PENDAHULUAN
1
1.1.1. Gambaran Umum Perusahaan/Instansi
2
pengelolaannya pada perusahaan listrik Negara (PLN), makassar yang
merupakan cikal bakal unit bisnis sulseltra yang saat ini mengelola
kelistrikan diwilayah sulaweai selatan dan tenggara.
Perusahaan listrik negara (PLN) makassar mempunyai daerah
perusahaan hanya dikota makassar, sedang daerah diluar makassar antara
lain kota majene, bantaeng, bulukumba, watampone dan soppeng untuk
sentral pembangkitnya ditangani oleh PLN cabang luar kota, sedangkan
kelistrikannya dilakukan oleh PT. Maskapai untuk perusahaan –
perusahaan setempat.
Pada tahun 1916 PLN pusat Jakarta membentuk PLN eksploitasi
VI dengan wilayah kerja meliputi Sulawesi selatan dan Sulawesi
tenggara yang berkedudukan di Makassar. Dengan dikeluarkannya surat
edaran PLN pusat No. 078/PST/1967 tentang klasifikasi bagi kesatuan-
kesatuan perusahaan listrik Negara, maka PLN cabang luar kota tidak
dapat dimasukkan dalam organisasi, sebagai cabang luar kota dibubarkan
dan peraturan segala sesuatunya diserahkan untuk selanjutnya ditangani
PLN eksploitasi VI.
PLN eksploitasi VI terus berkembang dan selain membawahi
beberapa PLTD juga membawahi PLN Area Makassar serta PLTU Tello
yang diresmikan pada tahun 1971. PLN area Makassar membawahi unit-
unit kerja antara lain ranting sengkang, watansoppeng, kendari serta unit
sentral pembangkit bontoala.
3
PLN unit bisnis sulselrabar terus mengadakan reoganisasi dan
sekarang membawahi 8 (delapan) UP3 , yaitu: UP3 Makassar, Parepare,
Watanpone, Pinrang, Bulukumba, Palopo, Kendari dan Bau-bau. Selain
itu juga membawahi 2 sektor tello dan bakaru serta unit pengaturan
beban (UPB).
4
4. Daerah tingkat II kab. Gowa dan Kab. Takalar dengan satuan
organisasi, yaitu: PLN ULP Sungguminasa, UL Pattallassang, ULP
Kalebajeng, UL Bontoloe, ULP Takalar, UL Galesong, ULP Malino,
UL Lanna, UL Tamoa, UL Malakaji, listrik desa Parigi, listrik desa
Majannang dan listrik desa Padaelo.
5. Pulau barang lompoa dengan satuan organisasi, yaitu UL barang lompo.
6. Pulau kodingareng dengan satuan organisasi UL kodingareng.
7. Pulau baling lompo dengan satuan organisasi listrik desa baling lompo.
2. Lokasi KKP
5
4. Visi, Misi dan Motto
Visi Misi dan Motto PT. PLN (Persero) UIW SULSELRABAR UP3
MAKASSAR SELATAN ULP Mattoanging adalah sebagai berikut:
1. VISI
“Menjadi Perusahaan Listrik Terkemuka se-Asia Tenggara dan #1
Pilihan Pelanggan untuk Solusi Energi.”.
2. MISI
1) Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain terkait, berorientasi
pada kepuasan pelanggang, anggota perusahaan dan pemegang
saham.
2) Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3) Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi.
4) Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
3. MOTTO
“listrik untuk kehidupan yang lebih baik ,(Electricity for a better life)”
6
1.1.3.Struktur Organisasi PT.PLN (Persero) ULP Mattoanging
7
terangkum dalam uraian berikut ini:
1. Manajer
Membina, merumuskan, menyusun, mengarahkan kebijakan
teknis dan administrasi pada bagian-bagian yang terkait berdasarkan
program kerja dan target untuk menunjang pencapaian sasaran
perusahaan
8
1.2. Maksud dan Tujuan kuliah kerja profesi
9
1.3 Ruang lingkup
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
3 ) Sistem Pentanahan Jaringan Distribusi di Indonesia
Pentanahan titik netral adalah hubungan titik netral dengan tanah,
baik langsung maupun melalui tahanan reaktansi ataupun kumparan
Petersen. Di Indonesia sistem pentanahan meliputi empat macam, yaitu ;
1. Sistem distribusi tanpa pentanahan
2. Sistem distribusi pentanahan tak langsung (dengan tahanan)
3. Sistem distribusi pentanahan langsung (solid)
4. Sistem distribusi pentanahan dengan kumparan Petersen
12
kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik
dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer
inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan
tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu
220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke
konsumen-konsumen. Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan
bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up. Nilai
tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa
konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga
perlengkapan-perlengkapannya, selain menjadi tidak cocok dengan nilai
tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat
beban tegangan saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan
menggunakan trafo-trafo step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai
tegangannya, maka mulai dari titik sumber hingga di titik beban, terdapat
bagian-bagian saluran yang memiliki nilai tegangan berbeda-beda.
Gambar
Gambar2.2.11 Konfigurasi Sistem
Sitem Tenaga
TenagaListrik
Listrik
13
Untuk kemudahan dan penyederhanaan, lalu diadakan pembagian
serta
pengelompokan Jaringan Distribusi Tenaga Listrik pembatasan-pembatasan
seperti pada Gambar diatas:
Daerah I: Bagian pembangkitan (Generation)
DaerahII:Bagian penyaluran (Transmission) , bertegangan tinggi
(HV,UHV,EHV)
Daerah III: Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6 atau
20 kV).
Daerah IV: (Di dalam bangunan pada beban/konsumen), Instalasi,
bertegangan rendah.
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka diketahui bahwa
porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan IV, yang pada dasarnya
dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara, bergantung dari segi apa
klasifikasi itu dibuat. Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi
adalah:
a) SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor
dan peralatan perlengkapannya, serta peralatan pengaman dan pemutus.
b) SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination dan
lain-lain.
c) Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang, rangka
tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-kabel,
transformer band, peralatan grounding,dan lain-lain.
d) SUTR dan SKTR, terdiri dari: sama dengan perlengkapan/material pada
SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.
14
2.4 Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik
15
2) Saluran Konfigurasi Vertikal, bila saluran-saluran tersebut
membentuk garis vertikal .
3) Saluran konfigurasi Delta, bila kedudukan saluran satu sama lain
membentuk suatu segitiga (delta).
16
maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini biasanya disebut sistem
tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan kepada
konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui peralatan-peralatan sbb:
a) Papan pembagi pada trafo distribusi,
b) Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
c) Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
d) Alat Pembatas dan pengukur daya (kWh meter) serta fuse atau
pengaman pada pelanggan.
17
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt
18
4. Sistem distribusi tiga fasa empat kawat tegangan 120/208 Volt.
5. Sistem distribusi tiga fasa dengan tiga kawat, Tipe ini banyak
dikembangkan secara ekstensif. Dalam hal ini rangkaian tiga fasa sisi
sekunder trafo dapat diperoleh dalam bentuk rangkaian delta (segitiga)
ataupun rangkaian wye (star/bintang). Diperoleh dua alternatif besar
tegangan, yang dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan adanya
pembagian seimbang antara ketiga fasanya. Untuk rangkaian delta
tegangannya bervariasi yaitu 240 Volt, dan 480 Volt. Tipe ini dipakai
untuk melayani beban-beban industri atau perdagangan.
6. Sistem distribusi tiga fasa dengan empat kawat, Pada tipe ini, sisi
sekunder (output) trafo distribusi terhubung star,dimana saluran netral
diambil dari titik bintangnya. Seperti halnya padasistem tiga fasa yang
lain, di sini perlu diperhatikan keseimbangan beban antara ketiga
fasanya, dan disini terdapat dua alternatif besar tegangan.
