Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perusahaan


Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi
dan untuk lebih menyukseskan visi dan misi PLN menuju Perusahaan
Listrik yang bisa bersaing di tingkat internasional, maka PLN terus
berupaya melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik agar visi
dan misi tersebut bisa tercapai, terutama dari sisi teknik, perusahaan
berupaya terus melakukan perbaikan agar citranya di masyarakat bisa
terangkat sehingga keluhan-keluhan pelanggan selama ini dapat lebih
diminimalisir.
Salah satu misinya yaitu dapat mengurangi pemadaman listrik yang
terencana dalam melaksanakan pemeliharaan jaringan. Sumber daya
manusia merupakan yang tidak dapat dipisahkan bagi keberhasilan
perusahaan. Visi dan Misi Perusahaan akan tercapai jika memiliki SDM
yang berkompeten untuk bekerja dengan profesionalisme tinggi serta
disiplin dalam menerapkan standar tetap pengoperasian.
Perlu pembinaan dan pengembangan manajemen secara berkelanjutan
terhadap peningkatan hard dan soft competency agar tujuan yang
dicanangkan tercapai sesuai dengan rencana.Dengan dilaksanakannya
praktek kerja lapangan ini, mahasiswa dapat mengetahui relevansi antara
pendidikan dengan penerapan diinstansi tempat praktik kerja lapangan,
mutu manajemen instansi serta pentingnya organisasi dalam pemecahan
masalah.

1
1.1.1. Gambaran Umum Perusahaan/Instansi

1. Sejarah singkat PT. PLN (PERSERO) ULP MATTOANGING


1

Gambar 1. 1 Profil Perusahaan PLN ULP Mattoanging


Kelistrikan di kota makassar pertama kali terpasang pada tahun
1914 dengan menggunakan mesin uap yang belokasi di pelabuhan.
Sejalan dengan pertumbuhan kota yang diikuti peningkatan kebutuhan
tenaga listrik,pada tahun 1925 pusat listrik tenaga uap (PLTU) disungai
jeneberang daerah padang-padang sungguminasa yang berkapasitas 2000
Kwh dibangun dan beroperasi hingga tahun 1957.
Tahun 1946 mulai dibangun pusat listrik diesel (PLTD) yang
berlokasi dibekas lapangan sepak bola bontoala. Kedua pembangkit
tersebut dikelola oleh NV. NETHERLANDS INDIES GAS
ELECTRICITIET MAATSCHAPPY (NV. NIGEM) yang pada tahun
1949 di alihkan pengelolaannya pada NV. OGEM.
Dengan adanya perkembangan dalam sejarah pemerimtah negara
republik indonesia dan sebagai tindak lanjut proklamasi kemerekaan 17
agustus 1945,maka pada pertengahan tahun 1945 pelistrikan dikota
makassar dinasionalisasikan oleh pemerintah RI dan diserahkan

2
pengelolaannya pada perusahaan listrik Negara (PLN), makassar yang
merupakan cikal bakal unit bisnis sulseltra yang saat ini mengelola
kelistrikan diwilayah sulaweai selatan dan tenggara.
Perusahaan listrik negara (PLN) makassar mempunyai daerah
perusahaan hanya dikota makassar, sedang daerah diluar makassar antara
lain kota majene, bantaeng, bulukumba, watampone dan soppeng untuk
sentral pembangkitnya ditangani oleh PLN cabang luar kota, sedangkan
kelistrikannya dilakukan oleh PT. Maskapai untuk perusahaan –
perusahaan setempat.
Pada tahun 1916 PLN pusat Jakarta membentuk PLN eksploitasi
VI dengan wilayah kerja meliputi Sulawesi selatan dan Sulawesi
tenggara yang berkedudukan di Makassar. Dengan dikeluarkannya surat
edaran PLN pusat No. 078/PST/1967 tentang klasifikasi bagi kesatuan-
kesatuan perusahaan listrik Negara, maka PLN cabang luar kota tidak
dapat dimasukkan dalam organisasi, sebagai cabang luar kota dibubarkan
dan peraturan segala sesuatunya diserahkan untuk selanjutnya ditangani
PLN eksploitasi VI.
PLN eksploitasi VI terus berkembang dan selain membawahi
beberapa PLTD juga membawahi PLN Area Makassar serta PLTU Tello
yang diresmikan pada tahun 1971. PLN area Makassar membawahi unit-
unit kerja antara lain ranting sengkang, watansoppeng, kendari serta unit
sentral pembangkit bontoala.

Tahun 1972 pemerintah RI mengeluarkan PP nomor 18 tahun 1972


tentang perusahaan umum listrik Negara yang mempunyai arti penting
bagi PLN karena merupakan dasar hukum status perusahaan Negara
menjadi perusahaan umum. Pada tanggal 21 maret 1973 berdasarkan
peraturan menteri pekerjaan umum dan tenaga listrik No.01/PTR/1973
tentang struktur organisasi dan pembagian tugas perusahaan umum listrik
Negara, maka PLN eksploitasi VI berubah menjadi PLN Eksploitasi VIII.
Menjadi PLN unit bisnis sulsestra dengan wilayah kerja provinsi
Sulawesi selatan dan Sulawesi tenggara.

3
PLN unit bisnis sulselrabar terus mengadakan reoganisasi dan
sekarang membawahi 8 (delapan) UP3 , yaitu: UP3 Makassar, Parepare,
Watanpone, Pinrang, Bulukumba, Palopo, Kendari dan Bau-bau. Selain
itu juga membawahi 2 sektor tello dan bakaru serta unit pengaturan
beban (UPB).

Sehubung dengan peningkatan program pemerintah dibidang


kelistrikan yang searah dengan penyerahan usaha kelistrikan, pemda
tingkat I sulawesi selatan kepada PLN unit bisnis sulselrabar
mengeluarkan surat keputusan sebagai berikut:

Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 23 tanggal 16 juni


1994 tentang pengalihan bentuk perusahaan umum (perum). Listrik
menjadi perusahaan perseroan (persero).Keputusan direksi PT. PLN
(persero) No.059.k/DIR/1995 PT. PLN (persero) unit bisnis sulselrabar
UP3 Makassar Selatan dibagi menjadi 6 ULP, yaitu ULP Panakukang,
ULP Mattoanging, ULP Sungguminasa, ULP Takalar, ULP Kalebajeng
dan ULP Malino.

Surat keputusan pimpinan PT. PLN (Persero) unit bisnis sulselrabar


No.183.k/023/UBS/2018 tanggal penetapan unit organisasi UP3
Makassar dari tingkat III menjadi tingkat IV berlaku mulai tanggal 13
agustus 2018.

Keputusan direksi PT. Perusahaan listrik Negara (persero)


No.059.K/023/DIR/2018 tentang pembentukan satuan organisasi ULP
pada PLN unit bisnis sulselrabar UP3 Makassar selatan dan Makassar
Utara sebagai berikut:

1. Kota Makassar, dengan satuan organisasi PLN UP3 Makassar Selatan


dan Makassar Utara.
2. Daerah tingkat II kab. Maros, dengan satuan organisasi, yaitu: ULP
maros dan PLN UL campaniaga.
3. Daerah tingkat II kab. pangkep dengan satuan organisasi, yaitu: ULP
pangkep, UL sigeri dan UL balocci.

