Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

POLEMIK PLAGIASI TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Dosen Pengampu: Muh. Khairussibyan, S.Pd.

OLEH KELOMPOK 3:
1 BAIQ GINA SANDIKA TRIANA PUTRI E1C021132

2 ANA YULIASTANTI E1C021128

3 DETA KELANA PAMUNKAS E1C021138

4 INDAH AYU JULIANI E1C021151

5 JULIA WULANDARI E1C021155

6 DELI MEY SAPUTRI E1C021136

7 YUDITIA E1C021124

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh


Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunianya. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW semoga kelak kita semua mendapatkan syafaat dari beliau di
yaumul akhir, aamiin. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
bapak/ibu dosen pengampu mata kuliah Kritik Sastra. Sehingga penulisan
makalah berjudul “Polemik Plagiasi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” dapat
menyelesaikan tepat waktu. Penulis berharap makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca.
Kami sebagai Penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih
memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami siap menerima
segala bentuk keritik dan saran pembaca demi menyempurnakan makalah ini.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mohon maaf.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mataram, 12 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan pembelajaran .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
A. Polemik Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ...................................... 3
B. Perbedaan Tenggelamnya kapal van der Wijck dengan Magdalena ..... 7
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 9
A. Kesimpulan ............................................................................................ 9
B. Saran ....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan suatu totalitas yang memiliki nilai seni yang
dapat dinikmati orang banyak. Karya sastra yang dapat dinikmati oleh para
pembaca bisa berbentuk puisi, prosa, dan drama. Akan tetapi, berdasarkan
sejarah perkembangan sastra dan minat pembaca di Indonesia, prosa yang
berbentuk novel lah yang menjadi primadona sastra dari dulu hingga
sekarang.
Selanjutnya, Wellek dan Warren (dalam Yanti dan Zabadi, 2016)
menjelaskan, “The history of comparative literature study begins from
studies on oral literature, folklore and its migration, that is, how and when it
comes into the more artistic literary writing”. Sejarah studi komparatif
dimulai dari studi sastra lisan, cerita rakyat dan migrasinya, sampai pada
penulisan sastra yang lebih artistik. Dalam terminologi ini, literatur
komparatif mencakup studi tentang hubungan antara dua literatur atau lebih
(Yanti dan Zabadi, 2016).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan membandingkan Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (TKVDW) Karya Buya Hamka (1938)
dengan Novel Magdalena karya Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876).
Tenggelamnya kapal Van Der Wijck adalah suatu sastra yang menceritakan
budaya, adat Padang yang sangat melekat erat. Magdalena adalah suatu novel
yang awalnya berjudul Al-Majdulin, karya Al-Manfaluthi, seorang sastrawan
mesir. Al-Majdulin sendiri merupakan sebuah novel terjemahan dari novel
Sous Les Tileus karya Alphonse Karr.
Kedua novel ini sama-sama menceritakan tentang perjalanan cinta
sepasang pemuda yang dihalangi sebuah tembok besar yang sulit ditembus,
pandangan seseorang bahwa cinta saja tidak cukup untuk mengarungi bahtera
rumah tangga, dan sebagainya.
Kedua novel ini pula menceritakan tentang cita-cita dan harapan
tinggi seorang pemuda yang semasa hidupnya selalu dirundung kemalangan.

