Disusun Oleh :
KELOMPOK 2 :
Diah Azira Izati ( 2010102014 )
Dina Lorensa ( 20101020
Dosen Pembimbing :
Dr. AFRIDAWATI , M.Ag
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah,
makalah pada mata kuliah “Sejarah Peradaban Islam”: Pokok Bahasan “Pembentukan
masyarakat islam di mekah” dengan rentangan waktu yang telah ditentukan.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup
baik.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya dan bagi penulis pada
khususnya. Amin.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari sejarah peradaban Islam kurang lengkap jika tidak disertakan mempelajari
sejarah kehidupan manusia di Jazirah Arab (semenanjung arab) sebelum datangnya Islam.
Karena Islam pertama muncul di Arab dan kitabnya berbahasa Arab (Suku Quraisy). Kendati
sangat minim didapatkan informasi tentang sejarah kehidupan manusia di daerah tersebut
dalam kurun waktu antara 400-571 an Masehi. Dengan kata lain, penulis bisa katakan dalam
sejarah peradaban dunia, sejarah di jazirah arab khususnya sebelum datangnya Islam
‘dianggap’ tidak ada, atau lebih tepatnya dihilangkan dari peta sejarah peradaban dunia.
Sebagian penulis sejarah Islam biasanya membahas Arab Pra-Islam sebelum menulis sejarah
Islam pada masa Muhammad (570-632 M) dan sesudahnya. Mereka menggambarkan
runtutan sejarah yang saling terkait satu sama lain yang dapat memberikan informasi lebih
komprehensif tentang Arab dan Islam tentang geografi, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan
politik Arab pra-Islam dan relasi serta pengaruhnya terhadap watak orang Arab dan doktrin
Islam. Kajian semacam ini memerlukan waktu dan referensi yang tidak sedikit, bahkan
hasilnya bisa menjadi sebuah buku tersendiri yang berjilid-jilid seperti al-Mufaṣṣal fī Tārīkh
al-‘Arab qabla al-Islām karya Jawād ‘Alī. Oleh karena itu, kita hanya akan mencukupkan
diri pada pembahasan data-data sejarah yang lebih familiar dan gampang diakses mengenai
hal itu
B. RUMUSAN MASALAH
Ketika usia beliau mendekati 40 tahun, beliau telah banyak merenungi keadaan kaumnya dan
menyadari banyak keadaan kaumnya tidak sejalan dengan kebenaran. Beliau pun mulai
sering uzlah (mengasingkan diri) dari kaumnya. Beliau biasa ber-tahannuts di gua Hira yang
terletak di Jabal Nur, dengan membawa bekal air dan roti gandum. Gua Hira merupakan gua
kecil yang berukuran lebar 1,75 hasta dan panjang 4 hasta dengan ukuran dzira’ hadid
(ukuran hasta dari besi).
Beliau tinggal di dalam gua tersebut selama bulan Ramadhan. Beliau menghabiskan waktu
untuk beribadah di sana dan banyak merenungi kekuasaan Allah di alam semesta yang begitu
sempurna. Selama perenungan itu juga beliau semakin menyadari keterpurukan kaumnya
yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik. Namun ketika itu beliau belum memiliki jalan
yang terang dan manhaj yang jelas mengenai bagaimana jalan yang harus ditempuh.
Ketika usia beliau genap 40 tahun, tanda-tanda kenabian semakin nampak dan bersinar.
Diantaranya ada sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau. Beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Sungguh aku mengetahui sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepadaku
sebelum aku diutus (menjadi Nabi). Dan aku masih mengenalkan sampai sekarang” (HR.
Muslim no. 2277).
Kemudian diantara tanda lainnya adalah mimpi-mimpi beliau semakin jelas, yang disebut
dengan ru’ya ash shalihah atau ru’ya ash shadiqah. Dan ini merupakan salah satu tanda
kenabian. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الرُّ ْؤ يَا الصَّالِ َحةُ ج ُْز ٌء ِم ْن ِستَّ ٍة َوَأرْ بَ ِعينَ ج ُْز ًءا ِم ْن النُّبُ َّو ِة
“Mimpi yang benar adalah salah satu dari 46 tanda kenabian” (HR. Muslim no. 2263).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, “Al Baihaqi mengisahkan bahwa masa ru’ya ash
shalihah berlangsung selama 6 bulan. Berdasarkan hal ini, maka permulaan kenabian dengan
adanya ru’ya ash shalihah terjadi pada bulan kelahiran beliau yaitu Rabi’ul Awwal, setelah
beliau genap 40 tahun. Sedangkan wahyu dalam kondisi terjaga terjadi pada bulan
Ramadhan” (Fathul Bari, 1/27).