19
seringnya pemadaman / gangguan atau yang disebut Sistem Average
Interruption Frequency Index (SAIFI). Rumus perhitungannya yaitu :
Jumlah Lamanya Padam Seluruh Konsumen
SAIDI = per periode waktu
Total Konsumen
20
2.7.1 Tiang
Gambar 2. 3 Tiang
Tiang listrik merupakan salah satu komponen utama dari konstruksi
jaringan distribusi dengan saluran udara. Pada jaringan distribusi tiang
yang biasa digunakan adalah tiang beton. Tiang listrik harus kuat karena
selain digunakan untuk menopang hantaran listrik juga digunakan untuk
meletakan peralatan-peralatan pendukung jaringan distribusi tenaga listrik
tegangan menengah. Penggunaan tiang listrik disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
Tiang listrik yang dipakai dalam distribusi tenaga listrik harus memiliki
sifat-sifat antara lain :
a) Kekuatan mekanik yang tinggi
b) Perawatan yang mudah
c) Mudah dalam pemasangan konduktor saluran dan perlengkapannya
21
2.7.2 Isolator
Gambar 2. 4 Isolator
Isolator adalahsuatuperalatan listrik yang berfungsi untuk mengisolasi
konduktor atau penghantar dengan tiang listrik. Menurut fungsinya, isolator
dapat ditinjau dari dua segi yaitu :
a. Fungsi dari segi elektris : Untuk menyekat / mengisolasi antara kawat
fasa dengan tanah dan kawat fasa lainnya.
b. Fungsi dari segi mekanis : Menahan berat dari konduktor / kawat
penghantar, mengatur jarak dan sudut antar konduktor / kawat
penghantar serta menahan adanya perubahan pada kawat penghantar
akibat temperatur dan angin.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan isolator yang banyak
digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik adalah isolator dari bahan
porselin / keramik dan isolator dari bahan gelas. Kekuatan elektris porselin
dengan ketebalan 1,5 mm dalam pengujian memiliki kekuatan 22 sampai 28
kVrms/mm. Kekuatan mekanis dengan diameter 2 cm sampai 3 cm mampu
menahan gaya tekan 4,5 ton/cm². Kegagalan kekuatan elektris sebuah
isolator dapat terjadi dengan jalan menembus bahan dielektrik atau dengan
jalan loncatan api (flashover) di udara sepanjang permukaan isolator. Kasus
pertama dapat diatasi dengan cara memilih kualitas bahan isolator dan
pengolahan/perawatan yang baik. Kasus ke dua dapat diatasi dengan
memperbaiki tipe atau konstruksi dari isolatornya. Pada umumnya semua
konstruksi isolator direncanakan untuk tegangan tembus yang lebih tinggi
22
dari tegangan flashover, sehingga biasanya kekuatan elektrik isolator
dikarakteristikan oleh tegangan flashovernya.
Ada beberapa jenis konstruksi isolator dalam sistem distribusi, antara
lain:
a. Isolator gantung ( suspension type insulator )
b. Isolator jenis pasak ( pin type insulator )
c. Isolator batang panjang ( long rod type insulator )
d. Isolator jenis post saluran ( line post type insulator )
2.7.3 Penghantar
Penghantar pada sistem jaringan distribusi berfungsi untuk
menghantarkan arus listrik dari suatu bagian keinstalasi atau bagian yang
lain. Penghantar ini harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Memiliki daya hantar yang tinggi
b. Memilki kekuatan tarik yang tinggi
c. Memiliki berat jenis yang rendah
d. Memiliki fleksibilitas yang tinggi
e. Tidak cepat rapuh
f. Memiliki harga yang murah
Jenis-jenis bahan penghantar, antara lain :
1. Kawat logam biasa, contohnya AAC ( All Alumunium Conductor ).
23
2. Kawat logam campuran, contohnya AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor).
24
Fuse Cut Out Fuse Link
Gambar 2. 9 Fuse Cut Out dan Fuse Link
Fuse Cut Out (FCO) adalah sebuah alat pemutus rangkaian listrik
yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja dengan cara
meleburkan bagian dari komponenya (fuse link) yang telah dirancang
khusus dan disesuaikan ukurannya. FCO ini terdiri dari :
1. Rumah Fuse (Fuse Support)
2. Pemegang Fuse (Fuse Holder)
3. Fuse Link
Berdasarkan sifat pemutusanya Fuse Link terdiri dari 2 tipe yaitu :
1. Tipe K (pemutus cepat)
2. Tipe T (pemutus lambat) FCO pada jaringan Distribusi digunakan
sebagai pengaman percabangan 1 phasa maupun sebagai pengaman
peralatan listrik (trafo Distribusi non CSP, kapasitor).