4
4. Daerah tingkat II kab. Gowa dan Kab. Takalar dengan satuan
organisasi, yaitu: PLN ULP Sungguminasa, UL Pattallassang, ULP
Kalebajeng, UL Bontoloe, ULP Takalar, UL Galesong, ULP Malino,
UL Lanna, UL Tamoa, UL Malakaji, listrik desa Parigi, listrik desa
Majannang dan listrik desa Padaelo.
5. Pulau barang lompoa dengan satuan organisasi, yaitu UL barang lompo.
6. Pulau kodingareng dengan satuan organisasi UL kodingareng.
7. Pulau baling lompo dengan satuan organisasi listrik desa baling lompo.

2. Lokasi KKP

Gambar 1. 2 Lokasi Kantor PLN ULP Mattoanging


Kegiatan KKP ini dilaksanakan di PLN Mattoanging yang beralamat
di Jl. Mongisidi No.2, Maricaya Baru, Kec. Makassar, Sulawesi Selatan.
3. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Tempat kuliah kerja profesi dilaksanakan di PT.PLN (PERSERO)
ULP Mattoanging. Waktu pelaksanaan kuliah kerja profesi selama 2 (dua)
bulan yaitu pada tanggal 20 Desember 2022 – 20 Februari 2023.

5
4. Visi, Misi dan Motto
Visi Misi dan Motto PT. PLN (Persero) UIW SULSELRABAR UP3
MAKASSAR SELATAN ULP Mattoanging adalah sebagai berikut:

1. VISI
“Menjadi Perusahaan Listrik Terkemuka se-Asia Tenggara dan #1
Pilihan Pelanggan untuk Solusi Energi.”.

2. MISI
1) Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain terkait, berorientasi
pada kepuasan pelanggang, anggota perusahaan dan pemegang
saham.
2) Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3) Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi.
4) Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
3. MOTTO
“listrik untuk kehidupan yang lebih baik ,(Electricity for a better life)”

1.1.2. Gambaran Khusus


Sistem tenaga listrik terdiri atas tiga bagian utama yaitu sistem
pembangkitan, sistem transmisi dan sistem distribusi. Dari ketiga sistem
tersebut, sistem distribusi merupakan bagian yang letaknya paling dekat
dengan konsumen, fungsinya adalah menyalurkan energi listrik dari suatu
Gardu Induk distribusi ke konsumen.  Adapun bagian-bagian dari sistem
distribusi tenaga listrik adalah :
a.  Gardu Induk Distribusi
b.  Jaringan Primer (JTM)
c.  Transformator Distribusi
d.  Jaringan Sekunder (JTR)

6
1.1.3.Struktur Organisasi PT.PLN (Persero) ULP Mattoanging

Bagan Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) UIW SULSELRABAR


UP3 Makassar Selatan ULP Mattoanging.

Gambar 1. 3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan kerangka yang menunjukkan hierarki


pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi, hubungan antara tiap bagian
serta hubungan antara bagian dengan pimpinan.

Struktur organisasi PT.PLN (persero) ULP Mattoanging mempunyai 1


(satu) orang manager dan dibantu oleh 3 (tiga) supervisor dan beberapa
pejabat fungsional seperti pada gambar. Secara fungsional membawahi 3
(tiga) unit pelayanan meliputi: 1 (satu) orang supervisor pelayanan dan
administrasi, 1 (satu) orang supervisor teknik dan 1 (satu) orang supervisor
Transaksi Energi Listrik.

Bagian-bagian dari struktur organisasi PT. PLN (Persero) ULP


Mattoanging mempunyai peranan dan fungsi masing-masing yang

7
terangkum dalam uraian berikut ini:

1. Manajer
Membina, merumuskan, menyusun, mengarahkan kebijakan
teknis dan administrasi pada bagian-bagian yang terkait berdasarkan
program kerja dan target untuk menunjang pencapaian sasaran
perusahaan

2. Supervisor Pelayanan dan Administrasi


Merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan, dan
mengevaluasi pelaksanaan aktivitas yang terkait dengan pelayanan,
keuangan dan administrasi sehingga sistem pengelolaan anggaran dan
keuangan dapat terselenggara secara tertib dan kredibel serta
meningkatkan kinerja pemasaran dan penjualan. Mengatur dan
mengarahkan kegiatan di bidang perbekalan/logistik yang meliputi
rencana persediaan dan pengadaan barang, peralatan perbekalan/logistik
berdasarkan kebutuhan.
3. Supervisor Teknik
Melaksanakan koordinasi dan pengendalian pendistribusian energi
listrik secara terus menerus dan pencapaian target kinerja SAIDI/SAIFI
serta energi tak tersalur. Mengkoordinasikan dan mengawasi
pelaksanaan pemeliharaan jaringan distribusi serta perbaikan gangguan
jaringan agar keandalan sistem pendistribusian tenaga listrik tetap
terjaga.
4. Supervisor Transaksi Energi Listrik
Mengawasi, mengkoordinasikan, melaksanakan, dan
mengendalikan pembacaan meter, Rute Baca Meter, pemeliharaan APP
serta perbaikannya dalam rangka mengamankan pendapatan perusahaan
dan menjaga keandalan sistem pengukuran.

8
1.2. Maksud dan Tujuan kuliah kerja profesi

1.2.1 Maksud kuliah kerja profesi


Pelaksanaan kuliah kerja profesi ini bertujuan untuk menggali ilmu
pengetahuan di bidang teknologi listrik pada umumnya, serta mendapat
pengetahuan yang lebih mendalam tentang menyuplai aliran listrik. Oleh
karena itu saya memilih PT.PLN (persero)  sebagai tempat pelaksanaan
kuliah kerja profesi dan ditempatkan dibagian Sistem pemeliharaan
JTM,SR, dan Travo. Pada pelaksanaan kuliah kerja profesi di PLN
tersebut, saya mendapat banyak pengetahuan tentang sistem jaringan dan
dapat melakukan tanya jawab langsung dengan teknisi yang berada di
sana.

1.2.2        Tujuan kuliah kerja profesi


a. Agar perguruan tinggi menghasilkan sarjana pembangunan dalam
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang lebih menghayati
permasalahan kompleks yang di hadapi oleh bangsa dalam
pembangunan
b. Supaya perguruan tinggi lebih menyesuaikan pendidikan pada
tuntutan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan

1.2.3     Manfaat kuliah kerja profesi


a)      Memperdalam pengertian mahasiswa tentang cara berpikir dan
bekerja secara interdisipliner, sehingga dapat menghayati adanya
ketergantungan kaitan dengan kerjasama antar sektor.
b)      Memperdalam pengertian dan penghayatan mahasiswa tentang
kemanfaatan ilmu dan teknologi yang dipelajarinya bagi pelaksanaan
pembangunan.
c)      Memperdalam penghayatan dan pengalaman mahasiswa terhadap
kesulitan yang di hadapi oleh suatu instansi atau perusahaan dalam
melaksanakan pembangunan.

9
1.3 Ruang lingkup

1.3.1. Batasan Masalah


Dalam pelaksanaan Kuliah kerja profesi  ini, saya memilih bidang
garapan pada Sistem Distribusi JTM 20 KV pada PT.PLN (persero) ULP
Kalebajeng Dalam bidang garapan ini, saya menemukan masalah dan
harus segera dirumuskan penyelesaianya, yaitu:
 Apa pengertian sistem distribusi?
 Gambaran umum tentang JTM?
 Peralatan apa saja yang di gunakan pada jaringan distribusi tegangan
menengah?