Ketika uzlah beliau memasuki tahun ketiga, tepatnya di bulan Ramadhan, Allah Ta’ala
menakdirkan ketika itu turun wahyu pertama kepada beliau dan diangkatnya beliau menjadi
Nabi. Malaikat Jibril turun kepadanya dengan membawa wahyu pertama.
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, dalam kitab beliau Rahiqul Makhtum, menelaah
waktu turunnya wahyu pertama ini, dan beliau menyimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi
pada hari Senin tanggal 21 Ramadhan di malam hari, bertepatan dengan 10 Agustus 610M.
Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam saat itu berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut
kalender hijriyah. Atau sekitar 39 tahun, 3 bulan dan 20 hari menurut kalender masehi.
Ada 3 pendapat yang disebutkan para ulama mengenai ayat mana yang pertama kali turun:
Pendapat pertama: yang pertama kali turun adalah surat Al ‘Alaq ayat 1 – 5. Sebagaimana
keterangan dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau menyebutkan:
ِ َت ِم ْث َل فَل
ق ْ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن ْال َوحْ ِي الرُّ ْؤ يَا الصَّالِ َحةُ فِي النَّوْ ِم فَ َكانَ اَل يَ َرى ُرْؤ يَا ِإاَّل َجا َء َ ِ َأ َّو ُل َما بُدَِئ بِ ِه َرسُو ُل هَّللا
َأ َ ْ َأ
ت ال َع َد ِد قَ ْب َل ْن يَن ِز َع ِإلى ْهلِ ِه َويَتَ َز َّو ُد ْ َ َّ َّ ُ َّ
ِ َار ِح َرا ٍء فَيَتَ َحنث فِي ِه َوهُ َو الت َعبُّ ُ•د الليَالِ َي ذ َوا ِ ِّب ِإلَ ْي ِه ْالخَاَل ُء َو َكانَ يَخلو بِغ
ُ ْ َ ْح ثُ َّم ُحب
ِ الصُّ ب
ال َ
َ ِ ِ ٍئ ق ار َ ق ب َا ن َأ ام ل ا
َ َ َ ََ ق ْأر ْ
ق ا ل اَ قَ ف ُ
ك َ ل م ْ
ال ه
َ َُ َ ء ا جَ ف ء
ٍ ا ر ح
َ ِ ِ َار
غ ي ف و ُ ه
ِ َ َ َ َُ َ و ق ُّ ح ْ
ال ه ء اج ى َّ تح ا هل
َ َِ ِِ ْ
ث مل ُ
د و
َّ َ
ز َ ت يَ ف
َ َ ِ َ ة ج يد َخ ى َ للِ َذلِكَ ثُ َّ َ ِ ِإ
ع
ُ ج ْر ي م
ُارٍئ فََأ َخ َذنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ َحتَّى بَلَ َغ ِمنِّي ْال َج ْه َد ث َّم ْأ
ِ فََأ َخ َذنِي فَغَطَّنِي َحتى بَل َغ ِمني ال َج ْه َد ث َّم رْ َسلنِي فقا َل اق َر قلت َما نَا بِق
َ َأ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َأ ُ ْ ِّ َ َّ
ْأ َ َارٍئ فََأ َخ َذنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُ َّم َأرْ َسلَنِي فَق ُ َأرْ َسلَنِي فَقَا َل ا ْق َرْأ فَقُ ْل
ق اِإْل ْن َسانَ ِم ْن َ َق َخل َ َال } ا ْق َر بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذي خَ ل ِ َت َما َأنَا بِق
ك اَأْل ْك َر ُم َ ُّق ا ْق َرْأ َو َربٍ َ{ َعل
“Awal turunnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimulai dengan ar ru’ya ash
shadiqah (mimpi yang benar dalam tidur). Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang
seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi rasa ingin untuk menyendiri. Nabi pun
memilih gua Hira dan ber-tahannuts. Yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu.
Kemudian beliau kembali kepada keluarganya untuk mempersiapkan bekal untuk ber-
tahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai
akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hira. Malaikat Jibril datang dan berkata:
“Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian
melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka
Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata
lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku
kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan
berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)”
(HR. Bukhari no. 6982, Muslim no. 160).
