Disusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan
terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan
bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai perenungan pengarang terhadap
fenomena yang ada. Karya sastra umumnya berisi tentang permasalahan yang
berada di sekitar pengarang. Permasalahan tersebut bisa saja permasalahan yang
dihadapi oleh pengarang ataupun permasalahan yang dihadapi oleh orang lain
yang diangkat pengarang menjadi sebuah karya sastra. Salah satu karya sastra
yang diangkat pengarang menjadi sebuah cerita adalah novel.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang berisi berbagai peristiwa yang
dialami oleh tokoh secara sistematik dengan menampilkan unsur cerita yang paling
lengkap. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra memegang peranan penting
dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif.
Persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan
kemanusiaan. Menurut Sayuti (dalam Ekawati dkk, 2012:154), “Novel biasanya
memungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang, sehingga
tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik
utama”. Lebih lanjut, untuk menghasilkan novel yang bagus juga diperlukan
pengolahan bahasa.
B. Perumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Novel
Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya yang menonjolkan watak serta
sifat setiap pelaku. Paulus Tukam, mengartikan “Novel adalah karya sastra yang
berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik”.
B. Pengertian Pendekatan Struktural
Strukturalisme sastra adalah pendekatan yang menekankan unsur intrinsik
yang membangun karya. Oleh sebab itu, dengan tidak adanya analisis
melalui struktural, makna intrinsik dalam suatu karya sastra tidak dapat tergali
secara dalam.
Unsur intrinsik adalah unsur yang memiliki kepaduan antar-berbagai unsur
yang terkandung di dalamnya, sehingga mampu membangun inti cerita. Selain
unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra, karya sastra
juga memiliki unsur intrinsik adalah yang mana merupakan unsur pendukung di
luar karya sastra. Ada tujuh macam unsur intrinsik adalah yang membangun
karya sastra, di antaranya ada: (1) tema, (2) tokoh dan penokohan, (3) alur, (4)
latar, (5) sudut pandang, (6) amanat, (7) gaya bahasa.
1. Tema
Unsur intrinsik cerpen yang pertama adalah tema cerita. Tema adalah gagasan
utama yang ingin disampaikan pengarang dalam cerpen. Bisa dikatakan, tema ini
adalah nyawa dari sebuah cerita.
Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh terbagi atas tokoh utama
dan tokoh tambahan.
-Tokoh utama merupakan tokoh yang melakukan interaksi secara langsung atau
terlibat dalam konflik.
3
-Tokoh tambahan merupakan tokoh yang hanya diungkapkan dalam cerpen tanpa
adanya interaksi yang dilakukan tokoh atau tokoh yang tidak terlibat dalam
konflik.
Sementara itu, penokohan merupakan watak atau karakter tokoh yang terdapat
dalam sebuah cerita. Contohnya, tokoh Bandung Bondowoso dalam cerita Roro
Jonggrang yang memiliki watak gigih.
3. Latar
4. Alur
-Alur maju adalah cerpen dengan peristiwa yang disajikan secara kronologis atau
sesuai dengan urutan waktu dari awal ke akhir.
-Alur mundur adalah cerpen dengan peristiwa yang dimulai dari akhir cerita ke
awal cerita. Alur mundur disebut juga dengan istilah kilas balik.
-Alur campuran adalah alur cerpen yang merupakan gabungan antara alur maju
dan alur mundur. Jadi, rangkaian peristiwanya melompat-lompat antara peristiwa
masa lalu dengan masa kini.
5. Sudut pandang
-Sudut pandang orang pertama adalah pengarang terlibat langsung atau orang pertama
dalam cerita yang ditandai dengan penggunaan kata ganti orang aku, saya, dan
sebagainya.
4
-Sudut pandang orang ketiga adalah pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita
yang ditandai dengan penggunaan kata ganti orang seperti dia, mereka, dan
sebagainya atau menggunakan nama tokoh. Sudut pandang orang ketiga terbagi atas
orang ketiga terarah dan orang ketiga serba tahu.
6. Amanat
Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis kepada
pembaca melalui cerpen. Misalnya, cerita Malin Kundang yang memiliki amanat
tidak boleh durhaka kepada ibu.
7. Gaya bahasa
METODE ANALISIS
Sinopsis
Srinthil yang kala itu masih bayi, lalu dirawat kakek-neneknya. Kakeknya meyakini
Srinthil sudah kerasukan indang ronggeng dan dilahirkan sebagai ronggeng dengan restu
arwah Ki Secamenggala. Karena anggapan seperti itulah, Srinthil digembleng menjadi
5
ronggeng. Kartareja, sang dukun ronggeng, mengajak Srinthil mengikuti tahapan sebagai
ronggeng sesungguhnya.
Kartareja menyaratkan seringgit uang emas untuk nilai keperawanan Srinthil. Tapi,
Srinthil mendadak muncul dari belakang rumah Kartareja dan mendatangi Rasus. Dia
meminta Rasus untuk menggaulinya. Srinthil lebih suka kehilangan keperawanan karena
Rasus, ketimbang dengan dua orang yang sedang memperebutkannya. Rasus mengiyakan
permintaan Srinthil. Setelah itu, giliran Dower dan Sulam.
Sementara Kartareja menikmati hasil menjadi mucikari berupa seringgit uang emas
dari Sulam, lalu seekor kerbau dan dua keping perak dari Dower. Meski bisa mendapatkan
keperawanan Srinthil, Rasus justru makin benci padanya karena pekerjaan ronggeng itu.
Rasus pergi meninggalkan Dukuh Paruk dan meninggalkan sosok Srinthil sebagai bayang-
bayang ibunya yang telah pergi entah ke mana. Srinthil sempat menawarkan dirinya pada
Rasus untuk dinikahi. Namun, Rasus sudah yakin dengan keputusan untuk menolaknya.
1. Tema
Dalam novel ini terdapat tema mayor yang mengangkan persoalan sosial
budaya dan kepercayaan sebagian besar cerita ini mengangkat persoalan adat istiadat
serta kepercayaan yang masih sangat dipercayai dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
Dukuh Paruk. Kehadiran ronggeng yang sangat dipuja-puja keberadaannya sebab
pedukuhan itu bukanlah Dukuh Paruk tanpa adanya ronggeng dan semua
kecabulannya. Selain itu kepercayaan mengenai roh nenek moyang juga masih
dipercayai. Sedangkan tema minor mengangkat persoalan politik dan ekonomi.
6
Penulis menggambarkan keadaan Dukuh Paruk dengan kondisi yang terbelakang dan
miskin. Tidak ada orang yang berpendidikan dalam pedukuhan itu sehingga
masyarakatnya mudah dibodohi dan dipermainkan.
2. Alur
Novel ini menggunakan alur campuran dalam bagian pertama dari trilogi
novel "Ronggeng Dukuh Paruk” sebab penulis menggunakan alur maju dan mundur
dalam mengemas cerita ini. pada bagian tahap pengenalan, penulis menceritakan
kronologi peristiwa secara runtut menggunakan alur maju. Kemudian menjadi
flashback karena suatu kejadian yang membuat tokoh menceritakan kejadian sebelas
tahun yang lalu, yaitu saat malapetaka tempe bongkrek terjadi. Setelah itu penulis
meguraikan ceritanya kembali menggunakan alur maju.
Bukti alur maju: “Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk
keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang
bergulung dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun
csok pagi bila sinar matahari menerobos celah dinding dan menyengat diri mereka."
(Ronggeng Dukuh Paruk : 7)
Bukti alur mundur: "Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh
Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat,
pemukiman terpencil itu lengang, amat Jengang" (Ronggeng Dukuh Paruk :11)
3. Tokoh dan penokohan
Dalam novel "Ronggeng Dukuh Paruk" ditemukan beberapa tokoh beserta
penokohan, yaitu sebagai berikut.
a. Srintil: agresif, baik hati, dewasa, perhatian
1. Agresif
"...Ulahnya tidak kucegah.Juga aku tetap diam ketika Srintil mulai menciumi pipiku.
Tak kuduga sama sekali dalam melakukan tindakan itu. Srintil tak sedikit pun merasa
canggung. Tampaknya dia sudah terbiasa..(2008:24)"
"Aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Napasnya
terdengar cepat. Kurasakan telapak tangannya berkeringat.
...(2008:39)"
2. Perhatian
“Jadi engkau mau pulang. Rasus? Di luar masih gerimis," ujar Srintil di belakangku.
Aku terus berjalan. Lepas di halaman, kain sarung kututupkan ke atas kepala. Ketika
membalikkan badan kulihat Srintil masih berdiri di bawah atap emper. Sebenarnya
7
aku tidak meninggalkannya dengan sepenuh hati. Tetapi aku terus berjalan. Sampai di
rumah aku langsung merebahkan diri ke atas lincak.
..." (2008:33)
3. Dewasa
" dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai bereelotch tentang
bayi, tentang perkawinan (2008:53)"
b. Rasus
1. Pendendam
"Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh Paruk.
(2008:47"
2. Pemberani
"Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabra
menunggu, maka timbul keberanianku..(2008:61)"
3. Mudah emosi
"... Jadi saat itu sudah kuperoleh gambaran pertama Dower-lah yang akan
memenangkan malam bukak-klambu. Aku belum mengenal perjaka Pecikalan itu.
Tetapi kebencianku kepadanya langsung melangit(2008:34)"
c. Warta
1. Perhatian.
"Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai
sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia." (2008:37) ".... Percayalah sahabatku,
tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa
pun merasa begitu terharu."(2008:37)
d. Sakarya
1. Penyayang
"di bawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil
itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi." (2008:8)
8
"Sakarya hendak melompat ke depan. Ingin ditepiskannya tangan Santayib yang
menggenggam bongkrek. Malah ingin dikoreknya mulut anak dan menantunya agar
makanan beracun itu keluar kembali. Itu kehendak Sakarya. Tetapi ambang pintu
rumah Santayib lain kemauannya. Sakarya yang ingin bergerak secepatnya tersandung
ambang pintu, jatuh dengan kepala membentur tiang kayu. Tubuhnya terjajarbersama
laki-laki pertama yang gagal melempar Santayib dengan bokor tembaga..." (2008:15
e. Kertareja
1. Mistis
“.... Kartareja meletakkan pedupaan di ambang pintu cungkup leluhur Dukuh Paruk.
Dua orang laki-laki membawa tempayan berisi air kembang..." (2008:26)
"Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-
aba kepada pemukul gendang..." (2008:26)
2. Licik
Kartareja mengeluarkan botol-botol dari lemari. Sebuah masih penuh berisi ciu.
Sebuah lagi hanya berisi seperempatnya. Isi botol yang kedua i ni ditambah dengan
air tempayan hingga penuh. Kepada istrinya yang datang membawa dua buah cangkir.
Kartareja memerintahkan menghidangkan minuman keras itu kepada Sulam dan
Dower."Jangan keliru! Yang asli buat Sulam. Lainnya buat Dower," kata Kartareja.
Istrinya tersenyum. Walaupun tidak selicik Kartareja, namun perempuan itu sudah
dapat menduga ke mana maksud tindakan suaminya...(2008:43)
f. Ny. Kertareja:
1. Mistis
2. Licik
"Istrinya tersenyum. Walaupun tidak selicik Kartareja, namun perempuan itu sudah
dapat menduga ke mana maksud tindakan suaminya... (2008:43)"
g. Sakum
1. Cabul
9
"Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secara seksama pagelaran ronggeng.
Seperti seorang awas,Sakum dapat mengeluarkan seruan cabul tepat pada saat
ronggeng menggerakkan pinggul ke depan dan ke belakang. Pada detik ronggeng
membuat gerak birahi, mulut Sakum meruncing, lalu keluar suaranya yang terkenal;
Cessss! Orang mengatakan, tanpa Sakum setiap pentas ronggeng tawar rasanya,
(2008-9)"
h. Santayib
1. Pekerja keras dan tanggung jawab
"Meski Santayib orang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah yang pertama
kali terjaga di Dukuh Paruk. Disusul kemudian oleh istrinya. Srintil, bayi yang manis.
Dia biasa tergolek sendiri meskipun kedua orang tuanya mulai sibuk bekerja. Suami-
istri Santayib menyiapkan dagangannya; tempe bongkrek.Sebelum matahari terbit
akan datang para tetangga yang akan membeli hongkrek. Kecuali hari pasaran
Santayib hanya menjual dagangannya kepada para tetangga... (2008:12)"
2. Gegabah
"Bajingan! Kalian semua bajingan tengik! Betapapun bongkrekku tak bersangkut-paut
dengan malapetaka ini. Lihat! Akan kutelan bongkrek ini banyak-banyak. Kalau benar
ada racun, pasti aku akan segera sekarat!" Secara menyolok Santayib memasukkan
bongkrek ke dalam mulutnya. Tanpa mengunyah, makanan itu cepat ditelannya. Pada
mulanya, istri Santayib terpana. Tetapi rasa setia kawan menyuruhnya segera
bertindak. Sambil membopong Srintil. perempuan itu ikut mengambil bongkrek dari
tangan Santayib dan langsung menelannya. Sejenak Sakarya terbelalak. Di depan
matanya sendiri Sakarya melihat anak dan menantunya menentang racun. Tergagap
laki-laki tua itu meratap...(2008:15)"
.... Pada mulanya. istri Santayib terpana. Tetapi rasa setia kawan menyuruhnya segera
bertindak. Sambil membopong Srintil. perempuan itu ikut mengambil bongkrek dari
tangan Santayib dan langsung menelannya (2008:15)"
j. Dower
1. Tidak mudah menyerah
10
"pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu
sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh
seringgit emas, (2008:34)"
"Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa. kuharap
engkau mau menerimanya, (2008:41)"
"....Dower merasa telah melakukan segala usaha agar bisa memenangkan sayembara
bukak-klambu, tidur semalam-malaman di atas tempat tidur empuk bersama ronggeng
Dukuh Paruk yang masih perawan. (2008:41)"
i. Sulam
1. Angkuh
"Ada anak Pecikalan di sini!" kata Sulam angkuh,(2008:42)"
"Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu
saja aku membawa sebuah ringgit emas itu. Bukan rupiah perak.apalagi seekor
kerbau seperti anak Pecikalan ini," ujar Sulam sambil melirik ke arah Dower.
(2008:42)"
2. Penjudi "Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak scorang lurah kaya dari
seberang kampung. Meski sangat muda. Sulam dikenal sebagai penjudi dan
berandal. (2008:42)"
k. Siti
1. Pemalu
“..Sikapnya yang malu-malu dan hampir menutup diri sering merangsang diriku
untuk menggodanya.”(2008)
Berdasarkan pembedanya tokoh Srintil dan Rasus merupakan tokoh utama dalam
novel ini. Sedangkan Sakarya, Santayub. Kertareja, Ny. Kertareja, Darsun, dan Warta adalah
tokoh tambahan sebab kemunculan mereka dalam cerita lebih sedikit dan hanya akan keluar
jika ada hubungannya dengan tokoh utama, yaitu Srintil dan Rasus.
Beberapa pelaku cerita dalam novel ini tidak menunjukan sifat dominan ke arah
protagonis maupun antagonisatau bisa juga disebut dengan tokoh bulat sebab setiap tokoh
11
menunjukan sisi baik serta buruknya masing masing, seperti Rasus yang memiliki sifat
penyayang namun juga pendendam. Pun Kartareja dan Ny. Kartareja yang meskipun
memiliki sifat licik, mereka masih menunjukan rasa sayang kepada Srintil. Namun juga
ditunjukan tokoh yang memiliki sifat antagonis, yaitu Sulam. Dalam novel ini penulis
menggambarkan sosok Sulam yang angkuh dan tidak menunjukan sifat baik.
Selain itu terdapat pula tokoh statis dalam novel ini, yaitu Sakum. Tokoh statis yaitu
tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan perwatakan sebagai akibat adanya
peristiwa yang terjadi. Dalam cerita ini tokoh Sakum tidak mengalami perubahan watak dari
awal hinga akhir cerita.
Adapun tokoh rekaan yang terdapat dalam novel "Ronggeng Dukuh Paruk" bagian
pertama ini, yaitu tokoh eyang Ki Secamenggala dan tokoh emak. Meskipun kedua tokoh ada
namun kehadirannya hanya melalui penggambaran atau diskripsi tokoh lain sehinga
kehadirannya tidak benar-benar ada dalam cerita tersebut.
4. Latar
1. Latar tempat
Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" berlatar utama di pedukukan, yaitu Dukuh Paruk.
Latar ini terlihat dalam beberapa kutipan berikut. "Dua pululuh tiga rumah berada di
pendukuhan itu, di huni oleh orang- orang seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki
Secamenggala menitipkan darah dagingnya.(2008: 10)"
Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa latar tempat di dalam rumah novel "Ronggeng
Dukuh Paruk" terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar tempat di luar rumah tidak ditemukan
dalam novel. Keterangan adanya dua puluh tiga rumah di pedukuhan tersebut
menggambarkah bahwa Dukuh Paruk merupakan pemukiman yang kecil dan keberadaanya
terpencil. Latar utama ini memunculkan latar pendukung, yaitu sebagai berikut.
a. Di tepi kampong
"Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah-payah mencabut
sebatang singkong.(2008:4)"
b. Di belakang rumah Kartareja
"Siapa pula yang akan menyalahkan Dower bila dia kelak berteriak- teriak bahwa
dirinyalah yang telah mewisuda ronggeng Srintil. Sesuatu telah terjadi di belakang
12
rumah Kartareja sebelum Dower menyiapkan kelambu yang mengurung Srintil,
(2008:45)"
c. Rumah Kartareja
"Banyak perempuan dan anak-anak memenuhi rumah Kartareju. Mereka ingin
melihat Srintil dirias. Sepanjang usianya yang sebelas tahun, baru pertama kali Srintil
menjadi perhatian orang,(2008:9)"
d. Perkuburan KI Secamenggala
"Pada saat seperti itu orang-orang Dukuh Paruk percaya semua roh di pekuburan itu
bangkit melihat pertunjukan. Mereka juga yakin arwah Ki Secamenggala berdiri di
ambang pintu cungkup dan melihat Srintil berjoget,(2008:26)"
e. Pasar Dawuan
"Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku menganggap nilai-nilai
yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat, (2008:
84)."
"...Setiap pagi dia membeli singkong di pasar Dawuan. Ibunya menjadi penjual
berjenis-jenis makanan yang terbuat dari umbi akar tersebut..." (2008:50)"
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya sastra fiksi sehinga pembaca dapat memahami dan menikmati cerita berdsarkan
acuan waktu. Adanya acuan waktu tersebut membuat cerita seolah-olah benar-benar
terjadi. Adapun latar waktu yang terdapat dalam novel ini, diantaranya:
a. Pagi
Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut. Matahari mulai kembali
pada lintasannya di garis khatulistiwa. Angin tenggara tidak lagi bertiup.(2008-44)"
13
nangka itu berlanjut sampai matahari menyentuh garis cakrawala. Sesungguhnya
Scintil belum hendak berhenti menari,(2008:14)".
3. Latar Sosial
Latar sosial dalam cerita ini ditunjukan dengan kebiasaan masyarakat Dukuh Paruk
yang tidak keluar di malam hari. "Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh
Paruk keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang
bergulung dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun besok
pagi bila sinar matahari menerobos celah dinding dan menyengat kulit mereka (2008:7)"
4.Sudut pandang
Dalam novel "Ronggeng Dukuh Paruk" bagian satu ini penulis menggunakan sudut
pandang orang pertama "Aku" pelaku utama, yaitu Rasus. Penggunakan sudut pandang orang
pertama sebagai tokoh utama ini terlihat jelas dlam kutipan berikut.
"Aku mengenal dengan sempurna setiap sudut tersembunyi di Dukuh paruk. Ketika
kartareja bercakap-cakap dengan Dower, aku mendengarnya dari balik rumpun pisang di luar
rumah(2008:34)”
Tokoh utama menceritakan tentang dirinya sendiri dan segala tetek bengek di
pedukuhannya melalui tingkah laku dan cara berpikirnya. Namun terdapat sedikit
kejanggalan dalam penggunaan sudut pandang ini sebab meskipun penulis menggunakan
sudut pandang orang pertama pelaku utama namun tokoh aku mengetahui isi hati orang lain
yang umumnya digunakan dalam sudut pandang orang ketiga Mahatahu.
"Kartareja tidak mengubah roman muka meski dalam hati dia merasa menang. Seekor
kerbau betina yang besar ditambah dengan dua keping rupiah perak. Dukun ronggeng itu
14
terbahak dalam hati. Hanya karena Kartareja sudah amat berpengalaman maka dia dapat
mengendalikan perasaannya (2008:41)"
5.Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini
yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa.
Penggunaan bahasa daerah terlihat dari adanya penggunaan kata-kata seperti mbak yu, wong
bagus, jenganten, wong ayu, dan masih banyak lagi. Ada juga mantra-mantra berbahasa Jawa
pada novel tersebut yaitu.
6. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat
seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau
berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan
gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang
dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura
dunia dapat mencekam masa depanmu!
Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang
terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini
muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di
masa itu.
15
BAB III
PENUTUP
Novel Ronggeng Dukuh Paruk bertema persoalan sosial budaya dan kepercayaan
sebagian besar cerita ini mengangkat persoalan adat istiadat serta kepercayaan yang masih
sangat dipercayai dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Dukuh Paruk. Kehadiran ronggeng
yang sangat dipuja-puja keberadaannya sebab pedukuhan itu bukanlah Dukuh Paruk tanpa
adanya ronggeng dan semua kecabulannya. Selain itu kepercayaan mengenai roh nenek
moyang juga masih dipercayai. Novel ini menggunakan alaur campuran. Tokoh utama dalam
novel ini adalah Srintil dan Rasus. Novel ini berlatar tempat di Dukuh Paruk, tepi kampung,
rumah Kertareja, di belakang rumah Kertareja, Perkuburan Ki Secamenggala, dan Pasar
Dawuhan. Pengarang novel menggunakan sudut pandang orang pertama "Aku" pelaku utama,
yaitu Rasus. Gaya bahasa yang digunakan adalah campuran bahasa Indonesia dengan bahasa
daerah yaitu bahasa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
https://arissimeluecut.blogspot.com/2016/07/teori-sastra-pendekatan-struktural.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sinopsis-novel-ronggeng-dukuh-paruk-yang-
ditulis-ahmad-tohari-gkt2
https://www.scribd.com/document/507390360/Analisis-Unsur-Intrinsik-Novel-Ronggeng-
Dukuh-Paruk-Autosaved
16