Anda di halaman 1dari 12

BAB I

A. PENDAHULUAN

Novel yang akan saya analisis adalah Layla Majnun karya Syaikh Nizami. Novel
ini merupakan novel sastra yang berhasil memadukan tema cinta dan latar
belakang budaya suatu bangsa.

Laila Majnun merupakan kisah cinta kelasik yang dikisahkan dari mulut kemulut
ditanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa (661-750 M). Diyakini oleh banyak
orang, roman ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda Qays putra
Al-Mulawwah, penguasa Bani Amir di Arabia.

Ada puluhan versi versi cerita pada masa itu, dalam salah satu versinya, Qays
menghabiskan masa mudanya bersama Layla ditenda mereka. Dalam versi yang
lain, Qays hanya memandang Layla dan langsung jatuh cinta kepadanya dengan
cinta yang membuatnya pikun dan buta, tapi dari sekian bnyak versi tetap
mengandung persamaan dalam masing-masing versi : Qays berubah menjadi gila
karena cintanya kepada Layla, karena alasan itulah dia disebut ''Majnun'' yang
berarti ''Gila'' melalui kisah itukah kemudian syair-syair Arab, yang berbicara
tentang romantika cinta Maknun dan kesetian layla yang menggetarkan.

Layla Majnun sangat menginspirasi para penyair Arab, khususnya kaum sufi,
karena sosok Layla menjadi simbol yang mempersentasikan yang terkasih - yang
rahasia dan tak tersentuh- dan sosok Majnun mempersentasikan seorang pecinta.
Dalam ajaran agungpara sufi, hubungan pencinta dan kekasih, juga antara hamba
dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta. Dari tradisi lisan kisah tersebut
kemudian merasuk dalam khazanah sastra Persia, dan Nizami menuliskannya
pada abad 12 dalam bahasa Persia. Dari situlah timbul ketertarikan untuk
menganalisis novel.

B.TUJUAN PENELITIAN

 Untuk menyelesaikan tugas akhir semester


 Untuk mendeskripsikan unsur-unsur Intrinsik yang terdapat pada novel Layla
Majnun

C. BENTUK PENELITIAN

 Mengunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan Teori Struturalsime


 Sumber data Roman Layla Majnun karya Nizami Ganjavi terbitan Kayla
Pustaka cet 1. tahun 2009
D. TEORI STRUKTURALISME

Apa yang diartikan dan dimaksud dengan pengkajian sastra ialah penyelidikan
atau penelitian dengan menelaah suatu karya sastra.

Dari sejumlah pendekatan sastra yang muncul, pendekatan sastra yang


mendasarkan pada telaah struktur boleh disebut sebagai pendekatan yang paling
banyak menghasilkan teori. Pendekatan struktur itu sendiri sebenarnya sejak
zaman Yunani sudah dikenalkan oleh Aristoteles dengan konsep wholeness, unity,
complexty dan choherence. Namun, perkembangan strukturalisme secara pesat
barulah pada abad 20.

Menurut saya sangat menarik menganalisis novel ini melalui pendekatan


strukturalisme. Pendekatan ini memandang bahwa keritik sastra harus berpusat
pada karya sastra itu sendiri, tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan
pembaca sebagai peenikmat.

Kebanyakan penganut aliran Strukturalis secara langsung dan tidak langsung


berkiblat pada strukturalisme dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh de saussure.
Adapun dua pengertian kembar dari ilmu linguistik ialah : signifiant-signifie dan
paradigma-syntagma. Signifiant berarti yang memberi arti, jadi aspek bentuk
dalam tanda atau lambang, signifie berarti yang diartikan, tanda bahasa terdiri atas
unsur pemberi arti dan unsur yang diartikan. Dengan mengabungkan dua unsur itu
kita dapat mengatakan sesuatu mengenai hal-hal yang terdapat didalam kenyataan.
Hubungan antara pemberi arti dan yang diberi arti biasanya dilakukan dengan
sewenang-wenang dan menurut konvensi-konvensi, jadi tidak berkembang dari
''alam kodrat'' atau dengan sendirinya.

Meskipun struktur merupakan objek utama, telaah struktur tidak hanya


mengkategorikan struktur bahasa bahasa teks secara terpisah. Telaah struktural
harus dikaitkan pula dengan fungsi struktur lainnya. Sebagaimana dikemukakan
Terry Eagleton bahwa setiap unit dari struktur yang ada hanya akan bermakna jika
dikaitkan hubunganya dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut bisa
merupakan hubungan pararelisme, pertentangan, inversi dan kesetaraan. Yang
terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut dalam menghadirkan
makna secara keseluruhan.