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem tenaga listrik terdiri atas tiga bagian utama yaitu sistem
pembangkitan, sistem transmisi dan sistem distribusi. Dari ketiga sistem
tersebut, sistem distribusi merupakan bagian yang letaknya paling dekat
dengan konsumen, fungsinya adalah menyalurkan energi listrik dari suatu
Gardu Induk distribusi ke konsumen.  Adapun bagian-bagian dari sistem
distribusi tenaga listrik adalah :
a.  Gardu Induk Distribusi
b.  Jaringan Primer (JTM)
c.  Transformator Distribusi
d.  Jaringan Sekunder (JTR) 

2.2 Klasifikasi Sistem Jaringan Distribusi


Jaringan distribusi dikategorikan  kedalam beberapa jenis, sebagai
berikut ;
1) Konfigurasi jaringan primer
a. Jaringan distribusi pola radial
b. Jaringan distribusi pola loop
c. Jaringan distribusi pola loop radial
d. Jaringan distribusi pola grid
e. Jaringan distribusi pola spindel
2) Konfigurasi penghantar jaringan sekunder
a. Konfigurasi penghantar segitiga
b. Konfigurasi penghantar vertikal
c. Konfigurasi penghantar horisontal

11
3 ) Sistem Pentanahan Jaringan Distribusi di Indonesia
Pentanahan titik netral adalah hubungan titik netral dengan tanah,
baik langsung maupun melalui tahanan reaktansi ataupun kumparan
Petersen. Di Indonesia sistem pentanahan meliputi empat macam, yaitu ;
 1. Sistem distribusi tanpa pentanahan
  2. Sistem distribusi pentanahan tak langsung (dengan tahanan)
  3. Sistem distribusi pentanahan langsung (solid)
  4. Sistem distribusi pentanahan dengan kumparan Petersen

2.3 Gambaran JTM Jaringan Tegangan Menengah 20 kv


Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya
listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen, Fungsi dari jaringan
distribusi sebagai berikut:
1) Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah: pembagian atau penyaluran
tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan)
2) Merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan
dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban
(pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi.
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan
tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikkan tegangannya oleh gardu induk
dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV,154kV, 220kV atau
500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Tujuan menaikkan
tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran
transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan
kuadrat arus yang mengalir (I kwadrat R). Dengan daya yang sama bila nilai
tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga
kerugian daya juga akan kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV
dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi,

12
kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik
dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer
inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan
tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu
220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke
konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan
bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai
tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa
konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga
perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai
tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat
beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan
menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai
tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat
bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.

Gambar 2.1. Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik.

Gambar
Gambar2.2.11 Konfigurasi Sistem
Sitem Tenaga
TenagaListrik
Listrik

13
Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian
serta
pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik pembatasan-pembatasan
seperti pada Gambar diatas:
 Daerah I: Bagian pembangkitan (Generation)
 DaerahII:Bagian penyaluran (Transmission) , bertegangan tinggi
(HV,UHV,EHV)
 Daerah III: Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau
20 kV).
 Daerah IV: (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi,
bertegangan rendah.
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa
porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya
dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa
klasifikasi itu dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi
adalah:
a) SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor
dan peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b) SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan
lain-lain.
c) Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka
tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel,
transformer band, peralatan grounding,dan lain-lain.
d) SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada
SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.

14
2.4 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik

2.4.1. Menurut nilai tegangannya:


a) Saluran distribusi Primer, Terletak pada sisi primer trafo distribusi,
yaitu antara titik Sekunder trafo substation (Gardu Induk) dengan
titik primer trafo distribusi. Saluran ini bertegangan menengah 20
kV. Jaringan listrik 70 kV atau 150 kV, jika langsung melayani
pelanggan, bisa disebut jaringan distribusi.
b) Saluran Distribusi Sekunder, Terletak pada sisi sekunder trafo
distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju
beban.

2.4.2. Menurut bentuk tegangannya:


a) Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem
tegangan searah.
b) Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan sistem
tegangan bolak-balik.

2.4.3. Menurut jenis/tipe konduktornya:


a) Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan
penyangga (tiang) dan perlengkapannya, dan dibedakan atas:
1. Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa isolasi
pembungkus.
2. Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b) Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah, dengan menggunakan
kabel tanah (ground cable).
c) SaluranBawah Laut, dipasang di dasar laut dengan menggunakan
kabel laut (submarine cable)

2.4.4 Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:


1) Saluran Konfigurasi horizontal, bila saluran fasa terhadap fasa yang
lain/terhadap netral, atau saluran positip terhadap negatip (pada sistem
DC) membentuk garis horisontal.

15
2) Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut
membentuk garis vertikal .
3) Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain
membentuk suatu segitiga (delta).

2.4.5 Menurut Susunan Rangkaiannya


Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi di
bedakan menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem distribusi
sekunder.
a)  Jaringan Sistem Distribusi Primer,
Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga
listrik dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat
menggunakan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai
dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi
lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang
akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban.
Terdapat bermacam-macam bentuk rangkaian jaringan distribusi
primer, yaitu:
1. Jaringan Distribusi Radial, dengan model: Radial tipe pohon, Radial
dengan tie dan switch pemisah, Radial dengan pusat beban dan
Radial dengan pembagian phase area.
2. Jaringan distribusi ring (loop), dengan model: Bentuk open loop dan
bentuk Close loop.
3. Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)
4. Jaringan distribusi spindle
5. Saluran Radial Interkoneksi
b)  Jaringan Sistem Distribusi Sekunder,
Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga
listrik dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada
sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan
ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi

16
maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem
tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan kepada
konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatan-peralatan sbb:
a) Papan pembagi pada trafo distribusi,
b) Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
c) Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
d) Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau
pengaman pada pelanggan.

Gambar 2. 2 Komponen Sistem Distribusi


2.5 Tegangan Sistem Distribusi Sekunder
Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut
standar; (1) EEI : Edison Electric Institut, (2) NEMA (National Electrical
Manufactures Association). Pada dasarnya tidak berbeda dengan sistem
distribusi DC, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah besar tegangan
yang diterima pada titik beban mendekati nilai nominal, sehingga
peralatan/beban dapat dioperasikan secara optimal. Ditinjau dari cara
pengawatannya, saluran distribusi AC dibedakan atas beberapa macam
tipe dan cara pengawatan, ini bergantung pula pada jumlah fasanya, yaitu:
1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt
2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt
3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt
4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt
5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt

17
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt

Di Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem tegangan


220/380 Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan tenaga
listrik dari PT. PLN, menggunakan salah satu sistem diatas sesuai dengan
standar yang ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka
bergantung kepada negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama,
dimana semua peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set) hingga
peralatan kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi
pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International
Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem
tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah
tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt.
Diagram rangkaian sisi sekunder trafo distribusi terdiri dari:
1. Sistem distribusi satu fasa dengan dua kawat, Tipe ini merupakan
bentuk dasar yang paling sederhana, biasanya digunakan untuk
melayani penyalur daya berkapasitas kecil dengan jarak pendek, yaitu
daerah perumahan dan pedesaan.
2. Sistem distribusi satu fasa dengan tiga kawat, Pada tipe ini, prinsipnya
sama dengan sistem distribusi DC dengan tiga kawat, yang dalam hal
ini terdapat dua alternatif besar tegangan. Sebagai saluran “netral”
disini dihubungkan pada tengah belitan (center-tap) sisi sekunder
trafo, dan diketanahkan, untuk tujuan pengamanan personil. Tipe ini
untuk melayani penyalur daya berkapasitas kecil dengan jarak pendek,
yaitu daerah perumahan dan pedesaan.
3. Sistem distribusi tiga fasa empat kawat tegangan 120/240 Volt, Tipe
ini untuk melayani penyalur daya berkapasitas sedang dengan jarak
pendek, yaitu daerah perumahan pedesaan dan perdagangan ringan,
dimana terdapat dengan beban 3 fasa.

