Anda di halaman 1dari 16

Qiroah dan Metode Membaca Alquran

Husnul Khotimah Siregar1 Saidina Nul Hakim Nasution2


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Husnul.imah24@gmail.com Saidinanulhakim@hotmail.com

Arifinsyah3
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Abstrak
Mereka yang tidak mengetahui dialek suku lain mungkin menjadi bingung atau
bahkan memperdebatkan kebenaran klaim ilmiah karena pengaruh dialek bahasa
dalam kehidupan sehari-hari menurut masing-masing suku, terutama ketika
membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. sebuah misteri bagi beberapa individu ini.
Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mendefinisikan proses
qiraat; (2) menjelaskan, mendalami, dan mengungkap evolusinya dari zaman Nabi
Muhammad SAW hingga zaman kontemporer seperti sekarang; dan (3)
menyebarluaskan terminologi proses qiraat dan sebab-sebab utamanya. Untuk
mencoba menyatukan argumen-argumen penelitian tentang ketidaksepakatan antara
interpretasi bacaan yang beragam dari teks Al-Qur'an, penelitian ini menggunakan
perpustakaan penelitian (Library Search), yang terdiri dari penelitian deskriptif
analitis. Setelah itu, mereka melakukan penelitian dengan membaca literatur khusus,
mengumpulkan data dalam jumlah besar, dan kemudian mendeskripsikan dan
menganalisisnya secara kritis dalam tulisan mereka. Pendekatan induktif digunakan
untuk menarik kesimpulan, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menarik
kesimpulan dari deskripsi tertentu ke dalam deskripsi. Cakupannya luasnya; premis
sentral studi ini adalah bahwa variasi qiraat muncul karena pro dan kontra yang
berasal dari zaman Nabi; dan bahwa, pada saat itu dalam sejarah, Nabi sendiri
menjadi standar untuk menjelaskan teks yang dibaca.
Kata Kunci: Qiraat; Al-Qur’an

Abstract
Those who do not know the dialects of other tribes may become confused or
even debate the truth of scientific claims because of the influence of dialects in daily
life according to each ethnic group, especially when reading the verses of the holy
Qur'an. a mystery to some of these individuals. Thus, the purpose of this research is
to (1) define the qiraat process; (2) explaining, exploring, and revealing its
evolution from the time of the Prophet Muhammad to contemporary times like

1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Alquran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
2
Mahasiswa Program Magister Ilmu Alquran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
3
Dr. Arifinsyah, M.Ag, Dosen Program Pascasarjana Doktoral & Magister Ilmu Alquran dan
Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
1
| Nama Penulis

today; and (3) disseminating the terminology of the qiraat process and its main
causes. To try to unify the research arguments about the disagreements between the
various reading interpretations of the Qur'anic text, this study used a research
library, which consists of analytical descriptive research. After that, they conduct
research by reading specialized literature, collecting large amounts of data, and
then describing and critically analyzing it in their writing. The inductive approach
is used to draw conclusions, namely the approach used to draw conclusions from
certain descriptions into descriptions. The scope is wide; the central premise of this
study is that the variations of qiraat arose due to pros and cons originating from the
time of the Prophet; and that, at that point in history, the Prophet himself became
the standard for explaining the texts read.
Keywords: Qiraat; Al-Qur’an

PENDAHULUAN
Al-Quran secara bahasa berarti bacaaan berasal dari bahasa Arab yaitu qara’a.
sedangkan Al-Qur'an diklaim sebagai firman Allah SWT, yang diberikan kepada
Nabi Muhammad SAW, dan berfungsi sebagai keajaiban, panduan, dan insentif bagi
siapa saja yang membacanya, baik mereka memahami makna atau maksud ayat
tersebut atau tidak. Fakta bahwa Al-Qur'an memiliki beberapa nama dibuktikan
dalam banyak ayat yang dengan sendirinya merujuk pada judul-judul tambahan
untuk kitab tersebut, seperti Al-Kitab, Al-Furqan, Adz-Dzikr dan At-Tanzil, namun
ulama sepakat penyebutan bagi kitab yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW ini dinamakan Al-Qur’an.
Nabi Muhammad SAW adalah penerima wahyu Al-Qur'an secara pribadi.
Salah satu bagian dalam surah Al-Kahfi yang disinggung ini adalah ayat 109.
‫ت َربِّي لَنَفِ َد ۡٱلبَ ۡح ُر قَ ۡب َل َأن تَنفَ َد َكلِ ٰ َمتُ َربِّي َولَ ۡو ِج ۡئنَا بِ ِم ۡثلِ ِهۦ َمدَدٗ ا‬
ِ ‫قُل لَّ ۡو َكانَ ۡٱلبَ ۡح ُر ِمدَادٗ ا لِّ َكلِ ٰ َم‬
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad (saw) sehingga umat
manusia dapat diangkat dari ketidaktahuan dan ketidaktahuan menjadi cahaya dan
dibimbing ke jalan yang benar.4 Al-Qur’an juga merupakan penyempurna dari kitab-
kitab yang telah diturunkan oleh Allah sebelumnya, 5 dan juga sebagai pedoman bagi
orang-orang yang memasuki dunia tanpa pendidikan. Al-Quran akan tetap menjadi
teks utama bagi umat Islam dan sumber kebijaksanaan dan bimbingan yang tidak
pernah berakhir.
Oleh karena itu, sebagai umat yang diatur secara tegas oleh Alquran, salah
satu kewajiban umat Islam adalah memberikan perhatian khusus kepada Alquran
dan selalu terlibat dengan Alquran sepanjang hidupnya, baik dalam proses belajar,

4
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an, (Cet. III; t.tp.: Mansyurat al-
'Ashr al-Hadis, t.th.), h. 9.
5
Sa’dullah, Metode Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Sumedang: Ponpes Al-
Hikamussalafiyah, 2005), h. I.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