Pendapat kedua: yang pertama kali turun adalah surat Al Mudatsir 1 – 3. Berdasarkan
keterangan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu. Dari Abu Salamah bin Abdirrahman ia
mengatakan:
ال: فقال َ . } َ { ا ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّك: ُت أنَّه ُ أ ْنبِْئ: فقلت
ُ . } {يَا َأيُّهَا ال ُم َّدثِّ ُر: أيُّ القرآ ِن أ ْن ِز َل أ َّو ُل ؟ فقا َل: ِسألت جاب َر بنَ عب ِد هللا ُ
ُقضيت َ فل َّما، اورْ ت في ِحرا َء ُ َّ َّ
َ ( َج: قال رسو ُل هللاِ صلى هللاُ علي ِه وسل َم َّ َّ
َ ، ك إال ب َما قا َل رسو ُل هللاِ صلى هللاُ علي ِه وسل َم َ أخبِ ُرْ
هو جالسٌ على َ فإ َذا، وعن ي ِمينِي وعن ِش َمالي، ت أ َما ِمي وخَلفِي ْ ُ ْ فَنَظَر، يت ُ فَنُو ِد، ي َ ت الوا ِد ُ فا ْستَ ْبطَ ْن، ت ْ
ُ واري هَبَط ِ ِج
ْ { يَا َأيُّهَا ال ُم َّدثِّ ُر قُ ْم فََأ ْن ِذر: ي عل ل ز ْ
ن ُأ و ، ًا
د بار ء ما ي عل ُّوا بوص ي نُو
ِ َ رِّ ثد : ُ
فقلت َ ة ج يدخ ُ
ْت ي َ تَأَ ف ، واألرض ء السما َعرْ ٍ بين
ش
َّ َ ِ ِ ً َّ َ ِ ِ ِ
) } ْك فَ َكبِّرَ َّ َو َرب.
“Aku bertanya kepada Jabir bin Abdillah: ayat Al Qur’an mana yang pertama kali turun?
Jabir menjawab: Yaa ayyuhal muddatsir. Abu Salamah menukas: bukanlah iqra
bismirabbika? Jabir mengatakan: tidak akan aku kabarkan kecuali apa yang disabdakan
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Aku berdiam diri di gua Hira’,
ketika selesai berdiam, aku pun beranjak turun (keluar). Lalu ada yang menyeruku, aku pun
melihat ke sebelah depan dan belakangku dan ke sebelah kanan dan kiriku. Ternyata, (yang
memanggilku) ia duduk di atas Arasy antara langit dan bumi. Lalu aku bergegas mendatangi
Khadijah lalu aku berkata, ‘Selimutilah aku. Dan tuangkanlah air dingin pada tubuhku’. Lalu
turunlah ayat: ‘Yaa ayyuhal muddatsir, qum fa-anzhir warabbaka fakabbir (Wahai orang yang
berselimut, bangunlah dan berilah peringatakan. Dan Tuhan-mu, agungkanlah)’”” (HR.
Bukhari no. 4924).
Pendapat ketiga: yang pertama kali turun adalah surat Al Fatihah. Dalam sebuah riwayat:
وذكر نزول الملك, كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذا سمع الصوت انطلق هاربا:عن أبي اسحاق عن أبي ميسرة قال
ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ … إلى أخرها: عليه و قوله
“Dari Abu Ishaq dari Abu Maysarah ia berkata, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam mendengar suara (gaib) beliau pun pergi dalam keadaan takut. Kemudian beliau
menyebutkan tentang datangnya Malaikat dan menyampaikan: Alhamdulillahi rabbil
‘alamin… sampai akhir surat” (dinukil dari Al Burhan fi Ulumil Qur’an, 207).
Kompromi dari tiga pendapat ini adalah, bahwa ayat yang pertama kali turun adalah Al ‘Alaq
1-5 sedangkan yang pertama kali turun berupa perintah untuk tabligh (menyebarkan Islam)
adalah Al Muddatsir 1-3 dan yang pertama kali turun berupa surat secara sempurna adalah Al
Fatihah ( Al Burhan fi Ulumil Qur’an, 207, karya Badruddin Az Zarkasyi).
Setelah menerima wahyu di gua Hira, beliau Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kembali ke
rumah Khadijah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha:
يا خديجةُ ما:ع ث َّم قال ُ ز ِّملوني ز ِّملوني فز َّملوه حتَّى ذهَب عنه الرَّو:فر َجع بها تر ُجفُ بوادرُه حتَّى د َخل على خديجةَ فقال
َ
الحديث ُ ص ُل الرَّح َم وتص ُد
ق ِ كاَّل أب ِشرْ فوهللاِ ال يُخزيك هللاُ أبدًا إنَّك لَت:ي فقالت َّ َ قد خشيتُه عل:لي ؟ وأخبَرها الخب َر وقال
نوفل وكان أخا أبيها وكان ٍ َ ْ َّ ُ
َق ث َّم انطلقت به خديجة حتى أتَت به ورقة بن َ َ ِّ ب الحِ وتح ِم ُل ال َك َّل وتَقري الضَّيفَ وتُعينُ على نوائ
ب وكان شي ًخا كبيرًا قد ع ِم َي َ ُأن يكت
ْ اإلنجيل ما شاءِ ي فيكتُبُ بالعربيَّ ِة ِمن َّ الكتاب العرب
َ ُامرًأ تنصَّر في الجاهليَّ ِة وكان يكتُب
ما ترى ؟ فأخبَره رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم ما، ابنَ أخي:ُابن أخيك فقال ورقة ِ اس َم ْع ِمن، أيْ ع ِّم:ُفقالت له خديجة
ُأ
ُِخرجُك قو ُمك فقال رسو ُل هللا ِ نزل على موسى يا ليتَني أكونُ فيها ج َذعًا أكونُ حيًّا حينَ ي ِ هذا النَّاموسُ الَّذي:ُرأى فقال ورقة
ُدر ْكني يو ُمك أنصُرْ كِ وإن ي ْ قط بما ِجْئتَ به إاَّل عُو ِدي وأوذي ُّ ت أح ٌدِ نَعم لم يأ:ي هم ؟ ! قال ِ أ ُم:صلَّى هللاُ عليه وسلَّم
َّ خرج
ِّ
أن تُوفي ُ
ْ نصرًا مؤ َّزرًا ث َّم لم ينشَبْ ورقة
“Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah.
Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun
menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: ‘wahai Khadijah, apa
yang terjadi denganku ini?’. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alamai kemudian
mengatakan, ‘aku amat khawatir terhadap diriku’. Maka Khadijah mengatakan, ‘sekali-kali
janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh
engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang
susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan
kebenaran. Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal, ia adalah
saudara dari ayahnya Khadijah. Waraqah telah memeluk agama Nasrani sejak zaman
jahiliyah. Ia pandai menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam
bahasa Arab seberapa yang dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu
telah lanjut dan matanya telah buta.
Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai paman. Dengarkan kabar dari anak saudaramu
ini”. Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?”. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya.
Waraqah berkata, “(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa.
Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu”. Nabi bertanya, “Apakah
mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang
diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu
niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya”. Tidak berapa lama kemudian Waraqah
meninggal dunia” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Setelah wahyu pertama turun, setelah itu wahyu berhenti turun untuk beberapa waktu. Masa-
masa tidak ada wahyu yang turun ini disebut dengan masa fatratul wahyi. Dalam hadits
riwayat Bukhari disebutkan:
رؤوس
ِ حزن رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم [ فيما بلَغَنا ] حزنًا غدَا منه ِمرارًا لكي يتر َّدى ِمن ِ وفتَر الوح ُي فترةً حتَّى
يا مح َّم ُد إنَّك رسو ُل هللاِ حقًّا فيس ُكنُ لذلك:شواهق الجبا ِل فكلَّما أوفى ب ِذرو ِة جب ٍل كي يُلق َي نف َسه منها تب َّدى له جبري ُل فقال له
ِ
جأ ُشه وتقَرُّ نفسُه
“Telah sampai informasi kepada kami bahwa masa fatrah terjadi begitu lama hingga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersedih hati. Yang ini membuat beliau berulang kali
berlari kencang ke atas bukit untuk melompat. Setiap kali beliau sampai ke atas bukit,
malaikat Jibril menampakkan diri dan berkata: ‘wahai Muhammad, engkau adalah benar-
benar Rasulullah’. Sehingga hati dan jiwa beliau menjadi tenang” (HR. Al Bukhari no. 6982).
َ َوبِه جزم ابن ِإس َْحا، يخ َأحْ َم َد ْب ِن َح ْنبَ ٍل َع ِن ال َّش ْعبِ ِّي َأ َّن ُم َّدةَ فَ ْت َر ِة ْال َوحْ ِي َكانَت ثَاَل ث ِسنِين
ق ِ َوقَ َع فِي ت
ِ َار
“Terdapat riwayat dari Tarikh Ahmad bin Hambal, dari Asy Sya’bi bahwa rentang waktu
fatratul wahyi adalah 3 tahun, ini pendapat yang dipegang oleh Ibnu Ishaq” (Fathul Baari,
1/27).
“Sebagian ulama mengatakan bahwa rentang waktu rentang waktu fatratul wahyi adalah 2
tahun atau 2,5 tahun” (Al Bidayah wan Nihayah, 4/42).
Dan sebagian ulama juga ada yang berpendapat fatratul wahyi hanya beberapa hari saja.
Lalu setelah berakhir masa fatratul wahyi, turunlah wahyu kedua yaitu surat Al Mudatsir ayat
1 sampai 7, sebagaimana yang ada dalam hadits Jabir radhiallahu’anhu di atas.