18
4. Sistem distribusi tiga fasa empat kawat tegangan 120/208 Volt.
5. Sistem distribusi tiga fasa dengan tiga kawat, Tipe ini banyak
dikembangkan secara ekstensif. Dalam hal ini rangkaian tiga fasa sisi
sekunder trafo dapat diperoleh dalam bentuk rangkaian delta (segitiga)
ataupun rangkaian wye (star/bintang). Diperoleh dua alternatif besar
tegangan, yang dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan adanya
pembagian seimbang antara ketiga fasanya. Untuk rangkaian delta
tegangannya bervariasi yaitu 240 Volt, dan 480 Volt. Tipe ini dipakai
untuk melayani beban-beban industri atau perdagangan.
6. Sistem distribusi tiga fasa dengan empat kawat, Pada tipe ini, sisi
sekunder (output) trafo distribusi terhubung star,dimana saluran netral
diambil dari titik bintangnya. Seperti halnya padasistem tiga fasa yang
lain, di sini perlu diperhatikan keseimbangan beban antara ketiga
fasanya, dan disini terdapat dua alternatif besar tegangan.

2.6  Operasi Sistem Distribusi


Pengertian dari Operasi Sistem Distribusi adalah segala kegiatan yang
mencakup pengaturan, pembagian, pemindahan, dan penyaluran tenaga
listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen dengan efektif serta
menjamin kelangsungan penyalurannya / pelayanannya.
Sebagai tolak ukur pada kegiatan operasi terdapat beberapa parameter,
yaitu:
1. Mutu listrik Ada 2 hal yang menjadi ukuran mutu listrik yaitu tegangan
dan frekuensi. Batas toleransi tegangan pelayanan yaitu pada konsumen
TM adalah ±5 %, dan pada konsumen TR adalah maksimum 5 % dan
minimum 10 %. Sedangkan untuk batas toleransi frekuensi adalah ±1 %
dari frekuensi standar 50 Hz.
2. Keandalan penyaluran tenaga listrik Sebagai indikator keandalan
penyaluran adalah angka lama pemadaman / gangguan atau yang
disebut Sistem Average Interruption Duration Index (SAIDI) dan angka

19
seringnya pemadaman / gangguan atau yang disebut Sistem Average
Interruption Frequency Index (SAIFI). Rumus perhitungannya yaitu :
Jumlah Lamanya Padam Seluruh Konsumen
SAIDI = per periode waktu
Total Konsumen

Jumlah Padam Konsumen


SAIFI = per periode waktu
Total Konsumen
3. Keamanan dan keselamatan Sebagai indikator dari keamanan dan
keselamatan adalah jumlah angka kecelakaan akibat listrik pada
personel dan kerusakan pada instalasi / peralatan serta pada lingkungan.
4. Biaya pengoperasian Sebagai indikatornya adalah angka susut jaringan,
yaitu selisih antara energi yang dikeluarkan oleh pembangkit dengan
energi yang digunakan oleh pelanggan. Penyebab susut jaringan antara
lain yaitu pencurian listrik, kesalahan alat ukur, jaringan yang terlalu
panjang, faktor daya rendah serta konfigurasi jaringan yang kurang
tepat.
5. Kepuasan pelanggan Sebagai indikator akan kepuasan pelanggan adalah
apabila kebutuhan akan listrik oleh konsumen baik kualitas, kuantitas
serta kontinuitas pelayanan terpenuhi.

2.7 Peralatan Saluran Distribusi Tegangan Menengah


Ditinjau dari jenis konstruksinya, sistem distribusi listrik dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu sistem distribusi dengan saluran udara dan
sistem distribusi dengan saluran bawah tanah. Namun pada laporan kali ini
hanya akan membahas tentang sistem distribusi dengan saluran udara.
Konstruksi dan struktur jaringan sistem distribusi yang akan digunakan
dalam sistem distribusi merupakan kompromi antara kepentingan teknis
disatu pihak dan alasan ekonomi dilain pihak. Secara teknis, konstruksi dan
struktur dari jaringan yang akan digunakan harus memenuhi syarat
keandalan minimum jaringan.
Konstruksi jaringan distribusi dengan saluran udara terdiri dari
beberapa komponen peralatan utama, yaitu :

20
2.7.1 Tiang

Gambar 2. 3 Tiang
Tiang listrik merupakan salah satu komponen utama dari konstruksi
jaringan distribusi dengan saluran udara. Pada jaringan distribusi tiang
yang biasa digunakan adalah tiang beton. Tiang listrik harus kuat karena
selain digunakan untuk menopang hantaran listrik juga digunakan untuk
meletakan peralatan-peralatan pendukung jaringan distribusi tenaga listrik
tegangan menengah. Penggunaan tiang listrik disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
Tiang listrik yang dipakai dalam distribusi tenaga listrik harus memiliki
sifat-sifat antara lain :
a) Kekuatan mekanik yang tinggi
b) Perawatan yang mudah
c) Mudah dalam pemasangan konduktor saluran dan perlengkapannya

21
2.7.2 Isolator

Gambar 2. 4 Isolator
Isolator adalahsuatuperalatan listrik yang berfungsi untuk mengisolasi
konduktor atau penghantar dengan tiang listrik. Menurut fungsinya, isolator
dapat ditinjau dari dua segi yaitu :
a. Fungsi dari segi elektris : Untuk menyekat / mengisolasi antara kawat
fasa dengan tanah dan kawat fasa lainnya.
b. Fungsi dari segi mekanis : Menahan berat dari konduktor / kawat
penghantar, mengatur jarak dan sudut antar konduktor / kawat
penghantar serta menahan adanya perubahan pada kawat penghantar
akibat temperatur dan angin.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan isolator yang banyak
digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik adalah isolator dari bahan
porselin / keramik dan isolator dari bahan gelas. Kekuatan elektris porselin
dengan ketebalan 1,5 mm dalam pengujian memiliki kekuatan 22 sampai 28
kVrms/mm. Kekuatan mekanis dengan diameter 2 cm sampai 3 cm mampu
menahan gaya tekan 4,5 ton/cm². Kegagalan kekuatan elektris sebuah
isolator dapat terjadi dengan jalan menembus bahan dielektrik atau dengan
jalan loncatan api (flashover) di udara sepanjang permukaan isolator. Kasus
pertama dapat diatasi dengan cara memilih kualitas bahan isolator dan
pengolahan/perawatan yang baik. Kasus ke dua dapat diatasi dengan
memperbaiki tipe atau konstruksi dari isolatornya. Pada umumnya semua
konstruksi isolator direncanakan untuk tegangan tembus yang lebih tinggi

22
dari tegangan flashover, sehingga biasanya kekuatan elektrik isolator
dikarakteristikan oleh tegangan flashovernya.
Ada beberapa jenis konstruksi isolator dalam sistem distribusi, antara
lain:
a. Isolator gantung ( suspension type insulator )
b. Isolator jenis pasak ( pin type insulator )
c. Isolator batang panjang ( long rod type insulator )
d. Isolator jenis post saluran ( line post type insulator )

Gambar 2. 5 Isolator Gantung (Suspension Gambar 2. 6 Isolator Pasak (Pin)


Type Insulator)

2.7.3 Penghantar
Penghantar pada sistem jaringan distribusi berfungsi untuk
menghantarkan arus listrik dari suatu bagian keinstalasi atau bagian yang
lain. Penghantar ini harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Memiliki daya hantar yang tinggi
b. Memilki kekuatan tarik yang tinggi
c. Memiliki berat jenis yang rendah
d. Memiliki fleksibilitas yang tinggi
e. Tidak cepat rapuh
f. Memiliki harga yang murah
Jenis-jenis bahan penghantar, antara lain :
1. Kawat logam biasa, contohnya AAC ( All Alumunium Conductor ).

