Anda di halaman 1dari 8

Nama : M Daffa Sulthan A

NIM : 20808141119

Evaluasi dan Pengendalian


A. Model Manajemen Strategis
Proses pengendalian bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan mencapai
apa yang telah ditetapkan sebagai target pencapaian. Proses ini melibatkan
perbandingan antara kinerja aktual dengan hasil yang diinginkan, serta memberikan
umpan balik yang penting bagi manajemen dalam mengevaluasi hasil yang telah
dicapai dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
B. Evaluasi dan Pengendalian dalam Manajemen Strategis
Model manajemen strategis yang ada di setiap bab menunjukkan bagaimana
evaluasi dan kontrol menjadi umpan balik dan terasimilasi ke dalam seluruh proses
manajemen. Informasi-informasi tertentu berisi data kinerja dan laporan aktivitas. Jika
kinerja yang tidak diinginkan merupakan hasil dari penggunaan yang tidak tepat dari
sebuah proses manajemen strategis, maka para manajer operasional harus segera
mengetahui hal tersebut. Mereka kemudian dapat memperbaiki aktivitas para
karyawannya tanpa harus melibatkan manajemen puncak.
P. Lorange, M. F. S. Morton, dan S. Goshal, dalam buku mereka mengenai
pengendalian strategis, mengidentifikasi tiga jenis pengendalian. Pengendalian
strategis berhubungan dengan arah strategis dasar perusahaan di dalam hubungannya
dengan lingkungan perusahaan. Pengendalian taktis, sebaliknya, berhubungan
terutama dengan pelaksanaan perencanaan strategis. Pengendalian operasional
berhubungan dengan berbagai akitivitas jangka pendek (hari ini sampai enam bulan ke
depan) dan memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan pada saat ini untuk dapat
mencapai kesuksesan, baik dalam waktu dekat maupun dalam jangka panjang ke depan.
C. Mengukur Kinerja
Pengukuran-pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja tergantung pada
bagaimana unit organisasi akan dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai. Beberapa
ukuran, seperti return on investment (ROI), adalah ukuran yang baik untuk
mengevaluasi kemampuan perusahaan atau divisi dalam mencapai sasaran
profitabilitas. Namun demikian, pengukuran seperti itu memiliki keterbatasan dalam
mengukur sasaran perusahaan lainnya seperti tanggung jawab sosial perusahaan atau
pengembangan karyawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan ukuran-
ukuran yang dapat memprediksi kemungkinan profitabilitas. Upaya tersebut dapat
dikatakan sebagai steering atau feed-forward control karena ukuran-ukuran tersebut
akan menilai variabel-variabel yang mempengaruhi profitabilitas masa yang akan
datang. Salah satu contoh jenis pengendalian ini adalah penggunaan control chart dalam
Statitistical Process Control (SPC). Dalam SPC, para pekerja dan manajer berusaha
memperhatikan gambar dan grafik yang merinci kualitas dan produktivitas setiap
harinya.
Para manajer dapat menetapkan berbagai pengendalian untuk tetap mem-
fokuskan diri mereka baik dalam aktivitas yang menghasilkan kinerja (perilaku) atau
dalam hasil aktual kinerja (output). Pengendalian terhadap perilaku menunjukkan
bagaimana sesuatu harus dilakukan melalui serangkaian kebijakan, aturan, prosedur
standar operasi, dan perintah dari atasan. Pengendalian terhadap output menunjukkan
apa yang harus dicapai dengan memfokuskan pada hasil akhir perilaku tertentu melalui
penggunaan sasaran dan target kinerja atau tonggak peristiwa penting.

1. Mengukur Kinerja Perusahaan


Pengukuran yang paling umum digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan
(dalam hal laba yang diperoleh) adalah ROI. ROI secara sederhana adalah hasil bagi
antara pendapatan bersih sebelum pajak dengan total aktiva. Walaupun ROI
memberikan kesan ketepatan dan obyektifitas, ROI dapat dengan mudah pula
dimanipulasi.
