Anda di halaman 1dari 4

Kajian Metode Deskriptif Kualitatif Dalam Novel

“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ”Karya Buya Hamka

Cici Rama Yanti


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Al Washliyah Labuhanbatu, Sumatera Utara, Indonesia
Email : ciciramayanti17@gmail.com

Abstrak
Novel tenggelamnya kapal Van der Wijck hasil karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal
dengan nama Buya Hamka. Novel ini menceritakan mengenai adat yang berlaku di Minangkabau serta perbedaan
suku yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih sampai berakhir dengan kematian. Pada Novel ini Novel
Buya Hamka menulis bagaimana adanya pembatasan yang terjadi dalam adat dan lembaga Minangkabau.
Meskipun novel ini merupakan cerita fiktif, namun kisah yang diceritakan sangat relevan dan dapat ditemukan di
kehidupan nyata. Karangan Hamka ini memberikan kesan bahwa kejadian fiktif yang terdapat dalam novel
memiliki nilai realis atau merujuk kepada suatu kejadian, mengangkat isu yang sering terjadi terkait budaya,
moral, spiritual, keagamaan, dan kemanusiaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, selanjutnya metode
deskriptif untuk memaparkan hasil penelitian yang ditemukan pada novel ini. Teknik pemerolehan data yang akan
dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini
adalah unsur mimetik novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA.
Kata Kunci : Analisis Mimetik, Kajian Novel, Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,

Abstract
The novel of the sinking of the Van der Wijck ship by Haji Abdul Malik Karim Amrullah or commonly known as
Buya Hamka. This novel tells about the customs that apply in Minangkabau and ethnic differences that hinder the
love relationship of a pair of lovers until it ends in death. In this Novel Buya Hamka writes how there are
restrictions that occur in Minangkabau customs and institutions. Even though this novel is a fictional story, the
story told is very relevant and can be found in real life. Hamka's essay gives the impression that the fictional
events contained in the novel have realist values or refer to an event, raising issues that often occur related to
culture, morals, spiritual, religion, and humanity. This study uses a qualitative method, followed by a descriptive
method to present the results of the research found in this novel. Data collection techniques that will be carried out
by the authors in this study are literature and documentation studies. The population in this study is the mimetic
element of HAMKA's novel Sinking of the Van Der Wijck Ship.
Keywords: Mimetic Analysis, Study Novel, Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

