Anda di halaman 1dari 15

EKSISTENSI ROMAN SACUWIL

DALAM SASTRA JAWA MODERN


The Existence of Roman Sacuwil in the Modern Javanese Literature

Darni

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Surabaya, Jalan Lidah Wetan, Surabaya

(Makalah diterima tanggal 5 April 2011—Disetujui tanggal 8 November 2011)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hakikat roman sacuwil sebagai karya sastra,
mendeskripsikan kondisi lingkungan cerita tersebut lahir, yakni penerbit dan pengarangnya, dan
mendeskripsikan nilai dan fungsi roman sacuwil bagi pembacanya. Untuk mencapai ketiga hal
tersebut digunakan pendekatan struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data penelitian
ini adalah delapan puluh tiga cerita Roman Sacuwil hasil karya sepuluh pengarang produktif yang
terbit tahun 2001—2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakikat roman sacuwil merupakan
sastra remaja yang memiliki mutu populer. Unsur-unsur pembangunnya diolah secara ngambang.
Meskipun ada beberapa karya yang diolah dengan bagus, namun tidak mampu mengangkat roman
sacuwil. Roman sacuwil memiliki ciri khusus, yakni dihuni oleh tokoh muda-mudi, bercerita
tentang cinta dan persahabatan. Para pengarang roman sacuwil sebagian besar hanya mengarang
di rubrik tersebut. Nilai-nilai persahabatan muda-mudi yang terkandung dalam roman sacuwil
merupakan media pendidikan bagi muda-mudi dalam membentuk karakter pergaulan muda-mudi
Jawa yang jauh dari pergaulan bebas seperti di Barat.

Kata-Kata Kunci: sastra remaja, hakikat, nilai, fungsi

Abstract: This paper aims to describe the essence of roman sacuwil as a literary work,
background of roman sacuwil i.e. the publisher and the author, and value and the function of
roman sacuwil for the reader. To capture those problems, structural approach and the theory of
sociology of literature are used in the analysis. The data of this research are eighty three works of
roman sacuwil, written by ten authors that published in 2001—2005. The research shows that
roman sacuwil is a teenage literature which is potentially enough to be quite popular. However,
the elements of the story in roman sacuwil are not written well, that make the development
indolence. Roman sacuwil has specific characteristics such as the character is teenager and the
theme is about love and friendship. Therefore, roman sacuwil has its own rubric in Jaya Baya.
The glorious value of friendship among teenager is a media to educate and build a good
characteristic of the young generations.

Key Words: teenage literature, the essence, the value, the function.

PENDAHULUAN Sampai saat ini ada empat majalah


Sastra Jawa modern adalah sastra Jawa berbahasa Jawa sebagai media ekspresi
yang hidup di masyarakat Jawa saat ini. sastra Jawa modern, yaitu Jaya Baya,
Kehadiran sastra Jawa modern secara Panjebar Semangat, Sempulur Sari, dan
rutin tertuang dalam majalah-majalah Jaka Lodhang. Keempat majalah
berbahasa Jawa. Menurut pengamatan berbahasa Jawa tersebut merupakan
beberapa ahli (Hutomo, 1975; Ras, 1985; majalah populer. Di samping memuat
Quinn, 1992; Widati, 2001) sastra Jawa karya sastra, majalah tersebut juga
modern sejak kemerdekaan merupakan menyajikan rubrik–rubrik lain, seperti
sastra majalah. “Taman Wanita”, “Taman Putra”, “Apa

254
Tumon”, “Sing Lucu”, “Dredah lan Bagaimana hakikat roman sacuwil,
Masalah”, dan “Sari Warta”. Rubrik– siapa pengarangnya, dan adakah nilai dan
rubrik yang memuat karya sastra, antara fungsinya? Apakah roman sacuwil,
lain “Taman Geguritan” (puisi Jawa seperti namanya yang menggambarkan
modern), “Carita Cekak” (Cerpen), cerita cinta, hanya mengeksploitasi tema
“Carita Sambung” (Cersam), “Carita cinta?
Misteri”, “Carita Rakyat”, dan “Roman
Sacuwil”. TEORI
Roman sacuwil merupakan cerita Untuk mejawab pertanyaan mengenai
pendek yang diasuh dalam rubrik eksistensi roman sacuwil digunakan teori
‘Romansa’ di majalah Jaya Baya. Bentuk struktural. Teori struktural memang
fisik roman sacuwil mirip cerita pendek bertujuan menunjukkan keterjalinan
atau carita cekak. Bentuknya pendek, antarunsur dalam strukturnya (Moriarty,
habis dibaca sekali duduk. Selain 1991; Tyson, 1998; Eagleton, 2006).
bentuknya yang pendek, seperti Namun, untuk tujuan mengenali mutu
diungkapkan oleh Nurgiantoro (1995:12), roman sacuwil sebagai sebuah karya
carita cekak menyajikan tema dan plot sastra, analisis struktur akan dipusatkan
tunggal serta penokohan yang ringkas dan pada masing-masing unsurnya.
implisit. Secara sekilas, roman sacuwil Roman sacuwil sebagai karya sastra
didominasi oleh cerita remaja yang Jawa modern tidak lepas dari hakikatnya
berkisar pada masalah percintaan. Roman sebagai karya rekaan, seperti
sacuwil juga hadir dalam setiap Minggu, dikemukakan oleh Kennedy (2002:4—
seperti rubrik sastra yang lain. 10) bahwa sebuah karya rekaan,
Roman sacuwil memiliki kemiripan khususnya fiksi, mengandung unsur-
dengan bentuk sastra Jawa modern yang unsur pembangun seperti sudut pandang,
berkembang tahun 1960-an, yang disebut karakter, nada dan gaya, tema, dan
roman panglipur wuyung, cerita simbol. Nurgiantoro (1995:23)
penghibur kesedihan. Dilihat dari ciri–ciri mengelompokkan unsur pembangun fiksi
unsur pembangunnya, roman panglipur menjadi dua bagian besar yaitu unsur
wuyung merupakan roman picisan, karya intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
sastra yang mutunya sangat rendah. merupakan unsur pembangun fiksi yang
Ceritanya berkisar pada cerita remaja, kita jumpai pada saat membacanya,
cinta, dan masalah rumah tangga, seperti tema, peristiwa, cerita, plot,
tokohnya digambarkan secara hitam penokohan, sudut pandang, dan bahasa,
putih. Ciri yang paling menonjol adalah sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-
adanya pengharaman makna ganda. unsur di luar karya sastra yang secara
Roman panglipur wuyung melelapkan tidak langsung ikut membangun karya
pembacanya dalam dunia yang sudah sastra. Wellek dan Warren (2001:124)
diakrabinya, disukainya, bukan pada menyebut unsur ekstrinsik tersebut
makna ganda yang menggelisahkan, tidak sebagai unsur subjektivitas pengarang,
memerlukan penafsiran dan tanggapan seperti biografi pengarang, sikap
(Darni, 2004). Ciri-ciri tersebut mirip pengarang, pandangan hidup pengarang,
dengan sastra populer yang dikemukan psikologi pengarang, dan lingkungan
oleh Kaplan (Damono, 1987:53), yakni pengarang. Ketiga pandangan ahli
memiliki mutu rendah dan dicetak dalam tersebut tidak semuanya digunakan
kertas yang sederhana. sebagai patokan dalam mengamati dan
menentukan hakikat roman sacuwil