Dengan demikian, beliau diangkat menjadi seorang Rasulullah. Syaikh Muhammad bin Abdil
Wahhab dalam matan Tsalatsatul Ushul mengatakan:
“Beliau diangkat menjadi Nabi dengan “Iqra’” dan diangkat menjadi Rasul dengan ‘Al
Mudatsir’”
b. Perang Uhud
Perang Uhud merupakan perang yang terjadi setelah perang Badar. Pertempuran ini pecah
pada tanggal 7 Syawwal tahun 3 H, dikarenakan rasa dendam kaum Quraisy terhadap kaum
Muslim yang telah memenangkan perang Badar. Tentara Islam yang berjumlah 700 orang
melawan tentara kaum Quraisy yang berjumlah 3.000 orang.
Dalam peperangan ini, komando tertinggi langsung dipegang oleh Rasulullah saw.,
sedangkan komando tentara Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan. Pasukan muslimin di sayap
kanan dikomandoi al-Mundzir bin Amr, dan di sayap kiri dikomandoi Zubair bin Awwam.
Sedangkan Abu Sufyan memilih Khalid bin Walid sebagai pemegang komando pasukan
berkuda dan Ikrimah bin Abu Jahl sebagai pemegang komando salah satu sayap dalam
pasukan Quraisy.
Pada saat peperangan ini mencapai puncaknya, pasukan Quraisy berhasil memukul telak para
pasukan Muslim. Kekalahan ini dikarenakan pasukan muslim mulai tergiur dengan harta
kaum Quraisy yang tatkala itu mereka mengira bahwa musuh telah berhasil dilumpuhkan.
Hal ini membuat pasukan pemanah yang berada di atas bukit kocar-kacir, posisi inilah yang
dimanfaatkan oleh kaum Quraisy untuk menyerang pasukan Muslim.
c. Perang Mu’tah
Perang Mu’tah merupakan pertempuran yang terjadi antara kaum muslim melawan tentara
Romawi yang pecah pada bulan Jumadil Ula pada tahun 8 H. Pertempuran ini sekaligus
merupakan peluang dan jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nashrani.
Latar belakang terjadinya pertempuran ini adalah karena Rasulullah saw. mengutus Harits bin
Umair untuk mengantar surat kepada pemimpin Bushra. Namun di tengah perjalanan Harist
dihadang oleh Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Syurahbil mengikat Harist dan membawanya
ke hadapan Qaishar, kemudian ia memenggal lehernya. Karena kejadian inilah Rasulullah
saw. sangat murka, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk mengirim pasukan muslim
sebanyak 3.000 pasukan.
Sebelum pertempuran berlangsung, Rasulullah saw. memberi wasiat kepada para sahabatnya.
Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan perang, apabila Zaid gugur
penggantinya adalah Ja’far. Apabila Ja’far gugur, penggantinya adalah Abdullah bin
Rawahah. Akan tetapi, ketika komandan perang dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, ia
juga gugur di medan pertempuran.
Saat posisi inilah kaum muslim kelimpungan, siapa yang akan sanggup menjadi pengganti
sebagai komandan perang. Hingga akhirnya Khalid bin al-Walid maju dan mengambil alih
sebagai komandan. Pagi harinya ia langsung mengubah pola pasukan dengan pola yang baru.
Yang awalnya pasukan berada di barisan depan dialihkan ke barisan belakang. Pada saat
itulah Khalid bin al-Walid mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam taktik perang, hingga
akhirnya kemenangan pun diraih oleh kaum muslim. Meskipun mereka harus berhadapan
dengan musuh yang jumlahnya sebanyak 200.000 prajurit.
d. Perang Khandaq
Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H. Perang ini pecah karena beberapa
orang Yahudi dari Bani an-Nadhir bersekutu dengan pasukan kaum Quraisy dan berencana
untuk mengepung kota Madinah. Tatkala Rasulullah mendengar rencana tersebut, beliau
segera mengutus para sahabat untuk membuat parit di sekitar Madinah, bahkan beliau juga
turun tangan dalam pembuatannya. Ketika proses penggalian parit telah usai, datanglah
pasukan kaum Quraisy yang berjumlah 10.000 orang, mereka berhenti di Dumah. Sementara
Rasulullah saw bersama 3.000 kaum muslim keluar ke Gunung Sil’un dan disanalah beliau
membuat markas.
Strategi perang dengan langkah membuat parit ini atas usul yang diberikan oleh Salman al-
Farisi. Melalui strategi pembuatan parit inilah akhirnya kemenangan kembali diraih oleh
pasukan muslim.
e. Perang Tabuk
Awal terjadinya peperangan yang berlangsung di daerah Tabuk ini dikarenakan bangsa
Romawi merasa cemas dan khawatir dengan kekuatan kaum Muslim semakin berkembang.
Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kabilah-kabilah Arab yang melepaskan diri
dari kekuasaan Quraisy. Maka tidak ada pilihan lain bagi pasukan Romawi kecuali
menghancurkan orang-orang Muslim.
