GRACIA
(Sebuah Pengantar)
Nablur Rahman Annibras
Dosen Luar Biasa Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru Bandung 40614, Indonesia.
E-mail: blue_mumys@yahoo.co.uk
_________________________
Abstrak
The emergence of hermeneutics as an approach to understand the Qur’anic message has invited
many comments from Muslim scholars all over the world. Several of the Muslim scholars
supported this approach as a new and ‘fresh’ approach to develop Qur’anic studies and its
interpretation. Hermeneutics, they argued, can open up ‘the other side’ of Qur’anic
understanding which have not been uncovered by previous exegetes. However, many other
Muslim scholars rejected this hermeneutical approach to understand the Qur’an. They argued
that the Qur’an is different from any other ordinary texts and thus should be interprete differently
using different approach. Besides, the theological doctrin that the Qur’an is a God Speech is not
suitable to be understood by this approach. Especially so, this hermeneutical approach is usually
employed to understand the Bible and has made this approach is unacceptable. While there are
many controversies surrounding this approach, hermeneutics is still being discussed and studied
by many Muslim scholars and institutions. One of them is become a subject offered in State
Islamic Universities at the Qur’an and Hadith department. One thing should be noted, though,
before studying Hermenutics is mastering Arabic and its literature to balance the understanding.
Keywords:
Hermeneutics; Exegesis; the Qur’an.
__________________________
Abstrak
Kemunculan hermeneutika dalam dunia penafsiran al-Qur’an telah mengundang komentar-
komentar yang beragam dari para cendekiawan Muslim di seluruh dunia. Sebagian mendukung
ide tersebut karena menganggap hermeneutika sebagai “angin segar” dalam pengembangan
keilmuan al-Qur’an dan tafsirnya. Hermeneutika dianggap dapat mengungkap “sisi lain” dari
penafsiran al-Qur’an yang sebelumnya tak pernah tersentuh oleh para mufassir era terdahulu.
Namun sebagian lain menolak ide tersebut dengan tegas. Golongan ini berpendapat bahwa sifat
al-Qur’an yang berbeda dengan teks-teks lainnya tentu membutuhkan cara yang berbeda pula.
Terlebih al-Qur’an diimani sebagai Kalam Ilahi yang tak ada keraguan di dalamnya. Penggunaan
hermeneutika yang pada mulanya digunakan untuk memahami bibel dalam memahami al-Qur’an
dianggap sebagai sebuah hal yang tak dapat ditoleransi keberadaanya. Menyama ratakan antara
Allah SWT dengan “si pengarang” adalah sebuah kekeliruan yang besar. Kontroversi seputar
hermeneutika tak lantas membuat atensi para pengkaji al-Qur’an di Indonesia (terhadapnya)
surut. Kajian hermeneutika menjadi salah satu mata kuliah yang ditunggu-tunggu oleh sebagian
mahasiswa jurusan tafsir dan hadis di berbagai perguruan tinggi Islam termasuk didalamnya UIN
Sunan Gunung Djati Bandung. Namun demikian, penguasaan terhadap bahasa Arab dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan keislaman secara umum dan al-Qur’an secara khusus
menjadi modal utama yang harus dipenuhi sebelum terlebih dahulu agar terjadi objektifitas
pemikiran di dalamnya..
Kata Kunci:
Hermeneutika; tafsir; al-Qur’an.
__________________________
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
72 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78 73
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
bahasa Latin yang berasal dari kata interpres Menurut Gracia, saat ini ada tiga cara
yang bermakna “to spread abroad” atau pokok dimana istilah “interpretasi” digunakan
“penyebaran dengan luas.”6 Makna tersebut dalam hubungannya dengan teks. Tiga cara
selaras dengan apa yang penulis sebut sebagai pokok inilah yang kemudai memunculkan tiga
sinonim dari kata tafsir. Keduanya memiliki macam hal yang dapat didiskusikan ketika
kesamaan misi sebagai penerang dan penjelas membahas interpretasi, yaitu:10 a) Interpretasi
dari suatu kajian, baik itu berupa teks maupun pada dasarnya sama dengan pemahaman
oral. (understanding) akan pemaknaan sebuah teks.