255
-

sebagai karya seni. Akan diambil sacuwil secara lebih lengkap. Jadi,
unsurunsur umum yang mudah dilihat penekanan tidak bergeser sedemikian
dalam sebuah karya sastra, seperti tema, jauh dari teks sastra.
alur, tokoh, dan latar. Keempat unsur
tersebut merupakan unsur inti pembangun METODE
fiksi. Penelitian ini menggunakan model
Kajian dalam penelitian ini akan penelitian kualitatif. Menurut Aminuddin
dilakukan secara intrinsik dan ekstrinsik. (1990:117), metode yang digunakan
Pengkajian roman sacuwil secara intrin dalam penelitian kualitatif bidang sastra
sik, yaitu secara struktural, diharapkan memiliki sifat deskriptif, analitis, dan
akan dapat mengungkap eksistensinya komparatif. Namun, ketiga sifat tersebut
sebagai karya sastra. Apakah tidak semuanya dimanfaatkan dalam
keseluruhannya merupakan karya sastra penelitian ini. Dua sifat yang disebut
pop, ataukah ada beberapa pengecualian? pertama, yakni bersifat deskriptif dan
Kajian secara intrinsik ini juga ditujukan analitis, yang digunakan dalam penelitian
untuk menggali nilai dan fungsi yang ini. Penelitian ini memberi penjelasan
terkandung dalam roman sacuwil, secara sistematis dari fakta sasaran kajian
sedangkan kajian secara ekstrinsik yang disusun berdasarkan pendekatan,
dilakukan untuk menggali hal-hal di luar teori, dan cara kerja tertentu, untuk
roman sacuwil yang ikut membentuk dan memperoleh identitas dan eksistensi
melahirkan karya tersebut, seperti roman sacuwil sebagai bentuk sastra
penerbit, pengarang, dan sosio budaya dalam khazanah sastra Jawa modern.
pembaca. Damono (1979:7) mengatakan Sumber data penelitian ini adalah
bahwa karya sastra tidak dapat dipahami karya sastra yang mirip dengan cerita
secara utuh apabila dipisahkan dari pendek yang diberi nama khusus yakni
masyarakatnya. Kajian terhadap karya roman sacuwil. Karya tersebut hanya
sastra semacam itu disebut kajian terbit dalam majalah Jaya Baya setiap
sosiologi sastra. Swingewood (1972:13— minggu dalam rubrik roman sacuwil.
22) mengemukakan dua macam Roman sacuwil yang diambil sebagai
pendekatan dalam sosiologi sastra. sumber data dalam penelitian ini adalah
Pendekatan pertama menekankan aspek karya yang terbit setelah tahun 2000
dokumenter sastra. Pendekatan ini sampai kurun waktu lima tahun. Waktu
menyatakan bahwa sastra mencerminkan lima tahun merupakan waktu yang cukup
norma-norma dan nilainilai. Pendekatan untuk melihat perkembangan roman
kedua bergeser dari penekanan pada sacuwil. Tidak semua karya yang muncul
karya sastra ke arah segi produksi, dalam kurun waktu tersebut dijadikan
khususnya pada situasi sosial penulis. sumber data. Dari sederet nama
Pada pendekatan kedua, masalah pengarang yang muncul akan diambil
pelindung dan biaya produksi pengarang yang berhasil menerbitkan
menggantikan teks sastra sebagai pusat karyanya minimal lima karya.
diskusi. Dalam penelitian ini, teks sastra Pada tahap pengumpulan sumber
tetap dianggap sebagai teks utama dalam data ditemukan sembilanpuluh lima
pengkajian dengan pendekatan sosiologi pengarang yang telah berhasil menulis
sastra ini. Penulis dan penerbit yang roman sacuwil pada periode tahun
dijadikan sumber data dalam penelitian 2001— 2005. Setelah melalui tahap
ini digunakan untuk mendukung klasifikasi sumber data berdasarkan
penggalian terhadap eksistensi roman konsep penentuan sumber data seperti

