Anda di halaman 1dari 5

Melihat dari Dekat Kelas Tari KBPW

Kudus adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang identik dengan kota religi
sekaligus industri. Sementara itu, di Lereng Muria yang membentang di tiga kabupaten: Jepara,
Kudus, Pati terdapat puluhan bahkan ratusan cerita rakyat secara sporadis yang bergerak kian
dinamis. Oleh karenanya, banyak cara pula untuk merawat nilai-nilai peninggalan leluhur dari
cerita rakyat yang ada.

Manusia pada dasarnya memiliki caranya masing-masing yang mewakili dirinya dalam
mengekspresikan suatu perasaan atau menyampaikan pesan baik dari personal maupun kolektif.
Tari adalah salah satunya. Mengingat seni tari sendiri sudah ada sejak era primitif yakni circa
20.000 SM hingga 400, dan disusul era Hindu Buddha, Era Islam, era penjajahan, era setelah
merdeka, dan sekarang era Tiktok.

Tari masih menjadi agenda krusial sebagai sarana diplomasi yang melepas sekat-sekat
antarbudaya. Sebagai salah satu bentuk yang dapat dilihat dan dirasakan, tari memiliki bahasa yang
universal. Dengan energi kesenian tari yang memadai, tari dapat menjadi sarana untuk membentuk
karakter dan mengolah rasa para pelakunya. Hal tersebut disampaikan Nur Rini selaku koreografer
KBPW Perfomance Art.

Kelas tari tersebut dimulai Desember 2022 lalu dengan sutardara dan penggagasnya Ulul Azmi atau
yang akrab disapa Citul, sementara koreografer yang dipercaya dalam project perdana KBPW yakni
Nur Rini selaku penari kawakan Kota Kretek. Nur Rini sendiri memiliki sanggar …. yang bangkit
sejak tahun 2013. Sudah puluhan tema dan jenis tari sendra yang digarap, seperti tari rebo
wekasan, jenang tebokan, pencu songo rogo moyo, tari siwur, tari gusjigang dan pesona tari menara
di antaranya berkesempatan mewakili Kudus berangkat ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Program kelas tari sendiri berlangsung tiga bulan dengan satu garapan tari yang puncaknya
dipentaskan, setelah itu memulai lagi dari awal dengan garapan tari yang berbeda. Nur Rini
menjelaskan tahap-tahap kelas tari dari awal sampai pementasan, di mana pada bulan pertama
(Januari) peserta kelas tari melakukan perkenalan dasar dan materi, bulan kedua (Februari)
penyelesaian materi dan ketiga yakni finishing atau penghalusan seperti pengenalan pola lantai,
property, serta kesiapan layak tampil. Dalam tari banyu ngecis durasi pentas diprakirkan 10 menit.
Rini sendiri merasa tertantang karena menggarapa tari yang merupakan respon dari cerita
rakyat Belik Ngecis yang berasal dari Desa Piji, Kecamatan Dawe, di mana Belik Ngecis tersebut
adalah mata air peninggalan Sunan Muria. Karena baginya, dengan tari sendiri sudah memiliki
banyak manfaat seperti menambah kepekaan rasa, menumbuhkan empati. Ditambah dengan
menggarap tari yang berangkat dari cerita rakyat yang ada, sehingga cukup bermanfaat bagi
generasi mendatang selain merawat nilai-nilai luhur juga menjaga supaya budaya tidak hilang.

“Pasalnya, kita itu kelewat sering diajari berlogika, sehingga mengabaikan rasa. Padahala EQ tak
kalah penting ketimbang IQ. Seni tari mendukung hal itu,” pungkas Rini.

Di waktu yang sama, Citul selaku sutradara sekaligus koordinator program kelas tari KBPW
mengungkapkan tujuan dan mengapa mesti ada kelas tari. Berikut percakapan tim redaksi
dengannya:

Kelas tari sudah mulai sejak kapan, sasarannya siapa dan gimana rencana kedepannya?

Sejak 1 Desember 2022. Sasaran kami anak-anak. Rencananya setiap satu project tari selama tiga
bulan. Setelah itu, pembukaan peserta kelas baru lagi dengan project tari yang berbeda tetapi tetap
mengangkat cerita rakyat yang ada di Lereng Muria ini.

Setelah tiga bulan berjalan, bagaimana perkembangan peserta kelas tari yang didominasi
anak-anak?

Bloking, properti, dan tempat pementasan sudah siap. Tinggal berkolaborasi dengan warga dan
mematangkan pementasan nanti. Sebelum pementasan, ada ujian penilaian.

Apa output dari kelas tari ini?

Selain koreo tari, bakal ada zine, katalog, video dokumenter. Ya, syukur-syukur bisa di hak ciptakan
nantinya.

Dari sekian banyak cerita rakyat yang ada di Kudus, kenapa memilih Banyu Ngecis. Dan apa
relevansinya bagi anak-anak?