menafsirkan, mengajar, maupun mengamalkan. Membaca atau juga yang disebut


qira'at, merupakan bagian integral dari tata cara ini dan tidak dapat diabaikan. 6
Karena membaca sangat penting untuk pemahaman, dan karena makna Al-Qur'an
adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang pesan Allah, istilah "qiraat" itu
sendiri merupakan metafora yang cocok untuk mendekatkan maksud dari ayat-ayat
Allah tersebut.
Untuk menafsirkan Al-Qur'an dengan benar, seseorang harus mempelajari
'ilmu al-qira'ah dan mengikuti prinsip-prinsip mapan yang telah berkembang dari
waktu ke waktu.. 'Ulum al-Qur'an, di mana 'ilmu al-qira'ah adalah subsetnya, telah
menjadi fokus utama umat Islam sejak masa munculnya Islam, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak hadits yang membuktikan pengabdian para sahabat untuk
melestarikan agama. Kebenaran Quran sebagai ringkasan moral. Diantaranya ialah
hadis dari 'Umar ibn Khattab r.a, ia berkata:
ُ‫تَ َمعْت‬M‫اس‬ ْ َ‫لَّ َم ف‬M‫س‬ َ ‫ ِه َو‬M‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬M‫ص‬ َ ِ ‫ول هَّللا‬
ِ M‫س‬ ُ ‫ا ِة َر‬Mَ‫ا ِن فِي َحي‬Mَ‫و َرةَ ا ْلفُ ْرق‬M‫س‬ ُ ‫رُأ‬M َ ‫يم يَ ْق‬ ٍ ‫ا َم بْنَ َح ِك‬M‫ش‬ َ ‫ ِمعْتُ ِه‬M‫س‬ َ
‫ا ِو ُر ُه‬M ‫س‬ َ ‫ُأ‬ ُ‫ْت‬ ‫د‬ M ‫ك‬ َ ‫ف‬
ِ َ َ َ ِ‫م‬َّ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ُ ‫هَّللا‬ ‫ى‬ َّ ‫ل‬‫ص‬ ‫هَّللا‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ا‬
َ ِ ُ ُ َ َ ِ ِ ُ ْ ٍ َ ِ ٍ ُ ُ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ْ
‫ث‬ ‫ر‬ ْ
‫ق‬ ‫ي‬ ‫م‬ َ ‫ل‬ ‫ة‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫ث‬‫ك‬َ ‫وف‬ ‫ر‬ ‫ح‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫ع‬َ ‫ُأ‬ ‫ر‬ ْ
‫ق‬
َ َ َ ‫ي‬ ‫و‬‫ه‬ُ ‫ا‬ َ
‫ذ‬ َ
‫لِقِ َ َ ِ ِ ِإ‬
‫ف‬ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ر‬
َ
‫ا َل‬MM‫ر ق‬M ‫ُأ‬ ْ
َ M‫ ِم ْعتُكَ تَق‬M‫س‬ َّ
َ ‫و َرة التِي‬M‫الس‬ َ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ْ ُ َ
ُّ ‫ ِذ ِه‬M‫ َر َك َه‬M‫هُ بِ ِردَاِئ ِه فقلتُ َمنْ ق‬Mُ‫ل َم فلبَّ ْبت‬M‫س‬ َ َ َّ َ ‫صبَّ ْرتُ َحتَّى‬ َ
َ َ‫صاَل ِة فت‬ َّ ‫فِي ال‬
‫سلَّ َم قَ ْد َأ ْق َرَأنِي َها‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ َك َذبْتَ فَِإنَّ َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫َأ ْق َرَأنِي َها َر‬
‫ َرُأ‬M ‫س ِمعْتُ َه َذا يَ ْق‬ َ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ ِإنِّي‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ِل هَّللا‬ ُ ‫َعلَى َغ ْي ِر َما قَ َرْأتَ فَا ْنطَلَ ْقتُ بِ ِه َأقُو ُدهُ ِإلَى َر‬
‫ا ُم‬M‫ش‬ َ ‫ا ِه‬MMَ‫ر ي‬M ‫ْأ‬ َ M‫ ْلهُ ا ْق‬M‫س‬ ‫َأ‬
ِ ‫سلَّ َم ْر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫وف لَ ْم تُ ْق ِر ْثنِي َها فَقَا َل َر‬ ٍ ‫ور ِة ا ْلفُ ْرقَا ِن َعلَى ُح ُر‬ َ ‫س‬ ُ ‫ِب‬
‫ا‬MMَ‫ر ي‬M ‫ْأ‬ ْ َ ُ
َ M‫سل َم كذلِ َك نزلتْ ث َّم قا َل اق‬ َ َ ْ ‫َأ‬ َ َ َّ َ
َ ‫صلى ُ َعل ْي ِه َو‬ ‫هَّللا‬ َّ ‫هَّللا‬
َ ِ ‫سو ُل‬ َ َ ‫ُأ‬
ُ ‫س ِم ْعتهُ يَق َر فقا َل َر‬ْ ُ َ ‫فَقَ َر َعل ْي ِه القِ َرا َءة التِي‬
َّ َ ْ َ ‫َأ‬
َ
َ‫رآن‬Mْ Mُ‫ذا ا ْلق‬M‫ ِزلَتْ ِإنَّ َه‬M‫ ذلِ َك ْن‬M‫لَّ َم َك‬M‫س‬ ‫ُأ‬ َ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ُع َم ُر فَقَ َرْأتُ ا ْلقِ َرا َءةَ الَّتِي ق َر نِي فقَا َل َر‬
َ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬
(‫س َر ِم ْنهُ (رواه البخارى‬ َّ َ‫ف فَا ْق َر ُءوا َما تَي‬ ٍ ‫س ْب َع ِة َأ ْح ُر‬ َ ‫ُأ ْن ِز َل َعلَى‬
“Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan di masa
hidup Rasulullah saw., lalu aku sengaja mendengarkan bacaannya. Tiba- tiba ia
membacanya dengan bacaan yang bermacam-macam yang belum pernah diajarkan
oleh Rasulullah saw kepadaku. Hampir saja aku menyerangnya dalam shalat, tetapi
aku bersabar (menunggunya) sampai dia salam. Ketika dia salam aku menarik
leher bajunya seraya berkata: “Siapa yang telah mengajarkan kepadamu surah
yang kau baca tadi?”. Hisyam menjawab: “Rasulullah yang telah mengajarkannya
kepadaku”. Kukatakan padanya: “Kamu berbohong, sesungguhnya Rasulullahpun
telah membacakan (mengajarkan)-nya kepadaku (tetapi) tidak seperti yang Engkau
baca”. Lalu aku menuntunnya untuk menghadap kepada Rasulullah saw. Kemudian
aku berkata “Sesungguhnya aku telah mendengarkan orang ini membaca surah al-
Furqa>n dengan huruf-huruf yang tidak pernah Engkau bacakan (ajarkan)
padaku”. Lalu Rasulullah saw. bersabda “Wahai Umar, lepaskan dia! Wahai
Hisyam, bacalah surah itu!”. Lalu dibacakanlah surah itu sebagaimana yang telah
aku dengarkan sebelumnya. Rasulullah saw. lalu bersabda: “Beginilah surah ini
diturunkan”, kemudian Rasulullah saw bersabda lagi “Bacalah wahai Umar!”.
Akupun membaca surah itu sesuai dengan yang pernah Rasulullah bacakan
(ajarkan) kepadaku. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Beginilah surah ini
diturunkan, sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka
bacalah yang mudah bagimu”.
Karena sanad mutawatir, tafsir tujuh imam qiraat sangat jelas. Ketujuh imam
Qira'at memiliki interpretasi yang sedikit berbeda, tetapi mereka semua berada di
6
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an,.. h. 170.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3
| Nama Penulis