256
dijelaskan di atas, sumber data penelitian maupun tanpa cinta. Persahabatan yang
ini terdiri atas 10 pengarang dengan 83 terjadi dengan cinta adalah persahabatan
karya. Analisis data dilakukan dengan antarperempuan yang tetap terjalin
menggunakan teori struktural untuk meskipun mereka dihadapkan pada
mengetahui hakikatnya dan sosiologi permasalahan cinta, misalnya cinta
sastra untuk menggali pengarang, segitiga. Akan tetapi, juga ada cerita
penerbit, dan sosiologi isi karya roman persahabatan yang tidak disertai
sacuwil berkaitan dengan nilai dan fungsi romantika cinta, murni persahabatan
roman sacuwil. antarkaum perempuan dalam kehidupan
remaja.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ada 8 dari 10 cerita persahabatan
1. Hakikat Roman Sacuwil Sastra yang menyajikan persahabatan murni
Jawa Modern antarkaum perempuan. Persahabatan
Pembahasan tentang hakikat roman tersebut mengambil latar pergaulan
sacuwil sebagai karya sastra dipusatkan remaja di tingkat SMU maupun
pada empat unsur pembangunnya, yaitu mahasiswa. Salah satu cerita tersebut
tema, alur, tokoh, dan latar cerita. adalah karangan Titik Kartitiani yang
Pembicaraan secara terpisah dan detail menyajikan persahabatan
tersebut dilakukan untuk memeriksa antarperempuan yang diawali dengan
secara detail, kemudian menentukan saling tidak suka. Ketidaksukaan tokoh
hakikat roman sacuwil, bukan hanya Desi kepada Ning dalam cerita “Kembang
mencari kepaduan unsur dalam Alang-Alang” disebabkan oleh
menciptakan keutuhan makna. Meskipun ketidaknyamanan Desi terhadap sikap
tidak secara cermat, kepaduan makna Ning. Ning yang sudah menikah justru
tersebut memang tetap diwujudkan. sangat manja dan bersikap seperti anak
kecil, seperti terlihat pada kutipan berikut
1.1 Tema ini.
Tidak semua cerita roman sacuwil
bertemakan cinta. Dari 83 karya yang ”Aku njegreg bareng nyawang
diteliti, terdapat 24 cerita yang kamar sing wis kosong mlompong iku.
bertemakan persahabatan. Persahabatan Aku bingung kudu ngapa...Aku nemu
kadho...Ana kembang alang-alang
yang terjalin antara lain persahabatan
ditaleni benang emas...Kembang
antarkaum perempuan, persahabatan alangalang tak gegem kenceng, kaya
antarkaum laki-laki, dan persabatan laki- aku nggegem kekancanku karo Mbak
laki dengan perempuan. Di antara ketiga Ning...” (Kartitiani, 2002:44).
macam persahabatan tersebut,
persahabatan antarkaum perempuan ‘Aku terpana melihat kamar yang
menduduki persentase tertinggi. Dari 24 sudah tidak berpenghuni itu. Aku
cerita persahabatan, terdapat 10 cerita bingung...aku menemukan sebuah
bertemakan persabahatan kado...ada kembang alang-alang dihiasi
pita dari benang emas... kembang alang-
antarperempuan. Ketiga topik tersebut
alang kugenggam erat-erat, seperti aku
dibicarakan dalam pembahasan berikut
ketulusan persahabatanku dengan mbak
ini. Ning’.

1.1.1 Persahabatan Antarkaum Tokoh Desi menyesal telah


Perempuan berprasangka buruk kepada Ning.
Persahabatan yang terjalin antarkaum Ternyata, Ning sahabat yang pengertian,
perempuan ini terjadi di antara cinta

257
-

memberikan kenang-kenangan berupa 1.1.3 Persahabatan Antarkaum


sesuatu yang tidak bisa dimilikinya Lelaki
namun disukainya. Hanya ada tiga cerita yang bertemakan
persahabatan antarkaum lelaki. Salah
1.1.2 Persahabatan antara Perempuan satunya berjudul “Simbokku Ora Ana”
dan Laki-laki (2003) karya Menur. Cerita tersebut
Ada sepuluh cerita yang menyajikan menyajikan persahabatan antara tokoh
persahabatan antarakaum laki-laki dan Dimas dan Sukma. Sukma bisa
perempuan yang tidak ditandai adanya memberikan ketenangan dan ketentraman
jalinan cinta. Persahabatan mereka kepada sahabatnya, Dimas, di saat
bermacam-macam tingkatannya. Ada sahabatnya tersebut dirundung kesedihan.
persahabatan antara guru dan siswa- Kesedihan Dimas berasal dari
siswanya. Persahabatan antara kakak dan penderitaannya karena ditinggal ibunya
calon adik angkatnya. Namun, sebagian menikah lagi dengan lelaki lain. Perhatian
besar adalah persahabatan antara laki-laki Sukma kepada sahabatnya itu dapat
dan perempuan remaja yang sebaya. dilihat pada kutipan berikut ini.
Salah satu dari sepuluh cerita
tersebut adalah “Fatamorgana” (2004) Critane Dimas kandheg. Tak cekel
karya F. Wahyu Nugroho yang pundhake supaya bisa aweh
menyajikan persahabatan antara guru dan ketentreman ing atine. ”Aku ngerti kuwi
kabeh ora entheng, Dim. Sing penting
murid-muridnya. Guru muda yang
saiki kowe wis bisa mbukak atimu
tampan bercanda ria santai dengan para kanggo simbokmu.” (Menur, 2003:44)
siswa siswinya. Mereka dapat menjalin ‘Cerita Dimas terhenti. Kupegang
hubungan dengan santai tanpa terlalu bahunya untuk memberikan
dibatasi oleh kecanggungan. Hal itu dapat ketenteraman di hatinya. ”Aku tahu
diperhatikan pada kutipan berikut ini. bahwa semua itu tidak ringan bagimu,
Dim. Yang penting kamu sekarang
...Pak Bayu kuwi gurune, wonge sudah bisa membuka pintu hatimu untuk
apikan, sabar lan ora gampang nesu. ibumu” ’.
Uga sering menehi pitutur, lan gelem
andum pengalaman. Ya pak guru iki Sukma berusaha menenangkan hati
sing kerep mbombong semangate
sahabatnya. Ia juga berusaha mengerti
sasuwene iki (Nugroho, 2004:37)
beban perasaan yang ditanggung Dimas.
‘...Pak Bayu itu gurunya, orangnya Berusaha mengerti penderitaan orang lain
baik, penyabar dan tidak mudah marah. bukan sesuatu yang mudah. Namun, bagi
Juga sering memberi nasihat,dan mau seorang sahabat, hal itu merupakan
berbagi pengalaman. Ya pak guru itulah kewajiban yang harus diberikan kepada
yang sering membesarkan hati dan seorang teman.
semangatnya selama ini’.
1.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh dan
Hubungan antara guru dan murid penokohan merupakan dua istilah yang
semacam itu layak untuk disebut sering digunakan. Keduanya merupakan
persahabatan. Mereka saling bercanda, dua pengertian yang tidak sama namun
memberi nasihat, dan semangat untuk berhubungan. Tokoh menunjuk pada
kebaikan pihak yang lain. orang atau pelaku cerita. Ditegaskan oleh
Abrams (dalam
Nurgiantoro, 1995:165) bahwa tokoh
adalah orang-orang yang ditampilkan

