Anda di halaman 1dari 8

MATERI BTCLS

I. ACUTE CORONARY SYNDROM


A. PENGERTIAN

Acute Coronary Syndrom merupakan Syndrom klinis yang terdiri dari ST Segmen
Elevation myocardial Infarction ( STEMI ) dan Non ST Segmen Elevation Acute
Coronary Syndrome ( NSTE- ACS ) serta Unstable Angina Pectoris ( UAP ).

B. PATOFISIOLOGI ACS

Mekanisme utama ACS adalah proses Thrombosis akut akibat rupturnya plak
Aterosklerosis, yang menyebabkan sumbatan mendadak aliran darah Coroner.

Jika sumbatan menyebabkan Oklusi Total Arteri Coroner ( sumbatan 100% ), maka
pasien mengalami STEMI. Pada STEMI akan dijumpai gambaran EKG 12 lead berupa
Elevasi Segmen ST di dua atau lebih sandapan yang menghadap arah jantung.

Jika sumbatannya Non Oklusi ( tidak 100% ), maka disebut dengan NSTE-ACS, pada
rekaman EKG 12 Lead tidak ditemukan Segment ST Elevasi.

Berdasarkan WHO, Trias ACS ditegakkan minimal 2 dari 3 kriteria

 Nyeri dada khas > 20 menit.


 Evolusi EKG, ST elevasi, Q patologis, hiperakut T.
 Peningkatan enzim-enzim jantung.
C. TATA LAKSANA AWAL PASIEN ACS
 Bedrest .
 Oksigen 4 L/menit ( SPO2 dipertahankan > 90 % ).
 Nitrat ISDN 5 mg Sublingual ( dapat diulang 3 kali selang 15 menit) lalu
diberikan per drip bila masih nyeri dada dengan dosis awal 5 mcg/menit, dapat
dititrasi 2-3 menit (dosis maksimal 200-300 mcg/menit). Hentikan pemberian
jika terjadi hipotensi dimana tekanan darah sistolik < 90 mmHg.
 Aspirin ( Asam Salisilat ) 160-320 mg ( dikunyah).
 Morfin intravena (2,5-5 mg ) bila nyeri dada tdak teratasi dengan nitrat.
 Clopidrogel dosis loading 300 mg per oral.
D. PENGELOLAAN LANJUTAN PASIEN ACS
Intervensi Diagnostik pada STEMI Onset < 12 jam, tujuan Utama REFERFUSI
SEGERA, terapi Fibrinolitik ( Reperfusi Farmakologis )→ Door to needle time < 30
menit. PPCI/ PRIMARY PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION
( Reperfusi Mekanik ) → Door to baloon Target 90 menit atau < 90 menit.
II. AIRWAY & BREATHING MANAGEMENT
A. AIRWAY
Gangguan Airway ada 2 yaitu Total ( makanan, minuman, benda asing
lainnya), yang kedua Partial ( Snoring, gurgling, Stridor). Tanda dan gejala
sumbatan total jalan nafas,
 Mendadak tidak bisa berbicara, batuk dan sulit bernafas.
 Berontak sambil memegangi leher.
 Mendadak tidak sadar.
Penanganan pada penderita sadar Dewasa Dan Anak dengan Heimlich
Maneuver atau Abdominal Trust, pada orang gemuk atau ibu hamil dengan
Chest Thrust, pada bayi dengan Choking Baby ( back slaps 5x dan Chest
Thrust 5x ).
Pada pasien tak sadar yang terdapat gurgling dilakukan suctioning → Log
Roll. Pasien tak sadar dengan snoring dilakukan tindakan mengangkat Lidah
dengan OPA.
B. BREATHING
Oksigenasi dilakukan jika bernapas spontan namun pernapasan tidak adekuat,
SPO2 < normal, sedangkan ventilasi dilakukan jika tidak ada napas spontan
atau pernapasan terlalu dangkal. Tujuan dari oksigenasi atau ventilasi adalah
tercukupinya Oksigen sel dan jaringan.
Alat pemberian Oksigen diantaranya
 Nasal kanul, Flow rate 1- 6 liter/menit
 Simple Mask, Flow Rate 6 – 8 liter/menit.
 Rebreathing Mask, Flow Rate 8 – 12 liter/menit.
 Non Rebreathing Mask 10 – 15 liter/menit.
 HFNC ( High Flow Nasal Canul ), Flow Rate 10 – 60 liter/menit.