23
2. Kawat logam campuran, contohnya AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor).

Gambar 2. 7 Kawat Penghantar AAC


2.7.4 Transformator
Transformator adalah suatu alat listrik yang digunakan untuk
mentransformasikan daya atau energi listrik dari tegangan tinggi ke
tegangan rendah atau sebaliknya, melalui suatu gandengan magnet dan
berdasarkan prinsip induksi-elektromagnet. Dengan alat yang bernama
trafo maka pilihan tegangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
tegangan pada pelanggan.

Trafo Distribusi Satu Fasa Trafo Distribusi Tiga Fasa


Gambar 2. 8 Trafo Distribusi 1 Fasa dan 3 Fasa
2.7.5  Fuse Cut Out (FCO)

24
Fuse Cut Out Fuse Link
Gambar 2. 9 Fuse Cut Out dan Fuse Link
Fuse Cut Out (FCO) adalah sebuah alat pemutus rangkaian listrik
yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja dengan cara
meleburkan bagian dari komponenya (fuse link) yang telah dirancang
khusus dan disesuaikan ukurannya. FCO ini terdiri dari :
1.  Rumah Fuse (Fuse Support)
2.  Pemegang Fuse (Fuse Holder)
3.  Fuse Link
Berdasarkan sifat pemutusanya Fuse Link terdiri dari 2 tipe yaitu :
1.  Tipe K (pemutus cepat)
2.  Tipe T (pemutus lambat) FCO pada jaringan Distribusi digunakan
sebagai pengaman percabangan 1 phasa maupun sebagai pengaman
peralatan listrik (trafo Distribusi non CSP, kapasitor).

25
2.7.6  Auto Voltage Regulator (AVR)

Gambar 2. 10 Auto Voltage Regulator


Auto Voltage Regulator (AVR) merupakan auto transformer yang
berfungsi untuk mengatur/menaikan tegangan secara otomatis.
Rangkaian dari regulator ini terdiri dari auto transformer penaik
tegangan.

2.7.7 Meter Expor-Impor

Gambar 2. 11 Meter Export-Impor


Meter Kirim – Terima disini berfungsi untuk mengetahui berapa
kWH yang dikirim dan diterima antar UPJ. Pada Meter Ex-Im terdapat
CT dan PT yang berfungsi untuk mentransformasikan tegangan dan arus
dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah untuk proses pengukuran.
4 Peralatan Hubung Yang termasuk dalam peralatan hubung antara lain
ABSw, LBS, Recloser, Sectionaliser, dan lain sebagainya.

26
2.8  Prosedur Pengoperasian Sistem Distribusi
Yang dimaksud dengan prosedur operasi pengaturan dan pengusahaan
jaringan tegangan menengah adalah usaha menjamin kelangsungan
penyaluran tenaga listrik, mempercepat penyelesaian gangguan – gangguan
yang timbul, serta dilain pihak menjaga keselamatan baik petugas pelaksana
operasi maupun instalasinya sendiri.
Pengoperasian jaringan distribusi tegangan menengah tersebut
dilaksanakan dengan :
1. Memanuver atau memanipulasi jaringan, dengan menggunakan
telekontrol maupun dilapangan.
2. Menerima informasi - informasi mengenai keadaan jaringan dan
kemudian membuat penilaian (observasi) seperlunya guna menetapkan
tindak lanjutan.
3. Menerima besaran-besaran pengukuran pada jaringan yang kemudian
membuat penilaian (observasi) seperlunya guna menetapkan tindak
lanjutan.
4. Mengkoordinasikan pelaksanaanya dengan pihak - pihak lain yang
bersangkutan.
5. Mengawasi jaringan secara kontinyu.
6. Mengusut dan melokalisir gangguan jaringan.
7. Mendeteksi gangguan jaringan sehingga titik gangguannya dapat
ditemukan untuk diperbaiki.
Kegiatan operasi distribusi ini dibedakan dalam dua keadaan yaitu
keadaan normal dan keadaan gangguan. Operasi sistem distribusi juga
tergantung dari beberapa hal, antara lain berdasarkan pada konfigurasi dan
pola jaringan sistem distribusi yang digunakan.
Dalam operasi sistem distribusi, setiap alur tugas dari pekerjaan
ditentukan oleh prosedur tetap yang biasa disebut Standing Operation
Procedure ( SOP ), dimana SOP adalah prosedur yang dibuat berdasarkan
kesepakatan / ketentuan yang harus dipatuhi oleh seseorang atau tim untuk
melaksanakan tugas / fungsinya agar mendapatkan hasil yang optimal dan

27
untuk mengantisipasi kesalahan manuver, kerusakan peralatan dan
kecelakaan manusia.

2.9 Manuver Jaringan Distribusi


Manuver / manipulasi jaringan distribusi adalah serangkaian kegiatan
membuat modifikasi terhadap operasi normal dari jaringan akibat dari
adanya gangguan atau pekerjaan jaringan yang membutuhkan pemadaman
tenaga listrik, sehingga dapat mengurangi daerah pemadaman dan agar tetap
tercapai kondisi penyaluran tenaga listrik yang semaksimal mungkin.
Kegiatan yang dilakukan dalam manuver jaringan antara lain :
a. Memisahkan bagian–bagian jaringan yang semula terhubung dalam
keadaan bertegangan ataupun tidak bertegangan dalam kondisi
normalnya.
b. Menghubungkan bagian–bagian jaringan yang semula terpisah dalam
keadaan bertegangan ataupun tidak bertegangan dalam kondisi
normalnya. Optimalisasi atas keberhasilan kegiatan manuver jaringan
dari segi teknis ditentukan oleh konfigurasi jaringan dan peralatan
manuver yang tersedia di sepanjang jaringan. Peralatan yang dimaksud
adalah peralatan – peralatan jaringan yang berfungsi sebagai peralatan
hubung. Peralatan tersebut antara lain yaitu :

2.9.1  Pemutus Tenaga (PMT)


Pemutus tenaga (PMT) adalah adalah alat pemutus tenaga listrik
yang berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan hubungan
listrik (switching equipment) baik dalam kondisi normal (sesuai
rencana dengan tujuan pemeliharaan), abnormal (gangguan), atau
manuver system, sehingga dapat memonitor kontinuitas system tenaga
listrik dan keandalan pekerjaan pemeliharaan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu pemutus tenaga atau
Circuit Breaker (CB) adalah :
a. Harus mampu untuk menutup dan dialiri arus beban penuh dalam
waktu yang lama.