25
2.7.6 Auto Voltage Regulator (AVR)
2.7.7 Meter Expor-Impor
26
2.8 Prosedur Pengoperasian Sistem Distribusi
Yang dimaksud dengan prosedur operasi pengaturan dan pengusahaan
jaringan tegangan menengah adalah usaha menjamin kelangsungan
penyaluran tenaga listrik, mempercepat penyelesaian gangguan – gangguan
yang timbul, serta dilain pihak menjaga keselamatan baik petugas pelaksana
operasi maupun instalasinya sendiri.
Pengoperasian jaringan distribusi tegangan menengah tersebut
dilaksanakan dengan :
1. Memanuver atau memanipulasi jaringan, dengan menggunakan
telekontrol maupun dilapangan.
2. Menerima informasi - informasi mengenai keadaan jaringan dan
kemudian membuat penilaian (observasi) seperlunya guna menetapkan
tindak lanjutan.
3. Menerima besaran-besaran pengukuran pada jaringan yang kemudian
membuat penilaian (observasi) seperlunya guna menetapkan tindak
lanjutan.
4. Mengkoordinasikan pelaksanaanya dengan pihak - pihak lain yang
bersangkutan.
5. Mengawasi jaringan secara kontinyu.
6. Mengusut dan melokalisir gangguan jaringan.
7. Mendeteksi gangguan jaringan sehingga titik gangguannya dapat
ditemukan untuk diperbaiki.
Kegiatan operasi distribusi ini dibedakan dalam dua keadaan yaitu
keadaan normal dan keadaan gangguan. Operasi sistem distribusi juga
tergantung dari beberapa hal, antara lain berdasarkan pada konfigurasi dan
pola jaringan sistem distribusi yang digunakan.
Dalam operasi sistem distribusi, setiap alur tugas dari pekerjaan
ditentukan oleh prosedur tetap yang biasa disebut Standing Operation
Procedure ( SOP ), dimana SOP adalah prosedur yang dibuat berdasarkan
kesepakatan / ketentuan yang harus dipatuhi oleh seseorang atau tim untuk
melaksanakan tugas / fungsinya agar mendapatkan hasil yang optimal dan
27
untuk mengantisipasi kesalahan manuver, kerusakan peralatan dan
kecelakaan manusia.
28
b. Dapat membuka otomatis untuk memutuskan beban atau beban
lebih.
c. Harus dapat memutus dengan cepat bila terjadi hubung singkat.
d. Celah (Gap) harus tahan dengan tegangan rangkaian, bila kontak
membuka.
e. Mampu dialiri arus hubung singkat dengan waktu tertentu.
f. Mampu memutuskan arus magnetisasi trafo atau jaringan serta arus
pemuatan (Charging Current)
g. Mampu menahan efek dari arching kontaknya, gaya
elektromagnetik atau kondisi termal yang tinggi akibat hubung
singkat.
PMT tegangan menengah ini biasanya dipasang pada Gardu
Induk, pada kabel masuk ke busbar tegangan menengah (Incoming
Cubicle) maupun pada setiap rel/busbar keluar (Outgoing Cubicle) yang
menuju penyulang keluar dari Gardu Induk (Yang menjadi kewenangan
operator tegangan menengah adalah sisi Incoming Cubicle). Ditinjau
dari media pemadam busur apinya PMT dibedakan atas :
a. PMT dengan media minyak (Oil Circuit Breaker)
b. PMT dengan media gas SF6 (SF6 Circuit Breaker)
c. PMT dengan media vacum (Vacum Circuit Breaker)
Konstruksi PMT sistem 20 kV pada Gardu Induk biasanya dibuat
agar PMT dan mekanisme penggeraknya dapat ditarik keluar / drawable
(agar dapat ditest posisi apabila ada pemadaman karena pekerjaan
pemeliharaan maupun gangguan).