jalur yang benar. Ini karena selalu ada dua interpretasi, bahkan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Perbedaan dalam membaca Al-Qur'an bukanlah hal yang aneh
selama masa hidup Nabi.
Tujuan dari varian bacaan Al-Qur'an ini bukan untuk mengelabui pembaca
agar berpikir bahwa teksnya lebih sulit daripada yang sebenarnya, melainkan untuk
memberikan pilihan kepada setiap pembaca untuk membaca Al-Qur'an dengan cara
yang paling mudah diakses oleh dialek mereka. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa
bangsa Arab berkembang dari banyak kelompok suku yang berbeda, yang masing-
masing berbicara dengan bahasa uniknya sendiri.
Meskipun kekuatan Islam tumbuh di bawah 'Utsman bin 'Affan ra, keretakan
qira'at ini terus berlanjut hingga wafatnya Rasulullah saw. Banyak negara Arab
jatuh di bawah otoritas Islam. Muslim juga tumbuh dalam populasi. Muslim berasal
dari berbagai bangsa. Setiap suku dan keluarga memiliki bahasa dan dialek yang
berbeda.7
Dengan penjelasan singkat diatas, terdapat beberapa pokok masalah yang
akan di bahas dalam tulisan ini. Pertama, Bagaimana terminologi dari qiraat Al-
Qur’an beserta pembagiannya. Kedua, Bagaimana proses perkembangan qiraat dari
zaman Nabi Muhammad saw hingga sampai pada imam-imam qiraat. Ketiga,
Bagaimana perkembangan qiraat pada masa kontemporer hingga berujung pada
komentar orientalis terhadap qiraat juga hikmah adanya keberagamaan qiraat dalam
metode membaca Al-Qur’an.
Oleh karena itu, penulis akan berusaha dalam penelitian ini untuk
menunjukkan argumen positif untuk mempertahankan dan melawan pemikiran
negatif para orientalis sehingga hasil yang diperoleh dapat dianggap benar-benar
terbukti.
METODE
Dari uraian tersebut, maka yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah
Pertama, mengetahui pengertian qiraat beserta pembagiannya. Kedua, mengetahui
sebuah proses perkembangan qiraat Al-Qur’an dari zaman nabi Muhammad saw
hingga pada zaman imam-imam qiraat. Ketiga, mengetahui penyebab terjadinya
perbedaan qiraat Al-Qur’an disertai dengan hikmahnya.
Penulis menggunakan strategi kajian literatur kualitatif berdasarkan metode
analisis deskriptif dalam upaya mengkonsolidasikan argumentasi penelitian tentang
kesenjangan antara berbagai interpretasi bacaan terhadap teks Al-Qur'an. Setelah
itu, penulis membaca buku-buku di lapangan, menyusun segunung informasi, dan
menulis analisis mendalam dan deskripsi kritis tentang apa yang mereka temukan.
Pengertian Qiraat
Secara etimologis, Kata bahasa Arab dari membaca, qara'a-yaqra'u-qira'atan
wa qur'anan, memiliki bentuk masdar, lafaz qiraat. Salah satu arti aslinya adalah
"mengumpulkan", yang mengacu pada merangkai serangkaian kata atau huruf untuk
membentuk kalimat yang koheren.
7
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1996), h. 36.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

Sementara itu, qira'at bisa memiliki banyak arti yang berbeda tergantung pada
konteksnya. Hal ini karena akademisi menggunakan interpretasi dan perspektif yang
luas. Salah satu mazhab (aliran) pelafalan Al-Qur'an yang dipilih oleh salah seorang
ulama Al-Qur'an sebagai mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya; ini adalah
definisi dari istilah qira'at.8
Demikian juga terdapat beberapa-beberapa pendapat yang telah dikemukakan
oleh para ulama terkait dari definisi qiraat:
1) Al-Zarqasyi
Al-Qur'an dapat dibaca dengan menggunakan berbagai qiraat,
masing-masing dengan seperangkat aturan sendiri tentang bagaimana
huruf harus disusun dan bagaimana pengucapannya. Beberapa qiraat
dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan Al-Qur'an, seperti
adanya huruf yang takhfif (ringan) dan tasqil (berat).
2) Al-Shabuni
Qiraat adalah cara melafalkan ayat suci Alqur’an yang dianut
oleh beberapa aliran (madzhab) salah satu imam mengikuti Qiraat
berdasarkan rantai yang diteruskan kepada Nabi Muhammad. 9
3) Ibnu al-Jazari
Qiraat adalah studi tentang perbedaan linguistik dalam
bagaimana kata-kata Al-Qur'an diucapkan, dengan setiap variasi
dikaitkan dengan penerjemah tertentu.
4) Az-Zarqani
Qiraat dapat diberi arti seorang imam dari komunitas imam qurra
akan menganut tafsir tertentu terhadap lafal Al-Qur'an yang berbeda
dengan imam lainnya berdasarkan thuruq dan riwayat tafsir yang
bersangkutan. Penafsiran ini dikenal sebagai qiraat. Baik karena
ketidaksesuaian pelafalan huruf atau pelafalan bentuk. 10
Penulis berkeyakinan bahwa definisi yang diberikan oleh 'Abdul Fatah al-
Qadi dalam al-Budur al-Zahirah fi Qira'at al-'Asyr al-Mutawatirah, yang dikutip
oleh Ahmad Fathoni dalam The Seven Qiraat Rules, adalah yang paling mudah
dipahami dan berguna:
‫زو‬JJ‫ع ع‬JJ‫ا م‬JJ‫ا و اختالف‬JJ‫ ادائها اتّفاق‬J‫علم يعرف به كيفية النّطق بالكلمات القرأنيّة و طريق‬
‫كل وجه لناقله‬
“Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur’an
berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati maupun yang diikhtilafkan
dengan cara menyandarkan setiap bacaannya kepada salah seorang imam qira’at”.

8
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at,.. 247.
9
Rosihan Anwar, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 147.
10
Muhammad Abu Al-Azhim Al-Zarqani, Manahilu Al-Irfan Fi Ulumil Qur’an,
(Beirut: Darul Fikri, 1988), 412
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3
| Nama Penulis

Definisi 'Abdul Fatah al-Qhadi di atas ringkas dan jelas karena dua alasan
utama: itu termasuk pentingnya sanad yang mutawatir hingga Nabi sebagai syarat
penerimaan qiraat dan itu termasuk cara membaca ayat-ayat Al-Qur'an, baik yang
disepakati maupun yang diikhtilafkan oleh para imam qiraat.
Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup qiraat adalah: Berdasarkan uraian
yang dikemukakan oleh para ulama di atas, meskipun berbeda satu sama lain,
namun makna inti di atas mengarah pada tujuan yang sama.
a) Untuk tujuan diskusi ini, istilah "qiraat" mengacu pada lafal bacaan
Al-Qur'an seperti yang diucapkan oleh Nabi atau dibacakan oleh
seorang Sahabat di hadapan Nabi, setelah itu Nabi mengulanginya
yang dapat disebut juga dengan istilah taqrir.
b) Bagaimana Nabi mengartikulasikan berbagai bentuk bacaan Alquran,
antara lain hazf, isbat, taskin, tahrik, fasl, wasl, dan ibdal.
c) Setelah transmisi Nabi kepada para imam qiraat, qiraat Al-Qur'an pun
diperoleh.
d) Hanya ada satu qiraat dalam Al-Qur'an, atau banyak qiraat,
tergantung pada konteksnya. Meskipun demikian, tidak selalu ada
ikhtilaf di antara para ulama tentang versi qiraat mana yang benar..
Selain defenisi, dalam Ilmu qiraat juga terdapat beberapa istilah-istilah yang
umum digunakan dalam bidang ilmu qiraat meliputi istilah-istilah berikut:
a. ‫ القراءات‬, yaitu bacaan yang dinisbatkan kepada salah seorang Imam
qiraat tertentu seperti, qiraat ‘Ashim.
b. ‫ الرواية‬, yaitu apabila qiraat Al-Qur’an dinisbakan kepada salah
seorang rawi qiraat Imam-nya seperti riwayat Qalun dari Nafi’.
c. ‫ الطريق‬, yaitu apabila qiraat Al-Qur’an dinisbatkan kepada salah
seorang rawi qiraat dari rawi lainnya, seperti tariq Nasyith dari
Qalun.
d. ‫ الوجه‬, yaitu apabila qiraat Al-Qur’an dinisbatkan kepada salah
seorang pembaca Al-Qur’an berdasarkan pilihannya terhadap versi
qiraat tertentu.
Sejarah Perkembangan Qiraat Al-Qur’an
1. Pada Masa Rasulullah saw dan Sahabat
Secara umum, ketika menelaah perkembangan qiraat al-Qur'an, harus lah
melalui sebuah proses pengambilan kutipan dari pada para imam terhormat
keturunan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Awal mula perbedaan qiraat pun sebenarnya telah
dimulai pada masa Rasulullah sendiri. Hal ini dibuktikan pada dalil Hadis Nabi ‫ﷺ‬.
Dalam penjelasan hadis oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga
Ibnu Jarir al-Tabariy dalam kitab tafsirnya.
Adapun hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

