SEMESTER III
م ْال ُم ْع ِج ُز.آن هُ َو كَاَل ُم هللاِ ْال ُمنَ َّز ُل َعلَى ُم َح َّم ٍد ص ُ اَ ْلقُ ْر
ال َم ْنقُ ْو ُل بِالتَّ َواتُ ِر ال ُمتَ َعبَّ ُد بِتِاَل َوتِ ِه
“Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
yang mengandung nilai mukjizat(sebagai bukti atas kenabian Muhammad Saw.)
yang ditulis dalam mushaf dengan jalan mutawatir dan membacanya dinilai
sebagai ibadah.”
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur utama yang melekat
pada Al-Qur’an adalah :
1. Kalamullah
2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
3. Ditulis dalam mushhaf
4. Mutawatir
5. Dinilai sebagai ibadah bila membacanya.
Otentitas Al-Qur’an
Terkait dengan otentisitas al-Qur’an, Syaikh Nawawi Banten dalam Qathr al-Ghaits mengungkap bahwa
Allah menurunkan sejumlah kitab kepada para nabi secara berangsur-angsur atau dengan perantaraan
malaikat Jibril. Kitab-kitab itu sendiri bukan makhluk. Alasannya, karena bukan karangan manusia,
namun karangan Allah semata.
Di samping itu, kitab-kitab itu qadim (terdahulu). Dari sisi argumen yang dibangun menunjukkan
bahwa firman Allah itu qadim (terdahulu). Apalagi terbukti kitab-kitab itu tidak saling bertentangan
satu sama lain dalam hal makna. Misalnya, firman Allah pada satu tempat tidak membatalkan firman-
Nya pada tempat lain.
Untuk itu Allah SWT tegaskan, “Maka tidakkah mereka menghayati (memahami) al-Qur’an? Sekiranya
(al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di
dalamnya” (QS al-Nisa’/4: 82). Maksudnya tidakkah mereka berpikir mengenai al-Qur’an?
Berdasar semua keterangan di atas, maka siapa saja yang meragukan otentisitas dan validitas kitab-
kitab yang diturunkan kepada sejumlah rasul seperti tidak meyakini sama sekali mengenai isi satu ayat
atau satu kalimat, maka sungguh orang tersebut dapat dipastikan telah kufur (menutupi kebenaran
dan mendustakan kitab-kitab tersebut).
Fungsi Al-Qur’an Diturunkan
Al-quran adalah kitab yang Allah turukan kepada Nabi Muhammad Saw. dan
disampaikan kepada umat manusia secara menyeluruh utuk diamalkan. Untuk itu al-
qur’an menempati kedudukan pertama dari sumber-sumber hukum yang lain dan
merupakan aturan dasar tertinggi.
Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) sedikit pun di antara umat islam bahwa al-
quran itu pedoman dasar bagi umat islam sekaligus sumber dasar syariat islam. Allah
Swt. berfiman.
ٰ ْ ْ ُ ُ ٓاَّل ۤ ٰ اْل ۤ
ب ِم ْن َش ْي ٍء ت
ِ ِ كال ىِ ف اَ نَّطرَ ف ا م ۗ مكُ ل اَ ثمَ ا م م
َ ْ ْ ٌ َ ِ ِ َ َ ِ ِ ٍ ِٕا ا ه ْ
ي احَ نج ب ر
ُ ْ
ي َّط ي رىط اَل و ض
َ ِ رْ َ ا ىِ • َو َما ِم ْن َد
ف ة
ٍ َّ با
ثُ َّم اِ ٰلى َربِّ ِه ْم يُحْ َشر ُْو َن
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti
kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada
Tuhan mereka dikumpulkan.” (Q.S. al-An’am : 38)
Adapun fungsi Al-Qur’an yang lainnya adalah sebagai berikut :
- Petujuk bagi manusia
Fungsi kedua Al-qur’an adalah sebagai petunjuk bagi manusia. Seperti diketahui,
fungsi utama sebuah kitab suci dalam agama dan keyakinan apapun adalah
menjadi pedoman bagi penganutnya. Begitu pula Al-Qur’an, menjadi pedoman bagi
umat Islam. Meskipun begitu, Al-Qur’an menyatakan bahwa ia bukan hanya
menjadi petunjuk bagi kaum Muslimin, tapi juba bagi umat manusia seluruhnya.
Kemenyeluruhan misi Al-Qur’an ini tidak lepas dari kemenyeluruhan misi nabi
Muhammad Saw. yang diutus untuk seluruh manusia. Hal ini ditegaskan Allah Swt.
dalam beberapa firman-Nya yang diantaranya sebagai berikut :
Kedua, meluruskan hal-hal yang telah diselenggarakan dari kitab-kitab suci tersebut;
Hal ini karena kitab kitab sebelum Al-Qur’an seperti Taurat, Zabur, dan inji yang ada sekarang tidak bisa disebut
asli atau sama dengan kitab yang diturunkan kepada nabi-nabinya dahulu. Fenomena penyimpangan semacam ini
telah disinggung oleh Al-Qur’an.