Keunggulan dan Keterbatasan Penggunaan ROI sebagai Alat Ukur Kinerja
Perusahaan
a. Keunggulan
• ROI merupakan gambaran tunggal keseluruhan yang dipengaruhi oleh
segala sesuatu yang telah terjadi.
• ROI mengukur sebeapa baik seorang manajer divisi menggunakan
aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba.
• ROI merupakan satuan umum yang dapat diperbandingkan dengan
banyak entitas bisnis lainnya.
• ROI menyediakan sebuah insentif untuk menggunakan aktiva yang ada
dengan efisien.
• ROI memberikan sebuah insentif untuk memperoleh aktiva baru hanya
bila penggunaan aktiva tersebut akan meningkatkan return yang
diinginkan.
b. Keterbatasan
• ROI sangat sensitif terhadap kebijakan penyusutan yang digunakan.
• ROI sensitif terhadap nilai buku.
• Di banyak perusahaan yang menggunakan ROI, satu divisi menjual
kepada divisi lainnya.
• Jika sebuah divisi beroperasi dalam industri yang memiliki kondisi yang
menguntungkan dan sementara divisi yang lain beroperasi dalam
kondisi yang kurang menguntungkan, divisi yang berada dalam kondisi
industri yang menguntungkan otomatis akan "terlihat lebih baik dari
divisi yang lain.
• Rentang waktu penilaian yang tersedia sangat pendek.
• Daur hidup bisnis sangat mempengaruhi kinerja ROI, seringkali
mengabaikan kinerja manajerial yang ada.
2. Ukuran-ukuran yang Digunakan terhadap Para Stakeholder
Setiap stakeholder (para pemegang kepentingan) memiliki kriteria tersendiri
untuk menentukan seberapa baik kinerja yang dihasilkan oleh sebuah per- usahaan.
Kriteria-kriteria tersebut biasanya berhubungan dengan dampak langsung maupun
tidak langsung aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan terhadap kepentingan
stakeholder.
3. Mengukur Nilai Tambah (Value-Added)
Nilai tambah (value-added) adalah selisih penjualan dan biaya yang dikeluarkan
untuk bahan baku dan pembelian material pendukung. Return on value added
(ROVA) adalah salah satu alat ukur yang membagi laba bersih sebelum pajak
dengan nilai tambah dan mengubah hasil yang diperoleh ke dalam bentuk
persentase. Di Amerika Serikat, nilai tambah tidak dapat dihitung berdasarkan
laporan keuangan tradisional karena alokasi biaya tenaga kerja, biaya tidak
langsung, dan biaya overhead dimasukkan ke dalam total harga pokok barang yang
diproduksi. Namun demikian, para ahli dalam masalah ini berpendapat bahwa
dengan menggabungkan pengukuran nilai tambah dengan pengukuran tradisional
kinerja perusahaan, diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan realistis tentang
kinerja sebuah perusahaan.
4. Menilai Pemegang Saham
Berdasarkan argumen bahwa tujuan perusahaan adalah meningkatkan
kesejahteraan para pemegang sahamnya, maka analisis nilai pemegang saham
berpusat pada arus kas sebagai alat ukur utama terhadap kinerja. Nilai sebuah
perusahaan karena itu adalah nilai diskonto arus kasnya terhadap nilai sekarangnya,
dengan menggunakan biaya modal sebagai tingkat diskontonya. Sehingga jika
pengembalian yang dihasilkan sebuah bisnis melebihi biaya modalnya, bisnis
tersebut akan menciptakan nilai dan dianggap berharga lebih dari modal yang
diinvestasikan ke dalamnya. Nilai tambah ekonomis (economic value-added/EVA)
menjadi metode nilai pemegang saham yang begitu populer dalam mengukur
kinerja perusahaan dan divisi dan pada akhirnya menggantikan ROI sebagai standar
pengukuran kinerja.