258
dalam suatu karya naratif atau drama. ”...Kalau kamu ingin menggoda
Tokoh juga berkaitan dengan karakter, Ningsih, coba hadapi aku dulu,” Sulung
sedangkan penokohan menunjuk pada menyambung pembicaraan Bayu’.
cara penggambaran tokoh, karakter yang
dimiliki tokoh. Ketintang yang dimaksud adalah
Tokoh cerita roman sacuwil jalan di lokasi kampus Unesa. Ketiga
semuanya adalah muda-mudi yang masih orang tersebut mahasiswa Unesa, yang
bujang atau lajang. Memang ada tokoh baru pulang menghadiri acara sastra. Jadi,
yang sudah menikah, namun tokoh ketiga tokoh tersebut dengan jelas dapat
tersebut tidak berperan sebagai tokoh diketahui identitasnya, yakni mahasiswa
utama. Tokoh Ning dalam cerita Unesa Ketintang. Tokoh rekaan F. Wahyu
“Kembang Alang-alang” (2002) karya Nugroho sebagian besar juga merupakan
Titik Kartitiani memang merupakan mahasiswa yang sedang menempuh
tokoh perempuan dewasa yang sudah kuliah. Namun, identitas secara jelas tidak
berkeluarga. Namun, tokoh tersebut dijelaskan. Begitu juga dengan pengarang
bukan tokoh utama. Tokoh utama dalam yang lain. Tokoh rekaan Titik Kartitiani
cerita tersebut adalah Desi, mahasiswi juga mahasiswa, jurusan pertanian. Cerita
tingkat akhir di kota Solo. “Memo ing Ring Basket” (2001), Titik
Tokoh roman sacuwil sebagian besar Kartitiani menampilkan tokoh Julian,
terdiri atas para mahasiswa yang sedang mahasiswa pemain basket dari jurusan
kuliah di perguruan tinggi. Sebagian pertanian. Mengenai identitas secara jelas
besar cerita tidak menunjuk dengan jelas tidak disebutkan.
perguruan tinggi maupun lokasi Muda-mudi yang dijadikan tokoh
ceritanya. Namun, ada yang menunjuk utama dalam roman sacuwil adalah
dengan jelas, seperti IKIP Surabaya yang perempuan yang cantik dan lelaki yang
berkampus di Ketintang maupun di Lidah tampan. Hanya ada satu cerita, yakni
Wetan. Cerita Candra Dyah Pambayun “Saritem oh Saritem” (2002) karya Angin
banyak menyebut kampus Ketintang N. Hidayat yang menyajikan tokoh
seperti kutipan berikut ini. perempuan yang tidak terlalu cantik,
berkulit hitam manis tetapi justru yang
...Tekan prapatan Ketintang ana berhasil menggaet hati lelaki tampan
bocah lanang sing nyegat anggone idaman. Sebagian besar dari mereka
mlaku. merupakan mahasiswa. Hanya ada
”Ning, aku butuh ngomong karo sebelas cerita yang menyajikan liku-liku
awakmu,” kandhane Bayu sambi percintaan dan persahabatan anak SMU.
njagang sepeda motore. Dari sisi penokohan, cara atau teknik
”...Nek kowe arep nggodha Ningsih,
yang digunakan pengarang untuk
kudu ngadhepi aku,” Sulung nyambungi menggambarkan perwatakan tokohnya,
kandhane Bayu (Pambayun, roman sacuwil menunjukkan suatu
2002:47). kesamaan antara pengarang satu dengan
yang lain. Sekitar sembilanpuluh persen
‘...Sampai perempatan Ketintang ada penggambaran tokoh dilakukan dengan
lelaki yang menghadang jalannya. cara langsung. Pengarang langsung
”Ning, aku ingin bicara denganmu,” menguraikan sifat dan karakter para tokoh
kata Bayu sambil menyandarkan sepeda rekaannya secara langsung selalui narasi.
motor.
Pengarang terproduktif F. Wahyu
Nugroho menggambarkan karakter tokoh
Shinta dalam cerita “Prau-prau Layar”

259
-

(2004) secara langsung melalui sudut ”Saya ini ya Atok. Anak Ibu. Ibu
pandang penceritaan orang ketiga. Hal itu saya itu perempuan, seperti bibi itu,”
dapat dilihat pada kutipan berikut ini. jawab si tukang ojek sambil menunjuk
seorang perempuan di pinggir jalan
...Ning Shinta dhewe pancen ya yang akan menyeberang.
padha ngerti, dheweke iku tansah Seketika kuping Inta mendadak kaku
grapyak semanak marang sapa wae. mendengar jawaban seperti itu’.
Bocah wadon iku ora tau mbedak-
mbedakake ing antaraning kanca siji Karakter tokoh Atok yang
lan sijine. Lan yen paribasane ceplasceplos, lucu tersebut digambarkan
dagangan ngono, Shinta kuwi regane melalui dialog dan sikapnya yang
mesthi larang alias dhuwur... (Nugroho, memang dapat memberi gambaran
2005:36) karakter yang polos. Kemarahan Inta
terhadap kenakalan Atok tidak
‘...Tetapi semua teman tahu siapa
Shinta. Ia selalu ramah kepada siapa
ditunjukkan secara langsung melainkan
saja. Gadis tersebut tidak pernah melalui kondisi kuping yang kaku, yang
membeda-bedakan teman satu dengan menunjukkan kemarahan seseorang. Sifat
lainnya. Ibarat barang dagangan, Shinta Atok yang ceplasceplos terus
termasuk barang mahal’. digambarkan secara tidak langsung
melalui dialog dan peristiwa.
Secara langsung, pengarang
memberitahukan sifat gadis bernama 1.3 Alur
Shinta. Tokoh perempuan tersebut Sebagian besar cerita roman sacuwil, para
memiliki sifat yang baik, ramah, dan tokoh muda-mudinya pada umumnya
cantik. menjalani fase liku-liku perkenalan,
Dari sepuluh pengarang roman kemudian “jadian”. Bangunan cerita yang
sacuwil yang diteliti, hanya Hesty Indra lurus, progresif, maju tersebut
W., yang memiliki karakter yang sangat menjadikan cerita mudah dipahami dan
berbeda dalam penggambaran para tokoh mudah ditebak peristiwa selanjutnya,
rekaannya. Cara Hesty menunjukkan bahkan akhir ceritanya. Hanya sebagian
kemampuannya dalam menggambarkan kecil saja cerita yang menampilkan
karakter para tokohnya dapat dilihat pa da susunan peristiwa secara flashback atau
penggambaran karakter tokoh Atok sorot balik dan alur campuran. Hanya 13
dalam cerita “Tukang Ojek iku Duwe cerita dari 83 cerita yang disusun dengan
Paklik” (2001) kutipan berikut. alur tidak lurus. Ada tiga cerita yang
disusun dengan alur sorot balik,
”Sampeyan ki sapa ta, Dhik? Kok sedangkan selebihnya menggunakan alur
Paklikmu kenal aku?” pangoyake Inta. campuran. Hanya enam pengarang dari
”Kula niki nggih Atok. Anake sepuluh pengarang yang menciptakan
simbok. Simbok kula niku estri, kados karyanya dengan alur sorot balik maupun
bulike niku,” wangsulane si tukang ojek
campuran, yaitu: F. Wahyu Nugroho,
karo nudingi wong wadon ing pinggir
dalan arep nyabrang. Candra Dyah Pambayun, Hesty Indra W.,
Sakala kupinge Inta njeprak Titik Kartitiani, A. Adi, dan Menur.
lorolorone, nalika diwangsuli kaya Penyelesaian didominasi oleh
ngono iku (Hesty, 2001:33) kebahagiaan. Muda-mudi yang
berkenalan atau lama berpisah di akhir
‘”Adik ini siapa? Kok Paklikmu cerita menemukan kebahagiaan, bisa
kenal aku?” tanya Inta. bersanding dengan pasangan yang