Dengan demikian, keritik sastra struktural adalah keritik objektif yang


menekankan aspek Instrinsik karya sastra, dimana yang menentukanya estetikanya
tidak estetika bahasa yang digunakan, tetapi juga relasi antar unsur. Unsur-unsur
itu dilihat sebagai sebuah artefak (benda seni) yang terdiri dari berbagai unsur,
prosa terdiri dari tema, plot, latar, tokoh dan gaya bahasa. Semua Unsur-unsur itu
dilihat teori strukturalisme jalin menjalin dengan rapi yang memiliki interrelasi
dan saling ketergantungan.
BAB II

A. Analisis

Judul Novel : Laila Majnun


Pengarang : Nizami Ganjavi
Penerbit : Karya Pustaka
Penerjemah : Ali Noer Zaman
Jumlah halaman : 236 hal
Cetakan 1 : februari 2009

Dalam versi Nizami Qays dan Layla sama-sama jatuh cinta ketika keduanya
bertemu disekolah tempat mereka menuntut ilmu bersama kisah ini diawali oleh
perasaan cinta yang menggila dari seorang pemuda tampan yang terkenal
dikawasan bani Amir Jazirah Arab, bernama Qays. Ia mencintai Layla dan Laila
pun sama, mereka menjalin kisah cinta secara sembunyi karena pada waktu itu
mereka belum saatnya untuk memadu cinta tapi seiring berjalannya waktu kisah
mereka tidak bisa disembunyikan lagi, semua orang pada tau bahkan keluarganya
yang pada akhirnya mereka tidak bisa bertemu lagi. Dalam perjalanan, Layla
dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang bernama Ibnu Salam.
Namun dia tidak bisa menjamah kegadisan Layla, yang selalu setia kepada Qais
hingga akhir hayatnya, Lama tidak bertemu qais tidak kuat menahan rasa cinta
yang seperti bara, iapun seperti gila, bertingkah dan berpenampilan aneh hingga
orang-orang memanggilnya majnun. Dari rasa kecintaannya yang mendalam
majnun mendapat berita bahwa Layla menikah dan kabar buruk lain yang lain
berita ayahnya yang meninggal, kemudian tidak lama setelah itu sang Ibu
tercintapun mengikuti jejak ayahnya. Inilah puncak kesedihan, hingga suatu
peristiwa yang membuat hati terluka ketika majnun mendengar sang kekasih
meninggal dunia lalu majnun mengunjungi makam Layla Lalu menangis dan
menjerit. Ia memeluk kuburan Layla hingga Majnu menghembuskan nafas
terakhirnya diatas kuburan Layla.
1. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi


ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat,
maka tema yang diungkapkan bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan
moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi dan tradisi yang terikait erat dengan
masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau
keinginan pengarang dalam pensiasati persoalan yang muncul.Tema yang baik
pada hakikatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas.
Tema bisa disamarkan sehingga kesimpulan tentang tema yang diungkapkan
pengarang harus harus dirumuskan sendiri oleh pembaca.

Tema sentralnya adalah tentang percintaan yang kental dengan nuansa religi,
seprti dapat kita lihat dua insan ini saling cinta, cara cinta mencintai juga
bernuansa religi, tidak vulgar, namun tampak secara perlahan. Seprti dalam
kutipan berikut ini.

Kutipan 1.
“Hati siapa yang tidak terpikat dan dirajam kerinduan ketika memandangi
kembang padang pasir itu.? Tetapi Qays merasakan lebih dari itu. Ia hanyut dalam
samudera cinta sebelum tahu ia akan mengalaminya. diserahkannya hatinya pada
layla sebelum ia paham ia paham apa yang telah diserahkanya. Dan Layla ? Tak
jau beda. Seletik api telah menyala di relung hati keduannya, dan masing-masing
hati mencerminkan wajah yang dicintainya”.(Layla Majnun 2009 : 21)

Kutipan 2.
“Qays dan Layla merasakan betapa indah bunga cinta pertama mereka yang baru
merekah”. (Layla Majnun 2009 : 22)

Tema bawaannya adalah perjuangan cinta seseorang pemuda terhadap seseorang


yang sangat ia cintai, ini bisa kita lihat ketika mereka harus berpisah, namun Qays
tetap berisikeras mencari Layla dipindahkan seperti tergambar dalam.