5. Evaluasi Terhadap Manajemen Puncak
Dewan komisaris seharusnya mengevaluasi manajemen puncak tidak hanya
pada ukuran kuantitatif yang berorientasi pada output, tetapi juga pada ukuran-
ukuran perilaku faktor-faktor yang berkaitan dengan praktik-praktik manajernen
strategis. Sayangnya, jumlah perusahaan yang secara sistematis mengevaluasi
kinerja para CEO-nya kurang dari 30 persen. Pengukuran-pengukuran khusus yang
digunakan oleh dewan komisaris untuk mengevaluasi manajemen puncaknya,
seharusnya didasarkan pada sasaran-sasaran yang sebelumnya telah disetujui
bersama oleh kedua belah pihak.
6. Pemeriksaan Manajemen
Pemeriksaan manajemen telah dikembangkan untuk mengevaluasi berbagai
aktivitas, seperti tanggung jawab sosial perusahaan, wilayah-wilayah fungsional
seperti depar- temen pemasaran, dan pada divisi seperti dalam divisi internasional -
dan untuk memeriksa perusahaan sendiri seperti pemeriksaan terhadap strategi yang
diambil.
7. Mengukur Kinerja Divisional dan Fungsional
Perusahaan-perusahaan menggunakan berbagai teknik untuk mengevaluasi dan
mengawasi kinerja dalam divisi, SBU, dan wilayah-wilayah fungsionalnya. Jika
perusahaan diorganisasi oleh SBU atau divisi, perusahaan tersebut akan
menggunakan banyak pengukuran kinerja yang sama (misal ROI atau EVA) yang
akan digunakan oleh perusahaan untuk menilai keseluruhan kinerja perusahaan.
Perusahaan juga dapat menggunakan alat ukur fungsional pada umumnya seperti
pangsa pasar dan penjualan per karyawan (pemasaran), biaya tiap unit dan
persentase produk cacat (proses operasi), persentase penjualan produk baru dan
jumlah paten yang diperoleh (R&D), dan keluar masuk dan kepuasan kerja para
karyawan (HRM).
8. Pengendalian dan Strategi Unit Bisnis
Strategi yang dipilih oleh SBU harus dapat mempengaruhi jenis pengendalian
yang dipilih pula. Penelitian yang dilakukan oleh Govindarajan dan Fisher
menunjukkan bahwa SBU berkinerja tinggi yang mengambil strategi kepemim-
pinan biaya yang kompetitif cenderung menggunakan output-output dari
pengendalian, seperti komisi langsung atau komisi berdasarkan jumlah yang terjual.
Sebaliknya, SBU berkinerja tinggi yang mengambil strategi diferen- sisi yang
kompetitif cenderung menggunakan pengendalian perilaku, seperti kompensasi
gaji.
9. Pusat-pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban adalah unit yang dapat dievaluasi terpisah dari unit
perusahaan lainnya. Setiap pusat pertanggungjawaban dipimpin oleh seorang
manajer yang bertanggung jawab atas kinerja unit tersebut, memiliki anggaran
sendiri, dan dievaluasi berdasarkan penggunaan sumber daya pada anggarannya.
Ada lima jenis utama pusat pertanggunjawaban.
a. Pusat Biaya Standar: Terutama digunakan dalam fasilitas-fasilitas manufaktur,
biaya-biaya standar (atau perkiraan) dihitung untuk setiap operasi berdasarkan
data historis.
b. Pusat Pendapatan: Produksi, biasanya dalam bentuk unit produksi atau
penjualan dalam dollar, diukur tanpa memperhatikan biaya sumber daya (misal-
nya gaji).
c. Pusat Pengeluaran: Pusat pengeluaran ini biasanya berasal dari departemen-
depar-temen yang bersifat administratif, pelayanan, dan penelitian. Pusat
pertanggung-jawaban jenis ini memang membebani pendapatan organisasi,
namun mem-berikan kontribusi terhadap pendapatan yang diterima secara tidak
langsung.