28
b. Dapat membuka otomatis untuk memutuskan beban atau beban
lebih.
c. Harus dapat memutus dengan cepat bila terjadi hubung singkat.
d. Celah (Gap) harus tahan dengan tegangan rangkaian, bila kontak
membuka.
e. Mampu dialiri arus hubung singkat dengan waktu tertentu.
f. Mampu memutuskan arus magnetisasi trafo atau jaringan serta arus
pemuatan (Charging Current)
g. Mampu menahan efek dari arching kontaknya, gaya
elektromagnetik atau kondisi termal yang tinggi akibat hubung
singkat.
PMT tegangan menengah ini biasanya dipasang pada Gardu
Induk, pada kabel masuk ke busbar tegangan menengah (Incoming
Cubicle) maupun pada setiap rel/busbar keluar (Outgoing Cubicle) yang
menuju penyulang keluar dari Gardu Induk (Yang menjadi kewenangan
operator tegangan menengah adalah sisi Incoming Cubicle). Ditinjau
dari media pemadam busur apinya PMT dibedakan atas :
a. PMT dengan media minyak (Oil Circuit Breaker)
b. PMT dengan media gas SF6 (SF6 Circuit Breaker)
c. PMT dengan media vacum (Vacum Circuit Breaker)
Konstruksi PMT sistem 20 kV pada Gardu Induk biasanya dibuat
agar PMT dan mekanisme penggeraknya dapat ditarik keluar / drawable
(agar dapat ditest posisi apabila ada pemadaman karena pekerjaan
pemeliharaan maupun gangguan).

2.9.2 Disconector (DS) / Saklar Pemisah


Adalah sebuah alat pemutus yang digunakan untuk menutup dan
membuka pada komponen utama pengaman/recloser, DS tidak dapat
dioperasikan secara langsung, karena alat ini mempunyai desain yang
dirancang khusus dan mempunyai kelas atau spesifikasi tertentu, jika
dipaksakan untuk pengoperasian langsung, maka akan menimbulkan

29
busur api yang dapat berakibat fatal. Yang dimaksud dengan
pengoperasian langsung adalah penghubungan atau pemutusan tenaga
listrik dengan menggunakan DS pada saat DS tersebut masih dialiri
tegangan listrik.
Pengoperasian DS tidak dapat secara bersamaan melainkan
dioperasikan satu per satu karena antara satu DS dengan DS yang lain
tidak berhubungan, biasanya menggunakan stick (tongkat khusus) yang
dapat dipanjangkan atau dipendekkan sesuai dengan jarak dimana DS
itu berada, DS sendiri terdiri dari bahan keramik sebagai penopang dan
sebuah pisau yang berbahan besi logam sebagai switchnya.

Gambar 2. 12 Disconecting Switch (DS)


2.9.3 Air Break Switch (ABSw)
Air Break Switch (ABSw) adalah peralatan hubung yang berfungsi
sebagai pemisah dan biasa dipasang pada jaringan luar. Biasanya
medium kontaknya adalah udara yang dilengkapi dengan peredam busur
api interrupter berupa hembusan udara. ABSw juga dilengkapi dengan
peredam busur api yang berfungsi untuk meredam busur api yang
ditimbulkan pada saat membuka / melepas pisau ABSw yang dalam
kondisi bertegangan. Kemudian ABSw juga dilengkapi dengan isolator
tumpu sebagai penopang pisau ABSw, pisau kontak sebagai kontak gerak
yang berfungsi membuka/memutus dan menghubung / memasukan
ABSw, serta stang ABSw yang berfungsi sebagai tangkai penggerak
pisau ABSw. Perawatan rutin yang dilakukan untuk ABSw karena sering
dioperasikan, mengakibatkan pisau-pisaunya menjadi aus dan terdapat
celah ketika dimasukkan ke peredamnya/kontaknya. Celah ini yang

30
mengakibatkan terjadi lonjakan bunga api yang dapat membuat ABSw
terbakar.
Handle ABSW
        Pemasangan ABSw pada jaringan, antara lain digunakan untuk :
a. Penambahan beban pada lokasi jaringan
b. Pengurangan beban pada lokasi jaringan
c. Pemisahan jaringan secara manual pada saat jaringan mengalami
gangguan.

Gambar 2. 13 Air Break Switch


2.9.4 Load Break Switch (LBS)
Load Break Switch (LBS) atau saklar pemutus beban adalah
peralatan hubung yang digunakan sebagai pemisah ataupun pemutus
tenaga dengan beban nominal. Proses pemutusan atau pelepasan jaringan
dapat dilihat dengan mata telanjang. Saklar pemutus beban ini tidak dapat
bekerja secara otomatis pada waktu terjadi gangguan, dibuka atau ditutup
hanya untuk memanipulasi beban. 

31
Gambar 2. 14 Load Break Switch (LBS)
2.9.5  Recloser ( Penutup Balik Otomatis / PBO )
Recloser adalah peralatan yang digunakan untuk memproteksi bila
terdapat gangguan, pada sisi hilirnya akan membuka secara otomatis dan
akan melakukan penutupan balik (reclose) sampai beberapa kali
tergantung penyetelannya dan akhirnya akan membuka secara permanen
bila gangguan masih belum hilang (lock out). Penormalan recloser dapat
dilakukan baik secara manual maupun dengan sistem remote. Recloser
juga berfungsi sebagai pembatas daerah yang padam akibat gangguan
permanen atau dapat melokalisir daerah yang terganggu
Recloser mempunyai 2 (dua) karateristik waktu operasi (dual timming),
yaitu operasi cepat (fast) dan operasi lambat (delay)
Menurut fasanya recloser dibedakan atas :
a. Recloser 1 fasa
b. Recloser 3 fasa
Menurut sensor yang digunakan, recloser dibedakan atas :
a. Recloser dengan sensor tegangan (dengan menggunakan trafo
tegangan) digunakan dimakassar.
b. Recloser dengan sensor arus (dengan menggunakan trafo arus)
digunakan dimakassar.

32
Gambar 2. 15 Recloser

33
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

3.1.1. Pengertian dan Fungsi Distribusi Tenaga Listrik

a. Pengertian Distribusi Tenaga Listrik


Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik.
Sistem distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari
sumber daya listrik besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen.
Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah; 
1) pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat
(pelanggan), dan 
2) merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan
dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban
(pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi. Tenaga listrik
yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan tegangan
dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu
induk dengan transformator penaik tegangan (step up) menjadi 70
kV ,154kV, 220kV atau 500kV kemudian disalurkan melalui saluran
transmisi. Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil
kerugian daya listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini
kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir
(I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka
arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya juga akan
kecil pula. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20
kV dengan transformator penurun tegangan (step down) pada gardu
induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran
tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran
distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan

34
untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah, yaitu 220/380Volt. Selanjutnya disalurkan oleh
saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam
sistem tenaga listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan
tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up.
Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan
beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan
mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya selain menjadi tidak
cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka,
pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini
diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down.
Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber
hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki
nilai tegangan berbeda-beda.

b. Pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik


Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan
pembagian serta pembatasan-pembatasan seperti pada Gambar:

Gambar 3. 1 Konfigurasi Sistem Tenaga Listrik

35
 Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)
 DaerahII :Bagianpenyaluran(Transmission,bertegangantinggi (HV,
UHV,EHV)
 Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6
atau 20kV).
 Daerah IV : (Di dalam bangunan pada beban/konsumen),
Instalasi, bertegangan rendah
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka
diketahui bahwa porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan
IV, yang pada dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara,
bergantung dari segi apa kelasifikasi itu dibuat.
Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:
a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor
dan peralatan per-lengkapannya, serta peralatan pengaman dan
pemutus. 
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination,
batu bata, pasir dan lain-lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang,
rangka tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-
kabel, transformer band, peralatan grounding, dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR terdiri dari: sama dengan perlengkapan/ material
pada SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.

36
Gambar 3. 2 Ruang Lingkup Jaringan Distribusi

37
c. Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik
Secara umum, saluran tenaga listrik atau saluran distribusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Menurut nilai tegangannya:

a. Saluran distribusi Primer.


