Anda di halaman 1dari 30

STATISTIK

(Tugas 3)

NAMA :YOHANES CLODIO JEFRY SEGA

NIM :021190014

SEMESTER :DELAPAN(8)

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE


A. UKURAN NILAI SENTRAL
Nilai sentrak suatu rangkaian data adalah nilai dalam rangkian data yang dapat
mewakili data tersebut. Suatu rangkain data biasanya memiliki tandensin(kecenderungan)
untuk memusat pada nilai sentral. Jumlah seluruh nilai data dibagi dengan banyaknya kejadian
atau frekuensi.
 Mean Arikutika
Hasil rata-rata yang di peroleh ketika menjumlahkan semua nilai dan membaginya dengan
jumlah nilai.
Contoh soal :
Sekolah melakukan penelitian sederhana, naya berhasil memperoleh data dengan
urutan sebagi berikut:
89,89,89,90,90,91,91,92,93,93,94,94,96,96,98,98,100.
Hitunglah nilai tersebut:

Pembahasan :

data tersebut diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar sehingga tinggal
dijumlahkan seluruhnya.

Ex = 89+89+89+90+90+91+91+92+93+93+94+94+96+96+98+98+100
=1672
N =18
Mean = ex/n = 1672 /18= 92,89

Rata rata data tunggal tersebut adalah 92,59

 Medium

Median adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang sudah diuraikan sebelumnya dari data
terkecil hingga terbesar atau sebaliknya.

Contoh soal :
Sari yang bekerja di bagian administrasi telah mendata jumlah pengunjung mini
market selama seminggu. Pengajian sederhana sebagai berikut:
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

55 0rg 75 org 89 org 98 org 110 org 250 org 180 org

Berapakah median dari data tersebut!


Pembahasan :
Urutkan data dari yang terkecil hingga terbesar
55,75,59,98,110,250,180
N=7
Me = x ½ (n+1) = x ½ (7+1) = x4
Medianya = 98 orang
 Modus atau modle
Data yang paling sering muncul
Contoh soal :
Tentukan modus dari data beikut
50,35,50,90,60,40,40,40,65,70,70,70,80,90
40 = 3
70 = 3
Maka modusnya = nilai 40 dan 70
 Nilai kuartil
Nila yang membagi sekumpuan data yang terurut menjadi empat bagian yang sama.
Contoh soal :
Hitunglah Q1,Q2 dan Q3 dari data berikut ini :
1,3,3,4,5,6,6,7
N=8 Rumus
Q1 = ¼ (N+1) kuartil bawah Q1 = ¼ (N+1)
Q1= ¼ (8+1) kuartil bawah Q2 = ½ (N+1)
Q1= ¼ (9) kuartil bawah Q3 = ¾ (N+1)
Q1= 2,25 posisi diantra 2 dan 3
Rata rata dan angka yang berada di posisi 2 dan 3 yaitu ( 3 + 3 ) /2 = 3

Q2 = ½ (N+1)
Q2= ½ (8+1)
Q2= ½ (9)
Q2= 4,25 posisi diantara 4 dan 5
Rata rata = ( 4 + 5 ) /2 = 4,5
Q3 = ¾ (N+1)
Q3= ¾ (8+1)
Q3= ¾ (9)
Q3= 6,75 posisi diantara 6 dan 7
Rata rata = ( 6 + 6 ) /2 = 6
 Presentil
Presentil adalah nilai atau angka yang memiliki posisi presentase pada suatu kumpulan
berbagai jenis data penelitian.
Contoh soal :
Perolehan nilai tes dari suatu kelas yang terdiri dari 20 siswa yaitu seperti yang di tunjukan
pada data tersebut :
75 77 78 78 80 81 82 83 84 84 85 87 88 88 98 89 89 90

Pembahasan :
Letak nilai presentil ke 20 di uruttkan data ke -20(20+1) /100 = 4,2
P20 = x4 + 0,2 (x5 - x4) = 78 + 0,2 (80-78)78+0,4 = 78,4
Jadi, presentil ke 20 adalah 78,4
Letak nilai ke -30 diurutkan data ke -30 (20 + 1) /100 = 6,3
P30 = x6 + 0,3 (x7 - x6) 81 + 0,3 (81-81)=80+0 = 81
Jadi, presentil ke 30 adalah=81
B. DISPRESI ATAU VARIASI
Ukuran yang menyatakan beberapa jauh penyimpangan nilai nilia data dari nilai nilai pusatnya
atau ukuran yang menyatakan seberapa banyak nilai nilai data yang berbeda dengan nilai nilai
pusatnya
Contoh soal :
Tentukan deviasi rata rata dari
Data Rata rata Deviasi

2 6 4

3 6 3

6 6 0

8 6 2

11 6 5

Total 14

Pembahasan :
= 2,3,6,8,11
x1 = (2+3+6+8+11) /5 = 6
DR = 14 / 5 = 2,8

C.DEVISIASI STANDAR

Persebaran data pada suatu sempel untuk meihat seberapa jauh atau seberapa dekat nilai data
dengan rata ratanya.

Contoh soal :

Diketahui kumpulan data sebagai berikut 6,7,8,8,9,1

Tentukan standar deviasi dan data tersebut!

Pembahasan :

X^ = (6+7+8+8+9+10) /6 = 48/6 = 8

A2 = ((6-8)2 + (7-8)2 + (8-8)2 + (8-8)2 + (9-8)2 + (10-8)2 ) / 6

A2 = ((-2)2 +(-1)2 +(1)2 + (2)2 ) / 6

A2 = (4+1+1+4) /6 = 10/6 = 1,67

S =akar dari 1,67

S = 1,29
2. Tentukan mean, mendian dan modus!