Pertempuran yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw ini berlangsung pada tahun 9 H.
Kaum Muslim kembali membawa kemenangan dengan tanpa mendapatkan sedikitpun
tekanan yang berarti.
C. Sistem dakwah
Perkataan mi’raj berasal dari bahasa arab yang berarti kendaraan atau alat untuk
naik atau tangga bentuk jamak nya adalah “ma’arij” yang berarti tempat tempat
naik . yang dimaksud mi’raj ialah tangga yang dibuat dari emas dan perak ciptaan
alllah swt. Yang dipergunakan oleh malaikat untuk naik dan turun kelangit dan
bumi.
KEHUJJAHAN DALIL ISRA’ DAN MI’RAJ Dalam Al Qur‟an, dari sekian ribu
ayat di dalamnya, hanya ada 4 ayat yang menjelaskan tentang Isrâ‟ Mi‟raj, yaitu
Q.S. Bani Isra`il Ayat 1, dan Q.S. AnNajm Ayat 13 sampai 15. Maksudnya,
kebesaran Islam itu bukan terletak pada peristiwa Isra‟ Mi‟raj ini, tapi pada
konsep, sistem, dan muatannya. Pada Surat An-Najm Ayat 13-15 itu,
menggambarkan bahwa Rasulullah menemui Jibril dalam bentuk aslinya di
Sidratil Muntaha ketika Isrâ` Mi‟raj.
Sebelumnya Rasulullah juga pernah menjumpai malaikat Jibril dalam bentuk asli
ketika menerima ayat pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5) dari Allah S.W.T., yaitu ketika
berada di gua Hira. Peristiwa Isrâ' 1 dan Mi'râj2 merupakan salah satu di antara
mukjizat3 yang diberikan Allah S.W.T. kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad
S.A.W., sebagai wujud penghormatan
1. Isrâ‟, yaitu perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
dimulai dari Al-Masjidil-Haram sampai ke Al-Masjidil-Aqshâ.
2. Mi'râj, yaitu perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam naik
dari AlMasjidil-Aqsha menuju Sidratul-Muntaha (langit tertinggi).
3. Muhammad Sai‟d Ramadhan Al-Buthy. (2000). Fiqh Al-Sirah: Dirasat
Manhajiyah Ilmiyyah Lisirati Al-Musthafa.
Islam lahir ke dunia dengan 3 aspek, yaitu aspek manusia, pemerintahan, peradaban.
Menurut (Al-Khatib, 2002, hal. 19)dalam bukunya pada 13 tahun pertama setelah
kelahirannya di Mekah, aspek yang pertama lebih ditekankan dengan tujuan mengeluarkan
manusia dari gelap menuju terang sehingga hukum berdasarkan ajaran Islam akan tegak,
dengan cara menyeru manusia agar mengesakan Tuhan semesta alam Allah SWT.
Rasulullah juga menegaskan bahwa hamba Allah meliputi semua makhluk yang
mengisi kehidupan di bumi. Maka artinya, secara aspek ketuhanan tidak ada persekutuan
yang dapat menandingi keesaannya.Allah tidak membutuhkan teman, perantara, ataupun
penolong.Untuk dapat mengajak manusia agar dapat mendekat kepada-Nya, Rasulullah ﷺ
mengabarkan kepada umat manusia untuk mempercayai keberadaan kampung akhirat. (QS.
al-Baqarah: 4). (Sulaiman & Zakaria, 2010, hal. 38) dalam bukunya menjelaskan,untuk
memelihara akidah dari kebiasaan orang-orang kafir (menyembah berhala), hijrah adalah
jalan yang harus ditempuh. Pengertian yang menganggap bahwa kegiatan hijrah adalah untuk
penawar rasa bosan dalam rangka berwisata adalah kesalahan besar bagi sebagaian orang
yang berasumsi demikian. Dapat dipastikan hikmah dan keberkahan dari Allah tidak akan
turun pada orang-orang seperti ini.
Sebagai seorang pembawa risalah dari Tuhan, sudah menjadi kewajiban
menyampaikannya pada umat manusia apapun dan bagaimanapun resikonya. Itulah
ajaran yang diwasiatkan pemimipin kita, pemimpin umat manusia (umat Islam).
Ejekan, cemooh, fitnah telah mewarnai perjalanan dakwah Rasulullah ﷺ.
Gangguan dari kaum musyrikin yang begitu hebat membuat Rasul dan sahabat kadang
patah semangat dan menurun kadar kekuatan iman mereka. Tapi sebagai ibrah yang akan
menjadi pedoman umat manusia Allah telah menjaganya dari tipu daya dunia.