Kutipan.
“Saat melam makin mengental, dan semua orang telah terlelap, diam diam majnun
keluar menuju tenda Layla, kadang dua atau tiga temannya yang juga mengalami
sakit cinta turut menemaninya, meski ia lebuh banyak sendirian, berjalan sambil
melantunkan syair-syair kerinduan”.(Layla Majnun 2009 : 29)

Dalam novel ini terdapat cinta terlarang yang merupakan tema sampingan hal ini
bisa tergambar pada saat orang tua layla mengetahui hubungan mereka berdua dan
ayah Layla memutuskan untuk memisahkan mereka dengan cara memindahkan
dan menyembunyikan Layla. Seperti dalam.

Kutipan.1
“Dan Layla pun segera dikurung orang tuannya dirumah. Mereka menjaganya
dengan hati-hati dan tak memberi kesempatan pada Qays untuk bertemu
dengannya. Rembulan itu disembunyikan dari mata pemujanya”. (Layla Majnun
2009 : 27)

kutipan 2
“keluarga Layla amat geram ketika mengetahui penyusupan yang dilakukan
majnun. Siang malam mereka berjag, menutup jalan yang dilintasi pengganggu
kedamaian, jembatan penghubung diruntuhkan”.(Layla Majnun 2009 : 35)

2. Tokoh dan Penokohan

Sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Kendati


berupa rekaan atau hanya Imajinasi pengarang, masalah penokohon merupakan
satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. tokoh-tokoh tersebut tidak
saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan
ide, motif, plot dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-
analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya peraanan tokoh cerita
sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang. Konflik-konflik yang terdapat
dalam suatu cerita yang mendasari terjalinya suatu plot, pada dasarnya tidak dapat
dilepaskan dari tokoh-tokohnya, baik yang bersifat protagonist maupun antagonis.

Dalam novel ini kita bisa menganalisi tokoh dan penokohannya, disini kita
menemukan Qays sebagai tokoh sentral yang digambarkan sebagai tokoh
pratagonis, yaitu seorang yang cerdas seperti yang terdapat dala kutipan berikut
ini.

“Qays segera menjadi salah satu murid terbaik, dengan cepat ia menguasai seni
baca tulis, ketika berbicara, seolah-olah lidahnya menyeburkan mutiara,indah
didengar”.(Layla Majnun 2009 : 20)

Qays juga digambarkan sebagai sebagai sosok yang rela berkorban untuk
memperjuangkan cintanya sampai-sampai ia rela pergi dari rumahnya untuk
mencari layla meski orang-orang disekitarnya selalu mengejeknya dengan
menyebutnya Qay yang gila seperti yang tergambar di bawah ini.

Kutipan 1.
“Mengembaralah ia ke lembah-lembah kecil diantara tenda-tenda dan pasar,
tempat para pedagang dan seniman mendirikan lapak-lapaknya. Berjalanlzh ia
tanpa tujuan hanya mengikuti suara hatinya yang merindu dendam”.(Layla
Majnun 2009 : 28)

kutipan 2.
“Saat Qays melintas, orang-orang disekitar berteriak, ''liahat, orang gila itu
datang... Majnun, Majnun !''(Layla Majnun 2009 : 28)

Tokoh selanjutnya adalah syed Omri sebagai tokoh tritagonis, ia seorang


peminpin kabilah, kaya raya, gagah dan pemberani.
Dan ia digambarkan peminpin yang selalu bersyukur, sabar dan rendah hati, ia
sering berdo'a kepada Allah SWT meskipun keinginannya belum terkabul, seperti
tergambar dalam kutipan.

Begitulah syed Omri, semakin besar hasrtnya untuk punya keturunan,Namun


setelah bertahun-tahun, do'a dan sedekahnya tak juga didenger oleh Tuhan.
Rembulan yang ia rindukan tak pernah muncul diatas langitnya.

Tokoh Layla digambarkan sebagai gadis cantik seperti terdapat dalam kutipan.
''kalau dipandang ia bagaikan rembulan Arabia, dibawah bayang - bayang gelap
rambutnya, wajahnya seperti nyala rentera”. (Layla Majnun 2009 : 21)

Layla juga digambarkan sebagai orang yang pasrah pada takdir, dia tidak bisa
berbuat apa-apa, hanya tangisanlah yang ia keluarkan seperti yang terdapat pada
kutipan berikut ini

''Ia menderita dan menangis dalam hati, namun ketika malam mennyembunyikan
dirinya dari air mata yang mengintai, ia membiarkan air matanya mengalir deras
sehingga matanya membengkak merah seperti buah narsis''(Layla Majnun 2009 :
114)

Selanjutnya Ibu Majnun sebagai tokoh tritagonis yang digambarkan sebagai orang
yang slalu perhatian terhadap kondisi majnun dan selalu memberikan saran
kepada anaknya, seperti tergambar dalam kutipan berikut.