Pembahasan

Mean = (Ex1 x fi ) / Efi

Median = Tb + (½ n-fk )fi |p

Modus = Tb + (dI)/d3 + d2 |p

Kelas interval Fkk Frekuensi Xi Fi x Xi

17 – 23 1 1 20 20

24 -30 10 9 27 243

31 - 37 23 13 34 442

38 - 44 38 15 41 615

45 - 51 51 13 48 624

52 - 58 62 11 55 605

59 - 65 64 2 62 124

N = 64 Total = 2673

Mean = x^ = 2673 / 64 = 41,765

Median = 37,5 + (( ½ (64) -23 ) /15 )7

=41,64

Modus =37,5 + ((2)/2+2)7

=41

K1 = ¼ . 64 = 16

Data ke 16 = interval 41-47

K1 = tb = (¼ n – fk sebelum k15 k1 .p )/ f.k1

=40,5 + (6 – 10)/13 .7

=40,5 + 6/13 .7

=40,5 + 3,23
=43,73

K2 = tb = ( ½ n – fk sebelum k15 k2 .p )/ f.k2

=47,5 + (32 – 23)/15 .7

=47,5 + 4,2

=51,7

K3 = ¾ n = ¾ .64 = 48

Data ke 48 = interval 55-61

K3 =54,4 + (48-38)/13 .7

=54,5 + 5,38

=59,88

D2 = 2/10 n = 2/10 . 64 = 12,8

Data ke 12,8 = interval 41-47

D2 = tb + 2/10 n – fk sebelum p /Fd2

= 40,5 + (12,8 -10 )/13 .7

= 40,5 + 1,507

=42,007

D9 == 9/10 n = 9/10 . 64 = 57,6

Data ke 57,6 = interval 62-68

D9 = tb + 9/10 n – fk sebelum p /Fd9

= 61,5 + (57,6 -51 )/11 .7

= 61,5 + 4,136

=65,636

P60 = 60/100 . 64 = 38,4

Data ke 38,4 = interval 55-61

P60 = tb + 60/100 n – fk sebelum p /Fd60

= 54,5+ (38,4 -38 )/13 .7

= 54,5 + 0,215
=54,715

3. Beberapa standar diviasi dan variasi dari data diatas?

Pembahasan :

N =12

X^ = 84+86+89+92+82+86+89+92+80+86+87+90

= 1043/12

=86,9167

Menentukan variasi

=((84-86,9167)2 + 3. (86-86,9167)2 + 2.(89-86,9167)2 +2(92-86,9167)2 +(80-86,9167)2 +(86-


86,9167)2 +(87-86,9167)2 +(90-86,9167)2 )/12

=152,9,67/12

=12,24

Menentukan standar deviasi

S = akar s^2 = akar 12,74 = 3157


STATISTIK
(Tugas 4)

NAMA :YOHANES CLODIO JEFRY SEGA

NIM :021190014

SEMESTER :DELAPAN(8)

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE


A. Pemahaman Konsep Probabilitas
Banyak kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang sulit diketahui dengan pasti, apalagi
kejadian dimasa yang akan datang. Misalkan, apakah nanti malam akan turun hujan? Apakah
penerbangan dengan maskapai Garuda pada pagi hari ini akan berangkat tepat waktu? Apakah
besok akan terjadi demonstrasi? Begitu juga dalam percobaan statistika, kita tidak bias
mengetahui dengan pasti hasil-hasil yang akan muncul. Meskipun kejadian-kejadian tersebut
tidak pasti, kita bisa melihat fakta-fakta yang ada untuk menuju derajat kepastian atau derajat
keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi.

Pemikiran mengenai probabilitas diawali dari pertanyaan seorang bangsawan Prancis


bernama Chevalier de Mere kepada Pascal (1623 – 1662). Ia ingin mengetahui bagaimana pola
pembagian uang taruhan pada suatu perjudian jika permainannya terpaksa dihentikan sebelum
selesai. Pertanyaan ini kemudian menjadi bahan diskusi antara Pascal dan Fermat (1601 –
1665), berdasarkan diskusi tersebut munculah teori-teori probabilitas. Walaupun dasar-dasar
probabilitas awalnya muncul untuk menjelaskan masalah-masalah dalam perjudian, dalam
perkembangannya, konsep probabilitas dapat diterapkan pada berbagai masalah seperti
masalah social, teknik, kesehatan, biologi, industry, transportasi, manajemen, akutansi,
pendidikan dll (Algifari, 2010)

Probabilitas merupakan besarnya kesempatan (kemungkinan) suatu peristiwa akan terjadi.


Besarnya kesempatan dapat ditulis dalam bentuk bilangan decimal, pecahan atau persen.

Dengan demikian, kita dapat menentukan probabilitas terjadinya hujan, munculnya muka 1
pada percobaan pelemparan dadu, probabilitas munculnya kartu AS pada penarikan kartu dari
sekelompok kartu Bridge dan seterusnya.

1. Perumusan Probabilitas
Perumusan konsep dasar probabilitas dilakukan dengan tiga cara, yaitu perumusan klasik,
cara frekuensi relatif dan pendekatan subjektif. Bila kejadian-kejadian pada contoh di atas
kita lambangkan dengan huruf besar E, kita dapat merumuskan probabilitas kejadian E, yaitu
P(E).