Pertama, karena cerita rakyat itu berasal dari tempat kelahiran kami, jadi kami menggarap apa
yang paling dekat. Kedua, supaya orang-orang atau anak-anak tau cerita ‘oh, ternyata di Desa Piji
ada mata air peninggalan Sunan Muria’. Kalau soal relevansi dengan anak, saya percaya setiap
cerita rakyat mengandung nilai-nilai budi pekerti yang baik buat generasi hari ini dan yang akan
datang. Dalam konteks banyu ngecis ini, anak-anak bisa belajar bagaimana cara bertenggang rasa,
gotong royong, dan merawat lingkungan yang ada di sekitar, dengan lingkungan yang terjaga kita
tidak pernah kesulitan sumber air. Dalam tari banyu ngecis anak-anak kan jadi tahu, gimana
rasanya kalau kita kesulitan dapat air.

Itu juga salah satu tujuan kenapa sasaran kelas tari ini anak-anak, ‘karena sebagai generasi
yang akan datang sehingga perjalanan mereka masih panjang dan apa yang mereka lakukan
hari ini dapat menjadi bekalnya nanti’, betul?

Yuhhu.

Memangnya apa saja manfaat buat peserta kelas tari dan Kudus sendiri?

Membuat tubuh anak menjadi sehat atau wiraga. Kemudian melatih rasa anak (wirasa) dan
wirama. Mendekatkan anak dengan hal-hal yang ada di sekitarnya. Manfaat lebih luasnya bisa
berkontribusi terhadap perkembangan tari di Kabupaten Kudus.

Harapan dengan adanya kelas tari?

Dapat menjadi wadah baik bagi anak-anak dan lintas usia. Karena memang peserta kelas tari ini
dari SD sampai orang tua. Menjadi pusat pelatihan tari dengan minat dan latar belakang pesertanya
yang beragam. Karena sampai saat ini, di Muria belum ada kelas yang sifatnya universal atau
menampung siapa saja. Kalau ini bisa bertumbuh dan berlanjut, pasti menjadi menarik. Terlebih
menurutku, tari yang mengangkat kearifan lokal memang perlu digalakkan.

Oke. Harapan yang cukup panjang dan lumayan keren kami kira.

Hehe. Saya pamit ke toilet dulu, ya.

Sebentar. Ini terakhir, pertanyaan sederhana tapi sangat penting bagi kami.
Peserta paling kecil kelas berapa dan memerankan apa dalam tari banyu ngecis ini?

*Citul tersenyum lebar sekalilgus kesal*


Kelas 4 SD, namanya Disa. Gadis cilik ini berperan menjadi ikan.

Hahaha, pasti seru. Gimana gerakan dan proses latihan Disa?

Tanya sama Disa-nya aja langsung. (Tanpa pamit, Citul buru-buru ke toilet).

Karena Disa sedang fokus berlatih. Kami memutuskan menarik salah satu warga lainnya yang
terlibat dalam proses tari banyu ngecis, ia adalah guru sekaligus bapack-bapack funny dari Dukuh
Piji Wetan.

Dalam proses tari banyu ngecis ini, bapak berperan menjadi apa dan gimana
gerakannya?

Saya berperan jadi Sunan Muria. Hehe. Gerakannya mencanpakan tongkat yang kemudian
muncul air di situ. Alur ceritanya sudah tahu kan, ya.

Ya, Pak. Sudah. Gimana pak kesan ikut kelas tari?

Luar biasa senang ikut kelas ini. Karena bisa main sama murid saya satu panggung dan
warga lainnya. Yang bikin menarik yang berpartisipasi lintas usia. Saya jadi kembali
merasa muda.

Memangnya bapak sudah tua? Umur berapa?

Ya, masih muda sih. Umurnya silahkan dikira-kira. Hehe.

Kayaknya umur 65, haha. Lanjut aja ya pak, sebagai warga gimana tanggapan Pak
Eko dengan adanya kelas tari ini?

Ngawur, ketuaan itu. Ya, sebagai warga, saya sangat mendukung mengingat tari bagian dari
kebudayaan. Selain itu, tari juga mengajarkan banyak hal, seperti kesabaran untuk bisa
menguasai setiap gerakan. Lalu kedisiplinan, serta keoptimalan bagian tubuh karena
melatih kekuatan dan kelenturan. Yang tidak kalah penting melestarikan kebudayaan.

Kendala apa pak sejauh proses panjenengan selain encok-encok barangkali?

Hahahaa. Ya namanya juga sudah bapak-bapak. Karena lintas usia hambatan mungkin
sejauh ini waktu dan kemampuan, kan bapak-bapak lainnya dan ibu-ibu memiliki
kesibukkan yang lebih intens dibandingkan anak-anak ya, jadi untuk menyesuaikan latiha
kadang agak sulit. Tetapi Alhamdulillah, saya kira kami yang tua-tua ini bisa mengatasinya
dengan kesabaran dan ketelatenan.

Mantap.
Harapan Pak Eko buat kelas tari dan warga Piji apa?

Harapan saya banyak, kalau kamu tulis mungkin bisa setebal UUD 45. Hehehe. Tapi yang
terpenting bagi saya, semoga kebudayaan tari ini lestari di kalangan generasi saat ini dan
mendatang, mengingat lambat laun kebudayaan ditinggalkan apalagi era yang seperti
sekarang ini. Dengan adanya kelas tari ini semoga bisa memberikan hal yang bermanfaat
dan pengalaman baru bagi mereka. Untuk warga Desa Piji, semoga lebih kompak dan
makin guyub.

Anda mungkin juga menyukai