ُ‫ا َل ابْن‬Mَ‫ا ٍر ق‬M‫ش‬ َّ َ‫ َّدثَنَا ابْنُ ا ْل ُمثَنَّى َوابْنُ ب‬M‫ ْعبَةَ ح و َح‬M‫ش‬ ُ ْ‫ َد ٌر عَن‬M‫ َّدثَنَا ُغ ْن‬M‫ ْيبَةَ َح‬M‫ش‬ َ ‫ ِر بْنُ َأبِي‬M‫و بَ ْك‬Mُ‫َو َح َّدثَنَا َأب‬
‫ب‬ٍ ‫ ٍد عَنْ ا ْب ِن َأبِي لَ ْيلَى عَنْ ُأبَ ِّي ْب ِن َك ْع‬M ‫ ْعبَةُ عَنْ ا ْل َح َك ِم عَنْ ُم َجا ِه‬M ‫ش‬ ُ ‫ا ْل ُمثَنَّى َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعفَ ٍر َح َّدثَنَا‬
‫هَّللا‬
َ َّ‫ا َل ِإن‬M‫ ِم فق‬M‫الس‬ َ َ ‫اَل‬ َ ‫ََأ‬ َ َ
َّ ‫ ِه‬M‫ ُل َعل ْي‬M‫اهُ ِج ْب ِري‬Mَ‫ا َل ف ت‬M‫ضا ِة بَنِي ِغفا ٍر ق‬ ‫َأ‬
َ ‫سلَّ َم َكانَ ِعن َد‬
ْ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫َأنَّ النَّبِ َّي‬
‫كَ ثُ َّم‬MMِ‫ق َذل‬ ‫ُأ‬
ُ M‫هُ َوِإنَّ َّمتِي اَل ت ُِطي‬Mَ‫هُ َو َم ْغفِ َرت‬Mَ‫س ُل هَّللا َ ُم َعافَات‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
ْ ‫ف فَقَا َل‬ ٍ ‫يَْأ ُم ُر َك َأنْ تَ ْق َر َّمتُكَ ا ْلقُ ْرآنَ َعلَى َح ْر‬
‫ُأ‬ ‫َأ‬
َّ‫سَأ ُل هَّللا َ ُم َعافَاتَهُ َو َم ْغفِ َرتَهُ َوِإن‬ْ ‫َأتَاهُ الثَّانِيَةَ فَقَا َل ِإنَّ هَّللا َ يَْأ ُم ُركَ َأنْ تَ ْق َرَأ ُأ َّمتُ َك ا ْلقُ ْرآنَ َعلَى َح ْرفَ ْي ِن فَقَا َل َأ‬
‫ا َل‬MMَ‫ف فق‬ َ ٍ ‫ ُر‬M‫ ِة ْح‬M‫رآنَ َعلَى ثاَل ث‬Mْ Mُ‫كَ ا ْلق‬MMُ‫ق َذلِكَ ثُ َّم َجا َءهُ الثَّالِثَةَ فَقَا َل ِإنَّ هَّللا َ يَْأ ُم ُر َك َأنْ تَ ْق َرَأ ُأ َّمت‬
‫َأ‬ َ َ ُ ‫ُأ َّمتِي اَل ت ُِطي‬
َ‫ك‬MMُ‫ق َذلِ َك ثُ َّم َجا َءهُ ال َّرابِ َعةَ فَقَا َل ِإنَّ هَّللا َ يَْأ ُم ُركَ َأنْ تَ ْق َرَأ ُأ َّمت‬ُ ‫سَأ ُل هَّللا َ ُم َعافَاتَهُ َو َم ْغفِ َرتَهُ َوِإنَّ ُأ َّمتِي اَل تُ ِطي‬ْ ‫َأ‬
11
‫صابُوا رواه مسلم‬ ‫َأ‬ َ
َ ‫ف ق َر ُءوا َعلَ ْي ِه فقَ ْد‬َ ‫ََأ‬
ٍ ‫ف ف يُّ َما َح ْر‬ ‫َأ‬
ٍ ‫س ْب َع ِة ْح ُر‬ َ ‫ا ْلقُ ْرآنَ َعلَى‬
“Dari Ubay bin Ka’ab r.a., bahwasanya Nabi saw. Ketika berada di tempat
sumber air Bani Gifar mengatakan: “Sesungguhnya Allah memerintahkan Engkau
untuk mengajarkan al-Qur’an kepada umatmu dalam satu huruf.” Lalu Nabi saw.
berkata: “Aku bermohon kepada Allah ampunan dan kemurahan-Nya
sesungguhnya umatku tidak sanggup yang demikian itu”. Kemudian Jibril datang
untuk kedua kalinya dan berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau
untuk mengajarkan al-Qur’an kepada umatmu dalam dua huruf. Lalu Nabi berkata:
”Aku memohon kemurahan dan ampunan kepada Allah, sesungguhnya umatku
tidak sanggup yang demikian itu.” Kemudian Jibril datang untuk ketiga kalinya dan
berkata: ”Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau untuk mengajarkan al-
Qur’an kepada umatmu dalam tiga huruf. Lalu Nabi berkata: ”Aku memohon
kemurahan dan ampunan kepada Allah, sesungguhnya umatku tidak sanggup yang
demikian itu.” Kemudian Jibril datang untuk keempat kalinya dan berkata:
”Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau untuk mengajarkan al-Qur’an
kepada umatmu dalam tujuh huruf. Maka yang manapun mereka baca mereka tetap
benar.”
Selain dari pada hadis di atas, terdapat pula sebuah kisah masyhur dimana
dua orang sahabat datang kepada Rasul yakni Hiyam bin Hakim dan Ubay bin
Ka’ab yang mengadukan dua dilaek mereka yang berbeda di dalam membaca Al-
Qur’an. Maka oleh Rasul dibenarkan kedua bacaan mereka. 12 Hal ini menjadi
penjelas bahwa perbedaan qiraat itu telah ada pada masa Rasulullah ‫ﷺ‬.
Terkait metode pengambilan Al-Qur’an ketika itu ialah dengan jalan
periwayatan atau talaqqiy dari orang-orang yang siqoh dan dipercaya. Talaqqiy dan
riwayah inilah yang menjadi kunci utama dalam membaca Al-Qur’an secara benar
dan tepat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada para
sahabatnya.13 Kiranya, hal ini menjadi penguat bagi kaum orientalis yang kemudian
meragukan kehujjahan Al-Qur’an disebabkan manuskrip Al-Quran yang dianggap
mereka telah berubah.14 Para orientalis melupakan bahwa inilah kunci jalan
periwayatan yakni diambil dari lisan-lisan yang terpercaya.