Perumusan Klasik
Bila kejadian E terjadi dalam m cara dari seluruh n cara yang mungkin terjadi dan
masing-masing n cara itu mempunyai kesempatan atau kemungkinan yang sama untuk
muncul, prrobabilitas kejadian E yang ditulis P(E) dirumuskan sebagai berikut :
Rumus 1.1
P(E) = m / n

Contoh :
1. Sebuah uang logam dilemparkan. Misalkan sisi pertama kita sebut muka (m) dan
sisi kedua kita sebut belakang (b), maka ada dua kejadian yang mungkin, yaitu
kejadian munculnya muka m yang kita sebut E={m} atau kejadian munculnya
belakang yang kita sebut {b}. karena uang logam terdiri atas 2 sisi (n=2) dan kedua
sisi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul, probabilitas munculnya
kejadian E={m} atau E{b} adalah

P(E) = P(m) = m/n P(E) = P(b) = m/n


= 1/2 = 1/2

Pada pelemparan uang logam tersebut yang akan muncul adalah salah satu dari
E = {m} atau E = {b}.

2. Sebuah dadu dilemparkan. Muka dadu ada 6. Semua muka dadu mempunyai
kesempatan yang sama untuk muncul. Salah satu muka yang akan muncul dari
muka-muka dadu itu (m=1) adalah muka dadu 1, muka dadu 2, muka dadu 3, muka
dadu 4, muka dadu 5 atau muka dadu 6. Maka probabilitas kejadian E adalah :

P(E) = P(1) = P(2) = P(3) = P(4) = P(5) = P(6) = m/n = 1/6


Frekuensi Relatif
Perumusan konsep probabilitas dengan cara klasik mempunyai kelemahan karena
menuntut syarat semua hasil mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul. Pengertian ini
mengaburkan adanya probabilitas yang sama. Sehubungan dengan itu dikembangkan konsep
probabilitas berdasarkan statistic, yaitu dengan pendekatan empiris. Probabilitas empiris dari
suatu kejadian dirumuskan dengan memakai frekuensi relatif dari terjadinya suatu kejadian
dengan syarat banyaknya pengamatan atau banyaknya sampel n adalah sangat besar. Bila n
bertambah besar sampai tak terhingga (n -> ∞), probabilitas kejadian E sama dengan nilai limit
dari frekuensi relatif kejadian E tersebut. Dengan demikian, jika kejadian E berlangsung
sebanyak f kali dari keseluruhan pengamatan sebanyak n, dimana n mendekati tak berhingga,
probabilitas kejadian E dirumuskan sebagai berikut :
Rumus 1.2
P(E) = lim f / n
n -> ∞

Walaupun mudah dan berguna dalam praktek, secara matematis perumusan konsep probabilitas
dengan frekuensi relative ini juga mempunyai kelemahan karena suatu nilai limit yang benar-benar
mungkin sebenarnya tidak ada. Oleh karena itu, konsep probabilitas modern dikembangkan dengan
memakai pendekatan aksiomatis, yaitu suatu kebenaran yang diterima secara apa adanya tanpa
memerlukan bukti matematis, dimana konsep probabilitas tidak didefinisikan, seperti konsep titik dan
konsep garis yang tidak didefinisikan dalam ilmu geometri (Boediono, 2006).
Contoh :
1. Pada suatu percobaan statistic, yaitu pelemparan sebuah dadu yang diulang sebanyak 1000 kali
(n=1000), frekuensi munculnya muka dadu X adalah seperti pada tabel berikut ini :

Muka dadu (X) 1 2 3 4 5 6


Frekuensi (f) 164 165 166 167 168 169

Bila E menyatakan kejadian munculnya muka-muka dadu tersebut, maka probabilitas kejadian E
untuk masing-masing kemungkinan munculnya muka dadu tersebut adalah
P(E) = P(1) = 164/1000 P(E) = P(2) = 165/1000 P(E) = P(3) = 166/1000, dst

2. Dari 100 mahasiswa yang mengikuti ujian statistika, distribusi frekuensi nilai mahasiswa adalah
seperti tabel berikut
Nilai (X) 45 55 65 75 85 95
Frekuensi (f) 10 15 30 25 15 5
Maka probabilitas kejadian E mahasiswa memperoleh nilai tersebut adalah
P(E) = P(45) = 10/100 P(E) = P(55) = 15/1001 P(E) = P(65) = 30/100, dst

. Probabilitas Bersyarat (Conditional Probability)


Probabilitas bersyarat menunjukkan besarnya kesempatan suatu peristiwa akan terjadi yang
didahului oleh peristiwa lain yang dependen terhadap peristiwa tersebut. Dalam probabilitas, suatu
kejadian A yang terjadi dengan syarat kejadian B yang terjadi terlebih dahulu atau akan terjadi, atau
diketahui terjadi dikatakan kejadian A bersyarat B yang ditulis A/B. Probabilitas terjadinya kejadian A
bila kejadian B telah terjadi disebut probabilitas bersyarat, yang ditulis P(A/B), yang artinya
probabilitas peristiwa A akan terjadi dengan syarat peristiwa B terjadi terlebih dahulu dan dirumuskan
sebagai berikut
Rumus 1.12
P(A/B) = P(A n B) / P(B), P(B) > 0
.