d. Pusat Laba: Pada pusat pertanggungjawaban ini kinerja diukur berdasar- kan
selisih antara pendapatan (yang diukur dalam produksi) dan pengeluaran (yang
diukur dalam pemakaian sumber daya).
e. Pusat Investasi: Kinerja pusat investasi diukur berdasarkan selisih antara
penggunaan sumber daya dan produk atau jasa yang dihasilkan. Ukuran kinerja
pusat investasi yang paling banyak digunakan adalah ROI. Kinerja pusat
investasi dapat pula diukur berdasarkan kontribusinya terhadap nilai pemegang
saham melalui penggunaan nilai tambah ekonomis (economic value-added).
10. Banchmarking
Menurut Xerox Company, perusahaan yang mempelopori konsep ini di Amerika
Serikat, benchmarking atau patok duga adalah "proses berkelanjutan dalam
mengukur produk, jasa layanan, dan praktik-praktik bisnis terhadap pesaing yang
paling tangguh atau pada perusahaan-perusahaan yang diakui sebagai pemimpin
dalam industrinya. patok duga didasarkan pada konsep bahwa menemukan kembali
sesuatu yang sedang digunakan oleh orang lain adalah hal yang tidak masuk akal.
Proses patok duga terdiri dari langkah-langkah berikut ini.
• Identifikasi wilayah atau proses yang akan diuji.
• Temukan alat ukur terhadap perilaku dan output yang dihasilkan oleh proses
dan dapatkan cara pengukurannya.
• Pilih sekelompok pesaing dan perusahaan yang terbaik dalam kelasnya yang
dapat diakses untuk di-patok duga.
• Hitung perbedaan yang terjadi antara pengukuran kinerja perusahaan
dengan perusahaan-perusahaan yang mampu mencapai yang terbaik dalam
kelasnya. Tentukan mengapa ada perbedaan tersebut.
• Kembangkan program-program taktis untuk menutup kesenjangan kinerja
tersebut.
• Implementasi program-program tersebut, ukur hasil yang diperoleh, dan
bandingkan hasilnya dengan perusahaan-perusahaan yang terbaik dalam
kelasnya.

D. Sistem Informasi Strategis


Sistem informasi strategis berbasis komputer ataupun manual, formal atau
informal - dapat melakukan fungsi tersebut dengan memberikan layanan informasi
yang dibutuhkan oleh manajemen puncak. salah satu kunci sukses Toys 'R' Us adalah
kemampuan pihak manajemen untuk menggunakan canggihnya sistem informasi
perusahaan untuk mengontrol keputusan-keputusan pembelian,
Faktor-faktor penting kesuksesan (critical success factors/CSF) adalah berbagai hal
yang harus berjalan dengan baik untuk menjamin kesuksesan sebuah perusahaan. CSF
memberikan titik awal untuk mengembangkan satu sistem informasi. Sistem informasi
tertentu akan menunjukkan dengan tepat wilayah-wilayah penting yang menuntut
perhatian seorang manajer.
Pada tingkat divisional atau SBU, sistem informasi harus mampu mendukung,
memperkuat, atau memperluas strategi tingkat unit bisnis dengan satu komponen
pendukung keputusan."5 SBU yang menggunakan strategi yang menekankan
kepemimpinan biaya pada seluruh aspek, dapat menggunakan sistem informasinya
untuk membantu mengurangi biaya baik itu melalui pening katan produktivitas atau
melalui penggunaan sumber-sumber daya lainnya. seperti persediaan atau mesin-mesin
lainnya.