Seperti diterangkan di atas, kitab-kitab terdahulu telah mengalami perubahasan, penyimpangan dan
penyelewengan, sehingga sulit untuk disebut asli seperti saat mereka diturunkan kepada nabi dan rasul yang
membawanya. Karena itu, Al-qur’an hadir sebagai solusi dan alternatif pengganti mereka.
ditegaskan bahwa Allah swt. mengutus Rasulullah Muhammad Saw. dengn Al-Qur’an dan agama Islam adalah
dalam rangka “memenagkan” Islam atas agama-agama lain. Hal itu karena Islam adalah “agama yang benar”,
sementara yang lainnya tidak luput dari kesalahan, kekurangan dan penyimpangan. Karena itu, Allah
berkepentingan untuk meluruskan kesalahan yang telah dibuat umat terdahulu dengan menghadirkan agama
yanag benar dari sisi-Nya. Ada tiga ayat Al-Qur’an yang menyatakan hal seperti itu, yaitu at-Taubah : 33; al-
Fath : 28; dan al-Shaff : 9.
Hadits mempunyai beberapa sinonim menurut pakar ilmu hadits, yaitu sunnah,
khabar, dan atsar. Secara etimologi, kata “Hadits” berasal dari akar kata:
حدث – يحدث – حدوثا – و حداثة
Hadits dari akar kata di atas memiliki beberapa makna, antara lain sebagai
berikut.
• ( الجدةal-jiddah = baru),
• ( الطريath-thari = lunak, lembut, dan baru)
• ( الخبر و الكالمal-khabar = berita, pembicaraan dan al-kalam = perkataan).
Dari segi terminologis, banyak ahli hadits (muhadditsin)
memberikan definisi yang berbeda redaksi, tetapi maknanya
sama, di antaranya Mahmud Ath-Thahan (guru besar Hadits di
Fakultas Syari’ah dan Daerah Islamiyah di Universitas Kuwait)
mendefinisikan:
ما جاء عن النبي صلى هللا عليه و سلم سواء كان قوال او فعال او تقريرا
1. hadits shahih
etimologi : lawan dari as-saqim
Terinologi : hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil serta kuat
ingatannya (dhabith), dari yang semisalnya hingga akhir (sanad), tanpa adanya penyimpangan
(syudzudz) dan cacat (‘illah).
1. اتصا ال لسند
2. ض بط ا لرواة
3. عدا لة ا لرواة
4. خا ليا عنا لشذوذ
5. خا ليا عنا لعلة
2. Hadits Hasan
Secara etimologi al-hasan adalah sifat musyabbahah dari kata al-husnu yang berarti
keindahan.
Secara terminologi menurut ibnu hajar hadits hasan adalah Hadits ahad yang
diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna hafalannya, bersambung sanadnya, tidak
cacat, juga tidak syadz maka itu adalah shahih lidzatihi, jika sedikit lemah tingkat
hafalannya maka dia adalah hasan lidzatihi.
3. Hadits dhoif
المقبول
الحسن
Hadits diterima
atau tidak nya
sebagai hukum
المردود الضعيف
Catatan tambahan
Menurut mayoritas ulama, hadits dhaif
mustahab(disukai) untuk diamalkan dalam fadha’il
a’mal, akan tetapi dengan tiga syarat. Dijelaskan oleh
Ibnu Hajar sebagai berikut:
Etimologi: mutawatir dimbil dari isim fa’il dari kata At-Tawatur yang berarti berturut-
turut, dikatakan tawatara Al-Matar artinya hujan itu turun secara berturut-turut.
Terminologi: khabar yang diriwayatkan oleh banyak perawi, secara akal ataupun adat
mustahil mereka bersepakat untuk mendustakan(khabar tersebut)
Maksud defini ialah mutawatir adalah khabar yang diriwayatkan banayak perawi disetiap
tingkatan sanadnya, yang secara akal dan adat menganggap mustahil rawi yang banyaka
tersebut sepakat untuk mendustakan khabar tersebut.
Hadits mutawatir menunjukkan pengetahuan yang bersifat pasti, atau meyakinkan. Dengan
kata lain, manusia dipaksa untuk percaya secara mutlak, seakan menyaksikan perkara
tersebut dengan mata kepala sendiri, sehingga tidak mungkin dia meragukan apa yang dia
saksikan sendiri, nseperti itu juga khabar mutawatir diterima dan tidak diperlukan untuk
menacaari keadaan rawi-rawinya.
2. Hadits Ahad
terbagi menjadi tiga bagian:
1) Hadits Masyhur
Secara etimologi diambil dari isim maf’ul dari syahartu Al-Amra yang berarti aku
mengumumkkan dan menampakkannya, dikatakan demikian karena nampaknya.
Secara terminologi hadits yang diriwayatkan oleh tiga rawi –disetiap tingkatan sanadnya- dan
belum mencapai batas mutawatir.
2) Hadits ‘Aziz
Secara etimologi Al-Aziz adalah sifat musyabbahah dari kata ‘azza ya’izzu yang beraarti kuat
atau meningkatkan. Disebut demikian karena sedikit dan jarrang keberadaannya, atau kuatnya
dikarenakan datang dari jalur lain.
Secara terminologi hadits yang rawinya kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya.
3) Hadits Gharib
Secara etimologi Al-Gharib merupakan sifat musyabbahah yang bermakna yang sendiri atau yang
jauh dari kerabat-kerabatnya.
Secara terminologi hadits gharib adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu rawi.
HUKUM HADITS MUTAWATIR DAN AHAD