B. Probabilitas Bersyarat (Conditional Probability)


Probabilitas bersyarat menunjukkan besarnya kesempatan suatu peristiwa akan terjadi yang
didahului oleh peristiwa lain yang dependen terhadap peristiwa tersebut. Dalam probabilitas,
suatu kejadian A yang terjadi dengan syarat kejadian B yang terjadi terlebih dahulu atau akan
terjadi, atau diketahui terjadi dikatakan kejadian A bersyarat B yang ditulis A/B. Probabilitas
terjadinya kejadian A bila kejadian B telah terjadi disebut probabilitas bersyarat, yang ditulis
P(A/B), yang artinya probabilitas peristiwa A akan terjadi dengan syarat peristiwa B terjadi
terlebih dahulu dan dirumuskan sebagai berikut
Rumus 1.12
P(A/B) = P(A n B) / P(B), P(B) > 0

Contoh
1. Misalkan sebuah dadu dilemparkan, B = kejadian munculnya bilangan kuadrat murni, dan
diketahui bahwa peluang munculnya bilangan ganjil = 1/9 dan peluang munculnya bilangan
genap = 2/9/ Bila diketahui A = {4,5,6} telah terjadi, tentukanlah P(A / B)
Jawab
S = {1,2,3,4,5,6} P(ganjil) = 1/9 P(genap) = 2/9
B = {1,4}
A = {4,5,6} = 2/9 + 1/9 + 2/9 = 5/9 maka P(A) = 5/9
A n B = {4} = 2/9 maka P(A n B) = 2/9
P(B / A) = P(A n B) / P(A)
= (2/9) / (5/9) = 2/5

2. Diberikan populasi sarjana disuatu kota yang dibagi menurut jenis kelamin dan status
pekerjaan sebagai berikut
Bekerja Menganggur Jumlah
Laki-laki 460 40 500
Wanita 140 260 400
Jumlah 600 300 900
Misalnya diambil seorang dari mereka untuk ditugaskan melakukan promosi barang dikota
tersebut. Bila ternyata yang terpilih adalah orang yang telah bekerja, berapakah
probabilitasnya bahwa dia

a. Laki-laki
b. Wanita
Jawab
Misalkan A = kejadian terpilihnya sarjana yang telah bekerja
B = kejadian bahwa dia laki-laki
C = kejadian bahwa dia wanita
a. n (A n B) = 460, P(A n B) = 460/900
n(A) = 600, P(A) = 600/900
P(B / A) = P(A n B) / P(A) = (460/900) / (600/900) = 460/600

b. n (A n C) = 460, P(A n C) = 140/900


n(A) = 600, P(A) = 600/900
P(C / A) = P(A n C) / P(A) = (140/900) / (600/900) = 140/600

3. Misalkan kita mengambil tiga kartu, diambil tiga kali pada sekelompok kartu bridge yang
lengkap. Setiap kali mengambil, kartu yang terpilih tidak dikembalikan. Ini dikatakan
pengambilan kartu tanpa pengembalian. Tentukanlah probabilitas untuk memperoleh tiga kartu
AS
Jawab
S = kumpulan semua kartu, dengan n(S) = 52
A = terpilih kartu AS pada pengambilan pertama
B/A = terpilih kartu AS pada pengambilan kedua dengan syarat pada pengambilan
pertama terpilih kartu AS
C/AnB = terpilih kartu AS pada pengambilan ketiga dengan syarat pada pengambilan
pertama dan kedua terpilih kartu AS

Karena pada setiap pengambilan kartu yang terpilih tidak dikembalikan, jumlah kartu terus
berkurang masing-masing 1 kartu setelah pengambilan pertama, kedua dan ketiga. Kejadian
terpilihnya tiga kartu AS ditunjukkan oleh kejadian A n B n C. Oleh karena itu, kita akan
menentukan P(A n B n C).
n(A) = 4, n(S) = 52, P(A) = 4/52
n(B/A) = 3, n(S) = 51, P(B/A) = 3/51
n(C/ A n B) = 2, n(S) = 50 , P(C/ A n B) = 2/50
Maka P(A n B n C) = P(C/ A n B) . P(B/A) . P(A)
= 2/50 . 3/51 . 4/52 = 1/25 . 1/17 . 1/13 = 1/5.525

Probabilitas Gabungan (Join Probability)


Perumusan yang digunakan untuk menentukan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan
syarat peristiwa A terjadi terlebih dahulu adalah P(B/A) = P(A n B) / P(A). Perumusan
probabilitas gabungan pada peristiwa yang dependen secara statistic dapat diperoleh dengan
mengalikan silang perumusan probabilitas bersyarat, sehingga menjadi P(B n A) = P(B/A) .
P(A)
P(B n A) : probabilitas akan terjadinya peristiwa A dan peristiwa B secara bersamaan
P(B/A) : probabilitas peristiwa B terjadi dengan syarat peristiwa A terjadi terlebih
dahulu
P(A) : probabilitas terjadinya peristiwa A

Contoh :
1. Pada saat menerima barang dari penyalur, biasanya pembeli memeriksa barang-barang
tersebut. Dari 100 barang yang diterima ternyata ada 10 barang yang rusak. Apabila diambil
dua barang secara acak dari 100 barang yang datang, berapa probabilitas bahwa kedua
barang yang diambil tersebut rusak (pengambilan dilakukan tanpa pengembalian)
Jawab
Misalkan A adalah peristiwa terambilnya barang yang rusak pada pengambilan pertama dan
B adalah peristiwa terambilnya barang yang rusak pada pengambilan kedua
P(A) = 10/100, maka P(B/A) = 9/99
Karena pengambilan dilakukan tanpa pengembalian, probabilitas terambil keduanya rusak
adalah
P(A n B) = P(B / A) . P(A) = 9/99 . 10/100 = 90/9900 = 1/110