11
Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, tahqiq Abdul Baqi, Juz 1, (Beirut: Dar al-Ihya Turats
al-‘Arabi, t.th), h. 563.
12
Lihat Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Edisi Revisi
Cet. I, (Beirut: Dar Ibnu Kaṡir, 2002), No. 4991, h. 1276.
13
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, Cet.1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996),
h. 129.
14
Lihat M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi, (Jakarta:
Gema Insanin, 2014), h. 153.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3
| Nama Penulis

Hal yang perlu diketahui pula, bahwa pada masa Sahabat sekaligus Khalifah
‘Usman bin ‘Affan, mushaf yang disebar ke beberapa daerah tersebut memiliki
ragam penulisan Al-Qur’an sebagai berikut ;
1) Lafaz-lafaz Al-Qur’an yang tidak mengandung versi qiraat yang berbeda,
ditulis dalam berbagai mushaf dengan tulisan yang sama.
2) Lafaz-lafaz Al-Qur’an yang mengandung versi qiraat yang berbeda dan bisa
ditulis dalam bentuk tulisan yang sama, maka ditulis dalam berbagai mushaf
dalam bentuk tulisan yang sama tetapi bisa dibaca dengan qiraat yang lain
yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena yang ditulis pada Al-Qur’an
masa itu belum memakai tanda huruf dan tanda huruf (syakl).
3) Lafaz-lafaz Al-Qur’an yang mengandung versi qiraat yang berbeda dan
tidak bisa ditulis dengan bentuk tulisan yang sama, maka dalam satu mushaf
ditulis menurut versi qiraat tertentu, sementara mushaf lainnya ditulis
menurut versi qiraat yang lain pula. Sebagai contoh, lafaz ‫صى بِ َها‬
َّ ‫ َو َو‬dalam
Q.S. al-Baqarah (2):132 ditulis dengan ‫وصى بِ َها‬
َ ‫َأ‬ ‫َو‬ 15

2. Pada Masa Tabiin dan Imam Qiraat


Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qiraat dimulai pada masa
tabi’in, yaitu pada awal abad 2 H tatkala para qari’ telah tersebar di berbagai
pelosok. Para muslimin yang mendalami qiraat pada saat itu lebih cenderung
mengamalkan qiraat yang langsung diajarkan gurunya kepada mereka hingga qiraat
tersebut kian menyebar dan sampailah kepada imam qiraat yang tujuh, sepuluh
maupun empat belas. Adapun sebab mengapa terjadi perbedaan qiraat tersebut ialah
karena terjadinya perbedaan pendengaran dan lughat suatu kabilah dengan kabilah
lainnya.16
Dalam Thabaqat al-Qurra’ disebutkan setidaknya ada 18 orang ahli qiraat di
kalangan Tabi’in yang masyhur. Di Madinah misalnya, muncul tokoh qiraat
bernama Abu Ja‘far Yazid bin al-Qa‘qa‘ (w. 130/747), Nafi‘ bin ‘Abdurrahman bin
Abi Nu‘aim (w. 169/785), dan masih banyak yang lain. Di Makkah terdapat
‘Abdullah ibn Katsir al-Dari (w.120/737), 17Humaid bin Qais al-A‘raj (w. 123/740),
dan yang lainnya. Di Syam terdapat ‘Abdullah al-Yahshubi yang terkenal dengan
julukan Ibnu ‘Amir (w. 118/736), Isma‘il bin ‘Abdillah (w. 170/786). Di Basrah ada
Zabban bi al-‘Ala’ bin ‘Ammar yang terkenal dengan julukan Abu ‘Amr (w. 154/
770), ‘Abdullah bin Abi Ishaq (w. 117/735), ‘Isa bin ‘Amr, ‘Ashim al-Jahdari (w.
128/745), Ya‘kub bin Ishaq al-Hadhrami (w. 205/820), dan yang lainnya. Di Kufah
muncul ‘Ashim bin Abi al-Najud al-Asadi (w. 127/744), Hamzah bin Habib al-
Zayyat (w. 188/803), Sulaiman al-A‘masi (w. 119/737), al-Kisa’i (w. 189/804), dan
yang lainnya.18
15
Hasanuddin AF., Anatomi Al-Qur’an (Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya Terhadap
Istinbath Hukum Dalam Al-Quran), Cet.1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), h. 133- 134.
16
Khadijatus Sahalihah, Perkembangan Seni Baca Al-Qur’an Dan Qira’at Tujuh Di
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983), h. 65.
17
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta: Kalimedia,
2020), h. 34.
18
Lihat Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati
al-‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Alamiyyah, t.th), h.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

Diantara imam qiraat tersebut, ada istilah qiraat sab’ah yang berarti dari segi
kuantitas, qiraat ini memiliki tujuh imam qiraat dan dari segi kualitas yakni bacaan
atau qiraat ini dinilai sebagai bacaan mutawatir yang berarti jalan periwayatan
bacaan tersebut sampai kepada Rasulullah dan tidak mungkin ada yang berdusta. 19
Ini berarti tingkat keabsahan atau validitas dari model bacaan ini benar dan diakui.
Ketujuh imam dati qairaat tersebut ialah mereka rahimahumullah; Abu ‘Amr dan
Ya’qub di Bashrah, Hamzah dan ‘Ashim al Kufi di Kufah, Ibnu Kasir di Makkah,
Nafi’ di Madinah, Ibnu Amir di Damaskus.20
Qiraat Sab’ah dan Perawinya ;

NO Wilayah Qari’ Rawi Pertama Rawi Kedua

1. Madinah Nafi’ (w. 785) Warsy (w. 812) Qalun (w. 835)

2. Makkah Ibn Katsir (w. Al Bazzi (w. Qunbul (w. 903)


738) 864)

3. Damaskus Ibn Amir (w. 736) Hisyam (w. 859) Ibn Dakhwan (w.
856)

4. Bashrah Abu Amr (w. 770) Al-Duri (w. 860) al-Susi (w. 874)

5. Kufah Ashim (w. 745/6) Hafsh (w. 796) Syu’bah (w.


808/9)

6. Kufah Hamzah (w.772) Khalaf (w. 843) Khalad (w. 835)

7. Kufah Al-Kisa’i (w. 804) Al-Duri (Hafsh) Abu al-Harits (w.


854)

Berbicara mengenai qiraat sab’ah, maka perlu kiranya untuk diketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan tujuan bacaan yang dibawa oleh tujuh imam yang
mutawatir ini ialah tujuh dialeh atau lahjah yang berasal dari lahjah Quraisy,
Huzhail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. 21
Adapun jika dikatakan qiraat asyir atau sepuluh, maka ditambah imam-
imam yakni22 ;
1) Abu Ja‘far al-Makhzumi al-Madani, nama asli beliau adalah Yazid ibn al-
Qa‘qa‘ (w. 747). Populer di wilayah Madinah. Ia memiliki dua perawi,
8-9.
19
Lihat Ratnah Umar, Qira’at Al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya Perbedaan
Qira’at) dalam Jurnal AL-ASAS, Vol.3 No.2, 2019.
20
Muhammad ‘Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Jakarta: Dar al-Kutub al-
Islamiyah, 2003), h. 233.
21
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Divisi Muslim
Demokratis, 2011), h. 342.
22
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an,… h. 363.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3
| Nama Penulis

