptakan oleh pengarang,
selain untuk mencurahkan perasaan pengarang dapat juga berfungsi sebagai hiburan
bagi yang membacanya. Karya sastra terbagi atas dua gendre sastra, yang berbentuk
lisan dan tulisan, karya sastra tulis seperti puisi, cerpen, dan novel. Puisi merupakan
karya sastra yang terdiri dari empat baris atau lebih dan mempunyai beberapa
paragraf, cerpen merupakan cerita pendek yang menceritakan secara singkat padat
dan jelas serta terdiri dari beberapa halaman saja, sedangkan novel merupakan
sebuah cerita yang secara mendalam menceritakan keseluruhan isi cerita secara
terperinci yang terdiri dari seratus halaman atau lebih. Pada penelitian ini lebih
difokuskan pada gendre sastra tulis yang berbentuk novel.
Novel merupakan sebuah karya sastra yang banyak dikenal oleh masyarakat
luas terutama bagi orang-orang yang banyak menikmatinya. Seperti yang di ketahui
bahwa karya sastra novel merupakan karya sastra yang dapat diciptakan oleh siapa
saja, Menurut Aziez dan Hasim (2010:7), novel adalah sebuah gendre sastra yang
memiliki bentuk utama prosa, dengan panjang yang kurang lebih bisa untuk mengisi
satu atau dua volume kecil, yang menggambarkan kehidupan nyata dalam suatu plot
yang cukup kompleks. Selain istilah “novel”, ada pula istilah “novelet atau novela”
dalam bahasa Inggris novella. Novela atau novelet merupakan bentuk cerita
(layaknya novel), namun tidak sepanjang novel, dan juga tidak sependek cerita
pendek (short story). Pada penelitian ini, digunakan dua novel yang dikaji sekaligus
untuk melihat persamaan yang ada dalam novel yang berjudul Layla Majnun karya
Nizami dan novel Mencari Cinta Yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah dengan
menggunakan pendekatan intertekstual.
Dalam novel Layla Majnun karya Nizami dan novel Mencari Cinta yang
Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah mempunyai banyak persamaan antara
keduanya, persamaan yang menonjol pada kedua novel ini yakni tokoh utama pria
dan wanita yang saling mencintai satu sama lain lalu dipisahkan dan tokoh wanita
dijodohkan dengan orang lain, akibat perjodohan tersebut tokoh wanita mengalami
tekanan batin yang mendalam sehingga berujung dengan kematian.
Dalam melihat persamaan dan perbedaan pada kedua novel Layla Majnun karya
Nizami dan novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah,
menggunakan pendekatan intertekstual. Intertekstual merupakan perbandingan antara
dua karya sastra atau lebih dalam satu penelitian tertentu, menurut Kutha Ratna
(2008:172), secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks
yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa latin)
berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan.
Selain persamaan dan perbedaan yang ada, terdapat pula ekspansi dan konversi di
dalam kedua novel ini. Ekspansi merupakan perluasan, pengembangan, dan
perubahan yang dilakukan oleh pengarang dan konversi merupakan pemutarbalikan
hipogram atau perubahan kalimat dari karya sebelumnya ke karya yang berikutnya.