E. Berbagai Masalah dalam Mengukur Kinerja
Minimnya sasaran-sasaran yang dapat diukur atau tidak adanya standar kinerja
dan tidak mampunya sistem informasi untuk memberikan hasil tepat pada waktunya,
serta tidak validnya informasi yang diberikan, adalah dua hal nyata dalam masalah
pengendalian. Jika tidak ada sasaran dan pengukuran yang tepat waktu, maka
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan operasional menjadi sangat sulit untuk
dilakukan, atau dengan kata lain membuat strategi berjalan sendirian. Perilaku yang
berlebihan dalam pemantauan dan pengukuran kinerja dapat menimbulkan efek
samping yang mengganggu keseluruhan kinerja perusahaan. Di antara efek samping
negatif yang paling sering muncul adalah orientasi jangka pendek dan perubahan
tujuan.
1. Orientasi Jangka Pendek
Hodgetts dan Wortman menyatakan bahwa para eksekutif tidak melakukan
evaluasi jangka panjang karena mereka: (1) mungkin tidak menyadari kepentingan-
kepentingan yang harus diperhatikan, (2) mempercayai bahwa pertimbangan-
pertimbangan jangka pendek lebih penting dibanding pertimbangan-pertimbangan
jangka panjang, (3) mungkin secara pri- badi tidak mengevaluasinya berdasarkan
pertimbangan jangka panjang, (4) mungkin tidak memiliki waktu untuk melakukan
evaluasi jangka panjang. Jika para eksekutif menyadari arti penting evaluasi jangka
panjang, maka mereka akan menyisihkan waktu untuk melakukannya.
2. Perubahan Tujuan
Perubahan tujuan adalah kebingungan yang muncul akibat buruknya hasil akhir
dan terjadi ketika aktivitas-aktivitas yang pada awalnya dimaksudkan untuk
membantu para manajer mencapai sasaran perusahaan, justru tidak berhasil
dilaksanakan atau diadaptasi untuk memenuhi hasil akhir lainnya yang berbeda dari
tujuan semula. Dua jenis perubahan tujuan adalah substitusi perilaku dan
suboptimisasi.
3. Substitusi Perilaku
Dalam hal ini Para manajer cenderung lebih memfokuskan perhatian mereka
pada perilaku- perilaku tertentu yang jelas dapat diukur daripada yang tidak. Orang-
orang yang rasional cenderung akan bekerja untuk penghargaan yang seharusnya
diberikan oleh sistem. Oleh karena itu, para pekerja akan cenderung mengubah
perilaku yang diakui dan dihargai dengan perilaku- perilaku yang tidak diinginkan,
apabila tidak ada penghargaan atas kontribusi mereka pada pencapaian tujuan
organisasi.
4. Suboptimisasi
Jika sebuah divisi atau unit fungsional memandang dirinya sebagai entitas
terpisah, ia mungkin menolak untuk bekerja sama dengan unit atau divisi lainnya
jika dalam beberapa cara kerja sama itu dapat berpengaruh negatif terhadap evaluasi
kinerja unit tersebut. Persaingan antar divisi untuk mencapai ROI yang tinggi dapat
memicu terjadinya penolakan pada salah satu divisi untuk membagi teknologi
barunya atau peningkatan proses kerja yang dimilikinya. Usaha suatu divisi untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan-tujuannya dapat menyebabkan divisi lainnya
jauh tertinggal, dan akhirnya secara negatif mempengaruhi keseluruhan kinerja
perusahaan.
F. Pedoman untuk Melakukan Pengendalian yang Tepat
Beberapa pedoman berikut ini direkomendasikan untuk melakukan pengendalian
yang tepat.
1. Pengendalian yang dilakukan hanya melibatkan sejumlah kecil informasi yang
diperlukan untuk memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai suatu
kejadian. Terlalu banyak pengendalian yang dilakukan hanya menciptakan
kebingungan.
2. Pengendalian tersebut hanya memantau aktivitas dan hasil yang memiliki arti cukup
penting, dengan mengesampingkan kesulitan- kesulitan pengukuran yang mungkin
muncul.
3. Pengendalian harus tepat pada waktunya sehingga dapat diambil tindakan
perbaikan sebelum terlambat.