1
2

Akan tetapi karena semangat yang membara akhirnya bisa bangkit dari
keterpurukan hingga akhirnya sukses.
Dalam membicarakan tentang perbandingan suatu karya sastra, tidak
dapat dilepaskan didalamnya yaitu kajian pengaruh. Kita tidak dapat
mengatakan bahwa suatu karya sastra disebabkan oleh karya sastra lainnya.
Bisa jadi karya sastra itu tumbuh dari budaya rakyat tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah polemik tenggelamnya Kapal van der Wijck?
2. Apa perbedaan antara kapal van der Wijck dengan Magdalena?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui polemik tenggelamnya Kapal van der Wijck
2. Menemukan perbedaan antara kapal van der Wijck dengan Magdalena
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Polemik Karya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan novel karya Hamka yang
pertama kali terbit pada tahun 1938 sebagai cerita bersambung dalam rubrik
"Feuilleton" majalah Pedoman Masyarakat. Kemudian, cerita bersambung itu
dikumpulkan oleh Syarkawi dan diterbitkan di Medan oleh Penerbit Centrale
Courant pada tahun 1939. Selanjutnya, karya Hamka yang satu ini hingga
tahun 1963 telah mengalami cetak ulang tujuh kali oleh penerbit yang berbeda-
beda. Cetakan pertama (1939) dan kedua (1949) diterbitkan oleh Penerbit
Centrale Courant. Cetakan ketiga (tahun 1951), keempat (tahun 1958), dan
kelima (tahun 1961) diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka di Jakarta. Cetakan
keenam (tahun 1961) dan ketujuh (tahun 1963) novel itu diterbitkan di
Bukittinggi oleh Penerbit NV Nusantara. Cetakan ke-26 (tahun 2002) oleh
Penerbit Bulan Bintang.
Tenggelamnya Kapal van der Wijck mengisahkan cinta tak sampai
yang dihalangi oleh adat Minangkabau yang terkenal kukuh. Dalam novel itu
diceritakan bahwa Zainuddin, seorang anak yang lahir dari perkawinan
campuran Minang dan Makassar, tidak berhasil mempersunting gadis
idamannya, Hayati, karena ninik-mamaknya tidak setuju dan menganggap
Zainuddin sebagai manusia yang tidak jelas asal-usulnya. Zainuddin kemudian
menjadi pengarang. Dalam suatu kecelakaan gadis kecintaannya meninggal
dalam kapal yang ditumpanginya. Dari inti cerita itu dapat dikatakan bahwa
novel Hamka ini mengetengahkan masalah adat yang mengatur jodoh
seseorang.
Sementara itu, masalah agama tidaklah menjadi masalah pokok,
seperti yang sering disebut-sebut orang bahwa novel itu membawakan napas
keagamaan, sebagaimana dikatakan oleh Goenawan Mohamad (1966). Dalam
novel itu ternyata masalah agama lebih dominan sebagai latar karena masalah
itu bukanlah sebagai persoalan utama yang dihadapi para pelakunya.

3
4

Dalam novel Hamka ini alur cerita terbangun melalui peristiwa-


peristiwa yang terungkap lewat surat-surat. Ada 35 surat yang ditulis oleh
tokoh-tokohnya. Tokoh dalam novel itu saling berkirim surat untuk
mengemukakan berbagai perasaan dan pengalamannya. Misalnya, Hayati
berkirim surat kepada Zainudin enam kali, Zainudin berkirim surat kepada
Hayati sembilan kali, dan Hayati kepada Chadijah lima kali. Menurut H.B.
Jassin (1967), surat-surat yang dimasukkan Hamka dalam novelnya itu
sebagian besar merupakan ulangan yang tidak membuka pemandangan baru
dan dapat dihilangkan dengan tidak mengurangi jalan cerita. Menurut Jassin
pula, komposisi surat-menyurat dalam novel Hamka itu merupakan pengaruh
dari Alexandre Dumas, yang bukunya Margaretha Gauthier telah
diterjemahkan oleh Hamka.

Pengaruh Alexander Dumas yang terwujud dalam surat-menyurat


yang muncul dalam novel Hamka itu sebenarnya tidak terlalu menimbulkan
persoalan. Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck baru bermasalah setelah
dituduh sebagai karya jiplakan, dan Hamka, pengarangnya, dicap sebagai
doktor plagiat. Novel Hamka terbit pertama kali pada tahun 1938 dan pada
cetakan keenam--tahun 1961--novel itu baru dipermasalahkan. Jadi, setelah
beredar selama 23 tahun novel tersebut baru dituduh sebagai barang jiplakan.
Tuduhan plagiat terhadap novel tersebut juga menjadi polemik yang hangat
pada zamannya.
Polemik tentang novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck yang
dituduh sebagai karya jiplakan itu berawal dari tulisan Abdullah Said Patmadji
atau lebih terkenal dengan sebutan Abdullah S.P., seorang cerpenis dan penyair
kelahiran Cirebon, yang dipublikasikan dalam lembaran kebudayaan "Lentera"
harian Bintang Timur, pada tanggal 12 dan 14 September 1962. Abdullah S.P.
menyatakan bahwa karya Hamka Tenggelamnya Kapal van Der Wijck
merupakan jiplakan dari Magdalaine karangan Alphonse Care yang
diterjemahkan oleh Said Mustafa al-Manfaluthi ke dalam bahasa Arab. Dalam
tulisannya yang pertama, Abdullah S.P. mengatakan bahwa gaya Hamka sangat
mirip dengan gaya pujangga Mesir Al-Manfaluthi: gaya bahasanya, jalan
5