METODE PENELITIAN
Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sastra
bandingan, yakni metode yang membandingkan dua karya sastra atau lebih. Menurut
Endraswara (2013: 140) metode sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan metode
sastra, yang objeknya lebih dari satu karya. Penekanan sastra bandingan adalah pada
aspek kesejarahan teks. Pada dasarnya, metode sastra bandingan dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu, (1) metode perbandingan diakronik,
yaitu untuk membandingkan dua karya atau lebih yang berbeda periode penciptaan
(2) metode perbandingan singkronik, yaitu perbandingan karya sastra yang se-zaman.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi
menurut Arikunto (2010:274) dokumentasi adalah mencari data yang mengenai hal-
hal variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lenger, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah novel Layla Majnun karya Nizami dan novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian ini yaitu perbandingan antara kedua cerita dalam novel yang
berbeda ini yaitu novel Layla Majnun karya Nizami dan novel Mencari Cinta yang
Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, keduanya mempunyai cerita yang sangat
mirip yang bermula dari sepasang kekasih yang saling mencintai sehingga sepasang
kekasih yang dipisahkan karena banyak konflik yang muncul karena hubungan
mereka dan dipisahkan antara keduanya sehingga berujung dengan kematian oleh
tokoh perempuannya.
Ekspansi pada bagian latar dalam novel Layla Majnun karya Nizami dan novel
Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah. Ekspansi pada bagian
latar dapat dilihat pada penggalan kutipan Novel Layla Majnun karya Nizami, yakni
sebagai berikut.
Syed Omri setuju. Ia mempersiapkan segala sesuatu yang dirasa
perlu, dan ketika bulan Haji tiba, Ia pergi dengan kafilah kecil ke
kota suci. Ia memilih unta terbaik untuk melalukan perjalanan.
Majnun, buah hatinya, pun dibuatkan tandu, untuk memandu pemuda
sakit cinta itu dengan nyaman layaknya berada di dalam ayunan
rembulan
Mereka tiba di Mekah dengan selamat. Kemudian, pemimpin
Bani Amir itu menaburkan derma ke kerumunan orang, seperti badai
pasir yang membawa keping-keping emas.
(Nizami, Hal 41)

Seperti yang tampak pada penggalan Novel Layla Majnun karya Nizami di atas,
terlihat bahwa latar yang digunakan pengarang novel ini yakni di tanah Suci Mekah
yang bermula pemberangkatan Syed Omri (Ayah Qays) bersama rombongan dan
Anaknya yang bernama Qays (Majnun) sampai ke tempat tujuan untuk menunaikan
ibadah haji, latar yang sama juga terdapat pada Novel Mencari Cinta yang Hilang
karya Abdulkarim Khiaratullah, hal tersebut dapat dilihat pada penggalan Novel di
bawah ini.
Usai melontar jumrah, para jamaah kembali ke Makkah untuk
melakukan thawaf ifadah yang merupakan rukun haji. Mengelilingi
Ka’bah tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad
dengan Ka’bah berada di sebelah kiri. Dalam melakukan thawaf,
haruslah dalam keadaan suci karena ibadah thawaf seperti ibadah
shalat.
(Khiaratullah, Hal. 217-218)

Pada kedua penggalan Novel Layla Majnun karya Nizami dan Novel Mencari
Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, terlihat jelas bahwa mempunyai
kesamaan latar yakni sama-sama berada di Tanah Suci Mekah dengan tujuan yang
sama pula yaitu sama-sama menunaikan ibadah haji, tetapi perubahan yang nampak
yakni pada Novel Layla Majnun karya Nizami, Qays yang berangkat bersama sang
Ayah yang bernama Syed Omri dan merencanakan keberangkatan mereka yaitu Syed
Omri, berbeda dengan Novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim
Khiaratullah jika latar yang ada sama-sama berada pada di Tanah Suci Mekah tetapi
keberangkatan hanyalah Fauzi hanya seorang diri tanpa Ayah ataupun sanak
saudaranya, serta perluasan yang lainnya yakni jika pada novel Layla Majnun
pengarang menceritakan keberangkatan sampai pada tempat tujuan yang sekaligus
diceritakan, berbeda dengan novel Mencari Cinta yang Hilang pengarang
memperluas dengan menceritakan awal keberangkatan pada bab lainnya begitupun
dengan sampainya tempat tujuan yang diceritakan pada bab selanjutnya.
Aspek ekspansi pada bagian alur dalam novel Layla Majnun karya Nizami dan
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.
Qays segera menjadi salah satu murid terbaik. Dengan cepat
ingin menguasai seni baca-tulis. Ketika berbicara, seolah-olah
indahnya menyemburkan mutiara. Indah didengar. Tetapi tiba-tiba,
terjadi sesuatu yang tak terkira. Lihatlah! Ada murid-murid
perempuan di sana. Seperti para murid laki-laki, mereka pun berasal
dari keluarga terpandang dari kabilah-kabilah yang beragam. Suatu
hari datang seorang gadis kecil yang jelita, sebuah keindahan yang
jarang dilihat oleh mata. Tubuhnya sejenjang cemara. Tatapannya
bak kerlingan mata rusa, mampu menembus ribuan hati dengan
sekilas pandangan tak terduga. Dengan satu kedipan saja ia bisa
mencincang seluruh isi dunia. Orang-orang memanggilnya Layla.
(Nizami, hal 13)

Hal yang sama juga terjadi pada novel Mencari Cinta yang Hilang karya
Abdulkarim Khiaratullah di bawah ini.
Buya Abdullah berjanji akan memberikanku tazkiyah sebagai
salah satu syarat pendaftaran ke Jami’ah al-Imam. Sungguh suatu
kebetulan bagiku.
(Khiaratullah, hal 61)

Pada penggalan novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim


Khiaratullah, terlihat bahwa Fauzi yang memang lebih dari teman-temannya dan bisa
dikatakan bahwa Fauzi merupakan murid terbaik gurunya karena memiliki
kemampuan yang lebih, sehingga Fauzi mendapatkan pelajaran yang tidak semua
santri dapatkan dari sang guru itu. Pada penggalan novel Mencari Cinta yang Hilang
karya Abdulkarim Khiaratullah yang berikutnya yakni sebagai berkut.
Rahima memang cantik. Ia berwajah oval. Kalau tersenyum,
terbentuk lesung pipit di kedua belah pipinya. Ia kelihatan semakin
anggun memakai baju abaya hijau muda dengan jilbab lebar
berwarna putih bersih. Kelihatan serasi sekali.
Aku mengenal Rahima sebagai gadis yang baik dan berprestasi.
Di kelasnya, ia selalu meraih ranking satu. Tidak banyak gadis kota
yang sepertinya. Kudengar, banyak santriawan yang menaruh hati
padanya. Bahkan, ada yang diam-diam berani mengirim surat.
Namun, tidak satu pun yang ia gubris. Ia pernah curhat sama Ibu,
tidak mau menghabiskan waktu untuk memikirkan hal seperti itu.
Rahima memang dekat dengan Ibu. Ia lebih memilih menceritakan
masalah pribadinya kepada ibuku ketimbang orang tuanya sendiri.
Ketika Ibu bertanya mengenai hal ini, ia mengatakan kalau malu.
(Khiaratullah, hal 46-47)

Dari kutipan-kutipan di atas jelas terlihat bahwa perluasan pada alur yang
dilakukan pengarang pada novel Mencari Cinta yang Hilang, jika pada novel Layla
Majnun menceritakan sekaligus dari awal Qays (Majnun) menjadi murid terbaik
sampai Qays (Majnun) bertemu dengan sang kekasih bernama Layla yang
mempunyai kecantikan luar biasa, tetapi pada novel Mencari Cinta yang Hilang
menceritakan pada awal cerita bahwa Fauzi menjadi seorang murid terbaik, tetapi
pada bagian yang menceritakan kecantikan Rahima, pengarang menceritakan pada
bab lain sehingga ini salah satu cara pengarang untuk memperluas dan
memperpanjang cerita dari cerita yang sebelumnya.
Ekspansi pada bagian tokoh dalam novel Layla Majnun karya Nizami dan
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, dapat dilihat pada
penggalan novel di bawah ini.
Dua minggu setelah persalinan, sang bayi bersinar seperti
rembulan di hari keempat belas. Orang tuanya memberi nama Qays.
Setahun berlalu indah dan ketampanan wajah bocah itu
sempurna sudah. Layaknya seberkas cahaya menembus cairan,
cahaya cinta pun memancar melewati tubuhnya.
(Nizami, Hal 12)

Dari penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di atas, dapat dilihat
bahwa cara pengarang memperkenalkan tokoh utama pria yang bernama Qays
(Majnun) sebagai seorang anak yang lahir dengan segala kelebihan yang ia miliki
yakni memiliki kesempurnaan wajah, sedangkan pada penggalan kutipan novel
Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, hal yang sama juga pada
penggalan kutipan di bawah ini.
Di kota nan asri inilah aku dibesarkan oleh Ibu seorang dirinya.
Dengan tabah dan sabar, beliau mendidikku di tengah kondisi
keuangan yang serba pas-pasan. Ayah telah tiada sejak sembilan
belas tahun lalu ketika aku belum sempat merasakan indahnya kasih
sayang seorang Ayah. Beliau meninggal karena penyakit jantung
yang sudah cukup lama dideritanya.
(Khiaratullah, Hal 14-15)

Persamaan yang nampak pada perkenalan kedua tokoh pada novel yang
berbeda ini yakni sama-sama memperkenalkan tokoh utama pria tetapi cara yang
digunakan kedua pengarang sangat berbeda, jika pada novel Layla Majnun karya
Nizami tokoh Qays (Majnun) yang dikenalkan mulai pada kelahirannya sampai pada
masa dewasanya, sedangkan pada novel Mencari Cinta yang Hilang, yakni
pengarang langsung memperkenalkan pada saat toko utama pria yang bernama Fauzi
yang sudah mulai beranjak dewasa.
Ekspansi pada tokoh dapat dilihat pada penggalan kedua novel di bawah ini.
“Renungkanlah,” katanya kepada ayah Layla, “manusia macam
apa Ibnu Salam itu. Dia seorang kesatria yang ketanguhannya
bagaikan singa, tulang punggung segala pasukan, dan kebanggan
seluruh bangsa Arabia! pedangnya sangat dasyat dan mampu
memburaikan lawan-lawannya dengan sekali sabetan. Pasukan yang
tak terkira banyaknya senantiasa tunduk dan patuh kepadanya.
Kemana saja ia melangkah, namanya yang harum belari terlebih
dahulu mendahuluinya. Kehormatan gilang-gemilang tanpa aib
sedikit pun. Ia bisa menumpahkan darah seperti menumpahkan air
dan menaburkan keping-keping emasnya seperti menyaur-nyaurkan
pasir saja. Siapa yang tak bakal menerima kesatria perkasa sebagai
menantunya? Bila Tuan membutuhkan orang-orang kepercayaan,
tentu ia akan mencarikan untuk tuan. Bila Tuan membutuhkan
perlindungan, pasti ia akan memberikannya.”
(Nizami, Hal 116-117)

Hal yang sama dapat dilihat pada penggalan novel Mencari Cinta yang Hilang
karya Abdulkarim Khiaratullah, sebagai berikut.
Apakah engkau tega membiarkan Adinda merana untuk
selamanya? Apakah tidak ada harapan bagi gadis yang malang ini?
Apakah kesempatan itu benar-benar sudah tertutup? Adinda mohon,
lakukanlah sesuatu. Adinda lebih baik tidak menikah dengan siapa
pun selamanya daripada hidup bersama orang yang tidak dicintai.
Kakanda sebenarnya tahu, Agung bukanlah lelaki yang baik. Ia
dikeluarkan dari Universitas Al-Azhar karena melakukan
pelanggaran. Di kampung, ia lebih dikenal sebagai kacang miang
daripada mantan mahasiswa Al-Azhar. Ia mau menikahi Adinda
bukan karena cinta, tetapi karena harta. Adinda tidak akan bisa
mencintai siapa pun selain Kakanda. Adinda mohon, lakukanlah
sesuatu.
(Khiaratullah, Hal 353)

Dari kedua kutipan di atas bahwa perubahan yang terjadi pada novel Layla
Majnun karya Nizami yang menceritakan bahwa tokoh Ibnu Salam merupakan tokoh
yang hadir diantara Layla dan Qays (Majnun) yang mempunyai karakter yang gagah
dan mempunyai banyak harta sehingga hal tersebut yang menarik Ayah Layla untuk
menerima pemuda tersebut, sedangkan pada novel Mencari Cinta yang Hilang karya
Abdulkarim Khiaratullah tokoh Agung yang mempunyai sifat yang kurang baik serta
menikah dengan Rahima hanya karena harta, tetapi Rahima dan keluarganya tidak
bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah karena Ayah Rahima tidak punya daya
menerima ancaman yang diberikan oleh Ayah Agung. Tokoh yang hadir sebagai
orang ketiga ini sangat jauh berbeda Ibnu Salam yang baik dan mempunyai banyak
harta tetapi tokoh Agung yang justru hadir dengan karakter yang kurang baik serta
menikah hanya karena harta.
Eksapnsi pada bagian gaya bahasa dapat dilihat pada penggalan kutipan novel
Layla Majnun karya Nizami di bawah ini.
Suatu hari datang seorang gadis kecil yang jelita, sebuah
keindahan yang jarang dilihat oleh mata. Tubuhnya sejenjang
cemara. Tatapannya bak kerlingan mata rusa, mampu menembus
ribuan hati dengan sekilas pandangan tak terduga. Dengan satu
kedipan saja ia bisa mencincang seluruh isi dunia. Orang-orang
memanggilnya Layla.
(Nizami, hal 13)

Dari penggalan kutipan novel Layla Majnun di atas dapat dilihat penggarang

novel ini menggunakan gaya bahasa yang menggambarkan kecantikan tokoh Layla,

pengarang banyak sekali menggunakan gaya bahasa seperti hiperbola yang

menggambarkan sesuatu secara berlebihan yang luar batas kemampuan manusia,

seperti penggalan yang menggambarkan mencincang seluruh isi dunia, sedangkan

pada penggalan novel pembandingnya novel Mencari Cinta yang Hilang dapat dilihat

penggalan novel di bawah ini.

Rahima memang cantik. Ia berwajah oval. Kalau tersenyum,


terbentuk lesung pipit di kedua belah pipinya. Ia kelihatan semakin
anggun memakai baju abaya hijau muda dengan jilbab lebar
berwarna putih bersih. Kelihatan serasi sekali.
(Khiaratullah, hal 46-47)

Dari kedua penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami dan novel
Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah di atas, dapat dilihat
ekspansi pada bagian gaya bahasa, pengarang novel Layla Majnun menggunakan
gaya bahasa hiperbola dan perbandingan (simile) dalam novelnya, sementara novel
pembandingnya yakni novel Mencari Cinta yang Hilang tidak menggunakan gaya
bahasa apapun dalam kutipan yang terlihat pada bagian gaya bahasa ini, inilah
perubahan-perubahan yang dilakukan pengarang yang selanjutnya.
Aspek konversi pada bagian alur dari kedua novel, hal yang pertama dilihat
pada penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di bawah ini.
“Hari perkawinan segera ditetapkan. Saat subuh datang dan
matahari menyelimuti punggung malam dengan sajadah cahayanya
yang gemerlapan, yang dijalin dari cahaya permulaan seperti juru rias
yang menghiasi bahu mempelai pria, ayah Lyla memulai
kesibukannya. Ibnu Salam, rombongan pengiringnya, dan para tamu
lainnya diarak ke tenda pesta, tampat egala sesuatu telah
dipersiapkan dengan mewah untuk upacara pernikahan dua anak
manusia. Sebagaiamana adat-istiadat Arab, para tamu duduk bersama
sembari mengagumi hadiah-hadiah bagi pengantin wanita, koin-koin
perak dihamburkan seperti angin topan yang menerjang-nerjang.
Semua yang hadir menikmati makanan pilihan yang tak terungkap
lezatnya. Ikatan baru antara ua keluarga segera terbentuk. Begitulah
pesta itu berlangsung: penuh kata, canda, dan tawa, yang
menyemarakkan suasana.”
(Nizami, Hal 117-118)

Pada penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami tergambar bahwa
pejodohan yang dilakukan oleh Ayah Layla dan segera melangsungkan pernikahan
Layla dengan Ibnu Salam, alur cerita pada sama juga terlihat pada penggalan kutipan
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, yakni di bawah
ini.
Kakanda….
Dua hari yang lalu, Ayah terpaksa menerima pinangan anak
Mak Katik yng bernama Agung. Lima hari lagi, Adinda akan
melangsungkan pernikahan dengannya. Adinda tidak bisa berbuat
apa-apa. Adinda begitu emah untuk menolaknya. Mak Katik
mengancam Ayah, Ayah tidak bisa berbuat apa-apa. Mak Katik
selalu menyebutkan bahwa semua ini demi kepentingan adat. Ayah
terpaksa mengalah demi menjaga keutuhan keluarga. Ternyata, Mak
Katik bersikeras menentang pertunangan kita dengan tujuan untuk
menikahkan anaknya dengan Adinda. Adinda ingin berontak.
Namun, adinda tidak punya daya.
(Khiaratullah , Hal 348)

Dari kedua kutipan di atas jelas terlihat pemutar balikan yang dilakukan oleh
pengarang, jika pada novel Layla Majnun karya Nizami pengarang menggambarkan
bahwa Layla yang sesudah di lamar oleh Ibnu Salam melangsungkan pernikahan
tanpa sepengetahuan Qays (Majnun) sedangkan pada novel pembandinganya yakni
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah yang
menggambarkan bahwa Rahima yang akan dinikahkan dengan Agung tetapi hal ini
diketahui oleh sang kekasih yaitu Fauzi, tetapi Fauzi tidak bisa berbuat apa-apa,
inilah cara pengarang memutarbalikan alur cerita pada kedua novel ini, jika pada
novel Layla Majnun perihal pernikahan Layla dengan ibnu salam tidak diketaui oleh
Qays (Majnun) tetapi berbalik dengan novel pembandingnya yang Fauzi mengetahui
hal tersebut terjadi.
Aspek konversi atau pemutarbalikan hipogram pada bagian tokoh yang
pertama dapat dilihat pada penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di
bawah ini.
Pada orang-orang melarat ia bermurah hati. Berangkas
kekayaannya selalu terbuka bagi siapa saja. Pengelana-pengelana
asing yang bertandang ke istananya tiada yang tak terpuaskan. Tak
pernah sekali pun Syed Omri gagal dalam berusaha, seakan-akan
nasib baik selalu lengket dengan daging buahnya.
Akan tetapi, meskipun dihormati bak seorang raja, ia merasa
dirinya serupa lilin, yang termakan oleh nyalanya sendiri, tanpa
cukup mampu memancarkan cahaya. Kesedihan rahasia mendekam
di hatinya yang muram. Segala yang diinginkannya terpenuhi kecuali
satu: buah hati yang mampu menyamarkan hari-hari.
(Nizami, hal 9-10)
Dari penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di atas dapat dilihat
bahwa seorang yang bernama Syed Omri yang mempunyai kekayaan yang berlimpah
dan mempunyai kemurahan hati, tetapi satu yang kurang darinya yakni tidak
mempunyai keturunan hal tersebutlah yang membuat Syed Omri merasa kurang dari
hidupnya.
Pada penggalan kutipan novel Mencari Cinta yang hilang karya Abdulkarim
Khiaratullah dapat dilihat dibawah ini.
Di kota nan asri inilah aku dibesarkan oleh ibu seorang dirinya.
Dengan tabah dan sabar, beliau mendidikku di tengah kondisi
keuangan yang serba pas-pasan. Ayah telah tiada sejak sembilan
belas tahun lalu ketika aku belum sempat merasakan indahnya kasih
sayang seorang ayah. Beliau meninggal karena penyakit jantung yang
sudah cukup lama dideritanya.
(Khiaratullah, hal 14-15)

Pemutarbalikan tokoh yang pada kedua novel Layla Majnun karya Nizami dan
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, jika pada novel
Layla Majnun tokoh Syed Omri yang tidak lain adalah Ayah Qays (Majnun) yang
mempunyai banyak harta tetapi menginginkan keturunan sedangkan pada novel
pembandingnya yaitu novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim
Khiaratullah yang menggambarkan bahwa Fauzi yang hanya hidup dengan Ibunya
serta mempunyai kehidupan yang serba berkecukupan, hal inilah yang terlihat sangat
berbanding terbalik antara kedua novel ini yang dilihat dari segi masing-masing
tokoh.
Aspek konversi pada bagian penokohan yang ada dalam kedua novel dapat

dilihat pada kutipan-kutipan di bawah ini.

“Tuan sepatutnya berdoa agar putra Tuan bisa disembuhkan.


Setelah itu Tuan boleh berbicara lagi tentang perkawinan. Tetapi jika
ia masih gila, lupakan saja keinginan Tuan. Tak seorangpun mau
menukar permata cemerlang dengan barang rombengan. Dan masih
ada hal lain. Tuan pasti tahu, orang Arab berlidah tajam dan bermata
sangar. Apa kata mereka bila saya menerima lamaran Tuan? Lupakan
sajalah keinginan Tuan!”
Inilah pil pahit yang harus ditelan Syed Omri. Apalagi yang bisa
ia katakan? Tiada, dan begitu pula dengan seluruh anggota
rombongannya. Yang bisa dilakukannya hanyalah pamit untuk
pulang. Iring-iringan Bani Amir pulang dengan tangan hampa,
padahal saat berangkat mereka sangat percaya bisa mendapatkan
Layla.
(Nizami, hal 33)

Dari penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di atas, jelas
tergambar bahwa karakter Ayah Layla yang menolak lamaran dan menentang
hubungan Layla dan Qays (Majnun) berbanding terbalik dengan tokoh yang ada pada
novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah dapat dilihat pada
penggalan kutipan novel berikut ini.
“Fauzi,” ujar lirih Ayah sambil mengarahkan pandangan kepada
Rahima. Kemudian, Ayah kembali menatapku. “Maksud Ayah,
maukah kamu menikah dengan Rahima?”
Langit-langit sore seolah runtuh menimpaku. Patir seolah
bergemuruh. Aku yang bagaikan seseorang yang diintrogasi
pengadilan cinta tidak dapat berkata apa-apa, seolah tak siap
menerimah anugerah ini. Kenapa semuanya terjadi begitu tiba-tiba?
(Khiaratullah, hal 226)

Pemutarbalikan yang dilakukan pengarang, jika pada novel Layla Majnun


karya Nizami tokoh Ayah Layla yang bersih keras ingin memisahkan Layla dan
Majnun, hal ini berbanding terbalik dengan tokoh yang ada pada novel Mencari
Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah tokoh Ayah Rahima justru yang
ingin menjodohkan Rahima dengan Fauzi. Pemutarbalikan yang sangat terlihat jelas
karakter kedua tokoh ini sangat berbanding terbalik jika dilihat dengan seksama.
Konversi pada bagian gaya bahasa dapat dilihat pada penggalan kutipan novel
Layla Majnun karya Nizami di bawah ini.
“Renungkanlah,” katanya kepada ayah Layla, “manusia macam
apa Ibnu Salam itu. Dia seorang kesatria yang ketanguhannya
bagaikan singa, tulang punggung segala pasukan, dan kebanggan
seluruh bangsa Arabia! pedangnya sangat dasyat dan mampu
memburaikan lawan-lawannya dengan sekali sabetan. Pasukan yang
tak terkira banyaknya senantiasa tunduk dan patuh kepadanya.
Kemana saja ia melangkah, namanya yang harum belari terlebih
dahulu mendahuluinya.
(Nizami, Hal 116-117)