Untuk memperoleh dan mempertahankan keimanan serta dasar-dasar agama. (Al-
Khatib, 2002, hal. 9)menjelaskan bahwa, hijrah merupakan langkah yang baik dan harus
ditempuh dalam menggapainya. Manusia yang hakekatnya mempunyai perasaan cinta
dan takut yang menyebabkan manusia memiliki kecenderungan membutuhkan sandaran
pada kekuatan yang mampu membuat hatinya tenang. Karena perasaan inilah kaum
muslimin terdorong untuk melakukan hijrah, maka demi memperkuat akidah mereka
sangat antusias terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya dalam mempertahankan dengan
gigih setiap asasnya. Hijrah merupakan sunnatullah yang berlaku bagi para Nabi dan
Rasul sejak Nabi Adam as., termasuk Nabi yang lain. Nabi Nuh as dengan kapal besar
mengangkut umatnya yang beriman (QS. al-Qamar: 10-14). Hijrah Nabi Musa as pada
tempat dan waktu yang ditetapkan Allah. Terhadap keadaan Musa as (QS. ad-
Dukhan:23-24). Hijrah Nabi Luth as tentang kaumnya (QS. al-Qamar:33-34). Begitu
juga sampai pada masa Nabi Muhammad ﷺ.
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad adalah jihad terhadap perlawanan kaum musyrik
demi menegakkan hukum Allah atas manusia waktu itu. Setiap orang yang ingin
memperjuangkan agamanya tidak akan terlepas dari hijrah dan tidak pula merasa
terpaksa melakukannya, karena hijrah dapat menempatkan orang-orang mukmin di
bawah naungan Allah SWT. (QS. al-Anfal: 26)Penegasan Istilah
1. Makna Hijrah
1) Makna Secara Bahasa
Istilahal-Hijrahadalah bentuk kata yang mempunyai arti bersimpangan dengan al-
Washol (sampai/tersambung). Ha-ja-ra-hu, yah-ju-ru-hu, hij-ran, dan hij, ra, nan yang
berartimemutuskannya,mereka berduayah-ta-ji-ran atau ya-ta-ha-ja-ran yaitu saling
meninggalkan. Bentuk isimnya adalah al-hij-rah.
Berikut hadits yang menyebutnya.
“Tidak halal seorang mukmin meninggalkan saudaranya (membiarkan dan tidak
bertanya) lebih dari tiga hari.” (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa maksud hijrah adalah kebalikan dari
tersambung, hal apa yang melatarbelakangi antara dua orang muslim dengan menodai
atau mengurangi kecenderungan pergaulannya sedangkan hal tersebut dari tinjauan
agama tidak direkomendasikan.Ringkasnya, pengertian dasar dari hijrah adalah
meninggalkan baik secara perbuatan maupun perkataan.
2) Makna Secara Syar’i
Makna Umum
Dikarenakan makna yang terkandung dalam masalah ini sangat banyak, maka
definisi dari para ulama dalam memaknai makna hijrah syar’i sangat variatif.
Makna Khusus
Khusus yang dimaksudkan disini adalah hijrah yang dilakukan Rasulullah ﷺ
bersama sahabatnya dari kota Mekah menuju Madinah, dengan ridha Allah tentunya.
Berikut hadits yang melandasinya.
Nabi bersabda ketika futuh Mekah.
“Tidak ada hijrah setelah futuh Mekah akan tetapi hijrah dengan jihad dan niat. Apabila
kalian dituntut untuk pergi, pergilah kalian.”1(Fathul Bari 2: 39). Diambil dari (Jazuli,
2006, hal. 15-24)
Menurut al-Asfahani, hijrah berarti berpisahnya manusia dari sesuatu serta
meninggalkannya. Berpisah itu adakalanya berpisah badan (jasad),2 pisah lidah
(perkataan) dan hati atau penggabungan semuanya.3
Membahas tentang manusia dalam rangka melepas diri menuju perbaikan dari dar
al-kufr (kawasan orang kafir) menuju dar al-iman (kawasan orang beriman),nilainya
sama dengan mereka yang hijrah dari Mekah ke Madinah. Termasuk dalam ketegori
6Tafhimul-Quran, 5/188. Makna seperti inilah yang bisa disimpulkan para peneliti mengenai hadits Gharaniq.
sulit daripada hijrah pertama, karena kewaspadaan orang-orang Quraisy lebih
diperketat agar rencana kali ini dapat digagalkan.
Hijrah yang kedua ini lebih banyak dari sebelumnya,kali ini jumlah orang yang
ikut hijrah mencapai delapan pulu tiga orang laki-laki dan delapan belas7 atau sembilan
belas wanita. akhirnya mereka bertemu dengan RajaNajasyi, Raja negeri Habasyah.