Terletak pada sisi primer trafo distribusi, yaitu antara titik
Sekunder trafo substation (G.I.) dengan titik primer trafo distribusi.
Saluran ini bertegangan menengah 20kV. Jaringan listrik 70 kV atau
150 kV, jika langsung melayani pelanggan , bisa disebut jaringan
distribusi.  Saluran Distribusi Sekunder, terletak pada sisi sekunder
trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju
beban 

2. Menurut bentuk tegangannya:

a. Saluran Distribusi DC (Direct Current) menggunakan sistem


tegangan searah.
b. Saluran Distribusi AC (Alternating Current) menggunakan
sistem tegangan bolak-balik.

3. Menurut jenis/tipe konduktornya:

a. Saluran udara, dipasang pada udara terbuka dengan bantuan


support (tiang) dan perlengkapannya, dibedakan atas:
- Saluran kawat udara, bila konduktornya telanjang, tanpa
isolasi pembungkus.
- Saluran kabel udara, bila konduktornya terbungkus isolasi.
b. Saluran Bawah Tanah, dipasang di dalam tanah,
dengan menggunakan kabel tanah (ground cable).
c. Saluran Bawah Laut, dipasang di dasar laut dengan
menggunakan kabel laut (submarine cable).

38
4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:

a. Saluran Konfigurasi horisontal:


Bila saluran fasa terhadap fasa yang lain/terhadap netral,
atau saluran positip terhadap negatip (pada sistem DC) membentuk
garis horisontal.

5. Menurut Susunan Rangkaiannya

Dari uraian diatas telah disinggung bahwa sistem distribusi


di bedakan menjadi dua yaitu sistem distribusi primer dan sistem
distribusi sekunder.

3.1.2. Jaringan Sistem Distribusi Primer


Sistem distribusi primer diguna kan untuk menyalurkan tenaga
listrik dari gardu induk distribusi ke pusat-pusat beban. Sistem ini dapat
mengguna kan saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai
dengan tingkat keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi
lingkungan. Saluran distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang
akan di suplai tenaga listrik sampai ke pusat beban. Terdapat bermacam-
macam bentuk rangkaian jaringan distribusi primer.

a) Jaringan Distribusi Radial.


Bila antara titik sumber dan titik bebannya hanya terdapat
satu saluran (line), tidak ada alternatif saluran lainnya. Bentuk Jaringan
ini merupakan bentuk dasar, paling sederhana dan paling banyak
digunakan. Dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari
suatu titik yang merupakan sumber dari jaringan itu,dan dicabang-
cabang ke titik-titik beban yang dilayani.
Satu daya berasal dari satu titik sumber dan karena adanya
pencabangan-pencabangan tersebut, maka arus beban yang mengalir
sepanjang saluran menjadi tidak sama besar.

39
Oleh karena kerapatan arus (beban) pada setiap titik
sepanjang saluran tidak sama besar, maka luas penampang konduktor pada
jaringan bentuk radial ini ukurannya tidak harus sama. Maksudnya, saluran
utama (dekat sumber) yang menanggung arus beban besar,
ukuran penampangnya relatip besar, dan saluran cabang-cabangnya makin
ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil, ukurannya lebih kecil pula.
Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah:
a). Bentuknya sederhana.(+)
b). Biaya investasinya relatip murah.(+)
c). Kualitas pelayanan dayanya relatip jelek, karena rugi tegangan dan rugi
daya yang terjadi pada saluran relatip besar.(-)
d). Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber
dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran
tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik
gangguan akan mengalami "black out" secara total.(-)
Untuk melokalisir gangguan, pada bentuk radial ini
biasanya diperlengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse,
sectionaliser, recloser, atau alat pemutus beban lainnya, tetapi fungsinya
hanya membatasi daerah yang mengalami pemadaman total, yaitu daerah
saluran sesudah/dibelakang titik gangguan, selama gangguan belum
teratasi. Jadi, misalkan gangguan terjadi di titik F, maka daerah beban K, L
dan M akan mengalami pemadaman total.
Jaringan distribusi radial ini memiliki beberapa bentuk modifikasi, antara
lain:
(1). Radial tipe pohon.
(2). Radial dengan tie dan switch pemisah.
(3). Radial dengan pusat beban.
(4). Radial dengan pembagian phase area.

40
(1) Jaringan Radial tipe Pohon
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling dasar. Satu saluran
utama dibentang menurut kebutuhannya, selanjutnya dicabangkan dengan
saluran cabang (lateral penyulang) dan lateral penyulang ini dicabang-
cabang lagi dengan sublateral penyulang (anak cabang). Sesuai dengan
kerapatan arus yang ditanggung masing-masing saluran, ukuran penyulang
utama adalah yang terbesar, ukuran lateral adalah lebih kecil dari
penyulang utama.

Gambar 3. 3 Jaringan Radial Type Pohon


(2) Jaringan radial dengan tie dan switch pemisah.
Bentuk ini merupakan modifikasi bentuk dasar dengan
menambahkan tie dan switch pemisah, yang diperlukan untuk
mempercepat pemulihan pelayanan bagi konsumen, dengan cara
menghubungkan areaarea yang tidak terganggu pada penyulang yang
bersangkutan, dengan penyulang di sekitarnya. Dengan demikian bagian
penyulang yang terganggu dilokalisir, dan bagian penyulang lainnya yang
"sehat" segera dapat dioperasikan kembali, dengan cara melepas switch
yang terhubung ke titik gangguan, dan menghubungkan bagian penyulang
yang sehat ke penyulang di sekitarnya.
(3). Jaringan radial tipe pusat beban.
Bentuk ini mencatu daya dengan menggunakan penyulang
utama (main feeder) yang disebut "express feeder" langsung ke pusat

41
beban, dan dari titik pusat beban ini disebar dengan menggunakan "back
feeder" secara radial.
(4) Jaringan radial dengan phase area
Pada bentuk ini masing-masing fasa dari jaringan bertugas
melayani daerah beban yang berlainan. Bentuk ini akan dapat
menimbulkan akibat kondisi sistem 3 fasa yang tidak seimbang (simetris),
bila digunakan pada daerah beban yang baru dan belum mantap pembagian
bebannya. Karenanya hanya cocok untuk daerah beban yang stabil dan
penambahan maupun pembagian bebannya dapat diatur merata dan
simetris pada setiap fasanya.

b) Jaringan distribusi ring (loop).


Bila pada titik beban terdapat dua alternatip saluran berasal lebih
dari satu sumber. Jaringan ini merupakan bentuk tertutup, disebut juga
bentuk jaringan "loop". Susunan rangkaian penyulang membentuk ring,
yang memungkinkan titik beban dilayani dari dua arah penyulang,
sehingga kontinyuitas pelayanan lebih terjamin, serta kualitas dayanya
menjadi lebih baik, karena rugi tegangan dan rugi daya pada saluran
menjadi lebih kecil.
Bentuk loop ini ada 2 macam, yaitu:
(a). Bentuk open loop:
Bila diperlengkapi dengan normally-open switch, dalam
keadaan normal rangkaian selalu terbuka.
(b). Bentuk close loop
Bila diperlengkapi dengan normally-close switch, yang
dalam keadaan normal rangkaian selalu tertutup.

c) Jaringan distribusi Jaring-jaring (NET)


Merupakan gabungan dari beberapa saluran mesh, dimana terdapat
lebih satu sumber sehingga berbentuk saluran interkoneksi. Jaringan ini
berbentuk jaring-jaring, kombinasi antara radial dan loop.