yakni Abu al-Harits Isa ibn Wardan, atau terkenal sebagai Isa (w. 777), dan
Sulaiman ibn Muslim ibn Jammaz Abu al-Rabi‘ al-Zuhri, atau terkenal
sebagai Ibn Jammaz (w. 786).
2) Ya‘qub al-Hadlrami, nama lengkapnya adalah Ya‘qub ibn Ishaq ibn Zayd
ibn Abd Allah Abu Muhammad al-Hadlrami (w. 820). Popular di wilayah
Bashrah. Dua perawi yang meriwayatkan bacaan Ya‘qub adalah
Muhammad ibn Mutawakkil Abu Abd Allah al-Lu’lu’i alBashri, atau
dikenal sebagai Ruways (w. 949), dan Abu alHasan ibn Abd al-Mu’min al-
Hudzali, dikenal sebagai Ruh (w. 848/9).
3) Khalaf ibn Hisyam al-Bazzar, atau Khalaf. salah seorang perawi bacaan
Hamzah yang populer di Kufah. Kiraah Khalaf diriwayatkan oleh Ishaq ibn
Ibrahim ibn Utsman Abu Abd Allah ibn Ya‘qub, atau dikenal dengan Ishaq
(w. 899), dan Idris ibn Abd al-Karim al-Haddad Abu al-Hasan al-Bagdadi,
atau dikenal dengan Idris (w. 904).
Selanjutnya empat imam setelahnya yang termasuk ke dalam qiraat
empat belas :23
1) Ibn Muhaishin. Nama lengkapnya Muhammad ibn Abd al-Rahman al-
Makki (w. 740) dari kota Makkah.
2) Abu Muhammad Yahya ibn al-Mubarak, terkenal dengan al-Yazidi (w. 817)
dari kota Bashrah.
3) Abu Sa‘id al-Hasan ibn Yasar, atau dikenal sebagai al-Hasan al-Bashri (w.
728) dari Bashrah.
4) Abu Muhammad Sulaiman ibn Mihran, lebih dikenal sebagai al-A‘masy (w.
765).
Menanggapi hadis Nabi terkait hanya angka tujuh yang diisyaratkan untuk
kearagaam bacaan Al-Qur’an namun nyatanya mengapa lebih dari itu jumlah qiraat
yang ada, maka orang Arab pada umumnya apabila menyebut angka tujuh, tujuh
puluh dan tujuh ratus, itu pada hakikatnya tidak bermaksud untuk menunjukkan
jumlah sebenarnya melainkan menunjukkan angja majemuk atau banyak dan tak
terbatas.24 Demikian yang disebut Ibnu Jazuri dalam kitabnya.
Contoh ragam bacaan juga terlihat di masing-masing kabilah, seperti ;
golongan al-Asadiy yang membaca di hadapan Rasul "tiswaddu wujuhun"25 dengan
mengkasrahkan huruf ta pada ‘tiswaddu’ sebagaimana yang biasa dibaca oleh qiraat
yang masyhur di Indonesia dengan ‘taswaddu wujuh..’ dan ‘alam i'had ilaikum’26
dengan kasrah huruf hamzah pada ‘i'had’. Maka adapun Rasul tidaklah menafikan
bacaan mereka.

23
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an,… h.363-364.
24
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati al-‘Asyru,
tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2,… h. 25-26.
25
Lihat QS. Ali-Imran ayat 106.
26
Lihat QS. Yasin ayat 60.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

Begitu pula dengan golongan at-Tamimiy yang membunyikan hamzah


sementara golongan a-Qursyiy tidak, juga diperbolehkan karena kedua cara itu juga
digunakan. Ketika orang membaca ‘wa iza qila lahum’ 27 dan ‘Gidalmaau’28 dengan
bunyi antara u dan i pada qi la dan gida juga dibenarkan karena memang digunakan
bunyi semacam itu yang disebut isymam.
Selanjutnya, ketika ada yang membaca "hazihi bida 'atuna rudat ilaina"
dengan bunyi antara kasrah dan dammah pada "ruddat", juga dibolehkan karena
memang demikian diucapkan dan digunakan. Begitu pula dengan kalimat ‘Maa laka
la ta’'manna’29 (dibaca dengan bunyi antara u dan i serta asimilasi pada huruf mim
"ta'manna", juga dibolehkan karena bunyi demikian memang ada dan apabila harus
diucapkan selain demikian maka akan sukar.
Begitu juga dengan beberapa kata seperti "alaihum" dan "fihum" jika ada
yang membacanya dengan dhammah, dan yang lain lagi membaca "'alaihimu" dan
"fihimu" dengan bunyi panjang pada "mu", ini juga dibenarkan karena bacaan
demikian juga ada.30
Begitu pun dengan "qad aflaha" dan "qui uhiya" dan "khalau ila" jika ada
yang membaca demikian dengan menghilangkan bunyi hamzah, juga dibenarkan
karena ada logat semacam itu.
Selanjutnya kata "Musa" dan '"Isa" dan "Saba"' dengan dibunyikan a
condong ke c yang disebut imalah, dan yang lain ada yang membaca dengan imalah
ringan, juga dibolehkan karena bacaan demikian juga terdapat dalam logat mereka.
Kata "khabiran" dan "basiran" jika dibunyikan dengan huruf ra yang tipis,
juga dibenarkan karena bunyi seperti itu juga terdapat dalam logat mereka.
Begitu pula dengan kata "as-salawatu" dan "at-talaqu" dibaca dengan suara
velar juga dibenarkan karena bunyi demikianpun diucapkan. 31 Demikianlah
beberapa contoh bacaan qiraat yang beragam, dimana notabene qiraat ini masih
banyak dijumpai dewasa ini.
3. Pada Era Kontemporer ; Masa Kini dan Pandangan Orientalis
Setelah memaparkan evolusi qiraat dari waktu ke waktu hingga saat ini,
penulis akan memaparkan evolusi ilmu ini di masa kini. Sebelum ini, para
cendikiawan muslim memiliki sedikit minat untuk mempelajari ilmu yang luar biasa
ini. Namun, patut disyukuri kehadirat Allah SWT atas bangkitnya kembali minat
generasi muda untuk memperoleh informasi tersebut saat ini. Mereka memiliki
keinginan yang kuat untuk menguasai dan mempelajarinya secara menyeluruh. Hal
ini terlihat dari kriteria berikut ini:
1) Tersebarnya Qiraat di wilayah kaum muslimin

27
Lihat QS. Al-Baqarah ayat 11.
28
Lihat QS. Hud ayat 44.
29
Lihat QS. Yusuf ayat 11.
30
Ibrahim al-Byasi, Sejarah Al-Qur’an terj.Tarikh Al-Qur’an, Penerj.Ramli Harun, (Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996), h. 88.
31
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati al-‘Asyru,
tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 1,… h. 29. Lihat juga Ta’wil Musykilil Qur’an, h. 30.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3
| Nama Penulis