C. Peristiwa-peristiwa yang saling Eksklusif

D. Analisis Kombinatorial

Prinsip Dasar: Jika sebuah peristiwa dapat terjadi dengan salah satu dari n1 cara berlainan
dan apabila masing-masing cara bisa terjadi dengan n2 cara yang berlainan pula, maka
banyaknya cara yang mungkin bagi peristiwa tersebut untuk bisa terjadi adalah n1 n2.
a) Menjelaskan permutasi (Susunan yang berbeda no lotere 123 beda dengan

132, 213, 231, 321, 312 )

Apa itu :

Kaidah 1: Suatu operasi A dapat dibentuk dalam n cara dan operasi B dapat dibentuk
dalam m cara, maka operasi A dan B dapat dibentuk bersama-sama dalam jumlah n.m cara
(susunan).

Contoh 1: Sebuah dadu dilempar tiga kali, tentukan jumlah sample point

dalam ruang sampel dari eksperimen itu.

Jawab : Peristiwa = 6 . 6 . 6 = 216

Contoh 2: Ada 5 dasi dan 3 baju yang bisa dipakai bersama-sama.

Susunlah kemungkinan cara yang bisa dijodohkan.

Jawab : Cara = 5 . 3 = 15

Kaidah 2: Jumlah permutasi dari sebanyak n elemen adalah n!

Contoh 1: Ada tiga elemen A, B, dan C. Disini elemen ini dapat disusun

kedalam berbagai permutasi atas elemen A, B dan C yaitu ABC,

BCA, CAB …. Tiap susunan 3 huruf inilah yang disebut

permutasi, sedangkan banyaknya susunan tiga elemen ini

menjadi 3!. Berapakah jumlah permutasinya ?

Jawab : Jumlahnya permutasi = 3 . 2 . 1 = 6

Yaitu ABC, BCA, CAB, ACB, BAC, CBA

Contoh 2: Ada 5 orang yang duduk dalam meja berjejer dalam satu baris.

Berapa cara yang mungkin dapat dibuat kedalam berbagai

permutasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ini? Atau berapa jumlah permutasinya?

Jawab : Jumlahnya permutasi = 5 ! = 5 . 4 . 3 . 2 . 1 = 120

Kaidah 3: Jumlah permutasi yang dibentuk dari r elemen tersebut diambil dari sebanyak n
elemen yang ada, maka jumlah permutasinya adalah :

n!

Prn = ―――― ( n ³ r )
(n – r) !

Contoh 1: Ada 4 elemen A, B, C dan D. Disini keempat elemen ini dapat

disusun hanya kedalam susunan 2 huruf saja. AB, AC, AD

atau dst. Tiap susunan 2 huruf ini disebut permutasi.

Berapakah jumlah permutasinya ?

Jawab : Jumlahnya permutasi = 12

4!4.3.2.1

P24 = ―――― = ――――― = 12

(4 – 2) ! 2 . 1

Yaitu AB, AC, AD, BC, CD, BD, BA, CA, DA, CB, DC, DB

Contoh 2: Terdapat hanya 4 tempat duduk yang kosong di sebuah gedung

bioskop. Padahal masih ada 10 orang yang ingin menonton.

Berapakah jumlah permutasinya ?

Jawab : Jumlahnya permutasi = 5.040 (cara)

10 ! 10 ! 10 . 9 . 8 . 7

P410 = ―――― = ―― = ――――― = 5.040

(10 – 4) ! 6 ! 1

b) Menjelaskan kombinasi (Susunan ABC, ACB, BCA tidak dibedakan)

Apa itu :

Kaidah 4: Jumlah kombinasi yang dapat dibentuk dari elemen r , dan dimana r elemen
tersebut dapat dipilih dari sejumlah n elemen yang ada, maka akan diperoleh jumlah
kombinasinya yaitu :

n!

Crn = ―――― ( n ³ r )

(n – r) ! r !

Contoh 1: Ada empat orang A, B, C dan D. Dari keempat orang ini dapat

disusun suatu kombinasi yang terdiri atas 3 orang saja sebagai


anggota panitia. Berapakah jumlah kombinasinya?

Jawab : Jumlah kombinasinya = 4

4!4.3.2.1

C34 = ―――― = ――――― = 4

(4 – 3) ! 3 ! 1. 3 . 2 . 1

Yaitu ABC, ABD, ACD dan BCD

Contoh 2: Seorang siswa diminta untuk menjawab 8 dari 10 pertanyaan yang

diberikan. Hitunglah jumlah kombinasi soal yang mungkin dapat

dibuat dalam ujian tersebut ?

Jawab : Jumlah kombinasinya = 45

10 ! 10 ! 10 . 9 (8 . 7 . 6 . 5 . 4 . 3 . 2 .1)

C810= ―――― = ――――― = ――――――――――――― = 45

(10 – 8) ! 8 ! 2 ! . 8 ! 2 (8 . 7 . 6 . 5 . 4 . 3 . 2 .1)

Yaitu : Ada 45 kemungkinan


STATISTIK
(Tugas 5)

NAMA :YOHANES CLODIO JEFRY SEGA

NIM :021190014

SEMESTER :DELAPAN(8)
UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE

Pengertian ANOVA

Anova adalah sebuah analisis statistik yang menguji perbedaan rerata antar grup. Grup disini
bisa berarti kelompok atau jenis perlakuan. Anova ditemukan dan diperkenalkan oleh seorang
ahli statistik bernama Ronald Fisher.