260
dirindukannya. Ada 47 cerita yang menonjol dirasakan oleh tokoh aku,
berakhir dengan kebahagiaan, sedangkan bukan pada pembaca.
yang berakhir dengan kesedihan ada 31 Surprise atau kejutan merupakan
cerita. Kesedihan tersebut dialami oleh kaidah pemplotan yang sangat berarti.
tokoh utama. Mereka gagal mendapatkan Kejutan bisa memberikan kebahagiaan
gadis atau lelaki yang diidamkannya. namun juga kesedihan bagi tokoh maupun
Lima cerita lainnya berakhir dengan pembaca. Peristiwa yang tidak
menggantung. terbayangkan akan terjadi justru terjadi di
Pengembangan alur dalam sebuah akhir cerita. Dari 83 cerita yang diteliti
cerita merupakan salah satu hal yang hanya ada 18 yang menunjukkan adanya
penting dalam fiksi. Pengembangan alur surprise. Namun, dari delapanbelas cerita
yang menarik, memberikan kebaruan, tersebut tidak semuanya menunjukkan
akan tampak adanya kaidah-kaidah surprise yang maksimal. Ada delapan
seperti yang dikemukakan oleh Kenny cerita yang memiliki kejutan kurang
(dalam Nurgiantoro, 1995:130), yaitu mengejutkan. Letak kekurangannya
plausibility, surprise, suspense, dan unity. sebagian karena keterkejutan itu hanya
Keseluruhan cerita roman sacuwil dirasakan oleh tokoh, bukan oleh
memiliki plausibility atau dapat dipercaya pembaca. Misalnya, dalam cerita “Raras”
yang tinggi. Cerita-cerita roman sacuwil (2004) karya Aili, keterkejutan terhadap
memiliki kausalitas yang jelas. peristiwa diselenggarakannya pernikahan
Plausibility atau plausibilitas juga dapat adik Raras tanpa sepengetahuan Raras
dikaitkan dengan realitas kehidupan. lebih dirasakan oleh tokoh Bulik daripada
Cerita roman sacuwil secara keseluruhan pembaca. Sepuluh cerita dari lima
memiliki akar sosial yang jelas. Tokoh pengarang menyajikan alur dengan
dan dunia kehidupan yang digambarkan diakhiri kejutan secara maksimal. Hesty
memiliki kesesuaian dengan dunia Indra W merupakan pengarang yang
manusia dan kehidupan yang ada saat ini. paling banyak menyajikan kejutan, yakni
Berkaitan dengan kepaduan, cerita dengan empat cerita.
roman sacuwil memiliki keutuhan cerita
yang jelas. Bentuknya yang pendek 1.4 Latar
mendorong penulis untuk memadatkan Latar merupakan salah satu unsur
cerita dan meniadakan kesempatan pembangun fiski yang berkaitan dengan
menyelipkan peristiwa-peristiwa yang waktu, tempat, dan suasana. Latar dalam
tidak berkaitan dengan peristiwa- roman sacuwil, latar material khususnya,
peristiwa inti. hanyalah merupakan latar netral. Tempat
Sebagian besar suspense tidak dan waktu yang ditunjuk dalam cerita
dibangun secara maksimal. Dalam cerita hanyalah nama tempat saja, tanpa
“Langit Mendhung Tulungagung” memberikan efek khusus pada cerita.
(2001), Pambayun memang mengajak Salah satu cerita yang menggunakan judul
pembaca untuk terus bertanya-tanya atau waktu, yaitu “Sawise Sewindu” (2003)
membayangkan peristiwa apa yang akan karya Adi. Waktu sewindu dalam cerita
dihadapi oleh tokoh Anik. Anik yang tersebut juga hanya merupakan latar
tidak datang di kampus pada waktu yang netral belaka. Latar waktu tidak
seharusnya membuat tokoh aku tidak memegang peranan penting dalam cerita.
tenang. Apa yang terjadi dengan Anik? Latar tempat, seperti kampus, sekolah,
Namun, kerisauan tersebut lebih dan koskosan juga digambarkan hanya
sekadar tempat kejadian peristiwa saja.

261
-

Namun, ada hal positif yang dapat dipetik


dari latar tempat dan waktu roman
sacuwil. Latar tempat cerita roman
sacuwil adalah tempat-tempat umum
yang terang, bukan tempat-tempat sepi
dan gelap yang mendorong muda-mudi
berbuat tidak pantas. Demikian juga latar
waktu, sebagian besar cerita terjadi pada
siang hari. Hanya ada delapan cerita yang
dilatari oleh waktu malam hari. Tidak ada
peristiwa sebab akibat yang bersumber
dari waktu malam hari yang
menyebabkan penilaian negatif atau tidak
baik pada muda-mudi. Peristiwa yang
terjadi pada malam hari tersebut hanya
merupakan peristiwa selingan, tidak
membentuk peristiwa sebab akibat. Oleh
Barthes (Moriarty, 1991:103) peristiwa
seperti itu disebut katalisator.
Latar sosial cerita roman sacuwil
adalah pergaulan muda-mudi dalam usia
remaja dan dewasa. Seperti dalam
pembahasan mengenai tema, pergaulan
tersebut sebagian besar merupakan
pergaulan cinta dan sebagian kecil
merupakan pergaulan persahabatan.
Pergaulan cinta muda-mudi roman
sacuwil merupakan pergaulan biasa atau
wajar, tidak melampaui batas-batas
pergaulan remaja yang masih lajang.
Tampak dalam pembahasan terdahulu,
yaitu pembahasan mengenai cinta dan
kemesraan, bahwa kemesraan yang
dilukiskan oleh penulis hanya sebatas
berpegangan tangan, cium pipi, dan
berpelukan. Tidak ada kemesraan yang
mengundang atau menimbulkan nafsu
birahi antar lawan jenis.
Satu-satunya cerita yang berjudul
mengarah kepada perbuatan tidak baik
yaitu “Ngundhuh Wohing Slingkuh”