Dalam bahasa Inggris, kata interpretation Dalam konteks ini, dapat kita ambil contoh
rupanya tidak hanya diartikan sebagai sebuah tentang adanya dua pemahaman yang sama-
penafsiran saja, melainkan juga memiliki sama benar tentang satu kasus.11b) Istilah
beberapa term yang dapat disesuaikan dengan ‘interpretasi’ biasa digunakan untuk menunjuk
permasalahan yang ada. Kata interpretation pada proses atau aktifitas di mana seseorang
kadang bermakna sebagai meaning, atau mengembangkan pemahaman terhadap teks. c)
memberi arti dari segala sesuatu yang Istilah ‘interpretasi’ juga digunakan untuk
ditafsirkan. Kadang dapat dimaknai merujuk pada kajian tentang teks.
translation, atau menerjemahkan sesuatu dari Dari penjelasan di atas, dapatlah kita
suatu bahasa ke bahasa lainnya. Interpretation simpulkan bahwa interpretasi memiliki tiga
juga dapat dimaknai sebagai explanation, atau faktor yang saling terkait: teks yang akan
menjelaskan atas segala sesuatu tentang apa diinterpretasikan – penafsir – teks
yang berada di balik sebuah teks atau lain (keterangan) yang ditambahkan kepada teks
sebagainya dari samar menjadi jelas, dari tak yang ditafsirkan. Akan tetapi, yang dimaksud
beraturan menjadi tertata rapi, atau dari global dengan ‘tambahan keterangan’ tersebut
menjadi terperinci.7Hal yang sama tidak tidaklah dapat dikatakan sebagai sebuah
terjadi dalam kata tafsir. Tafsir dalam bahasa produk interpretasi jikalau hal tersebut berdiri
Arab hanyalah merujuk pada interpretation dengan mandiri. Penambahan keterangan baru
saja. Sedangkan translation lebih mengarah dapat dikatakan sebagai interpretasi jika
pada tarjamah dalam bahasa Arab.8 digabungkan dengan ‘teks asli’ yang menjadi
Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami sumber bahan kajian. Sebagai contoh adalah
bahwa semua makna di atas merujuk pada tiga penafsiran Imam al-Thabary mengenai ayat-
faktor berbeda-beda sedang memainkan ayat al-Qur’an. Tambahan keterangan dari
perannya masing-masing dalam sebuah Imam al-Thabary yang menjelaskan ayat-ayat
aktifitas interpretasi yaitu: a) Teks atau apapun al-Qur’an tidaklah dapat dikatakan sebagai
yang sedang diinterpretasikan, b) Keterangan ‘Tafsir al-Thabary’ jikalau tidak disertakan di
tambahan bagi sesuatu yang sedang dalamnya teks asli dari ayat-ayat al-Qur’an
diinterpretasikan, c) Seorang interpreter yang tersebut. Penafsiran beliau baru dapat
dengan kemampuannya menghasilkan suatu dikatakan sebagai produk interpretasi tatkala
produk interpretation tentang sebuah teks atau beliau menyematkan teks asli yang menjadi
hal lain.9 titik tumpu kajiannya.12
10
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 121-124.
6 11
Jorge .E. Gracia, A Theory of Textuality, (Albany: Sebagai contoh adalah pemahaman antara para
State University of New York Press, 1995), 147. sahabat dan Ibnu Abbas tentang tafsir surat al-
7
Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 147. Nashr. Para sahabat memaknainya sebagai sebuah
8
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, janji akan kemenangan Islam yang gilang gemilang.
(Cairo: Maktabah Wahbah, 2007), 307. Akan tetapi, Ibnu Abbas memahaminya sebagai
9
Sahiron Syamsuddin, “Interpretasi”, dalam sebuah sinyal atau pertanda akan segera selesainya
Syafa’atun Al-Mirzanah dan Sahiron Syamsuddin, misi kenabian Rasulullah. Dua pemahaman ini
ed., Pemikiran Hermeneutika Dalam Tradisi Barat: adalah pemahaman yang sama-sama benar
Reader, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN mengenai satu permasalahan.
12
Sunan Kalijaga, 2011), 120-121. Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 148-149.
74 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
15
Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 159.
13 16
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 125-126. Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 127.