''Percayalah padaku. Turutilah akal sehatmu ! Bangkit dan kembalilah bersamaku


dan tinggalkanlah sarang liarmu ini”.(Layla Majnun 2009 : 190)

Tokoh selanjutnya adalah Ayah Layla, sebagaimana yang telah saya amati
penokohannya digambarkan sebagai tokoh yang sensitif dan keras pendiriannya
dan menjadi penentang dalam novel ini atau Antagonis apalagi ketika ia
menjawab pinangan syed Omri, seperti dalam kutipan berikut ini.
'' apa yang tuan katakan adalah urusan tuan belaka, tetapi tuan tidak bisa
mengubah takdir atau perjalanan dunia dengan kata-kata. Tuan telah
memperlihatkan sampul yang menarik, tuan katakan putra tuan masih muda dan
dipuja-puja. Tetapi, tidakkah kami tahu tentang dirinya ? Siapa yang belum
mendengar tentang putra tuan dan kelakuan bodohnya ? Siapa yang tak tahu
dengan ketakwarasaanya ? Ia Gila dan seorang yang gila bukan menantu yang
cocok bagi kami''.(Layla Majnun 2009 : 38)

Tokoh selanjutnya adalah Nawfal, dalam penokohnanya dia seorang bangsawan


yang baik dan termasuk tokoh penengah atau tritagonis dialah yang menolong
qays. Seperti tergambar dalam kutipan berikut ''sungguh perbuatan yang berani
dan layak kulakukan bila aku bisa menolong manusia berhati baja ini untuk
menggapai hasrat hatinya yang penuh damba, kata Nawfal''.(Layla Majnun 2009 :
75)

3. Plot

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot
cerita. Dalam analisi cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Dalam
pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai
keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg
menyebut alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai
pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis
saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Namun dalam
pengertiannya yang lebih khusus, plot sebuah ceriti tidaklah hanya sekedar
rangkaian peristiwa yang termuat dalam topik-topik tertentu, melainkan mencakup
beberapa faktor penyebab terjadinya peristiwa. Dalam kontek ini, bangunan
sebuah plot menjadi sesuatu yang amat kompleks. Plot tidak hanya dilihat dari
jalannya suatu peristiwa. Lebih jauh perlu juga dianalisis bagaimana urgensi
peristiwa-peristiwa yang muncul tersebut mampu membangun satu tentang
gagasan atau konflik tokohnya.

Setelah saya analisi dalam novel ini menggunakan alur maju, bisa kita lihat dalam
pemaparan tokoh-tokoh yang disampaikan diawal-awal cerita. Misalnya tokoh
syed Omri dideskripsikan diawal cerita dan kemudian berlanjut dengan
pendeskripsian Qays dan begitu seterunya. Seperti dalam kutipan.

kutiapan 1.
''Di Arabia pada suatu masa, seorang penguasa Badui bernama syed Omri hidup
dan berkuasa atas Bani Amir''.(Layla Majnun 2009 : 17)
kutipan 2.
''Ia dikaruniai anak Lelaki, yang tampak ranum seperti senyuman buah delima dan
dua minggu setelah persalinan, sangbayi bersinar seperti rembula dihari keempat
belas. Orang tuanya memebri nama Qays''.(Layla Majnun 2009 : 19)

kutipan 3.
''Kini syed Omri mengirim anaknya belajar pada seorang guru yang biasa
mengajar anak-anak bangsawan''. (Layla Majnun 2009 : 20)

“Setelah itu munculah pertikaian antara cinta Qays Layla dengan orang tua Layla,
orang tua Layla tidak menyetujui hubungan mereka baginya itu merupakan aib
dan tidak pantas orang gila bersanding dengan Layla. Seperti yang terdapat pada
kutipan''Ia gila, dan seorang yang gila bukanlah menantu yang cocok bagi bagi
kami'.(Layla Majnun 2009 : 39)

Klimaks pertikaian terlihat pada saat pasukan Nawfal, pembela majnun


menyerang kabilah ayah layla, karena Ayah Layla menolak pinangan majnun
yang diwakili kepadanya. Seperti terliahat pada kutipan.