Raja Najasyi adalah laki-laki yang cerdas, baik cara berpikirnya, mengenal Allah, serta
berakidah. Disana mereka mendapat keamanan lingkungan dan perlakuan yang baik
yang merupakan hal didambakan atas penyiksaan yang selama ini menimpa kaum
muslimin.(Al-Mubarakfuri S. , 2012, hal. 100)
Rasulullah dan para sahabat yang tidak ikut ke Habasyah menetap di Syi’ib keluar
dari kota Mekah yang terletak di celah bukit. Disitulah saksi bisu atas perjuangan
Rasulullah bersama keluarganya serta segenap keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib
juga sisa kaum muslimin yang tidak ikut ke Habasyah. Selama sekitar tiga tahun mereka
menetap disana dan terpencilkan oleh kaum Quraisy.
Mendengar bahwa orang-orang Islam hijrah ke Habasyah membuat para pembesar
Quraisy semakin marah dan ingin sesegera mungkin mengakhiri perbuatan yang menurut
mereka (kaum Quraisy) kaum muslimin telah mengukuti ajaran baru yang bertentangan
dengan ajaran nenek moyang yang mereka yakini. Kesepakatan kaum musyrikin untuk
membunuh nabi Muhammad ﷺdan menjemput orang-orang muslimin agar kembali ke
Mekah dengan tujuan agar tidak semakin menyulitkan orang-orang Quraisy, maka
diutuslah dua orang dari mereka yaitu, Amr bin Ash dan Umarah bin Walid dengan
tujuan membujuk RajaNajasyi agar mau mengembalikan kaum muslimin dengan hadiah-
hadiah yang mereka bawa. Ketika RajaNajasyi bertanya kepada mereka apa maksud dari
kedatangannya kemari, kemudian mereka menjawab kepadaRajaNajasyi agar orang-
orang yang hijrah supaya dikembalikan dan dipulangkan karena orang-orang ini adalah
menganut ajaran dari seorang pendusta yang telah memecah belah kaum keluarganya.
Maka dipanggillah pemimpinorang Islam waktu itu oleh RajaNajasyi. Bertanyalah Sang
Raja kepada pimimpin rombongan tersebut yaitu Ja’far bin Abi Thalib, “Apakah ajaran
yang dibawa oleh Nabimu itu?”Ja’far menjawab “Dia membawa Kitab kepada kami,
yang disana tertulis bahwa manusia harus menjalankan keadilan dan kejujuran, tentu
tidak dibenarkan ketidakadilan membatasi umat manusia. Dia menyerukan agar
manusia berlaku baik, saling menolong, menyenangkan anak-anak yatim, dan
mengesakan Allah.”
7Al-Allamah Muhammad Sulaiman Al-Manshurfurimenetapkan delapan belas wanita.
Sungguh senang RajaNajasyi dengan pernyataan Ja’far. Tak terkecuali saat Ja’far
membacakan beberapa ayat dari al-Quran, surah ke sembilan belas yang menceritakan
tentang kelahiran Isa as dari seorang wanita yang suci bernama Maryam. Begitu
memikatnya kalimat yang dilantunkan Ja’far sampai membuat air mata Sang Raja
berlinag jatuh di atas kitabnya, tidak terkecuali para pendeta dan padri pun ikut
merasakan hal yang sama. Lalu berkatalah Sang Raja“Demi Allah, sungguh ajaran dan
perkataan keduanya adalah sama yang dibawakan dari satu jendela. Berbahagialah
kalian dengan orang-orang yang datang bersama kalian. Dan aku telah mengakui
bahwa Muhammad adalah Rasul Allah yang telah diberitakan beserta kegembiraan Isa
as. Dan sekiranya aku tidak sedang mengemban tugas kerajaan, pastilah aku
mendatanginya sampai mencium terompahnya.” RajaNajasyi mempersilahkan kaum
muslimin untuk tinggal di negerinya sesuka hati, dan mengembalikan hadiah-hadiah dari
kaum musyrikin serta mengutusnya agar kembali pulang. (Soekanto, 2018, hal. 55-57)
Berbagai macam cara dilakukan kaum Quraisy agar bisa mendapatkan Nabi
Muhammad ﷺdalam rangka membunuhnya, tetapi sejarah mencatat bahwa semakin
Islam di tindas maka dia semakin kokoh. Terbukti dengan masuknya pahlawan-pahlawan
yang masuk Islam diantaranya, Hamzah bin Abdul-Muthalib, Umar bin al-Khaththab,
dan yang lainnya. Perlu diketahui bahwa mereka (kaum kafir musyrik) akan memusuhi
ajaran Islam hingga nanti sampai Allah tentukan waktunya tiba. Mereka hanya bisa
membunuh bunga-bunga, tetapi tidak bisa menghentikan musim semi itu datang kembali.
Islam akan berjaya suatu saat nanti karena Allah SWT telah menjanjikannya.