262
(2002) karya F. Wahyu Nugroho, tetapi mudamudi. Mengenai mutu, redaksi tidak
isinya juga tidak seseram judulnya. membedakannya dengan cerkak.
Selingkuh yang dimaksud adalah Pengarang roman sacuwil memiliki
perselingkuhan dalam pacaran. Tokoh dunianya sendiri. Roman sacuwil
Safi’ memiliki pacar dua orang gadis. dikarang khusus oleh pengarang roman
Karena keserakahannya, Safi justru sacuwil. Tidak ada nama pengarang dari
ditinggalkan oleh kedua pacarnya. Jadi, genre lain, misalnya carita cekak atau
selingkuh yang dimaksud adalah carita sambung, seperti Suparto Brata,
menduakan pacar atau memiliki dua Suwardi Endraswara, dan Sunarko
pacar. Tidak ada pergaulan melebihi batas mengarang roman sacuwil. Dari sepuluh
dalam cerita tersebut. Bahkan, adegan pengarang yang produktif di tahun
kemesraan saja tidak ada. 2001—2005 tidak ada pengarang seperti
Bila dilihat dari ciri-ciri tersebut, disebut di atas.
yakni dominasi tema cinta, tokohnya Sebaliknya, nama-nama pengarang
dihuni oleh para muda-mudi, dan latarnya yang muncul di rubrik roman sacuwil
mengenai dunia remaja, maka roman juga hanya mengarang di rubrik roman
sacuwil dapat digolongkan sebagai sastra sacuwil. Kesepuluh nama yang produktif
remaja. Sesuai yang disampaikan oleh yang dijadikan sumber data dalam
Ridwansyarif (2005) bahwa karya remaja penelitian ini juga tidak akrab dengan
mengungkapkan kehidupan dunia rubrik yang lain, seperti rubrik-rubrik
mereka, mayoritas tentang hubungan laki- yang disebutkan di atas. Hal tersebut
laki–perempuan yang sesuai dengan menandaskan bahwa roman sacuwil
tingkatan umur mereka. Dunia sekolah, memiliki dunia yang khas, terutama
cinta, remaja dalam kehidupan keluarga, dalam pembicaraan ini masih berkaitan
dan hubungan pertemanan yang dengan pengarangnya.
berhubungan dengan dunia remaja. Namun, tidak semua nama
pengarang tersebut merupakan nama asli.
2. Redaksi dan Pengarang Roman Ada nama samaran yang digunakan oleh
Sacuwil pengarang tatkala ia mengarang di rubrik
Pembicaraan unsur-unsur di luar karya roman sacuwil. Salah satu pengarang dari
sastra secara sosiologis, yakni pengarang kesepuluh pengarang yang dijadikan data
dan redaksi diharapkan dapat penelitian ini, yakni Candra Dyah
memperjelas eksistensi roman sacuwil. Pambayun, merupakan nama samaran
Penggalian nilai dan fungsi roman dari pengarang bernama Sumono Sandi
sacuwil dikaitkan dengan nilai-nilai Asmara. Pengarang tersebut merupakan
pergaulan dalam masyarakat Jawa dapat pengarang yang produktif. Tulisannya
menunjukkan manfaat roman sacuwil berada di berbagai rubrik majalah Jaya
bagi pendukungnya. Baya maupun Panjebar Semangat. Ia
Redaksi memiliki peran yang sering menulis di rubrik carita cekak,
penting terhadap terbitnya sebuah cerita. carita sambung, carita rakyat, dan
Redaksi berhak memutuskan sebuah guritan.
cerita diterbitkan atau tidak. Redaksi Menurut Sumono (wawancara
berpendapat bahwa rubrik roman sacuwil tanggal 28 Oktober 2010), panggilan
menempati suatu ruang dan dunia akrabnya ketika masih kuliah dan
tersendiri, yang berbeda dengan carita sekarang menjadi guru bahasa Jawa di
cekak. Roman sacuwil memiliki kekhasan SMP Trenggalek, ia memang sengaja
yakni bercerita tentang romantika cinta menggunakan nama samaran dalam

263
mengarang roman sacuwil. Roman adanya adegan bersentuhan anggota
sacuwil memiliki kekhasan tersediri, tubuh antara laki-laki dan perempuan.
mulai dari tema, penggarapan cerita, Jumlah tersebut merupakan jumlah yang
sampai pada bahasanya harus dibedakan sangat sedikit, hanya sebelas persen dari
dengan cerkak. Temanya tentang keseluruhan cerita. Dari sepuluh cerita
pergaulan muda-mudi. tersebut hanya satu cerita yang tokoh
Bahasanya juga harus menggunakan utamanya mengalami kehamilan di luar
bahasa yang lugas dan gaul. Penggarapan nikah. Tokoh tersebut bernama Pepi
roman sacuwil lebih ringan daripada dalam cerita “Lumpuh Ngider Jagad”
cerkak sehingga mudah dipahami oleh (2005) karya Menur. Kehamilan itupun
pembacanya. Sebagai pengarang yang tidak digambarkan adanya adegan yang
serba bisa, Sumono membedakan merangsang dalam cerita. Tokoh Pepi
mengarang untuk para pembaca yang tiba-tiba sudah hamil. Di samping itu,
memiliki selera yang berbeda. Di saat dalam cerita tidak ada adegan erotis yang
berhadapan dengan rubrik roman sacuwil, merangsang nafsu pembaca.
ia akan mengarang dengan menu dan cara Penggambaran tokoh Pepi sebagai
yang berbeda dengan waktu ia perempuan yang berganti-ganti pacar
berhadapan dengan rubrik carita cekak. tanpa alasan yang pasti mendukung niat
Penggunaan nama samaran Candra pengarang untuk memberikan pelajaran
Dyah Pambayun dilakukan secara total. akan kewaspadaan dan keseriusan bagi
Sumono menjiwai sosok pengarang mudamudi dalam menjalin pergaulan
perempuan tersebut secara maksimal. cinta.
Sosok Sumono Sandy Asmara sebagai Nilai-nilai kesopan yang ingin
pengarang cerkak tidak tampak. Pada disampaikan dalam roman sacuwil
mulanya, penulis juga tidak mengenali sampai pada nilai keagungan cinta. Tokoh
sosok Sumono dalam roman sacuwil. Prasetya dalam cerita “Kebogiro Phobia”
Penokohan yang ditampilkan misalnya, (2004) karya A. Adi juga berhasil
menggunakan teknik yang sangat mencegah adanya adegan kemesraan
sederhana. Karakter tokohnya banyak yang dilandasi oleh nafsu birahi
digambarkan dengan teknik langsung. sebagaimana dapat dilihat pada kutipan
Tokoh utamanya juga seorang berikut ini.
perempuan.
...Ruruh nguculi benik klambine
3. Nilai dan Fungsi Roman Sacuwil sijisiji... terus wiwit nguculi ngisorane...
Cerita percintaan yang disuguhkan roman Aku unjal ambegan lan bola-bali
istigfar, nyoba ngipatake setan kang
secuwil merupakan percintaan yang
wiwit manjing ing uteg lan atiku...
berada dalam batas-batas norma yang “Aja Ruh. Mengko bojomu bakal
dianut oleh orang Jawa. Norma-norma rumangsa kapusan. Kowe bakal diina,
pergaulan seperti yang dikemukakan oleh disiya-siya lan diasorake. Yen kowe
Kartodirdjo (1993) tentang pergaulan nganti sengsara, aku bakal rumangsa
muda-mudi masih relevan dengan dosa selawase urip.” (Adi, 2004:37)
pergaulan muda-mudi dalam roman
sacuwil. Perempuan dan laki-laki dalam ‘...Ruruh membuka kancing bajunya
menjalani liku-liku percintaannya tidak satu persatu...lalu mulai membuka baju
cenderung didorong oleh nafsu. bagian bawah... Aku menarik nafas dan
berulang-ulang menyebut kalimat
Dari 83 cerita dalam penelitian ini
istighfar, mencoba mengusir setan yang
hanya ada 10 cerita yang menunjukkan mulai merambati otak dan pikiranku...