''Sebelum malam menyelimuti pertunjukan yang memilukan hati, matahari telah


menyalakan cahaya kemenangan bagi pasukan Nawfal, musuh berhasil dipukul
mundur. Kabilah Layla kalah, banyak terbunuh, terluka atau hampir mati
kelelahan''.(Layla Majnun 2009 : 91)

“Meskipun pasukan Nawfal menang Ayah Layla tetap pada pendiriannya yang
keras hati, Ayah Layla tidak menyetujui permuntaan Nawfal. Dan penyelesaian
cerita tergambar ketika Layla meninggal hingga Majnun menyusulnya, seperti
dalam kutipan '' Bersama kata-kata ini, Maknun meletakan kepalanya diatas batu
nisan dan memeluknya dengan kedua Tangannya. Ia menekan tubuhnya kebatu
nisan dengan segala kekuatan yang bisa ia kerahkan. Bibirnya bergerak sekali
lagi, kenudian dengan kata-kata ''kau,cintaku..'' rohnya meninggalkan
raganya”.(Layla Majnun 2009 : 228)

Ringkasnya ketika mulai diceritakan dari kabilah suku Arab dan Istrinya yang
berdo'a kepada Allah dengan sabar dan penuh harap agar segera dikaruniai anak,
kemudian keduanya dikaruniai anak, Qays namanya, lalu Qays ini dimasukan
kesekolah dan belajar pada seorang guru yang biasa mengajar anak-anak
bangsawan, di sekolah inilah Qays dipertemukan sehingga meraka menjalincinta.
ketika sang Ayah Layla mengetahuinya dipisahkalah mereka sampai-sampai
Layla dikurung didalam rumah supaya tidak bisa bertemu Qays, singkat cerita
setelah kejadian itu Qays menjadi gila dan cerita ini berakhir dengan kematian.
Jadi jelas sekali dalam novel Layla Majnun ini menggunakan Alur maju

4. Setting

Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat
penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah
karya. Walaupun seting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang
tergambar dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidak hanya
sekedar menyatakan dimana, kapan dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung,
melainkan berkaitan juga dengan gambaran teradisi, karakter, perilaku sosial dan
pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis.

Sebagai mana di sebut Jakob Sumardjo setting yang berhasil harus terintegrasi
dengan tema, watak, gaya, implikasi atau kaitanya dengan filosofisnya. Dalam hal
tertentu setting mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam dimensinya
terkait dengan tempat, waktu, daerah.

Dalam novel ini yang menjadi tempatnya adalah sekitar Jazirah Arab, antara
Mekah,Madinah dan Najed, seperti yang terdapat pada kutipan berikut ini :

kutipan 1.
''mereka tiba di Mekkah dengan selamat''.(Layla Majnun 2009 : 47)

kutipan 2.
''Dan sekali lagi melarikan diri kepadang pasir Najed, seperti seekor singa
mabuk''. (Layla Majnun 2009 : 61)

setting waktunya sekitar malam dan siang seperti pada kutipan.

''suatu hari, datang seorang gadis kecil yang jelita''.(Layla Majnun 2009 : 20)

Tetapi hampir semua cerita terjadi malamnya yaitu ketika Qays pergi dari
rumahnya untuk menemui tambatan hatinya seperti terdapat pada kutipan.'' saat
malam makin mengental, dan semua orang telah terlelap, diam-diam majnun
keluar menuju tenda layla''.(Layla Majnun 2009 : 29)

Suasan yang terdapat didalam cerita Ini lebih didominasi dengan rasa
mengharukan, suasana-suasana yang tampak pada novel ini adalah sedih,
mencekam dan mengharukan. Suasana sedih tampak pada Qays dan Layla yang
harus terpisah, mereka berdua dijauhkan oleh orang tua Layla seperti terdapat
pada kutipan.
'' dan Layla pun segera dikurung orang tuanya dirumah. Mereka menjaganya
dengan hati-hati dan tak memberi kesempatan pada Qays untuk bertemu''.(Layla
Majnun 2009 : 27)

Suasana mencekam terlihat ketika pertarungan antara Nawfal dan Kabilah Ayah
Layla seprti pada kutipan.
''pasukan perang yang beringas bergerak maju mundur. Ketika auman para
perajurit membahana keangkasa darah muncrat dari daging-daging yang
terbelah''.(Layla Majnun 2009 : 84)