29
busur api yang dapat berakibat fatal. Yang dimaksud dengan
pengoperasian langsung adalah penghubungan atau pemutusan tenaga
listrik dengan menggunakan DS pada saat DS tersebut masih dialiri
tegangan listrik.
Pengoperasian DS tidak dapat secara bersamaan melainkan
dioperasikan satu per satu karena antara satu DS dengan DS yang lain
tidak berhubungan, biasanya menggunakan stick (tongkat khusus) yang
dapat dipanjangkan atau dipendekkan sesuai dengan jarak dimana DS
itu berada, DS sendiri terdiri dari bahan keramik sebagai penopang dan
sebuah pisau yang berbahan besi logam sebagai switchnya.
30
mengakibatkan terjadi lonjakan bunga api yang dapat membuat ABSw
terbakar.
Handle ABSW
Pemasangan ABSw pada jaringan, antara lain digunakan untuk :
a. Penambahan beban pada lokasi jaringan
b. Pengurangan beban pada lokasi jaringan
c. Pemisahan jaringan secara manual pada saat jaringan mengalami
gangguan.
31
Gambar 2. 14 Load Break Switch (LBS)
2.9.5 Recloser ( Penutup Balik Otomatis / PBO )
Recloser adalah peralatan yang digunakan untuk memproteksi bila
terdapat gangguan, pada sisi hilirnya akan membuka secara otomatis dan
akan melakukan penutupan balik (reclose) sampai beberapa kali
tergantung penyetelannya dan akhirnya akan membuka secara permanen
bila gangguan masih belum hilang (lock out). Penormalan recloser dapat
dilakukan baik secara manual maupun dengan sistem remote. Recloser
juga berfungsi sebagai pembatas daerah yang padam akibat gangguan
permanen atau dapat melokalisir daerah yang terganggu
Recloser mempunyai 2 (dua) karateristik waktu operasi (dual timming),
yaitu operasi cepat (fast) dan operasi lambat (delay)
Menurut fasanya recloser dibedakan atas :
a. Recloser 1 fasa
b. Recloser 3 fasa
Menurut sensor yang digunakan, recloser dibedakan atas :
a. Recloser dengan sensor tegangan (dengan menggunakan trafo
tegangan) digunakan dimakassar.
b. Recloser dengan sensor arus (dengan menggunakan trafo arus)
digunakan dimakassar.
32
Gambar 2. 15 Recloser
33
BAB III
PEMBAHASAN
34
untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah, yaitu 220/380Volt. Selanjutnya disalurkan oleh
saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen. Dengan ini
jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam
sistem tenaga listrik secara keseluruhan.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan
tegangan setinggi mungkin, dengan menggunakan trafo-trafo step-up.
Nilai tegangan yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan
beberapa konsekuensi antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan
mahalnya harga perlengkapan-perlengkapannya selain menjadi tidak
cocok dengan nilai tegangan yang dibutuhkan pada sisi beban. Maka,
pada daerah-daerah pusat beban tegangan saluran yang tinggi ini
diturunkan kembali dengan menggunakan trafo-trafo step-down.
Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik sumber
hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki
nilai tegangan berbeda-beda.
35
Daerah I : Bagian pembangkitan (Generation)
DaerahII :Bagianpenyaluran(Transmission,bertegangantinggi (HV,
UHV,EHV)
Daerah III : Bagian Distribusi Primer, bertegangan menengah (6
atau 20kV).
Daerah IV : (Di dalam bangunan pada beban/konsumen),
Instalasi, bertegangan rendah
Berdasarkan pembatasan-pembatasan tersebut, maka
diketahui bahwa porsi materi Sistem Distribusi adalah Daerah III dan
IV, yang pada dasarnya dapat dikelasifikasikan menurut beberapa cara,
bergantung dari segi apa kelasifikasi itu dibuat.
Dengan demikian ruang lingkup Jaringan Distribusi adalah:
a. SUTM, terdiri dari : Tiang dan peralatan kelengkapannya, konduktor
dan peralatan per-lengkapannya, serta peralatan pengaman dan
pemutus.
b. SKTM, terdiri dari : Kabel tanah, indoor dan outdoor termination,
batu bata, pasir dan lain-lain.
c. Gardu trafo, terdiri dari : Transformator, tiang, pondasi tiang,
rangka tempat trafo, LV panel, pipa-pipa pelindung, Arrester, kabel-
kabel, transformer band, peralatan grounding, dan lain-lain.
d. SUTR dan SKTR terdiri dari: sama dengan perlengkapan/ material
pada SUTM dan SKTM. Yang membedakan hanya dimensinya.
36
Gambar 3. 2 Ruang Lingkup Jaringan Distribusi
37
c. Klasifikasi Saluran Distribusi Tenaga Listrik
Secara umum, saluran tenaga listrik atau saluran distribusi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
38
4. Menurut susunan (konfigurasi) salurannya:
39
Oleh karena kerapatan arus (beban) pada setiap titik
sepanjang saluran tidak sama besar, maka luas penampang konduktor pada
jaringan bentuk radial ini ukurannya tidak harus sama. Maksudnya, saluran
utama (dekat sumber) yang menanggung arus beban besar,
ukuran penampangnya relatip besar, dan saluran cabang-cabangnya makin
ke ujung dengan arus beban yang lebih kecil, ukurannya lebih kecil pula.
Spesifikasi dari jaringan bentuk radial ini adalah:
a). Bentuknya sederhana.(+)
b). Biaya investasinya relatip murah.(+)
c). Kualitas pelayanan dayanya relatip jelek, karena rugi tegangan dan rugi
daya yang terjadi pada saluran relatip besar.(-)
d). Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber
dan titik beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran
tersebut mengalami gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik
gangguan akan mengalami "black out" secara total.(-)
Untuk melokalisir gangguan, pada bentuk radial ini
biasanya diperlengkapi dengan peralatan pengaman berupa fuse,
sectionaliser, recloser, atau alat pemutus beban lainnya, tetapi fungsinya
hanya membatasi daerah yang mengalami pemadaman total, yaitu daerah
saluran sesudah/dibelakang titik gangguan, selama gangguan belum
teratasi. Jadi, misalkan gangguan terjadi di titik F, maka daerah beban K, L
dan M akan mengalami pemadaman total.
Jaringan distribusi radial ini memiliki beberapa bentuk modifikasi, antara
lain:
(1). Radial tipe pohon.
(2). Radial dengan tie dan switch pemisah.
(3). Radial dengan pusat beban.
(4). Radial dengan pembagian phase area.
40
(1) Jaringan Radial tipe Pohon
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling dasar. Satu saluran
utama dibentang menurut kebutuhannya, selanjutnya dicabangkan dengan
saluran cabang (lateral penyulang) dan lateral penyulang ini dicabang-
cabang lagi dengan sublateral penyulang (anak cabang). Sesuai dengan
kerapatan arus yang ditanggung masing-masing saluran, ukuran penyulang
utama adalah yang terbesar, ukuran lateral adalah lebih kecil dari
penyulang utama.
41
beban, dan dari titik pusat beban ini disebar dengan menggunakan "back
feeder" secara radial.
(4) Jaringan radial dengan phase area
Pada bentuk ini masing-masing fasa dari jaringan bertugas
melayani daerah beban yang berlainan. Bentuk ini akan dapat
menimbulkan akibat kondisi sistem 3 fasa yang tidak seimbang (simetris),
bila digunakan pada daerah beban yang baru dan belum mantap pembagian
bebannya. Karenanya hanya cocok untuk daerah beban yang stabil dan
penambahan maupun pembagian bebannya dapat diatur merata dan
simetris pada setiap fasanya.
42
Titik beban memiliki lebih banyak alternatip
saluran/penyulang, sehingga bila salah satu penyulang terganggu, dengan
segera dapat digantikan oleh penyulang yang lain. Dengan demikian
kontinyuitas penyaluran daya sangat terjamin.