Tersebarnya Qiraat di wilayah kaum muslimin dapat ditandai dengan


terdapatnya imam-imam di belahan dunia membacakan redaksi ayat Al-Qur’an
dengan bacaan yang berbeda. Ada yang mengikuti qiraat Hafs bin ‘Ashim
sebagaimana umumnya di Nusantara, Indonesia khususnya. Kemudian didapati pula
imam di Bashrah mengimami jamaah dengan bacaan qiraat Imam Ya’qub. Adapun
di Mesir, mereka memakai qiraat Warsy baru kemudian dewasa ini berkembang
pula menjadi qiraat Abu Amru al-Bashri.
Selain itu qiraat Imam Nafi’ riwayat Qalun juga banyak dijumpai di wilayah
Libya, sebagian wailayah Tunisia dan Aljazair. Adapun qiraat Imam Nafi’ riwayat
Warsy banyak dibaca di Barat Mesir, Chad, Kamerun, Nigeria, Libya, Tunisia,
Aljazair, Maroko, Mauritania, sebagian wilayah Afrika Barat, dan Utara dan
wilayah Barat Sudan. Riwayat Imam al-Duri dari Abu Amru banyak dibaca di
Sudan, Somalia, dan Hadhramaut di Yaman.32
2) Percetakan Al-Qur’an dengan berbagai macam riwayat
Penyebaran suatu qiraat juga tak bias dipungkiri disebabkan oleh banyaknya
percetakan mushaf sesuai riwayat suatu qiraat. Riwayat Hafs bin ‘Ashim misalnya,
tersebar karena pemerintahan Turki pada awalnya hingga terus menyebar sampai ke
ASEAN, Indonesia. Begitu pula mushaf Al-Qur’an qiraat Imam Nafi’ riwayat
Warsy, yang dicetak di percetakan Al-Qur’an Raja Fahd bin Abdul Aziz di kota
Madinah dan terdapat pula di percetakan di Maroko, Suriah dan Qatar. Mushaf Al-
Qur’an dengan qiraat imam Nafi’ riwayat Qalun dicetak pula di Libya, Tunisia dan
al Jazair. Sedangkan mushaf dengan riwayat al-Duri dicetak di Sudan dan Madinah
al-Munawwarah.33 Intinya, di wilayah yang memberlakukan suatu riwayat maka tak
jarang di sana akan dibuatlah pada akhirnya percetakan suatu mushaf sesuai dengan
qiraat tersebut.
Tersebarnya qiraat ini juga tak hanya melalui media cetak namun juga
elektronik seperti adanya audio rekaman yang dapat dijumpa pada platform
youtube, misalnya. Adapun beberapa Imam Qira’at yang memakai riwayat Warasy
telah direkam dengan suara Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari dan beberapa qari
lainnya. Sedangkan riwayat Qalun telah direkam dengan suara Muhammad
Busininah dan suara Syaikh Ali bin Abdurrahman al-Huzaifi. Sedangkan riwayat al-
Duri direkam dengan suara Ali bin Abdurrahman al-Huzaifi dan Mahmud Khalil al-
Hushari dan adapun Qira’at Hafs maka sangat banyak qari yang membacanya
dengan riwayat tersebut.
Pandangan Orientalis
Pada era kontemporer ini pula, banyak bermunculan anggapan mengenai
qiraat Al-Qur’an. Salah satunya yang menarik ialah pendapat orientalis Jeffery
terkait tanda syakl yang tidak ada namun kemudian dibuat berdasarkan ijtihad
ulama. Ia mengatakan bahwa ini membuat celah untuk pembaca membacanya
menurut bacaannya sendiri seperti kata ‫ تعلّمه‬,‫ نعلّمه‬,‫ يعلّمه‬atau .34‫بِعلمه‬

32
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at,… , h. 38.
33
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at,… , h. 38-39.
34
Lihat M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi,… h. 153.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

Membandingkan teori dengan kenyataan hanya untuk menunjukan kesalahan


hipotesis mereka.
a. Contoh pertama (dalam kolom pertama, kata yang diragukan diberi tanda
dengan warna yang berbeda; kolom tengah adalah rujukan surah : ayat):

‫َمالِ ِك يَ ْو ِم الدِّي ِن‬ 1:4 Some recite ‫ مالك‬and some ‫ملك‬

‫قُ ِل اللَّ ُه َّم َمالِ َك ا ْل ُم ْل ِك‬ 3:26 Unanimously read ‫مالك‬

ِ ‫س * ِإلَ ِه النَّا‬
‫س‬ ِ ‫َملِ ِك النَّا‬ 114:2-3 Unanimously read ‫ملك‬

Kata yang berwarna dalam tiga ayat dapat dibaca menurut konteksnya seperti ‫مالك‬
atau ‫ملك‬
b. Contoh kedua

‫ش ِد‬
ْ ‫الر‬
ُّ ‫سبِي َل‬
َ ‫َوِإنْ يَ َر ْوا‬ 7:146 Some read ‫ ُرشْدا‬others ‫َرشَدا‬

‫شدًا‬ َ ‫َأل ْق َر‬


َ ‫ب ِمنْ َه َذا َر‬ 18:24 Unanimously read ‫َرشَدا‬

ْ ‫َأنْ تُ َعلِّ َمن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر‬


‫شدًا‬ 18:66 Some read ‫ ُرشْدا‬others ‫َرشَدا‬

‫ش ِد‬ ُّ ‫يَ ْه ِدي ِإلَى‬


ْ ‫الر‬ 72:2 Unanimously read ‫ُرشْدا‬

َ ‫َأ ْم َأ َرا َد بِ ِه ْم َربُّ ُه ْم َر‬


‫شدًا‬ 72:10 Unanimously read ‫َرشَدا‬

َ ‫فَُأولَبِ َك ت ََح َّر ْوا َر‬


‫شدًا‬ 72:14 Unanimously read ‫َرشَدا‬

‫شدًا‬ َ ‫اَل َأ ْملِ ُك لَ ُك ْم‬


َ ‫ض ًّرا َواَل َر‬ 72:14 Unanimously read ‫َرشَدا‬

Secara kosakata (leksikografi) kedua-dua bentuk adalah sah pada setiap kasus.
c. Contoh ketiga

‫ض ًّرا َواَل نَ ْف ًعا‬


َ ‫َما اَل يَ ْملِ ُك لَ ُك ْم‬ 5:76 Unanimously read ‫ض ًرا‬

‫ض ًّرا‬ ِ ‫ال َأ ْملِ ُك لِنَ ْف‬


َ ‫سي نَ ْف ًعا َواَل‬ 7:188 Unanimously read ‫ض ًرا‬

‫ض ًّرا َواَل نَ ْف ًعا‬ ِ ‫اَل َأ ْملِ ُك ِلنَ ْف‬


َ ‫سي‬ 10:49 Unanimously read ‫ض ًرا‬

‫ض ًّرا َواَل نَ ْف ًعا‬


َ ‫َوال يَ ْملِ ُك لَ ُه ْم‬ 20:89 Unanimously read ‫ض ًرا‬

‫ض ًّرا َواَل نَ ْف ًعا‬ ِ ُ‫َوال يَ ْملِ ُكونَ َأل ْنف‬


َ ‫س ِه ْم‬ 25:3 Unanimously read ‫ض ًرا‬

َ ‫ض نَ ْف ًعا َوال‬
‫ض ًّرا‬ ٍ ‫ض ُك ْم لِبَ ْع‬
ُ ‫ال يملك بَ ْع‬ 34:42 Unanimously read ‫ض ًرا‬