264
“Jangan Ruh. Nanti suamimu akan “Ari....!!!” Reni njelih, gitare
merasa ditipu. Kamu akan dihina dan diglethakake, terus nguber si
disia-siakan. Kalau kamu sampai duratmaka. Bareng keandhak, langsung
sengsara, aku akan merasa berdosa diciweli nganti bocahe sambat-sambat
seumur hidupku.” ‘ kapok... (Menur, 2004:37).

Betapa agung pemikiran tokoh ‘“Kamu kok manis, siapa yang


Prasetya. Ia tidak mau meladeni ajakan nyuruh?” Bisik Ari.
melampiaskan hawa nafsu yang katanya “Apa?” Reni menengadah. Ari
dengan cepat mencium pipinya.
dilandasi perasaan cinta yang dalam. Apa
‘Ari...!!!” Reni menjerit, gitar
yang dilakukan Prasetya merupakan diletakkan, langsung mengejar si
perbuatan para kesatriya dalam dongeng pencuri. Setelah berhasil, langsung
Jawa. Lelaki tersebut memang sempat dicubit-cubit sampai Ari berteriak-teriak
terangsang dengan adegan telanjang yang kapok...’
disuguhkan oleh pacarnya. Apalagi,
Ruruh dengan sepenuh hati akan Adegan tersebut menggambarkan
mempersembahkan kesuciaannya. terbatasnya hubungan antara laki-laki dan
Namun, Prasetya bisa mengendalikan perempuan. Si laki-laki mencium
hawa nafsunya. Ia bisa mengusir setan pacarnya dengan mencuri-curi,
yang mulai menghinggapi pikirannya. sedangkan si perempuan juga tidak
Nilai keagungan sikap lelaki tersebut dengan rela dicium. Ia bahkan mengejar
tidak hanya pada kemampuannya orang yang telah menciumnya dan
mengendalikan hawa nafsunya, tetapi mencubitnya sampai kesakitan. Di
juga pada pendiriannya terhadap cintanya samping itu, tidak ada unsur kesengajaan
kepada Ruruh. Prasetya tidak mau dari kedua pihak dan tidak ada nafsu yang
menikmati madu kebahagiaan di atas menggebu dalam adegan tersebut. Yang
kekecewaan lelaki lain, apalagi di atas terasa adalah ciuman dari luapan perasaan
penderitaan gadis yang sangat sayang.
dicintainya. Cinta yang dimiliki Prasetya Adegan berpegangan tangan
kepada Ruruh merupakan cinta sejati, antarmuda-mudi merupakan adegan yang
cinta yang tidak ditunggangi oleh tujuan banyak dilakukan dalam sepuluh cerita
dan nafsu setan. yang disebut di atas. Pegangan tangan
Pergaulan cinta muda-mudi dalam tersebut juga beraneka tingkat
roman sacuwil masih menganut nilai- kemesraannya. Pegangan tangan tanpa
nilai luhur yang diamanatkan oleh nenek disertai kemesraan yang berlebihan
moyang orang Jawa. Adegan-adegan tampak dalam cerita “Senthir Lenga
erotis yang merangsang nafsu masih Patra” (2003) karya Pambayun. Tangan
dianggap sebagai hal yang tabu. Secara Pipit yang menerima hadiah jam tangan
eksplisit hal itu dapat dilihat dari cerita dari Pamor kemudian dipegang erat oleh
“Nalika Semboja Ngrontogake Pamor. Genggaman tangan tersebut tidak
Kembange” (2004) karya A. Adi. Hal itu lantas diikuti adegan kemesraan yang
dapat diperhatikan pada kutipan berikut lebih serius. Pegangan tangan tersebut
ini. justru disambut dengan tetesan air mata
karena terharu.
“Kowe iki kok manis banget, sing Hanya satu adegan pelukan dalam
ngakon sapa, ta?” bisike Ari. cerita roman sacuwil dalam penelitian ini.
“Apa?” Reni tumenga. Ari gagean
Pelukan itupun tidak dilakukan dengan
ngesun pipine.
kesengajaan dari kedua mudamudi.