Anova merupakan singkatan dari Analysis of variance. Merupakan prosedur uji statistik yang
mirip dengan t test. Namun kelebihan dari Anova adalah dapat menguji perbedaan lebih dari
dua kelompok. Berbeda dengan independent sample t test yang hanya bisa menguji perbedaan
rerata dari dua kelompok saja.

Dalam kesempatan bahasan kali ini, statistikian akan menjelaskannya secara singkat namun
dengan penuh harapan agar para pembaca mudah memahami dan mempraktekkannya dalam
penelitian di lapangan nantinya.

Kegunaan Anova

Anova digunakan sebagai alat analisis untuk menguji hipotesis penelitian yang mana menilai
adakah perbedaan rerata antara kelompok. Hasil akhir dari analisis ANOVA adalah nilai F test
atau F hitung. Nilai F Hitung ini yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai pada tabel f.
Jika nilai f hitung lebih dari f tabel, maka dapat disimpulkan bahwa menerima H1 dan menolak
H0 atau yang berarti ada perbedaan bermakna rerata pada semua kelompok.

Analisis ANOVA sering digunakan pada penelitian eksperimen dimana terdapat beberapa
perlakuan. Peneliti ingin menguji, apakah ada perbedaan bermakna antar perlakuan tersebut.

Contoh ANOVA

Contohnya adalah seorang peneliti ingin menilai adakah perbedaan model pembelajaran A, B
dan C terhadap hasil pembelajaran mata pelajaran fisika pada kelas 6. Dimana dalam penelitian
tersebut, kelas 6A diberi perlakuan A, kelas 6B diberi perlakuan B dan kelas 6C diberi
perlakuan C. Setelah adanya perlakuan selama satu semester, kemudian dibandingkan hasil
belajar semua kelas 6 (A, B dan C). Masing-masing kelas jumlahnya berkisar antara 40 sampai
dengan 50 siswa.

Hasil akhir yang didapatkan adalah nilai f hitung. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai
dalam tabel f pada derajat kebebasan tertentu (degree of freedom). Jika F hitung > F Tabel,
maka disimpulkan bahwa menerima H1 atau yang berarti ada perbedaan secara nyata atau
signifikan hasil ujian siswa antar perlakuan model pembelajaran.

Anova Dalam Regresi Linear

Kadang para pembaca cukup dibingungkan oleh adanya tabel ANOVA pada hasil
analisis regresi linear. Tentunya jika anda mengerti maksud sesungguhnya dari uji yang satu
ini, maka anda tidak akan bingung lagi. Anova dalam perhitungannya membandingkan nilai
mean square dan hasilnya adalah menilai apakah model prediksi linear tidak berbeda nyata
dengan nilai koefisien estimasi dan standar error.

Ciri-ciri ANOVA

Ciri khasnya adalah adanya satu atau lebih variabel bebas sebagai faktor penyebab dan satu
atau lebih variabel response sebagai akibat atau efek dari adanya faktor. Contoh penelitian yang
dapat menggambarkan penjelasan ini: “Adakah pengaruh jenis bahan bakar terhadap umur
thorax mesin.” Dari judul tersebut jelas sekali bahwa bahan bakar adalah faktor penyebab
sedangkan umur thorax mesin adalah akibat atau efek dari adanya perlakuan faktor. Ciri
lainnya adalah variabel response berskala data rasio atau interval (numerik atau kuantitatif).

Anova merupakan salah satu dari berbagai jenis uji parametris, karena mensyaratkan adanya
distribusi normal pada variabel terikat per perlakuan atau distribusi normal pada residual.
Syarat normalitas ini mengasumsikan bahwa sample diambil secara acak dan dapat mewakili
keseluruhan populasi agar hasil penelitian dapat digunakan sebagai generalisasi. Namun
keunikannya, uji ini dapat dikatakan relatif robust atau kebal terhadap adanya asumsi tersebut.

Jenis ANOVA

Jenisnya adalah berdasarkan jumlah variabel faktor (independen variable atau variabel bebas)
dan jumlah variabel responsen (dependent variable atau variabel terikat). Pembagiannya adalah
sebagai berikut:

Univariat:
1. Univariate One Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas dan variabel terikat
jumlahnya satu.
2. Univariate Two Way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada 2, sedangkan
variabel terikat ada satu.
3. Univariate Multi way Analysis of Variance. Apabila variabel bebas ada > 2, sedangkan
variabel terikat ada satu.
STATISTIK
(Tugas 6)

NAMA :YOHANES CLODIO JEFRY SEGA

NIM :021190014

SEMESTER :DELAPAN(8)
UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE

Penjelasan Median (Nilai Tengah)

Median adalah nilai tengah dari data yang telah disusun berurutan mulai dari yang terkecil
sampai dengan yang terbesar. Secara matematis median dilambangkan dengan Me yang dapat
dicari dengan cara sebagai berikut.

Bagaimana Cara Menghitung Median?

Untuk mencarinya, tempatkan semua angka dalam urutan naik dan temukan tengahnya.