4. Pengendalian jangka panjang harus dilakukan seperti halnya pengendalian jangka
pendek karena penekanan yang hanya pada pengukuran-pengukuran jangka pendek
hampir dapat dipastikan akan mengarah kepada orientasi manajerial jangka pendek.
5. Pengendalian harus menunjukkan kekecualian dengan tepat, yaitu hanya
memperhatikan aktivitas atau hasil yang gagal di luar batas toleransi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
6. Pengendalian harus digunakan untuk memenuhi penghargaan yang akan diberikan
atau melebihi standar yang telah ditetapkan, bukan untuk meng-hukum kegagalan
dalam mencapai standar yang ada.
Hal yang mengejutkan adalah perusahaan-perusahaan dengan pengelolaan terbaik
pun sering kali memiliki sedikit pengendalian sasaran yang formal. Mereka hanya
memfokuskan pada pengukuran faktor-faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan
dan mengawasi faktor-faktor lainnya karena budaya perusahaan.
G. Manajemen Insentif Strategis
Untuk menjamin kesesuaian antara kebutuhan perusahaan secara keseluruhan
dan kebutuhan para karyawannya sebagai individu, pihak manajemen dan dewan
komisaris harus mengembangkan progam insentif yang menghargai kinerja yang
diinginkan. Penelitian mendukung kebijakan konvesional tersebut, yaitu bila gaji yang
diberikan sesuai dengan kinerja yang dihasilkan, hal tersebut akan memotivasi
produktivitas yang lebih besar, dan besar pengaruhnya terhadap tingkat absensi dan
kualitas kerja.
Rencana-rencana insentif yang akan diberikan dalam berbagai cara harus terkait
dengan strategi yang diambil oleh perusahaan atau divisi. Tiga pendekatan berikut ini
didesain untuk membantu mendapatkan kesesuaian antara pengukuran dan
penghargaan yang diberikan, dengan sasaran strategis yang jelas dan kerangka waktu
yang tepat."
1. Metode faktor-tertimbang: Metode ini sangat sesuai khususnya pada pengukuran
dan pemberian penghargaan terhadap kinerja manajer puncak SBU dan eksekutif
tingkat kelompok unit bisnis ketika faktor-faktor kinerja yang diukur dan
kepentingan tiap faktor berbeda dari satu SBU dengan SBU lainnya.
2. Metode evaluasi jangka panjang: Metode ini memberikan kompensasi kepada
para manajer untuk upaya mereka mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
untuk sebuah periode beberapa tahun ke depan. Seorang eksekutif dapat dijanjikan
untuk mendapatkan sejumlah saham perusahaan atau sejumlah "unit kinerja" (yang
dapat diubah bentuknya dalam bentuk uang) yang didasarkan pada kinerja jangka
panjang yang dihasilkannya.
3. Metode dana strategis: Metode ini mendorong para eksekutif untuk mem-
perhatikan biaya pengembangan yang berbeda dengan biaya operasi saat ini.
Laporan akuntansi pada sebuah unit perusahaan memasukkan dana strategis sebagai
bagian yang terpisah di bawah ROI saat ini. Membedakan antara dana yang dipakai
untuk menghasilkan pendapatan saat ini dan dana yang diinvestasikan pada sebuah
bisnis di masa yang akan datang, merupakan hal yang mungkin untuk dilakukan.

Menurut P. J. Stonich, "Cara efektif untuk mencapai hasil strategis yang diingin-
kan melalui sistem penghargaan adalah dengan mengkombinasikan pendekatan faktor-
tertimbang, evaluasi jangka panjang, dan dana strategis." Untuk melakukannya,
pertama, pisahkan dana strategis dari dana jangka pendek,- seperti yang dilakukan
dalam metode dana strategis. Kedua, kembangkan gambar faktor-tertimbang untuk
setiap SBU. Ketiga, ukur kinerja berdasarkan laba sebelum pajak yang ditunjukkan oleh
pendekatan dana strategis, faktor- tertim-bang, dan evaluasi jangka panjang terhadap
kinerja SBU dan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai