Abstrak
Novel merupakan sebuah karya fiksi, prosa yang tertulis, dan naratif yang umumnya berbentuk
cerita. Novel sebagai karya sastra memiliki fungsi sebagai tempat pengungkapan pemikiran
pengarang sebagai tanggapan atau respons terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Di
dalam novel terkandung tokoh dengan masing-masing karakternya dan rangkaian peristiwa
seperti halnya kehidupan nyata. Sejalan dengan itu, “Pujangga Baru” adalah angkatan sastra
yang berdiri menggantikan angkatan sebelumnya, yaitu Balai Pustaka dari tahun 1933 hingga
1942. Pujangga Baru banyak menerbitkan karya sastra yang salah satu di antaranya adalah
novel berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka. Dalam novel berjudul Di Bawah
Lindungan Ka’bah karya Hamka tersebut akan dianalisis berdasarkan pendekatan objektif yang
terdiri atas fakta cerita dan sarana sastra untuk memahami sebuah karya sastra yang
merupakan salah satu bentuk prosa dan membuat karya sastra agar lebih berwujud.
Kata kunci: novel, fakta cerita, sarana sastra
Abstract
Novel is a work of fiction, written prose, and narrative which is generally in the form of a story.
The novel as a literary work has a function as a place for expressing the author's thoughts in
response to something that happens around him. The novel contains characters with each
character and a series of events just like real life. Accordingly, the "Pujangga Baru" was a
literary generation that replaced the previous generation, namely Balai Pustaka from 1933 to
1942. The New Pujangga published many literary works, one of which was a novel entitled Di
Bawah Lindungan Ka’bah by Hamka. In the novel entitled Under the Protection of the Ka'bah
by Hamka, it will be analyzed based on an objective approach consisting of story facts and
literary tools to understand a literary work which is a form of prose and to make literary works
more tangible.
Keywords: novel, story facts, literary means
Pendahuluan
Novel karya Hamka yang berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah” merupakan novel
yang diterbitkan oleh angkatan Pujangga Pada tahun 1938. Novel ini merupakan karya yang
cukup menarik karena dapat dijadikan teladan bagi masyarakat bahwa nilai kedermawanan dan
keikhlasan sangat dibutuhkan dalam menjalankan kehidupan.
Novel karya Hamka yang berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah” ini menceritakan
tentang seorang pemuda yang bernama Hamid, sejak usianya empat tahun ia sudah di tinggal
oleh ayahnya. Masa kecilnya ia habiskan untuk membantu ibunya memenuhi kebutuhan sehari-
hari sebagai penjual kue keliling. Hingga suatu hari ia bertemu dengan keluarga Engku Haji Jafar
yang baik hati dan kaya raya.
Karena merasa kasihan melihat tetangganya yang menderita maka keluarga Haji Jafar
meminta agar Hamid dan Ibunya tinggal dan bekerja di rumahnya. Dan Hamid diangkat sebagai
anak oleh Engku Haji Jafar karena dia anak yang cerdas, rajin, sopan, dan taat beragama. Hamid
juga di sekolahkan ke HIS bersama Zainab, anak Haji Jafar.Tamat dari HIS keduanya kemudian
melanjutkan ke Mulo sampai keduanya mendapat ijazah. Dan ternyata selama kebersamaan
mereka itu, membuat keduanya saling jatuh cinta.
Namun perasaan itu hanya mereka pendam dalam hati. Hamid menyadari bahwa dirinya
hanyalah seorang anak dari keluarga miskin yang dibiayai oleh keluarga Haji Jafar. Itulah
kenapa dia hanya memendam rasa sukanya terhadap Zainab. Setelah tamat dari Mulo baru
mereka berpisah. Zainab menjalani pingitan sesuai adat di desa itu sedangkan Hamid
melanjutkan sekolah agama ke Padang Panjang. Di sekolah itulah Hamid mempunyai seorang
teman laki-laki yang bernama Saleh.
Suatu hari kabar mengejutkan datang, Hamid mendapat kabar bahwa ayah angkatnya,
Haji Jafar meninggal dunia dan tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggaldunia. Dan
sejak kematian ayah angkatnya, Hamid jarang bahkan tidak pernah menemui Zainab, hingga
pada suatu petang, saat Hamid pergijalan-jalan di pesisir, ia bertemu dengan Mak Asiah,
ibuangkatnya. Pada pertemuan itu Asiah berharap agar Hamid bisa datang kerumahnya, karena
ada suatu hal penting yang ingin dibicarakannya. Pada keesokan harinya Hamid datang kerumah
Mak Asiah, dan beliau meminta tolong agar Hamid mau membujuk Zainab untuk bersedia
dinikahkan dengan kemenakan Haji Jafar.
Meskipun permintaan itu bertentangan dengan isihatinya, dia tetap melaksanakan apa
yang diminta Mak Asiah. Akan Tetapi permintaan itu ternyata ditolak oleh Zainab dengan alasan
ia belum ingin menikah.Semenjak kejadian itu Hamid tidak pernah datang lagi, dia hanya
mengirimkan surat kepada Zainab dan mengatakan bahwa ia akan pergi jauh mengikuti langkah
kakinya berjalan. Surat Hamid itulah yang selalu mendampingi Zainab yang dalam kesepian itu.
Hamid meratau sampai ketanah suci, di negeri itu ia bertemu dengan Saleh, temannya
dulu. Istri Saleh ternyata adalah sahabat baik Zainab. Dari surat Rosna yang dikirim untuk
suaminya, Hamid mengetahui bahwa Zainab sakit dan ia sangat mengharapkan kedatangan
Hamid. Zainab sendiri mengirim surat kepada Hamid dan mengatakan bahwa hamid harus
kembali, kalau tidak, mungkin akan terjadi sesuatu padanya. Dan benar saja seminggu setelah
itu, Zainab menghembuskan nafas terakhirnya. Saleh yang mengetahui kabar meninggalnya
Zainab dari istrinya pun tidak tega memberitahu kabar tersebut pada Hamid. Namun akhirnya
atas desakan dari Hamid, Saleh memberitahukan kabar tersebut.
Setelah mendengar kabar menyedihkan itu, Hamid tetap memaksakan diri untuk
berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia jatuh lunglai, sehingga Saleh mengupah
orang Badui untuk memapah Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil
Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Dan kemudian
Hamid pun meninggalkan dunia di hadapan Kabah, menyusul sang kekasih.
Artikel ini akan membahas terkait dengan pendekatan objektif (fakta cerita dan sarana
sastra) pada novel yang berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya Hamka yang mencakup
identifikasi dan analisis tema, latar, alur, tokoh, penokohan,, sudut pandang, dan amanat.
Analisis tersebut akan dibahas secara berurutan sebagai berikut.
Kajian Pustaka
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang sangat mengutamakan penyelidikan
karya sastra berdasarkan kenyataan teks sastra itu sendiri (Hasanuddin, 2019:131). Sejalan
dengan itu pendekatan objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya
sastra itu sendiri tanpa menghubungkan dengan hal-hal di luar karya sastra. Pendekatan ini
tidak perlu mengaitkan karya sastra dengan pengarang/penciptanya, dengan kenyataan alam
semesta/realitas objektif sebagai sumber pencitaan, dan dengan pembaca sebagai sasaran
penciptaan (Hasanuddin, 2019:129). Pendekatan objektif adalah pendekatan yang
menitikberatkan pada teks sastra yang disebut strukturalisme atau intrinsik (Endraswara,
2011:9).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan objektif merupakan
pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai unsur otonom yang
mengarah pada analisis sastra secara strukturalisme. Dalam pengaplikasian pendekatan
objektif, prosa akan dianalisis berdasarkan fakta cerita dan sarana sastra sebagai berikut:
1. Tema
Menurut menurut Suarta dan Dwipayana (dalam Mido, 1994:19) tema adalah suatu
gagasan sentral yang menjadi dasar penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran dari
karangannya. Sedangkan pendapat menurut Hartati (dalam Suroto, 1989:88) tema adalah
sesuatu yang menjadi pokok persoalan atau sesuatu yang menjadi pemikiran dalam sebuah
cerita. Sejalan dengan pendapat Hermawan dan Shandi (dalam Nurgiyanto, 2013:133) tema
merupakan makna yang dikandungkan cerita dalam karya fiksi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan
utama yang menjadi pokok persoalan yang dikandung dalam karya fiksi.
2. Plot/Alur
Menurut Suarta dan Dwipayana (dalam Nurgiyantoro, 2005:110) menyatakan alur/plot
merupakan kerangka dasar yang penting bagi sebuah karya fiksi karena tanpa alur mustahil ada
jalinan cerita yang utuh. Sedangkan pendapat menurut Hartati (dalam Suroto, 1989:89) alur
adalah jalan cerita yang berupa peristiwa- peristiwa yang disusun satu per satu dan saling
berkaitan sebab akibat dari awal sampai akhir. Sejalan dengan pendapat menurut Hartati (dalam
Aminuddin, 2002:83) alur adalah rangakian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Bedasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa plot adalah rangkaian
jalan cerita yang berupa tahapan-tahapan peristiwa yang utuh dari awal sampai akhir cerita.
3. Setting/Latar
Menurut Hermawan dan Shandi (dalam Tarigan, 2015:136) latar adalah latar belakang
fisik, unsur tempat, dan ruang dalam suatu cerita. Sedangkan pendapat menurut Suarta dan
Dwipayana (dalam Nurgiyantoro, 2007:223) mengatakan bahwa latar merupakan salah satu
unsur terpenting dalam cerita karena dapat memperlihatkan hubungan penokohan dan situasi
umum pada cerita tersebut. Sejalan dengan Hartati (dalam Suroto, 1989:94) menyatakan yang
dimaksud dengan latar/setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana
terjadinya peristiwa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setting/latar adalah
penggambaran antara hubungan tokoh dengan unsur tempat, waktu, dan suasana terjadinya
peristiwa dalam cerita.
8. Sudut Pandang
Menurut Hartati (dalam Nurgiyantoro, 1995:248) menyatakan bahwa sudut pandang
merupakan strategi, teknik, dan siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk
mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sedangkan menurut Hartati (dalam Suroto, 1989:96)
sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Sejalan dengan
menurut Suarta dan Dwipayana (dalam Gunatama, 2005:85) sudut pandang merupakan salah
satu sarana sastra dan cara bercerita dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dilukiskan.
Berdasarkan yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara
penulis menempatkan dirinya dalam sebuah cerita.
10. Amanat
Menurut Hartati (2017:123) amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari
cerita. Sedangkan dengan menurut Perdana (2021:46) amanat adalah pesan positif yang
dihasilkan dari prosa fiksi. Sejalan dengan menurut Eneguita (2021:154) amanat adalah bagian
akhir yang merupakan pesan dari cerita.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada penikmat cerita.
Pembahasan
1.1 Fakta Cerita dan Sarana Sastra
Tema
Di atas telah dijelaskan bahwa tema adalah pokok cerita. Novel yang berjudul “Di Bawah
Lindungan Ka’bah” karya Hamka memiliki tema mayor romansa-religi dan tema minor cinta
yang tak sampai karena perbedaan status sosial antara Hamid dan Zaenab. Hal ini sesuai data
sebagai berikut:
Mustahil ia akan dapat menerima cinta saya, kerana dia langit dan saya bumi, bangsanya
tinggi dan saya daripada kasih sayang ayahnya. Bila saya tilik diri saya, tidak ada padanya
tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang waktunya orang tuanya bermenantu,
mustahil pula saya akan temasuk golongan orang yang terpilih untuk menjadi menantu
Engku Haji Jaafar, kerana tidak ada yang akan dapat diharapkan dari saya, tetapi tuan….
Kemustahilan itulah yang kerapkali memupuk cinta (Hamka, 1938:10)
"Semua keluarga di darat (darat adalah sebutan dari Padang Halus) telah bermuafakat
dengan emak hendak mempertalikan Zainab dengan seorang anak saudara almarhum
bapamu, yang ada di darat itu, dia sekarang sedang bersekolah di Jawa. Maksud mereka
dengan perkahwinan itu supaya hartabenda almarhum bapanya dapat dijagai oleh familinya
sendiri, oleh anak saudaranya, sebab tidak ada saudara yang lain, dialah anak yang tunggal.
Pertunangan itu telah dirunding oleh orang yang sepatutnya, jika tiada aral melintang,
bulan depan hendak dipertunangkan dahulu, nanti apabila tamat sekolahnya akan
dilangsungkan perkahwinan. Hal ini telah mak rundingkan dengan Zainab, tetapi tiap-tiap
ditanya dia menjawab belum hendak bersuami, katanya, tanah perkuburan ayahnya masih
merah, airmatanya belum kering lagi. Itulah sebabnya engkau disuruh kemari, akan emak
lawan berunding, mak masih ingat pertalian engkau dan Zainab masa engkau kecil dan
masih sekolah; engkau banyak mengetahui tabiatnya apalagi engkau tidak dipandangnya
sebagai orang lain, sukakah engkau Hamid, menolong emak?" Lama saya termenung…..
(Hamka, 1938:16)
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa Hamid adalah seorang pemuda miskin
yang tinggal bersama ibunya berbeda dengan Zaenab yang merupakan anak dari seorang
saudagar kaya, orang tuanya tentu memilihkan pasangan hidup yang sesuai bagi Zaenab agar
harta kekayaannya tetap terjaga.
Alur/Plot
Di atas telah dijelaskan bahwa plot adalah pola perkembangan rangkaian peristiwa yang
terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Novel berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya
Hamka memiliki alur maju mundur karena terdapat kilas balik dalam cerita.
Amat besar budi Engku Haji Jaafar kepada saya, banyak kepandaian yang telah saya peroleh
kerana kebaikan budinya itu. Dari sekolah rendah (H.I.S) saya sama-sama naik dengan
anaknya menduduki Mulo. Tetapi setelah tamat dari sana, sekolah kami tak akan disambung
lagi, kerana sebenarnya didikan ibuku amak melekat kepada diri saya, iaitu condong kepada
mempelajari agama. Zainab pun hingga itu pelajarannya, kerana dalam adat orang hartawan
dan bangsawan di Padang, kemajuan anak perempuan itu hanya terbatas hingga Mulo, belum
berani mereka melebihi dari kebiasaan umum, melepaskan anak perempuannya belajar jauh-
jauh. Setelat tamat dari mulo, menurut adat, Zainab masuk dalam pingitan, ia tidak akan
dapat keluar lagi kalau tidak ada satu keperluan yang sangat penting, ini pun harus ditemani
oleh ibu atau orang kepercayaannya, sampai datang masanya bersuami kelak. Dan saya, bila
sekolah itu tamat, akan berangkat ke Padang Panjang, sebab Engku Haji Jaafar masih
sanggup membelanjai saya, apa lagi demikianlah cita-cita ibuku (Hamka, 1938:8)
Cinta itu adalah " jiwa" antara cinta yang sejati dengan jiwa tak dapat dipisahkan, cinta pun
mereka sebagaimana jiwa, ia tidak memperbezakan di antara darjat dan bangsa, di antara
kaya dan miskin, mulia dan papa demikianlah jiwa saya, diluar dari pada resam basi, terlepas
daripada kekang kerendahan saya dan kemuliaannya; saya merasainya, bahawa Zainab adalah
diri saya, Saya merasai ingat kepadanya adalah kemestian hidup saya. Rindu kepadanya
membukakan pintu angan-angan saya menghadapi zaman yang akan datang. Dahulu saya
tidak pedulikan hal itu, tetapi setelah saya besar dan berpisah daripadanya, barulah saya insaf,
bahawa kalau bukan di dekatnya, saya berasa kehilangan (Hamka, 1938:10)
b. Suasana Bahagia
1) Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut.
“Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira,
membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan
ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far
sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama
ini sangat diharap-harapkannya. (HAMKA, 2010:17).
2) Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya
menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena
anaknya ada harapan akan menjadi orang alim... (HAMKA, 2010:22).
3) Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan
Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya
mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (HAMKA,
2010:22).
4) Suasana bahagia saat Hamid berkunjung ke rumah Zainab. Dengan bukti kutipan
berikut.
“Waktu itu kelihatan nyata oleh saya mukanya merah, nampak sangat gembiranya melihat
kedatangan saya. (HAMKA, 2010:33).
5) Suasana bahagia Mak Asiah datang saat Hamid sudah ada di rumahnya. Dengan bukti
kutipan sebagai berikut.
“Mak Asiah masuk dengan gembira, seraya berkat, “Sudah lama, Mid?” (HAMKA, 2010:34).
6) Suasana bahagia setelah Saleh selesai bercerita tentang Zainab. Dengan bukti kutipan
sebagai berikut.
“Habis cerita sahabatku Hamid sehingga itu, mukanya kelihatan berseri-seri,sebab simpanan
dadanya yang meluap selama ini telah dapat ditumpahkannya kepada orang yang
dipercayainya. (HAMKA, 2010:54).
7) Suasana bahagia ketika Hamid mendapat surat dari Zainab. Dengan bukti kutipan
sebagai berikut.
“Akan dapatkah dilukiskan, dapatkah diperikan bagaiman wajah Hamid ketika membaca
surat itu.Dapatkah,mungkinkah dikira-kirakan bagaiman perasaannya waktu itu? Surat
demikian adalah pengharapannya selama ini,buah mimpinya.Memikirkan kerendahan
derajatnya, tiadalah disangka-sangkanya, bahwa ia akan seberuntung itu, menerima surat
Zainab. (HAMKA, 2010:57).
Tokoh dan Penokohan
Di atas telah dijelaskan bahwa penokohan adalah penggambaran karakter tokoh dalam cerita.
Watak/karakter dari masing-masing tokoh dalam novel berjudul “Di Bawah Lindungan
Ka’bah” karya Hamka adalah sebagai berikut:
1. Saya : Tokoh Utama yang akhirnya bertemu dan berteman dengan Hamid
2. Hamid : Seorang pemuda miskin yang tinggal bersama ibunya karena ayahnya telah
meninggal semasa Hamid kecil. Hamid berbudi pekerti luhur, sopan, pintar, rendah hati, dan
sederhana
3. Ibu Hamid : wanita yang gigih berjuang membesarkan anaknya walau hanya sendirian.
Baik hati dan penuh kasih saying
4. Zaenab : Anak perempuan Haji Ja’far dam Mak Asiah. Berteman dengan Hamid sejak
kecil. Selalu bersama-sama hingga tamat sekolah. Zaenab baik hatinya, sopan, ramah, dan
sangat patuh kepada orang tuanya.
5. Haji Ja’far : Saudagar kaya yang membantu kehidupan Hamid dan ibunya, yang
menyekolahkan Hamid. Haji Ja’far sangat dermawan dan baik hati
6. Mak Asiah : Wanita yang penuh kasih sayang. Baik hatinya kepada siapa saja
7. Rosna : Istri Saleh dan juga sahabat baik Zaenab, dia selalu bersedia mendengarkan
keluh kesah Zaenab dan menemani Zaenab disaat Zaenab merasa sedih karena kepergian
Hamid.
8. Saleh : Teman semasih sekolah Hamid yang ingin melanjutkan pendidikannya di Mesir.
Suami Rosna
Sudut Pandang
Di atas telah dijelaskan bahwa sudut pandang adalah cara penulis dalam menempatkan
dirinya dalam sebuah cerita. Dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya Hamka
menggunakan sudut pandang orang pertama selaku sampingan sebagaimana kutipan berikut:
Amanat
Di atas telah dijelaskan bahwa amanat adalah pesan yang terkandung dalam cerita yang ingin
disampaikan pengarang kepada penikmat cerita. “Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya
Hamka memiliki pesan bahwa Ketika kita hanya dipandang sebelah mata oleh orang lain,
ingatlah bahwa Allah selalu memandang semua umatnya sama, tidak terhalang dengan
miskin dan kaya dan terpandang atau tidaknya seseorang. Hanya keimanan dari diri sendiri
lah yang membuat kita berbeda di hadapan Allah. Ketika segala apa yang ada di dunia ini
menghalangi keinginanmu, percayalah bahwa Allah mempunyai caranya sendiri untuk kita
mendapatkan apa yang kita inginkan. Mencintai seseorang tidak semata hanya memandang
fisik dan kekayaannya saja, tetapi juga hatinya.
a) Kita harus memupuk dan mempertahankan cinta dengan jalan lurus, artinya harus
dengan jalan ridho Ilahi. Terbukti dengan kutipan sebagai berikut.
“Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan
mempertahankan cinta.(HAMKA, 2010:65).
b) Jangan menumbuhkan perasaan jika akhirnya akan membawa duka. Dengan bukti
kutipan sebagai berikut.
“Anakku...sekarang cintamu masih bersifat angan-angan, cinta itu kadang-kadang hanya
menurutkan perintah hati, bukan menurut pendapat otak. Dia belum berbahaya sebelum
mendalam. Kalau dia telah mendalam, kerap kali – kalau yang kena cinta pandai – ia
merusakan kemauan dan kekerasan hati laki-laki. Kalau engkau perturutkan tentu engkau
menjadi seorang anak yang putus asa, apalagi kalau cinta itu bertolak,, terpaksa ditolak oleh
keadaan yang ada disekelilingnya “Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan ditimbul-
timbulkan jua. Engkau tentu memikirkan juga bahwa, bahwa emas tak setara dengan loyang,
sutra tak sebangsa dengan benang.” (HAMKA, 2010:27).
c) Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Dengan bukti kutipan berikut.
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara
agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...” (HAMKA,
2010:24).