1. PENDAHULUAN
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, atau yang lebih dikenal dengan
panggilan Hamka merupakan sastrawan legendaris yang dimiliki Indonesia. Maha karyanya yang
dikenal oleh seluruh penjuru negeri membuat dirinya semakin terkenal sebagai penulis. Salah satu
karyanya yang paling terkenal berjudul "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" dipublikasi pada tahun
1939. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck awalnya diterbitkan sebagai cerita bersambung dalam salah
satu majalah Islam pada tahun 1938. Cerita bersambung itu mendapatkan sambutan hangat yang
diberikan oleh pembaca setianya, sehingga akhirnya diterbitkanlah dalam bentuk novel. Novel ini
menceritakan romansa berlatar budaya lokal antara Zainuddin dan Hayati. Namun kisah mereka
berakhir tragis karena perbedaan status sosial.
Dibalik kesuksesannya sebagai penulis, ternyata Hamka juga merupakan seorang Ulama dan
sempat terlibat dalam politik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, bahkan aktif
dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Hamka yang merupakan seorang Ulama menyampaikan
unsur keagamaannya yaitu Islam ke dalam setiap karya yang ia tulis. Novel ini bukan satu - satunya
karya yang memiliki pesan mengenai adat istiadat, budaya, sosial, dan agama. Hal itu yang
menjadikannya salah satu ciri khas gaya bahasanya dalam menulis novel. Berasal dari Sumatera Barat,
Minangkabau merupakan suku bangsa Hamka dan ia mengenal betul adat istiadat tersebut. Melalui
novel '"Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", Hamka membahas adat dan tradisi Minangkabau, agama
Islam, dan strata sosial yang bisa terjadi di dalam kehidupan sehari - hari.
Kisah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck bermula pada seorang anak bernama Zainuddin yang
merupakan seorang keturunan Minangkabau dan Mengkasar. Ia adalah seorang yatim piatu dan hanya
tinggal bersama Mak Base berkeinginan menimba ilmu keagamaannya di Padang tempat asal ayahnya.
Dengan berat hati Mak Base mengizinkannya dan Zainuddin pun pergi menuju Padang Panjang
tepatnya ke Dusun Batipuh. Disitu ia bertemu seorang gadis jelita bernama Hayati dan ia jatuh hati
kepadanya. Rasa kasihnya terbalas oleh Hayati sehingga mereka saling berhubungan. Namun sayang
hubungan tersebut tak berjalan lama karena tak direstui oleh keluarga Hayati. Hal itu dikarenakan
Zainuddin yang memiliki darah campuran dan tak berharta sedangkan Hayati berasal dari keluarga
terpandang disana. Zainuddin terusir dan Hayati dipaksa menikah dengan seorang pemuda bernama
Aziz yang juga berasal dari keluarga terpandang juga. Mendengar hal itu, Zainuddin yang ditolak jatuh
sakit keras dan satu - satunya cara untuk memulihkannya hanya dengan mendatangkan Hayati.
Sayangnya Hayati datang untuk memperlihatkan bahwa dirinya sudah bersuami dan hidup bahagia
dengan harta yang dimiliki. Zainuddin pun kecewa dan pulang ke Jawa bersama sahabatnya Muluk.
Di Jawa, Zainuddin membuka halaman baru untuk hidup barunya dengan menjadi seorang penulis
yang tersohor dengan menggunakan nama penanya "Z". Zainuddin yang sukses memiliki rumah besar
dan pengikut yang banyak. Di tengah keemasannya, Hayati datang kembali ke dalam kehidupannya.
Aziz yang mengalami keterpurukan ekonomi membawa Hayati ke Surabaya untuk mencari nafkah.
Mereka pun menumpang rumah Zainuddin. Aziz yang merasa malu atas tindakannya di masa lalu
kepada Zainuddin meminta maaf dan memintanya untuk menjaga Hayati. Rasa malu dan tak
bertanggung jawab membebani Aziz mengarahkan dirinya untuk mengakhiri hidupnya. Mendengar
kabar duka tersebut dan penolakan cintanya oleh Zainuddin, Hayati berbalik ke kampung halamannya
dengan Kapal Van der Wijck. Penyesalan setelah mengusir Hayati pun datang menyerang Zainuddin.
Zainuddin tak mampu membohongi perasaannya lagi dan segera pergi menemui Hayai. Di tengah
perjalanan, Zainuddin mendengar kabar bahwa Kapal Van der Wijck yang ditumpangi Hayati
tenggelam. Ia bertemu Hayati yang tergeletak lemas. Disitu mereka mengucapkan syahadat dan tak
lama kemudian Hayati melepaskan nyawanya. Zainuddin berlarut - larut dalam sedih menjadi sakit dan
menyusul Hayati.
Dalam kritik sastra, diperlukan suatu landasan untuk menganalisis suatu permasalahan. Kritik
sastra ini menggunakan pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik menurut Abrams (Siswanto, 2008,
188) adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra
dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan mimetik bertolak dari pemikiran bahwa sastra
sebagaimana hasil seni yang lain merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata (Semi,
1985, 43). Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa pendekatan mimetik memandang sastra sebagai tiruan atau gambaran kehidupan
nyata manusia.
Mimetik telah diperoleh teori estetika (filsafat mengenai keindahan), entah menurut bentuk yang
asli, entah dalam bentuk yang sedikit diubah. Mimetik tersebut mengenai satu unsur yang sama. Tolak
ukur estetik pertama ialah sejauh mana gambar itu sesuai dengan kenyataan. Apakah kenyataan itu
merupakan dunia ide, dunia yang universal atau dunia yang khas. Mimetik adalah pendekatan yang
menghasilkan setelah melewati banyak proses dan biasanya merujuk pada hal-hal yang disukai seperti
artis idola, tokoh publik, teman dekat, maupun seseorang yang menarik. Sebagai hasil peniruan
perilaku dari rujukan yang dipilih oleh individu atau masyarakat tertentu. Sekalipun ucapan Plato itu
hendaknya seseorang dibaca dalam konteksnya (yang ingin digambarkannya ialah sebuah negara yang
ideal). Tetapi penolakan Plato terhadap puisi cukup mengherankan. Plato tidak melihatkan kenyataan
bahwa seorang seniman, bila ia melukiskan sesuatu, sekaligus juga menciptakan sesuatu. Dengan
menolak suatu bentuk sastra tertentu dan menerima suatu bentuk sastra lainnya (yang bersifat pujian),
maka plato dapat dipandang sebagai penemu lembaga sensor yang tidak dipuji itu.
Berdasarkan kisah yang terdapat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, peneliti akan
menganalisis novel tersebut menggunakan pendekatan mimetik yang meitikberatkan kajiannya
terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra itu sendiri. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui realitas atau kenyataan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
karya Buya Hamka dengan pendekatan mimetik. Hasil penelitian ini adalah dapat menjawab dari
pernyataan penelitian yaitu adanya perubahan realitas dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck.