Terakhir suasana mengharukan ketika kedua Insan yang saling mencintai harus
berpisah.''majnun meletakan kepalanya diatas batu nisan, dan memeluknya dengan
kedua tangannya''.(Layla Majnun 2009 : 228)

5. Sudut pandang

Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama. Meski
demikian, perlu diingat bahwa kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut
bisa sangat tidak terbatas, pada orang pertama-utama, sang karakter utama
bercerita dengan kata-katanya sendiri. Pada orang pertama - sampingan cerita
dituturkan oleh satu karakter bukan utama. Pada orang ketiga terbatas, pengarang
mengacu pada semua karakter dan memosisikan sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar dan difikirkan oleh satu orang
karakter saja. Pada orang ketiga-tidak terbatas pengarang mengacu pada setiap
dan memosisikan sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa
karakter melihat, mendengar atau berpikir atau saat tidak ada satu karakterpun
hadir.

Pengarang menggunakan Orang ketiga terbatas, seperti yang terdapat pada


kutipan.

''Ia menekan Tubuhnya kebatu nisan dengan segala kekuatan yang bisa ia
kerahkan''.(Layla Majnun 2009 : 228)
Seolah-olah penulis hanya melaporkan yang dilihatnya, hanya memaparkan atau
melukiskan lakuan deramatik.

6. Gaya bahasa

Gaya bahasa digunakan untuk menyatakan ungkapan yang berisi perbandingan


atau persamaan. Perbandingan dengan persamaan tersebut umumnya didasarkan
pada ciri-ciri yang dipunyai oleh sesuatu yang dibandingkan dan disamakan,
tujuannya adalah untuk memperoleh efek yang di inginkan, gaya bahasa, gaya
bahasa ini dikelompokan pada perbandingan dan persamaan secara langsung atau
tidak langsung.

Dalam Novel ini Kebanyakan mengunakan Majas simile atau persamaan dan
personifikasi. Seperti yang tergambar dalam kutipan.

Kutipan 1.
• Majas simile.''wajahnya seperti nyalanya lentera''(Layla Majnun 2009 : 22)
Disebut majas simile karena membandingkan sesuatu sama dengan yang lainya .
Perbandingan tersebut dinyatakan secara eksplisit dengan menggunakan seprti

• Majas personifikasi.''wahai kelopak mawar yang koyak dan terlantar''.(Layla


Majnun 2009 : 55)

Kutipan 2

''bunga melati menyampaikan pesan''(Layla Majnun 2009 : 66)


Disebut personifikasi karena menunjukan kiasan untuk memperlakukan benda-
benda mati seolah-olah seperti mempunyai sifat-sifat yang ada pada manusia,
disini kelopak mawar seperti manusia yang bisa hidup terlantar dan bunga melati
seperti manusia bisa menyampaikan pesan.

BAB III
A. PENUTUP
Dari analisis novel yang telah saya paparkan diatas, maka dapat saya simpulkan
bahwa. Tema dari novel Layla Majnun adalah tentang percintaan yang kental
dengan nuansa religi, yang terjadi di sekitar Timur Tengah. Dapat kita lihat, Cara
mereka mencintai juga bernuansa religi, tidak vulgar, namun tampak secara
perlahan. Alur yang digunakan pada novel ini merupakan alur maju. Tokoh-tokoh
yang terdapat dalam laila majnun adalah Qays, Layla, syed Omri, ibu Qays,
Naufal, Ayah layla dan Ibnu Salam. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat;
latar waktu; soial budaya; dan latar suasana. Latar tempat di Arabia, latar waktu
malam hari, latar sosial budaya Timur tengah, dan latar suasana yang hampir
mendominasi suasana mengharukan dan Gaya bahasa yang digunakan penulis
adalah bahasa kiasan dan perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Sardjono Pradotokusumo, Partini. Pengkajian Sastra, Jakarta: PT Gramedia, 2008.
Fananie, Zainuddin. Telaah Sastra, Surakarta: Muhammadiyah University
Press,2002.
Kamil, Sukron. teori keritik sastra Arab Kelasik dan Modern,Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada,2012.
Luxemburg, Jan van dkk , Pengantar Ilmu Sastra(terjemahan).Jakarta: PT
Gramedia,1986.
Stantion, Robert. An introducation to fiction (terjemahan), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Ganjavi, Nizami. The story of Layla Majnun (terjemahan), Jakarta : Kayla
Pustaka, 2009.

Anda mungkin juga menyukai