14 17
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 126-127. Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 150.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78 75
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
meskipun tidak menafikan untuk menafsirkan ini tidaklah mempunyai fungsi langsung untuk
teks-teks kontemporer. Akan tetapi, perlu bisa berperan dalam proses epistemologis
diingat bahwa tujuan umum dari sebuah penafsiran. Agar ia dapat berfungsi, maka ia
interpretasi adalah menyediakan penafsiran harus ‘hadir’ pada audiens kontemporer yang
terhadap teks-teks historis.18 ingin menafsirkan teks tersebut. Namun,
Yang menarik pada bagian ini, seringkali dalam pandangan Gracia ‘teks perantara’
seorang penafsir tidak memiliki akses adalah teks yang telah musnah atau hilang.
langsung terhadap teks-teks historis. Akan tetapi jika ada informasi tentang
Akibatnya, para penafsir lebih sering keberadaannya, maka dalam pandangan
menggunakan teks-teks yang secara subtansial Gracia hal tesebut dapat membantu
merujuk pada teks-teks historis tersebut. menjelaskan gap-gap antarteks kontemporer
Sebagai contoh adalah hilangnya karya-karya yang dihasilkan pada waktu yang berbeda-
para filosof pra-Sokrates yang membuat para beda.21
penafsir terpaksa menggunakan dengan apa 3. Dilema Penafsir dan Fungsi Interpretasi
yang mereka miliki, termasuk di dalamnya Dalam menghadapi teks-teks historis, para
teks-teks yang secara subtansial merujuk pada penafsir seringkali terjebak pada asumsi
teks-teks historis yang telah hilang tersebut.19 pribadi yang justru membuat makna dari teks
Adapun mengenai intended text dan ideal tersebut menjadi kabur. Sebuah penafsiran
text, peran keduanya dalam proses interpretasi yang pada hakikatnya membantu para audiens
alangkah lebih baik jika keberadaan keduanya dalam memahami teks historis secara utuh,
tidak dijadikan sebagai sesuatu yang justru telah melenceng dari teks aslinya akibat
membingungkan. Keduanya berperan sebagai dari penambahan-penambahan keterangan
penguat ketika seorang penafsir mengalami yang tidak perlu. Dari kasus ini, lalu muncul
keragu-raguan dalam memaknai teks tatkala pertanyaan-pertanyaan mendasar seputar
menemukan data-data yang tak dapat interpretasi. Dapatkah seorang penafsir
meyakinkannya. Oleh karena itu, fungsi aktual menambah keterangan dalam penafsirannya
dari keduanya hanyalah bersifat regulative untuk membantu audiens kontemporer dalam
(membuat sesuatu sesuai dengan memahami teks sesuai dengan teks
tatanan/aturan yang berlaku) dan instrumental. historisnya? Dapatkah kita memahami teks
Dari situ, dapat dipahami bahwa peran historis dan menambahkan keterangan di
keduanya sebagai bantuan dalam mengoreksi dalamnya tanpa benar-benar merubahnya?
dari apa yang tampak salah dan membubuhi Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul secara
bagian-bagian yang hilang dalam usaha alami ketika kita membahas secara mendetail
mereka (para penafsir) memahami teks tentang apa itu interpretasi. Pertanyaan-
historis. Namun, para penafsir harus tetap pertanyaan tersebut - dalam pandangan Gracia
ingat bahwa tugas mereka adalah membangun – inilah yang disebut sebagai ‘dilema seorang
sebuah penafsiran terhadap teks historis. penafsir’.
Mereka harus senantiasa menghindari godaan Dilema yang dialami oleh seorang penafsir,
untuk memandang tugas mereka ini sebagai jika ingin disederhanakan berputar sekitar
rekontruksi terhadap intended atau ideal text. boleh atau tidaknya ia menambahkan
Terjerembab ke dalam posisi yang disebut keterangan dalam teks historis untuk
terakhir (rekontruksi intended atau ideal text) mendapatkan pemahaman yang sesuai. Di satu
dapat mendorong terjadinya distorsi-distorsi sisi, jika ia membolehkannya maka akan
atas makna teks historis.20 terbuka kemungkinan distorsi-distorsi dari
Adapun mengenai intermediary text atau makna sesungguhnya yang justru
bisa juga disebut sebagai teks perantara, jenis mengaburkan akan makna teks. Sedangkan di
sisi lain, jika ia tidak membolehkannya maka
18
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 128.
19
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 128.
20 21
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 129-133. Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, 130.