2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskritptif
kualitatif. Metode penelitian kualitatif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata dan tidak
menggunakan angka. Penelitian kualitatif sifatnya deskriftif karena data dianalisis tidak untuk
menerima atau menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil itu berupa deskripsi dari gejalagejala
yang diamati, yang tidak selalu harus berbentuk angka atau koefesien antar variabel. Surakhmad
(1980:89) mengemukakan bahwa metode deskriftif tidak terbatas hanya pada pengumpulan data dan
penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Selanjutnya menurut
Sugiantomas (2006), bahwa penelitian kualitatif tidak dilakukan dengan tidak mengutamakan pada
angka-angka, tetapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antara konsep yang
sedang dikaji secara empiris. Dari pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan proses pemaparan yang berupa kata-kata terurai
dengan jelas dan tidak mengutamakan angka. Penelitian dengan menggunakan pendekatan mimetik
pada novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya HAMKA. Penulis menggunakan metode
deskriptif kualitatif karena metode ini tertuju pada pemecahan masalah dengan jalan mengumpulkan
data, menyusun data, menganalisis data, mengklasifikan data dan menginterprestasikannya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adat dan tradisi Minangkabau merupakan peraturan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau
dan pada peraturan tertentu juga dapat dipakai di luar wilayah tersebut. Adat ini sudah dipakai turun
temurun untuk menjalankan sistem kepemimpinannya dalam sehari - hari dan masyarakat
Minangkabau dikenal taat pada ajaran Islam. Budaya Minangkabau adalah budaya yang bersifat
keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara
urusan agama dan politik merupakan urusan kaum laki-laki (walaupun setengah wanita turut
memainkan peranan penting dalam bidang tersebut). (Maulida, n.d., 2). Oleh karena itu kehadiran
perempuan Minangkabau di setiap keluarga sangatlah penting dan berharga. Hak - hak yang biasanya
dimiliki oleh laki laki justru menjadi hak perempuan Minang. Setidaknya terdapat dua hak yaitu hak
material dan moral.
Di kehidupan sekarang, sebagian besar masyarakat masih menggunakan adat istiadat untuk
menentukan strata sosial. Banyak yang masih menentang pernikahan antar dua suku yang berbeda.
Sama hal nya dengan kisah Zainuddin pada novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", ia dipandang
sebelah mata akibat darah yang tidak murni Minangkabau. Ibunya yang merupakan orang Mengkasar
membuat dirinya dianggap memiliki darah campuran dan dianggap orang asing. Padahal adat istiadat
yang sebenarnya tidak pernah memiliki tujuan untuk merendahkan suku dan martabat orang lain.

Tidak hanya adat istiadat, harta dan jabatan juga menjadi penghalang cinta antara Zainuddin dan
Hayati. Selain memiliki darah campuran, Zainuddin tetap ditolak alih - alih tak memiliki harta
kekayaan dan status bangsawan. Di zaman kini belum sampai pikiran orang kepada menyelidiki haluan
cinta dan derajat, mencari pasangan angan dan cita. Di zaman kini yang lebih dipentingkan orang ialah
perkawinan uang, bangsa, perkawinan adat dan turunan. (Hamka, 2018, 195). Orang tua Hayati lebih
memilih Aziz yang berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya sehingga dengan berat hati Hayati
menyetujui pernikahan itu.

Di dalam kehidupan, masih banyak masyarakat yang mementingkan harta dan jabatan daripada
cinta yang ada. Banyak yang mengukur kebahagiaan dengan harta serta jabatan yang diduduki
seseorang. Masyarakat lupa bahwa semua yang bersifat duniawi hanyalah topeng dan bersifat
sementara. Topeng itu sewaktu - waktu akan menunjukkan wajah aslinya dan kita tidak siap untuk
menghadapinya. Sama halnya dengan rumah tangga Aziz dan Hayati, kebahagiaan yang semata - mata
karena kekayaan mulai pudar karena sifat asli Aziz yang mulai terkuak yaitu berfoya - foya. Dari kisah
mereka, dapat disimpulkan bahwa kekayaan dan jabatan bersifat sementara dan hanyalah topeng
belaka. Pernikahan yang sebenarnya dilandaskan cinta, bukan status sosial atau paksaan dari orang
lain.