pikirannya, perasaannya, dan filsafatnya. Ditambahkannya pula bahwa karya


Hamka itu seperti pinang dibelah dua dengan Magdalaine-nya Manfaluthi:
temanya, isinya, dan nafasnya; hanya tempat kejadian dan tokoh-tokohnya
yang disulap dengan menggunakan warna setempat. Dalam tulisannya yang
pertama, Abdullah S.P. baru menerka bahwa karya Hamka itu sama dengan
Magdalaine. Selanjutnya, dalam rangkaian tulisan yang kedua Abdullah S.P.
mulai membandingkan kutipan dari Tenggelamnya Kapal van der Wijck
dengan kutipan dari Magdalaine. Berdasarkan perbandingan itu, Abdullah S.P.
mengatakan bahwa titik tolak jiplakan dimulai dengan pendekatan pribadi
antara dua pasang remaja, Zainuddin dan Stevens.
Tulisan Abdullah S.P. itu kemudian dikutip oleh Kantor Berita Antara
yang disebarluaskan dalam buletin hariannya pada tanggal 19 September 1962.
Sejak itu tuduhan jiplakan karya Hamka meluas dan menjadi polemik.
Tanggapan datang dari berbagai kritikus, sastrawan, penerjemah, dan
pemerhati sastra. Pramoedya Ananta Toer, pimpinan "Lentera" Bintang Timur
mengungkapkan bahwa sebagai pengagum Hamka, ia sangat kecewa dengan
terbongkarnya kepalsuan Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan ia
mengharapkan agar Hamka menempuh “jalan yang baik”, yaitu minta maaf
kepada seluruh pembaca (12 Mei 1963).
Sekretaris BMKN, Anas Ma'ruf (12 Mei 1963) menyatakan bahwa
tulisan Abdullah S.P. dan keberanian Bintang Timur yang telah menyingkap
kebenaran dan fakta perlu mendapat pujian yang layak, tetapi tulisan itu kurang
meyakinkan karena hal pokok seperti gagasan, tema, dan plot dalam
keseluruhan kurang disinggung. Ia pun angkat topi kepada Berita Minggu yang
giat mencari dan memuat visi-misi lain sebagai pengimbang dan pemelihara
berkembangnya benih demokrasi. Kritikus lain, yaitu Usmar Ismail (12 Mei
1963), tokoh Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia
mengemukakan bahwa sastrawan dalam menciptakan karyanya melalui tiga
masa, yaitu masa terjemahan, masa pengaruh, dan masa keaslian. Yang ketiga
pun hasil kristalisasi masa-masa sebelumnya; hanya seorang yang jenius yang
mampu menciptakan keaslian. Jadi, apa yang terjadi pada Hamka adalah masa
keaslian yang telah melalui kristalisasi masa-masa sebelumnya.
6