76 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
seorang penafsir tidaklah dikatakan dapat dilema yang dialaminya. Perlu diingat, bahwa
memahamkan para audiens kontemporer fungsi-fungsi tersebut tidak hanya dapat
sesuai dengan dimensi historis teks tersebut.22 berdiri sendiri, melainkan dapat juga
Mengenai hal ini, Gracia berpendapat bahwa digunakan secara bersama-sama. Meskipun
dilema itu terjadi karena adanya demikian, banyak kasus yang dialami oleh
kesalahpahaman akan fungsi dari interpretasi para penafsir terkait digunakannya ketiga
itu sendiri. “I believe one can because the fungsi tersebut secara bersamaan justru
dilemma is based on a misunderstanding of menghasilkan kebingungan alih-alih
the function of interpretations.23” pemahaman dari suatu teks.
Untuk bisa keluar dari dilema yang
berkepanjangan, para penafsir harus paham 4. Refleksi Interpretasi ala Gracia
terlebih dahulu akan apa itu fungsi-fungsi dari Adanya karya-karya Gracia mengenai text,
interpretasi. Gracia menyebutkan sedikitnya author-reader, understanding, dan
ada tiga fungsi yang berkaitan dengan interpretation menunjukkan akan
interpretasi. Ketiga fungsi itu adalah:24 kesungguhan serta perhatiannya mengenai
Historical Function, yaitu menciptakan dunia hermeneutika. Hermeneutika modern
kembali dalam benak audiens kontemporer yang dirintis oleh Schleiermacher terus
pemahaman yang dimiliki oleh ‘pengarang menerus mengalami rekontruksi yang salah
historis’ atau pengarang asli dari teks satunya dilakukan oleh Gracia.
historis dan ‘audiens historis’. Fungsi ini Berbeda dengan Hans-Georg Gadamer
bertujuan membantu audiens yang memberikan sentuhan pemikiran
(kontemporer/masa kini) memahami teks, hermeneutikanya pada konsep pre-
sebagaimana yang dipahami oleh understanding nya, Gracia justru menjelaskan
pengarang dan audiens historis. Parameter secara detil bagaimana seorang penafsir
dari pemahaman dalam fungsi ini adalah menjalani proses interpretasi dengan
dengan tidak melampaui apa yang dipahami menghadapi lima jenis teks yang berbeda. Di
oleh pengarang dan audiens historis. samping itu, rupanya Gracia pun
Meaning Function, yaitu menciptakan memperhatikan bagaimana sisi psikologis si
dalam benak audiens kontemporer suatu penafsir ketika menafsirkan sebuah teks.
pemahaman yang mungkin melampaui Perhatiannya tentang hal ini dibuktikan
pemahaman yang dimiliki oleh pengarang dengan analisisnya mengenai dilema yang
dan audiens historis dari suatu teks. dihadapi oleh para penafsir ketika menafsirkan
Pelampauan pemahaman tersebut dapat teks-teks. Sebuah dilema yang berpangkal dari
dimunculkan dengan membahas aspek- ketidak pahaman penafsir mengenai fungsi
aspek yang mungkin belum diketahui oleh yang dimiliki oleh interpretasi itu sendiri.
pengarang dan audiens historis tersebut. Dalam konsep ini, penulis melihat adanya
Implicative Function, yaitu menciptakan kemungkinan untuk mengaplikasiannya ke
dalam benak audiens kontemporer suatu dalam teks suci yang berdasarkan wahyu
pemahaman mengenai implikasi-implikasi (baca: al-Qur’an). Bentuk dari aplikasinya
makna, terlepas apakah implikasi-implikasi konsep ini lebih mengarah pada historical
makna tersebut telah diketahui atau belum function yang dimiliki oleh interpretasi itu
oleh sang pengarang dan audiens historis sendiri meskipun tidak mutlak one hundred
itu sendiri. percent. Akan tetapi dalam prakteknya,
Dengan mengetahui fungsi-fungsi dari konsep ini dapat berjalan jika ditunjang
interpretasi sebagaimana telah Gracia jelaskan dengan berbagai disiplin ilmu yang mengitari
di atas, maka para penafsir dapat terbebas dari teks suci tersebut, seperti ilmu bahasa, ilmu-
ilmu al-Qur’an, ushul fiqh, dan lain
22
Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 153. sebagainya.
23
Jorge J.E. Gracia, A Theory of Textuality, 153.
24
Sahiron Syamsuddin, Interpretasi, h 137.
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78 77
Muslih Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi
Teks Al-Fa<tihah (Kajian Ortografi Dan Resitasi
Terhadap Variasi Teks Al-Fa<tihah)
25
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutikan Jorge J.E.
Gracia dan Kemungkinan Dalam Pengembangan
Studi dan Penafsiran Al-Qur’an, 157
78 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 71-78