Spesifikasi Jaringan NET ini adalah:
1). Kontinyuitas penyaluran daya paling terjamin.(+)
2). Kualitas tegangannya baik, rugi daya pada saluran amat kecil.(+)
3). Dibanding dengan bentuk lain, paling flexible (luwes) dalam mengikuti
pertumbuhan dan perkembangan beban. (+}
4). Sebelum pelaksanaannya, memerlukan koordinasi perencanaan yang
teliti dan rumit. (-)
5). Memerlukan biaya investasi yang besar (mahal) (-)
6). Memerlukan tenaga-tenaga terampil dalam pengoperasian nya.(-)
Dengan spesifikasi tersebut, bentuk ini hanya layak (feasible)
untuk melayani daerah beban yang benar-benar memerlukan tingkat
keandalan dan kontinyuitas yang tinggi, antara lain: instalasi militer, pusat
sarana komunikasi dan perhubungan, rumah sakit, dan sebagainya. Karena
bentuk ini merupakan jaringan yang menghubungkan beberapa sumber,
maka bentuk jaringan NET atau jaring-jaring disebut juga jaringan
"interkoneksi".
43
Fungsi "express feeder" dalam hal ini selain sebagai cadangan
pada saat terjadi gangguan pada salah satu "working feeder", juga
berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada sistem
distribusi bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan
normal memang "express feeder" ini sengaja dioperasikan tanpa beban.
Perlu diingat di sini, bahwa bentuk-bentuk jaringan beserta modifikasinya
seperti yang telah diuraikan di muka, terutama dikembangkan pada sistem
jaringan arus bolak-balik (AC).
44
mengalami pemadaman, misalnya: instalasi militer, pusat pelayanan
komunikasi, rumah sakit, dll.
2). Kualitas Daya yang baik, antara lain meliputi:
- kapasitas daya yang memenuhi.
- tegangan yang selalu konstan dan nominal.
- frekuensi yang selalu konstan (untuk sistem AC).
Catatan: Tegangan nominal di sini dapat pula diartikan kerugian tegangan
yang terjadi pada saluran relatif kecil sekali.
3). Perluasan dan Penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang.
Khususnya untuk sistem tegangan AC 3 fasa, faktor keseimbangan/
kesimetrisan beban pada masing-masing fasa perlu diperhatikan.Bagaimana
pengaruh pembebanan yang tidak simetris pada suatu sistem distribusi, akan
dibicarakan lebih lanjut dalam bagian lain.
4). Fleksibel dalam pengembangan dan perluaan daerah beban.
Perencanaan sistem distribusi yang baik, tidak hanya bertitik tolak
pada kebutuhan beban sesaat, tetapi perlu diperhatikan pula secara
teliti mengenai pengembangan beban yang harus dilayani, bukan saja
dalam hal penambahah kapasitas dayanya, tetapi juga dalam hal
perluasan daerah beban yang harus dilayani.
5). Kondisi dan Situasi Lingkungan.
Faktor ini merupakan pertimbangan dalam perencanaan untuk
menentukan tipetipe atau macam sistem distribusi mana yang sesuai untuk
lingkungan bersangkutan, misalnya tentang konduktornya, konfigurasinya,
tata letaknya, dsb. termasuk pertimbangan segi estetika (keindahan) nya.
6). Pertimbangan Ekonomis.
Faktor ini menyangkut perhitungan untung rugi ditinjau dari segi
ekonomis, baik secara komersiil maupun dalam rangka penghematan
anggaran yang tersedia.
Jaringan Sistem Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder
digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke beban-
beban yang ada di konsumen. Pada sistem distribusi sekunder bentuk
45
saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat
menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem
ini biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan
dihubungkan kepada konsumen/ pemakai tenaga listrik dengan melalui
peralatan-peralatan sbb:
1) Papan pembagi pada trafo distribusi,
2) Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
3) Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
4) Alat Pembatas dan pengukur daya (kWH. meter) serta fuse
atau pengaman pada pelanggan.
46
Di Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem
tegangan 220/380 Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan
tenaga listrik dari PT. PLN, menggunakan salah satu sistem diatas sesuai
dengan standar yang ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka
bergantung kepada negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama,
dimana semua peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set)
hingga peralatan kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi
pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International
Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem
tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah
tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt. (IEC Standard Voltage).
47