Rumus Median

1. Median untuk jumlah data (n) ganjil

Me = x [(n+1) / 2]

atau

Median pada data yang ganjil = suku yang tepat berada di tengah

2. Median untuk jumlah data (n) genap

Me = ½ [x(n/2) + x(n/2 +1)]


Keterangan:
Me = Median
n = jumlah data
x = nilai data
atau
Median pada data yang genap = jumlah dua suku tengah : 2
3. Median untuk data bergolong atau berkelompok

Me = Tb + [ (½ n-F) / f ] C

Keterangan:
Me = median
Tb = tepi bawah kelas median
p = panjang kelas
n = banyak data
F = frekuensi kumulatif sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median

Contoh penghitungan Median

Untuk data ganjil


Untuk data 8, 7, 9. Pertama data diurutkan menjadi 7, 8, 9. Sehingga dengan mudah diketahui
median adalah 8.

Untuk data genap

Untuk data 2, 8, 3, 4, 1, 8. Pertama data diurutkan menjadi 1, 2, 3, 4, 8, 8. Karena jumlah data


pengamatan genap, yaitu 6, maka median terletak pada rata-rata dua nilai pengamatan yang di
tengah yaitu data ketiga dan data keempat, maka mediannya adalah (3+4)/2 = 3,5.

Contoh:

3, 13, 7, 5, 21, 23, 39, 23, 40, 23, 14, 12, 56, 23, 29

Ketika kita menyusun angka-angka itu, kita memiliki:

3, 5, 7, 12, 13, 14, 21, 23, 23, 23, 23, 29, 39, 40, 56

Ada 15 belas angka. Bagian tengah kita adalah angka kedelapan:

3, 5, 7, 12, 13, 14, 21, 23, 23, 23, 23, 29, 39, 40, 56

Nilai median dari kumpulan angka ini adalah 23.

(Tidak masalah bahwa beberapa nomor sama dalam daftar.)

TAPI, dengan jumlah angka yang genap, hal-hal sedikit berbeda.

Dalam hal ini kita mencari pasangan angka tengah, dan kemudian mencari nilai setengah
jalan di antara keduanya. Ini mudah dilakukan dengan menjumlahkan mereka dan
membaginya dengan dua.

Contoh:
3, 13, 7, 5, 21, 23, 23, 40, 23, 14, 12, 56, 23, 29

Ketika kita menyusun angka-angka itu, kita memiliki:

3, 5, 7, 12, 13, 14, 21, 23, 23, 23, 23, 29, 40, 56

Sekarang ada empat belas angka dan jadi kami tidak hanya memiliki satu angka tengah, kami
memiliki sepasang angka tengah:

3, 5, 7, 12, 13, 14, 21, 23, 23, 23, 23, 29, 40, 56

Dalam contoh ini, angka tengahnya adalah 21 dan 23.

Untuk mencari nilai setengah di antara keduanya, jumlahkan keduanya dan bagi dengan 2:

21 + 23 = 44
kemudian 44 ÷ 2 = 22
Jadi Median dalam contoh ini adalah 22.

(Perhatikan bahwa 22 tidak ada dalam daftar angka … tetapi tidak apa-apa karena setengah
angka dalam daftar lebih kecil, dan setengah angka lebih besar.)

Contoh Soal

1. Temukan median dari 14, 63 dan 55


Jawaban:

Urutkan dalam urutan naik: 14, 55, 63

Angka tengahnya adalah 55, jadi mediannya adalah 55.

2. Temukan median dari data berikut ini: 4, 17, 77, 25, 22, 23, 92, 82, 40, 24, 14, 12, 67, 23, 29
Jawaban:

Ketika kita memasukkan angka-angka itu dalam urutan yang kita miliki:

4, 12, 14, 17, 22, 23, 23, 24, 25, 29, 40, 67, 77, 82, 92,

Ada lima belas angka. Bagian tengah kita adalah angka kedelapan:

Nilai median dari kumpulan angka ini adalah 24.

3. Carilah nilai median dari data angka berikut ini : 5,6,7,6,7,8,7,8,9 ?


Jawab :

Langkah awal yaitu kita urutkan datanya dari yang terkecil sampai yang terbesar.

data : 5,6,7,6,7,8,7,8,9 diurutkan menjadi 5,6,6,7,7,7,8,8,9

Mencari Median atau nilai tengah

5,6,6,7,7,7,8,8,9

Median adalah nilai tengah setelah data diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar
jika banyaknya data ganjil maka ambil nilai tengah jika jumlah datanya genap maka
kita ambil dua nilai ditengah kemudian dibagi dua, dari soal diatas karena jumlah
datanya ganjil maka bisa kita ambil nilai tengahnya adalah 7, jadi nilai mediannya
adalah 7.

4. Sebuah buku kecil memiliki 12 halaman dengan jumlah kata sebagai berikut: 271, 354, 296,
301, 333, 326, 285, 298, 327, 316, 287 dan 314.
Berapa jumlah median kata per halaman?
Jawaban:

Urutkan nomor halaman terlebih dahulu: 271, 285, 287, 296, 298, 301, 314, 316, 326,
327, 333, 354
Ada dua angka di tengah: 301 dan 314

Rata-rata 301 dan 314 adalah (301 + 314) / 2 = 615/2 = 307.5

Jadi jumlah median kata adalah 307,5

Modus
(Mo) merupakan data yang paling sering muncul atau yang memiliki
frekuensi terbanyak. Unruk modus Data Tunggaldapat dirumuskan:

Contohnya sekumpulan
data : 2, 3, 4, 4, 5, 5, 5, 6, 7

Maka modusnya adalah 5


muncul 3 kali.