َ ‫إنْ َأ َرا َد ِب ُك ْم‬


‫ضرا‬ 48:11 Some read ‫ ض ًرا‬others

Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3


| Nama Penulis

Sekali lagi, menurut leksikografi kedua-dua bentuk ini adalah sah pada setiap ayat. 35
Maka, dapat disimpulkan penyebab pertama orientalis ini menolak qiraat dan
Al-Qur’an adalah karena mereka skeptis terhadap keorisinilan penambahan atau
perubahan bentuk dari pada manuskrip Al-Qur’an itu sendiri kemudian penyebab
kedua adalah karena mereka tidak mempercayai keabsahan jalur sanad dari suatu
periwayatan.36 Kedua hal tersebut tentu dapat dibantah dengan bahwa Al-Qur’an
dan periwayatab qiraatnya menggunakan jalur talaqqi yang sangat terjaga. Bukanlah
orang sembarangan yang mampu mengemban amanah periwayatan ini.
Hikmah Adanya Qiraat Al-Qur’an
Adapun dengan menilik pada pembahasan di atas maka hikmah terdapatnya
beragam bacaan qiraat adalah sebagai berikut: 37
a) Dapat mempersatukan ummat Islam karena dengan bergamnya
bacaan dapat mewaikili lagham para muslimin terdahulu.
b) Perbedaan qiraat merupakan keringanan dan kemudahan bagi umat
Islam secara keseluruhan.
c) Menunjukkan sisi kemukjiazatan Al-Qur’an dalam aspek
lughawinya.
d) Berpengaruh pada tafsir Al-Qur’an hingga membantu mufassirin
dalam menafsirkan Al-Quran.
e) Menjadi suatu fadhl atau keutamaan dan kemuliaan atas ummat Nabi
Muhammad saw atas kemukjizatan keberagaman cara qiraat Al-
Qur’an ini, sebab pada ummat terdahulu tidak didapati hak
keistimewaan ini.

KESIMPULAN
Qiraat ialah cara mengucapkan lafaz-lafaz Al-Qur’an sebagaimana yang
diucapkan oleh Nabi saw, atau diucapkan oleh sahabat di hadapan Nabi kemudian
beliau men-taqrir-kannya. Adapun pembagiannya ulama sepakai bahwa yang
mutawatir ialah seperti qiraat sab’ah, asyirah, arba’ata asyara atau qiraat dari tujuh,
sepuluh, dan empat belas imam. Mengenai awal mula munculnya qiraat ini ialah
suda hada sejak zaman Nabi saw tatkala dua sahabat datang kepada beliau untuk
mengadukan dua bacaan mereka yang berbeda, kemudian Nabi saw
mentaqrirkannya, artinya menganggap benar kedua bacaan tersebut.
Perkembangan qiraat juga terus berlanjut tatkala masa sahabat dan para
khulafur rasyidin, ditandai dengan ketika kekhalifahan Utsman, mushaf yang
disebar ke beberapa tempat sudah memiliki ciri khas tersendiri. Manuskripnya pun

35
Untuk kajian yang lebih tentang topik ini, Lihat Abdul Fattah ‘Al-Qira’at fii Nazhar al-
Mustashriqin wa al-Muhlidin’, Majallah al-Azhar, Ramadhan 1340/ 1970 dan seterusnya.
36
Disarikan dari M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi,…
h. 153-159.
37
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at,… , h. 54.
2
Judul Artikel Misykat Studi Islam |

sudah berbeda dengan yang ada padan sebelumnya. Baru pada abad ke 2 H hingga 4
H qiraat semakin berkembang hingga menjadi cikal bakal suatu ilmu yang
kemudian dengan persebaran bacaan yang berbeda yang ulama berpendapat tujuh
bacaan yang dimaksud dalam hadis Nabi saw ialah dialek atau lahjah dari bangsa
Quraisy, Huzhail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Para qurra’ dari
daerah tersebut turut menyebarluaskan qiraat mereka hingga pada saat ini dapat
ditemui pula beragam macam qiraat tersebut.
Adapun tujuh Imam Qiraat ialah Imam Nafi’, Ibn Katsir, Ibn Amir, Abu
Amr, Ashim, Hamzah dan al-Kisa’’i. Imam qiraat sepuluh maka penambahannya
adalah Abu Ja’far, Yaqub dan Khalaf. Qiraat empat belas ditambah dengan Imam
Ibn Muhaishin, Yahya ibn al-Mubarak, al-Hasan ibn Yasar, atau dikenal sebagai al-
Hasan al-Bashri dan Sulaiman ibn Mihran. Contoh qiraat seperti kata "alaihum" dan
"fihum" yang dibaca dengan dhammah, ataupun dibaca dengan "'alaihimu" dan
"fihimu" dengan bunyi panjang pada "mu".
Qiraat pada masa ini jauh lebih berkembang baik melalui media cetak
maupun elektronik. Bahkan sebelum merebak jauh saat ini, qiraat juga sudah
menjadi perhatian banyak golongan. Orientalis salah satunya. Bahkan Jeffery, salah
satu tokoh orientalis menuduh bahwa Al-Qur’an bisa jadi telah mengalami ketidak
orisinilan. Sebab teks awal Al-Qur’an yang tanpa baris kemudian dibubuhi syakl
membuat celah bagi siapapun dapat salah dalam menuliskannya, juga
ketidakyakinan mereka terhadap keabsahan jalur periwayatan qiraat tersebut.
Segala anggapan orientalis dan juga siapapun kiranya yang terbesit hal
serupa kiranya dapat terbantahkan dengan penegasan bahwa Al-Qur’an adalah teks
yang tidak hanya baku tertulis sebagaimana yang ada pada zaman Rasul namun ia
terus diriwayatkan oleh orang-orang yang sangat terpercaya dan disampaikan
melalui talaqqi hingga sangat tidak memungkinkan teks Al-Qur’an itu dapat salah.
Hikmah adanya perbedaan qiraat juga salah satunya ialah memnbuktikan bahwa Al-
Qur’an itu benar dan luar biasa dengan kemukjizatan dalam aspek lughawinya.

DAFTAR PUSTAKA
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996)
Hasanuddin AF., Anatomi Al-Qur’an (Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya
Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Quran), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995)
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati
al-‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 1, (Beirut: Dar al-
Kitab al-‘Alamiyyah, t.th)
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati
al-‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2, (Beirut: Dar al-
Kitab al-‘Alamiyyah, t.th)
Ibrahim al-Byasi, Sejarah Al-Qur’an, terj.Tarikh Al-Qur’an, Penerj.Ramli Harun,
(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996)

Misykat, Volume 04. Nomor 01, Desember 2022 |3


| Nama Penulis

Khadijatus Sahalihah, Perkembangan Seni Baca Al-Qur’an Dan Qira’at Tujuh Di


Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983)
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2020)
M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi, (Jakarta:
Gema Insanin, 2014)
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an, (Cet. III; t.tp. Mansyurat al-
'Ashr al-Hadis, t.th.)
Muhammad ‘Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Jakarta: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2003)
Muhammad Abu Al-Azhim Al-Zarqani, Manahilu Al-Irfan Fi Ulumil Qur’an,
(Beirut: Darul Fikri, 1988)
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Edisi Revisi
Cet. I, (Beirut: Dar Ibnu Kaṡir, 2002)
Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, tahqiq Abdul Baqi, Juz 1, (Beirut: Dar al-Ihya
Turats al-‘Arabi, t.th)
Ratnah Umar, Qira’at Al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya
Perbedaan Qira’at) dalam Jurnal AL-ASAS, Vol.3 No.2, 2019.
Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)
Sa’dullah, Metode Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Sumedang: Ponpes Al
Hikamussalafiyah, 2005)
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Divisi Muslim
Demokratis, 2011)

Anda mungkin juga menyukai