Hubungan romansa antara Zainuddin dan Hayati kandas karena orang tua Hayati yang tidak
merestuinya. Keduanya berpisah akibat ketidak setujuan dan keinginan orang tuanya yang mereka kira
akan memberikan kehidupan terbaik untuk putrinya. Untuk menjaga martabat dan harga diri keluarga,
orang tua Hayati melarang hubungan mereka. Dalam novel Engku berkata pada Hayati pada
percakapan berikut. "Hai Hayati! Jangan engkau ukur keadaan kampungmu dengan kitab - kitab yang
engkau baca. Percintaan hanyalah khayal dongeng dalam kitab saja. Kalau bertemu dalam pergaulan
hidup, cela besar namanya, merusakkan nama, merusakkan ninik mamak, korong kampung, rumah
halaman. Orang yang begitu tak dapat untuk menguntungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan
kadang - kadang panjang angan - angan. Di zaman sekarang haruslah suami penumpangkan hidup itu
seorang yang tentu pencaharian, tentu asal usul. Jika perkawinan dengan orang yang demikian
langsung, dan engkau beroleh anak, ke manakah anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa
Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat masih berdiri dengan kuat, tak boleh lapuk oleh
hujan, tak boleh lekang oleh panas?" (Hamka, 2018, 62 - 63).

Kisah ini juga masih relevan dengan kehidupan masyarakat sekarang. Terkadang orang tua ingin
yang terbaik untuk anak - anak mereka sehingga membatasi pilihan yang ada dan lebih memaksa
kehendak mereka demi egonya. Walau orang tua tahu yang terbaik untuk anaknya, hendaknya
diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing - masing. Kehidupan seorang anak
bukanlah milik orang tua namun milik mereka sendiri sehingga mereka berhak memutuskan pilihan
mereka masing - masing terlepas dari adat istiadat dan strata sosial.

KESEIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah penulis lakukan terhadap novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck Karya Hamka, maka simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, walau fiksi, kisah ini
bisa selaras dengan kehidupan masyarakat di kehidupan nyata. Hamka mengambil latar belakang adat
dan tradisi Minangkabau sebagai tema besar tulisannya untuk mengkritik keadaan sosial terhadap
tradisi yang telah tertanam kuat pada masyarakat. Tidak hanya itu, isu sosial dan keagamaan turut
penting sebagai tema novel ini. Hamka memberikan kisah fiktif ini terasa nyata dan memberikan
pembaca suatu pesan moral untuk direnungkan agar menjadi manusia yang terus bangkit dalam
keadaan apapun dan mengejar semua keinginan terlepas dari strata sosial yang distandarkan. Novel ini
perlu diapresiasi karena telah berani mengkritik dan membuka mata pembaca mengenai adat, tradisi,
keagamaan, dan kehidupan sosial. Dengan pesan yang terkandung, novel ini cocok untuk kalangan
remaja ke atas karena pembahasan dan bahasa yang cukup luas sehingga sulit dimengerti. Terlepas
dari kebahasaan yang sulit dan pembahasan yang mendalam, novel ini perlu dibaca oleh seluruh
masyarakat Indonesia karena dapat memberikan wawasan mengenai adat dan moral yang terkandung
di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamka, B. (2018). Dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (p. 64). Gema Insani.

Kapindho, Q. B. (2019). Kontradiksi Sosial Budaya Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Karya Hamka.
Kontradiksi Sosial Budaya Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Karya Hamka.

Maulida, A. (n.d.). Hegemoni Budaya Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka.

Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal dalam Adat Minang. (2021, 12 12).

Winarti. (n.d.). Gambaran Pendidikan Pesantren Pada Novel Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi: Pendekatan Mimetik.

Mulyani, Tita., dan Hana, Yunansah. (2018). Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan kemampun Literasi
Matematika, sains, Membaca, dan Menulis. Jakarta: Bumi Aksara.

Oktavia Elza. (2018). Analisis Akhlak Tokoh Utama dalam Novel Sujudku Yang Tersembunyi . Skripsi. Padang.
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Rahmah Novianti (2019). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Septika, H. D., & Prasetya, K. H. (2020). Local Wisdom Folklore for Literary Learning in Elementary School. Pendas:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 5(1), 13-24.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.CV.

Wicaksono, Andri. (2018). Teori Pembelajaran Bahasa (Suatu Catatan. Singkat). Yogyakarta: Garudawacha.

Anda mungkin juga menyukai