Sekumpulan
data : 2, 3, 3, 4, 4, 5, 5, 5, 6, 9

Maka modusnya adalah 5


yang muncul 3 kali.

Sekumpulan data : 2, 3, 5, 6, 7

Maka modusnya tidak ada.

Multimodal

Multimodal adalah jenis modus yang mempunyai nilai modus lebih dari dua.

Contoh soal:

Nilai pelajaran Bahasa Inggris dalam suatu kelas adalah sebagai berikut:

75, 85, 95, 65, 70, 75, 85, 95, 90, 75, 85, 95, 60, 75, 85, 95, 100.

Jawab:

Setelah diurutkan, urutan nilai ulangan Bahasa Inggris menjadi 60, 65, 70, 75, 75, 75, 75, 85,
85, 85, 85, 90, 95, 95, 95, 95, 100.

Dari data tersebut, terdapat tiga nilai terbanyak yang diperoleh siswa, yakni nilai 75, 85, dan
95 yang masing-masing didapatkan oleh empat siswa.
Oleh karena nilai modusnya lebih dari dua, maka disebut dengan multimodal, Adjarian.

Bimodus

Bimodal adalah jenis modus yang mempunyai nilai modus dua.

Contoh soal:

Nilai Matematika dari kelas 6B adalah 70, 85, 90, 70, 65, 90, 80, 70, 70, 90, 85, 90, 60, 75,
65, 85, 80.

Tentukan nilai modusnya!

Jawab:

Urutan nilai ulangan matematika kelas 6B adalah 60, 65, 65, 70, 70, 70, 70, 75, 80, 80, 85,
85, 85, 90, 90, 90, 90.

Berdasarkan data tersebut, terdapat dua nilai modus, yaitu nilai 70 dan 90 yang diperoleh oleh
masing-masing empat siswa sama banyak.

Oleh karena itu, data tersebut disebut dengan distribusi bimodal.

Data distribusi bimodal memiliki dua puncak nilai dengan frekuensi yang sama, Adjarian.

"Bimodus adalah modus yang mempunya nilai modus 2."


STRUKTUR DATA
(Metode Selection Sort)

NAMA :YOHANES CLODIO JEFRY SEGA

NIM :021190014

SEMESTER :DELAPAN(8)

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE


Metode Selection Sort

Algoritma selection sort merupakan pengurutan dengan konsep memilih elemen dengan nilai
paling rendah dan menukar elemen tersebut dengan elemen ke i. Nilai dari i dimulai dari 1 ke n, yang
dimana n merupakan jumlah total elemen dikurangi satu.

Analogi algoritma selection sort :

1. Memulai pengecekan data dari data ke 1 hingga data ke n.


2. Menentukan bilangan dengan index terkecil dari data pada bilangan tersebut.
3. Menukar bilangan index terkecil dengan bilangan pertama.
Begitu seterusnya hingga data berhasil diurutkan semuanya.

Selection Sort merupakan kombinasi antara sorting dan searcing.

Untuk setiap proses, akan dicari elemen elemen yang belum diurutkan yang memiliki nilai terkecil
atau terbesar akan diperlukan ke posisi yang tepat di dalam array. Misalnya untuk putaran pertama,
akan di cari data dengan nilai terkecil dan data ini akan ditempatkan di indeks terkecil (data[0], pada
putaran kedua akan dicari data kedua terkecil, dan akan ditempatkan di indeks kedua (data[1]).

Selama proses, perbandingan dan pengubahan hanya dilakukan pada indeks pembanding saja,
pertukaran data secara fisik terjadi pada akhir proses.
Algoritma & Penjelasan :
· Program ini digunakan untuk mengurutkan data dengan menggunakan metode Selection sort.
· Pada awalnya dibuat fungsi “void SelectionSort(int Array[], const int Size)” yang digunakan untuk proses
pengurutan data dengan metode selection sort. (tentang syntax akan dijelaskan di belakang).
· Masuk fungsi main, deklarasikan variabel
int NumList[8] = {5,34,32,25,75,42,22,2};
· Tampilkan judul dan data sebelum diurutkan. Kemudian panggil fungsi SelectionSort(NumList, 8); untuk
mengurutkan data.
for(int iii = 0; iii<8; iii++)
cout<<setw(3)<<NumList[iii]<<endl<<endl;

Setelah data diurutkan, kemudian tampilkan data yang sudah diurutkan dengan menggunakan syntax di
atas.

· Penjelasan syntax yang berada di dalam fungsi void SelectionSort(int Array[], const int Size) :

int i, j, kecil,temp;
for(i=0; i<Size;i++) //size = 8
{
kecil = i;
for(j=i+1; j<Size; j++ )
{
if (Array[kecil]>Array[j])
{
kecil = j;
}
}
temp = Array[i];
Array[i] = Array[kecil];
Array[kecil] = temp;
}
- Misalkan, untuk i = 0
for(i = 0; i < 8; i++)
{
kecil = 0;
for(j = i+1; j<8;j++)
{
if(array[0]>array[1])…(X)//kondisi tidak sesuai
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[2])…(X)
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[3])…(X)
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[4])…(X)
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[5])…(X)
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[6])…(X)
Increment j dan ulang!
if(array[0]>array[7]) //kondisi sesuai
{
kecil = 7;
}
}
//pertukaran nilai
temp = 5;
array[0] = 2 ;
array[7] = 5;
}
Urutan menjadi 2,34,32,25,75,42,22,5. Untuk proses pengurutan akan diulang terus sampai data benar-
benar urut.

Anda mungkin juga menyukai