42
Titik beban memiliki lebih banyak alternatip
saluran/penyulang, sehingga bila salah satu penyulang terganggu, dengan
segera dapat digantikan oleh penyulang yang lain. Dengan demikian
kontinyuitas penyaluran daya sangat terjamin.
Spesifikasi Jaringan NET ini adalah:
1). Kontinyuitas penyaluran daya paling terjamin.(+)
2). Kualitas tegangannya baik, rugi daya pada saluran amat kecil.(+)
3). Dibanding dengan bentuk lain, paling flexible (luwes) dalam mengikuti
pertumbuhan dan perkembangan beban. (+}
4). Sebelum pelaksanaannya, memerlukan koordinasi perencanaan yang
teliti dan rumit. (-)
5). Memerlukan biaya investasi yang besar (mahal) (-)
6). Memerlukan tenaga-tenaga terampil dalam pengoperasian nya.(-)
Dengan spesifikasi tersebut, bentuk ini hanya layak (feasible)
untuk melayani daerah beban yang benar-benar memerlukan tingkat
keandalan dan kontinyuitas yang tinggi, antara lain: instalasi militer, pusat
sarana komunikasi dan perhubungan, rumah sakit, dan sebagainya. Karena
bentuk ini merupakan jaringan yang menghubungkan beberapa sumber,
maka bentuk jaringan NET atau jaring-jaring disebut juga jaringan
"interkoneksi".

d) Jaringan distribusi spindle.


Selain bentuk-bentuk dasar dari jaringan distribusi yang telah
ada, maka dikembangkan pula bentuk-bentuk modifikasi, yang
bertujuan meningkatkan keandalan dan kualitas sistem. Salah satu bentuk
modifikasi yang populer adalah bentuk spindle, yang biasanya terdiri atas
maksimum 6 penyulang dalam keadaan dibebani, dan satu penyulang dalam
keadaan kerja tanpa beban. Perhatikan gambar 2-22. Saluran 6 penyulang
yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan "working feeder"
atau saluran kerja, dan satu saluran yang dioperasikan tanpa beban
dinamakan "express feeder".

43
Fungsi "express feeder" dalam hal ini selain sebagai cadangan
pada saat terjadi gangguan pada salah satu "working feeder", juga
berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem
distribusi bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan
normal memang "express feeder" ini sengaja dioperasikan tanpa beban.
Perlu diingat di sini, bahwa bentuk-bentuk jaringan beserta modifikasinya
seperti yang telah diuraikan di muka, terutama dikembangkan pada sistem
jaringan arus bolak-balik (AC).

e) Saluran Radial Interkoneksi


Saluran Radial Interkoneksi yaitu terdiri lebih dari satu saluran radial
tunggal yang dilengkapi dengan LBS/AVS sebagai saklar
inerkoneksi. Masing-masing tipe saluran tersebut memiliki spesifikasi
sendiri, dan agar lebih jelas akan dibicarakan lebih lanjut pada bagian lain.
Pada dasarnya semua beban yang memerlukan tenaga listrik, menuntut
kondisi pelayanan yang terbaik, misalnya dalam hal stabilitas tegangannya,
sebab seperti telah dijelaskan, bila tegangan tidak nominal.Dan tidak stabil,
maka alat listrik yang digunakan tidak dapat beroperasi secara normal,
bahkan akan mengalami kerusakan. Tetapi dalam prakteknya, seberapa
besar tingkat pelayanan terbaik dapat dipenuhi, masih memerlukan beberapa
pertimbangan, mengingat beberapa alasan. 
Digunakan untuk daerah dengan :
- Kepadatan beban yang tinggi
- Tidak menuntut keandalan yang terlalu tinggi
Secara umum, baik buruknya sistem penyaluran dan distribusi tenaga
listrik terutama adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini:
1). Kontinyuitas Pelayanan yang baik, tidak sering terjadi pemutusan,
baik karena gangguan maupun karena hal-hal yang direncanakan.
Biasanya, kontinyuitas pelayanan terbaik diprioritaskan pada beban-beban
yang dianggap vital dan sama sekali tidak dikehendaki

44
mengalami pemadaman, misalnya: instalasi militer, pusat pelayanan
komunikasi, rumah sakit, dll.
2). Kualitas Daya yang baik, antara lain meliputi:
- kapasitas daya yang memenuhi.
- tegangan yang selalu konstan dan nominal.
- frekuensi yang selalu konstan (untuk sistem AC).
Catatan: Tegangan nominal di sini dapat pula diartikan kerugian tegangan
yang terjadi pada saluran relatif kecil sekali.
3). Perluasan dan Penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang.
Khususnya untuk sistem tegangan AC 3 fasa, faktor keseimbangan/
kesimetrisan beban pada masing-masing fasa perlu diperhatikan.Bagaimana
pengaruh pembebanan yang tidak simetris pada suatu sistem distribusi, akan
dibicarakan lebih lanjut dalam bagian lain.
4). Fleksibel dalam pengembangan dan perluaan daerah beban.
Perencanaan sistem distribusi yang baik, tidak hanya bertitik tolak
pada kebutuhan beban sesaat, tetapi perlu diperhatikan pula secara
teliti mengenai pengembangan beban yang harus dilayani, bukan saja
dalam hal penambahah kapasitas dayanya, tetapi juga dalam hal
perluasan daerah beban yang harus dilayani.
5). Kondisi dan Situasi Lingkungan.
Faktor ini merupakan pertimbangan dalam perencanaan untuk
menentukan tipetipe atau macam sistem distribusi mana yang sesuai untuk
lingkungan bersangkutan, misalnya tentang konduktornya, konfigurasinya,
tata letaknya, dsb. termasuk pertimbangan segi estetika (keindahan) nya.
6). Pertimbangan Ekonomis.
Faktor ini menyangkut perhitungan untung rugi ditinjau dari segi
ekonomis, baik secara komersiil maupun dalam rangka penghematan
anggaran yang tersedia.
Jaringan Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder
digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke beban-
beban yang ada di konsumen. Pada sistem distribusi sekunder bentuk

45
saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat
menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem
ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan
dihubungkan kepada konsumen/ pemakai tenaga listrik dengan melalui
peralatan-peralatan sbb:
1) Papan pembagi pada trafo distribusi,
2) Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
3) Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
4) Alat Pembatas dan pengukur daya (kWH. meter) serta fuse
atau pengaman pada pelanggan.

3.1.3 Tegangan Sistem Distribusi Sekunder


Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut
standar;
(1) EEI : Edison Electric Institut,
(2) NEMA (National Electrical Manufactures Association). Pada dasarnya
tidak berbeda dengan sistem distribusi DC, faktor utama yang perlu
diperhatikan adalah besar tegangan yang diterima pada titik beban
mendekati nilai nominal, sehingga peralatan/beban dapat dioperasikan
secara optimal. Ditinjau dari cara pengawatannya, saluran distribusi AC
dibedakan atas beberapa macam tipe, dan cara pengawatan ini bergantung
pula pada jumlah fasanya, yaitu:
1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt
2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt
3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt
4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt
5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt

46
Di Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem
tegangan 220/380 Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan
tenaga listrik dari PT. PLN, menggunakan salah satu sistem diatas sesuai
dengan standar yang ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka
bergantung kepada negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama,
dimana semua peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set)
hingga peralatan kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi
pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International
Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem
tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah
tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt. (IEC Standard Voltage).

47

Anda mungkin juga menyukai