265
Pelukan dalam cerita “Mung Kowe Kok diikuti oleh adegan-adegan yang
Fit” (2005) karya A. Adi ini dilakukan mendorong kearah terpancingnya nafsu
oleh tokoh Fitri kepada pacarnya, Lutfi mudamudi menuju perbuatan yang
sebagaimana tampak pada kutipan berikut dilarang oleh agama.
ini.
SIMPULAN
Fitri ngekep aku sangsaya kenceng. Pada hakikatnya, roman sacuwil
Eluhe nelesi klambiku, tembus ing atiku. merupakan salah satu genre sastra Jawa
Rasane kaya disiran banyu sewindu. modern. Dari segi mutu, roman sacuwil
Bagya, mulya... (Adi, 2005:37).
bermutu populer, namun bukan picisan.
‘Fitri memelukku semakin erat. Air Roman sacuwil termasuk sastra remaja.
matanya membasahi kemejaku, tembus Dari segi tema, roman sacuwil tidak
ke dalam hatiku. Rasanya seperti hanya berbicara cinta muda-mudi, namun
disiram air sewindu. Bahagia, sangat terdapat pula tema persahabatan. Para
bahagia...’ tokoh roman sacuwil adalah para
mudamudi yang sedang menuju,
Pelukan Fitri bermakna keharuan. menjalani, dan mengakhiri sebuah cerita
Fitri sangat bahagia menerima pernyataan cinta dan menjalin sebuah persahabatan
cinta dan sayang dari Lutfi. Mereka yang sejati. Penggambaran tokoh roman
sehati. Air mata Fitri menyejukkan hati sacuwil sebagian besar dilakukan secara
Lutfi. langsung. Hanya sebagian kecil
Adegan ciuman tanpa disertai hasrat penggambaran tokohnya dilakukan secara
yang menggebu juga menghiasi roman tidak langsung. Dari segi alur, roman
sacuwil karya Pambayun dalam cerita sacuwil didominasi oleh alur progresif.
“Ing Tawang Ana Rembulan” (2004). Hanya sebagian kecil cerita yang
Tokoh Sandy mencium Diana dengan menyuguhkan kejutan dan suspen secara
penuh perasaan. Namun, ciuman itu maksimal. Latar roman sacuwil, terutama
bukan ciuman yang disertai gairah oleh latar material hanya digarap secara sangat
kedua muda-mudi. Ciuman tersebut sederhana. Tempat dan waktu hanya
dilakukan Sandy sebagai ungkapan merupakan nama belaka, tidak memiliki
cintanya kepada Dinda. Ciuman tidak peran yang penting dalam cerita. Latar
dibalas dengan ciuman oleh Dinda. Dinda sosial roman sacuwil adalah pergaulan
membalasnya dengan meletakkan cinta dan persahabatan muda-mudi yang
kepalanya di atas pangkuan Sandy. Kedua duduk di bangku kuliah.
adegan tersebut sangat memungkinkan Roman sacuwil benar-benar
memicu terjadinya kemesraan yang lebih menempati dunia tersendiri dalam sastra
dari itu. Jawa modern. Para pengarang roman
Namun, pengarang membatasinya dengan sacuwil juga khas. Nama-nama mereka
memberikan suasana sakral pada adegan hanya dijumpai di roman sacuwil. Candra
tersebut. Adegan tersebut merupakan Dyah Pambayun yang merupakan nama
tanda terjalinnya hubungan cinta antara samaran Sumono Sandi Asmara juga
Sandy dan Diana. menunjukkan sosok yang berbeda dan
Roman sacuwil menyampaikan nilai- khas.
nilai keagungan dalam percintaan. Redaksi memiliki peran yang besar
Percintaan muda-mudi tidak dihiasi dalam membangun dunia roman sacuwil.
dengan nafsu. Pegangan tangan, pelukan, Roman sacuwil diutamakan pada
dan ciuman tidak disertai nafsu dan tidak karyakarya yang bertema cinta dan

266
persahabatan muda-mudi. Secara mutu, Hutomo, Suripan Sadi. 1975. Telaah
menurut redaksi, roman sacuwil tidak Kesusasteraan Jawa Modern.
jauh berbeda dengan carita cekak. Hal Jakarta: Pusat Bahasa.
tersebut terbukti dengan adanya Kartodirdjo, Sartono. 1993.
karyakarya Hesti Indra W. yang Perkembangan Peradaban Priyayi.
menyuguhkan penokohan dan alur yang Yogyakarta: Gadjah Mada
bagus, namun tetap masuk di rubrik University
roman sacuwil, begitu pula adanya karya- Press.
karya F. Nugroho dan Candra Dyah Kennedy, X.J. 2002. Literature: An
Pambayun yang dapat menyuguhkan Introduction to Fiction, Poetry, and
suspense yang menarik. Drama. Boston: Little Brown and
Roman sacuwil mengandung Company. Moriarty, Michael. 1991.
nilainilai kesopanan dalam pergaulan Roland
cinta dan persahabatan mudi-mudi. Barthes. Cambridge: Polity Press.
Percintaan muda-mudi tidak dihiasi oleh Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori
nafsu. Sebagian kecil adegan merangsang Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
seperti pegangan tangan, pelukan, dan Mada University Press. Quinn, George.
ciuman tidak disertai nafsu dan tidak 1992. The Novel In Javanese. Leiden:
diikuti oleh adegan-adegan yang KITLV Press.
mendorong kearah terpancingnya nafsu Rass, J.J. 1985. Bunga Rampai Sastra
muda-mudi menuju perbuatan yang Jawa Muktakhir. Jakarta: Grafiti
dilarang oleh agama. Nilai-nilai Press.
percintaan yang agung dan persahabatan Ridwansyarif. 2005. “Ideologi Sastra
yang sejati tersebut memiliki fungsi Remaja” dalam
pendidikan yang dibutuhkan oleh muda- http://www.sinarharapan.co.id/hibu
mudi saat ini. ran/budaya/2005/0226/bud2.html
DAFTAR PUSTAKA Swingewood, Alan dan Diana Laurenson.
1972. Sociologi of Literature.
Aminuddin. 1990. “Metode Kualitatif London: Paldin.
dalam Penelitian Karya Sastra” Tyson, Lois. 1998. Critical Theory
dalam Aminuddin (Ed.). Today: A User-Friendly Guide. New
Pengembangan Penelitian Kualitatif York: Garland Publishing Inc.
dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Wellek, Rene dan Austin Warren. 2001.
Malang: Yayasan 3 A. Teori Kesusasteraan
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi (Diindonesiakan oleh Melani
Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Budianta). Jakarta: Gramedia.
Balai Bahasa. Widati, Sri et al. 2001. Iktisar
______. 1987. Novel Jawa Tahun Perkembangan Sastra Jawa Modern
1950an: Telaah Fungsi, Isi, dan Periode Kemerdekaan. Yogyakarta:
Struktur. Jakarta: Pusat Bahasa. Gadjah Mada University Press.
Darni. 2004. “Roman Panglipur Wuyung:
Roman Picisan Berbahasa Jawa”.
Jurnal Ilmiah Prasasti. UNESA.
Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra.
Yogyakarya: Jalasutra.

267
267

Anda mungkin juga menyukai