Tanggapan lain datang dari Ali Audah (10 Oktober 1962) yang telah
menerjemahkan karya Manfaluthi ke dalam bahasa Indonesia. Ia menyatakan
bahwa ada persamaan dan napas Manfaluthi yang begitu besar pengaruhnya
kepada Hamka, tetapi setelah dibandingkan, kedua karya tersebut masih
terlihat pengkhayalan kreatif dan gaya khas Hamka. Ali Audah yakin bahwa
Hamka tidak sekadar memindahkan ide pengarang tentang masyarakat dan
kehidupan serta romantismenya, tetapi ia berbicara tentang kekuasaan “ninik-
mamak” di Minangkabau seperempat abad yang lalu.
Sementara itu, Zuber Usman, mantan Redaktur Balai Pustaka yang
mahir berbahasa Arab sudah mengetahui bahwa Hamka banyak dipengaruhi
oleh Manfaluthi sehingga karya Hamka bernafaskan karya Manfaluthi dan hal-
hal seperti itu tak perlu dihebohkan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Nur
St. Iskandar bahwa apa yang dilakukan oleh Hamka bukan pekerjaan
menjiplak. Tuduhan menjiplak itu pun tidak tepat diberikan kepadanya sebab
Hamka memang seorang pengarang. Hal itu lebih baik dikatakan sebagai
pengaruh Manfaluthi terhadap Hamka (2 Oktober 1962).
Hamka yang selama polemik berlangsung tetap diam karena tidak mau
melayani fakta yang dicampuradukkan dengan opini akhirnya memberi
komentar pada harian Berita Minggu (No. 31, 30 September 1962) bahwa ia
memang sangat terpengaruh oleh Manfaluthi. Namun, sebagai orang yang
beragama, ia percaya kepada keadilan Tuhan: seandainya bersalah, ia pastilah
sudah jatuh. Hamka menyebutkan bahwa tuduhan tersebut hanyalah ingin
menjatuhkan namanya.
Untuk menyelesaikan suasana yang gelap yang menutupi dunia sastra
Indonesia, semula Fakultas Sastra UI akan membentuk suatu komisi yang
bertugas menyelidiki apakah karya Hamka itu merupakan karya jiplakan atau
karya asli. Namun, pembentukan komisi itu dianggap tidak praktis. Kemudian,
timbul gagasan praktis, yaitu ciptaan Manfaluthi diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan disajikan kepada pembaca. A.S. Alatas, dosen Jurusan
Sastra Arab, Fakultas Sastra UI kemudian menerjemahkan karya Manfaluthi
tersebut.
7

Setelah penerjemahan itu, H.B. Jassin, kritikus sastra Indonesia


mengatakan bahwa meskipun terdapat persamaan tema, plot, dan pikiran,
Hamka jelas-jelas menimba dari sumber pengalaman hidup dan inspirasinya.
Persamaan yang mungkin ada dengan karangan Manfaluthi dengan menyajikan
beberapa pikiran dan patron cerita dapatlah dikembalikan pada pengaruh
belaka, Hamka tidaklah menjiplak (17 Februari 1963). Keterangan H.B. Jassin
segera dibantah harian Bintang Timur, 24 Februari 1963, dengan menurunkan
berita yang berjudul "Berdasarkan Keterangan H.B. Jassin: Tenggelamnya
Kapal van der Wijck Memang Plagiat, yang Tidak Plagiat Cuma Caranya
Lakukan Plagiat".
Sesungguhnya, tuduhan Hamka sebagai plagiat tidak terlepas dari
upaya Lekra untuk menyerang sastrawan-sastrawan yang tidak sehaluan
politik. Sebagaimana dikemukakan Taufiq Ismail dalam bukunya Benteng dan
Tirani, Hamka merupakan sasaran pertama Pramoedya (Pramoedya adalah
pemimpin lembar kebudayaan "Lentera" harian Bintang Timur). Hamka
dituduh, dipermalukan, dan dihina habis-habisan dengan bahasa yang kasar
melalui lembar kebudayaan "Lentera" harian Bintang Timur dan tidak diberi
kesempatan untuk hak membela diri di harian itu. Puncak penghinaannya
adalah bahwa Hamka dituduh mengadakan rapat gelap yang merencanakan
akan membunuh Menteri Agama dan Presiden sehingga ia ditahan tanpa
pernah diadili.