Dari penggalan kutipan novel Layla Majnun karya Nizami di atas, dapat dilihat
bahwa pengarang menggambarkan kekuatan Ibnu Salam dengan menggunakan gaya
bahasa perbandingan (simile) yang menggambarkan bahwa ketangguhannya
bagaikan singa, singa yang dimaksudkan yang berarti tak terkalahkan oleh siapa saja
karena singa merupakan hewan buas yang tiada tertandingi sehingga mendapat
julukan sebagai raja hutan, gaya bahasa yang selanjutnya digunakan oleh pengarang
yakni gaya bahasa personifikasi yang diketahui bahwa personifikasi merupakan gaya
bahasa yang diberikan sifat-sifat manusia seperti pada penggalan kutipan novel di
atas dapat dilihat bahwa pengarang yang menggambarkan nama Ibnu Salam yang
sangat terkenal sehingga pengarang menggambarkan hal tersebut dengan “namanya
yang harum berlari terlebih dahulu mendahuluinya” kata berlari inilah salah satu gaya
bahasa yang digunakan pengarang untuk menggambarkan maksudanya. Berbanding
terbalik dengan sifat dan karakter tokoh Agung yang ada pada novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, hal tersebut dapat dilihat pada
penggalan kutipan novel di bawah ini.
Kakanda sebenarnya tahu, Agung bukanlah lelaki yang baik. Ia
dikeluarkan dari Universitas Al-Azhar karena melakukan
pelanggaran. Di kampung, ia lebih dikenal sebagai kacang miang
daripada mantan mahasiswa Al-Azhar. Ia mau menikahi Adinda
bukan karena cinta, tetapi karena harta. Adinda tidak akan bisa
mencintai siapa pun selain Kakanda. Adinda mohon, lakukanlah
sesuatu.
(Khiaratullah, Hal 353)

Pemutarbalikan yang nampak pada bagian gaya bahasa sangat jelas terlihat jika
pada novel Layla Majnun pengarang yang menggambarkan dengan menggunakan
gaya bahasa perbandingan (simile) dan gaya bahasa personifikasi dengan karakter
tokoh yang sangat gagah dan mempunyai sifat yang baik, hal ini berbanding terbalik
dengan tokoh Agung dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim
Khiaratullah yang tidak menggunakan gaya bahasa dan karakter tokoh yang tampak
bahwa Agung merupakan tokoh yang memiliki karakter yang buruk.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1) Pengembangan, perluasan dan perubahan atau yang disebut dengan ekspansi
yang terjadi pada novel kedua novel ini, yakni novel Layla Majnun karya Nizami
dan novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, dilihat
dari bagian latar yang mengalami perluasan dan perubahan, pada bagian alur
terdapat perluasan, pengembangan dan perubahan, bagian tokoh terdapat
pengembangan dan perubahan, bagian penokohan terdapat Pengembangan dan
perubahan serta pada bagian terakhir yakni gaya bahasa terdapat perubahan di
dalam kedua novel ini.
2) Pemutarbalikan hipogram atau disebut dengan konversi yang terdapat pada
kedua novel, yakni novel Layla Majnun karya Nizami dan novel Mencari Cinta
yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, pemutarbalikan yang terjadi pada
kedua novel ini terdapat pada bagian Alur, tokoh, penokohan dan gaya bahasa
yang ada dalam kedua novel tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas,


maka yang menjadi saran penulis sebagai berikut.
1) Diharapkan kepada pembaca agar lebih mendalami hasil penelitian yang telah
diteliti, sebab penelitian ini berguna bagi dunia pendidikan dan masih banyak
peserta didik yang belum mengetahui secara mendalam tentang teori intertekstual
dalam segala aspeknya dalam karya sastra khususnya karya sastra novel.
2) Diharapkan kepada peneliti selanjutnya, agar lebih membuka wawasannya dalam
menganalisis novel, serta dapat mengembangkan teori-teori tentang interteks.
DAFTAR RUJUKAN

Sudikan, Setya Yuwana. 2014. Metode Penelitian Sastra Lisan. Lamongan:


CV.Pustaka Ilalang Group.
Aziez, Furqonul dan Abdul, Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Endraswara, Suardi. 2013. Medologi Penelitian Sastra: Epistimologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.
Endraswara, Suardi. 2013. Medologi Penelitian Sastra: Epistimologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.

Anda mungkin juga menyukai