B. Perbedaan Tenggelamnya Kapal van der Wijck dengan Magdalena

1. Perbandingan Profil Tokoh

Tokoh dalam novel merupakan komponen utama yang menjadi


sorotan pembaca. Fungsi tokoh dalam cerita fiksi memiliki peran masing-
masing dalam alur sebuah cerita dari awal hingga akhir. Begitupun halnya
dalam novel TKVDW dan Magdalena. Tokoh utama dalam novel TKVDW
adalah Zainuddin dan Hayati, sedangkan dalam novel Magdalena adalah
Stevan dan Magdalena.
8

2. Persamaan dan perbedaan profil Zainuddin dalam “TKVDW” dengan


Stevan dalam “Magdalena”

Persamaan:
a. Sama-sama memiliki harta peninggalan
b. Sama-sama Seniman
c. Kisah percintaan yang tidak direstui
d. Adanya orang ketiga di kisah percintaannya

Perbedaan:
a. Zainuddin dibesarkan oleh pembantunya yang bernama mak base
sedangkan Steven dibesarkan oleh ayahnya.
b. Zainuddin di usir secara halus oleh datuk (paman hayati) sedangkan
Steven di usir oleh ayah Magdalena
c. Zainuddin tidak mengenal orang ketiga di kisah percintaannya
sedangkan Steven mengenal orang ketiga di hubungannya.

3. Persamaan dan perbedaan profil Hayati dalam “TKVDW” dengan


profil Magdalena dalam “Magdalena”

Persamaan:
a. Sama-sama memiliki paras yang cantik
b. Sama-sama gadis desa
c. Sama-sama memiliki sahabat
d. Sama-sama tidak direstui dengan kekasih masing-masing

Perbedaan:
a. Hayati menikahi aziz karena alasan adat istiadat sedangkan Magdalena
menikah karena harta
b. Diceritakan Hayati dan aziz memiliki anak setelah beberapa tahun
menikah sedangkan Magdalena melahirkan setelah tak lama Edward
bunuh diri.
c. Hayati ketika berangkat sempat bertemu dengan zainuddin sedangkan
Magdalena tidak bertemu dengan Steven.
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Membaca rujukan tentang sejarah sastra Indonesia, maka membuat kita


dapat melihat bahwa antara Pujangga Baru dengan Lekra memang memiliki
misi dan visi yang bertolak belakang. Pujangga Baru yang merupakan
organisasi penyair serta sastrawan yang berideologi nasionalis, bahkan
beberapa di antaranya adalah agamis. Hal ini menjadikan Pujangga Baru
bertolak belakang dengan Lekra yang di dalamnya terdapat sastrawan-
sastrawan dengan ideologi sosialis.
Selanjutnya, mengenai kemiripan cerita dan desas-desus mengenai
plagiasi yang dilakukan oleh Buya Hamka, memang ada kemiripan plot, ada
pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang mengingatkan kepada Magdalena.
Akan tetapi pembaca harus cerdas dan mengakui bahwa dalam penceritaannya
dalam novel TKVDW, ada pengungkapan sendiri, pengalaman sendiri,
permasalahan sendiri. Sekiranya ada niat pada Hamka untuk menyadur
Magdalena-Manfaluthi, kepandaiannya melukiskan lingkungan masyarakat dan
menggambarkan alam serta manusianya, kemahirannya melukiskan seluk-
beluk adat istiadat serta keahliannya membentangkan latar belakang sejarah
masyarakat Islam di Minangkabau, mengangkat ceritanya menjadi ciptaan
Hamka sendiri. Pengalaman dan pengungkapan sendiri dari Hamka itu
demikian kuat. Oleh karena itu, kesimpulan tentang apakah karya Hamka ini
merupakan plagiat atau bukan, semuanya dikembalikan kepada pembaca.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, penulis berharap kritik serta saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan agar makalah ini lebih baik lagi. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

9
10
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Fauzi. 2017. Lassic Polemical Between the novel of Tenggelamnya


Kapal Van Der Wijck and Magdalena. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia: HORTATORI. Volume 1 Number 2 (2017), 108-
11.ISSN 2579-7832 (Print) | ISSN 2579-7840 (Electronic)
Kemendikbud. 2019. Tenggelamnya kapal van der Wijck (1938).
https://dapobas.kemdikbud.go.id/home?show=isidata&id=1278
Nukilan. 2020. Apakah “tenggelamnya kapal van der Wijck” plagiat?.
https://kutukata.id/2020/11/25/nukilan/apakah-tenggelamnya-kapal-
van-der-wijck-plagiat/ . Diakses pada

10

Anda mungkin juga menyukai