Oksigenasi NRM 10 L/ menit target SPO2 ≥ 95% pada kasus Trauma, pada
kasus Cardiac Nasal Kanul 4 L/menit Bila SPO2 < 94 %.

III. ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Kode Etik digunakan sebagai pedoman perilaku. Aturan yang berlaku untuk
seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat. Keyakinan
yang mengungkapkan kepedulian moral, nilai dan tujuan keperawatan. Bertujuan
untuk memberikan alasan/dasar terhadap pengambilan keputusan yang
menyangkut masalah etika. Kode Etik Keperawatan Indonesia, perawat dan klien,
perawat dan praktik, perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, perawat
dan profesi. Landasan Etik/ Moral Praktik Perawat adalah Otonomi, Beneficience,
Fidelity, Veracity, Non Maleficience, Confidenciality. Aspek Hukum Gadar di
Indonesia
1. UUD 45.
2. UU RI No 36 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU RI No 38 2014 tentang Keperawatan.
4. UU No 36 2009 tentang Kesehatan.
5. UU No 29 2004 tentang Praktik Dokter.
6. Permenkes No 512/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran.
7. Permenkes No 47/2018 tentang Pelayanan GADAR.
8. Permenkes 17/2013 tentang Praktik perawat dan 1796/2011 Registrasi Nakes.
9. Permenkes 26/2019 Peraturan Pelaksana UU Keperawatan No38/2014.

Dokumen Hukum Praktik Perawat terdiri dari Surat Tanda Registrasi ( STR ),
Surat Izin Praktik Perawat ( SIPP ), Sertifikat Keahlian.

Dalam keadaan darurat, fasilitas YANKES, baik pemerintah maupun swasta,


wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau
meminta uang muka. Kewenangannya adalah Aributif, Delegasi, Mandat.

Perawat adalah tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam upaya kesehatan.
Kewenangan perawat menyelenggarakan praktik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan derajat kesehatan diatur dalam peraturan perundang-
undangan ( Kesehatan, RS, Keperawatan ) dan PMK. Pelayanan keperawatan
Gawat Darurat dan Bencana tercantum dalam aspek etis ( kode etik keperawatan )
dan aspek hukum dan disiplin ( peraturan Perundangan).

IV. BASIC LIFE SUPPORT


Konsep D-R-C-A-B
1. Danger ( aman diri, aman lingkungan, aman pasien.
2. Respon → cek respon korban ( panggil Pak/Bu ) → Call for Help and Activate
Emergency Respone System, Get AED → code blue di RS, diluar RS SPGDT
Cek nadi dan bernapas atau napas gasping.
3. Compression, posisi pasien pastikan terlentang diatas alas yang kuat dan rata,
posisi penolong posisi tangan tegak lurus dan kekuatan pada bahu. Kecepatan
100-120 x/menit, kedalaman 5 cm, RECOIL.
4. Airway, bebaskan jalan nafas
5. Breathing, ada nadi tidak ada nafas → Rescue Breathing diberikan setiap 6
detik ( 10x/mnt) dan dievaluasi setiap 2 menit.
Kapan CPR dihentikan
1. Setelah 30 menit tidak ada hasil ( sesuai SPO masing-masing FASKES ).
2. Bila ada respon dari pasien ( nadi teraba, nafas ada, batuk, bangun/sadar ).
3. Penolong yang lebih ahli datang.
4. DNR medis maupun permintaan.
5. Penolong Kelelahan.
6. Adanya tanda pasti kematian.
V. DEFIBRILATOR AND TEAM DYNAMIC
Terapi kejut Listrik ( DC SHOCK ) adalah pengobatan yang menggunakan aliran
listrik dalam waktu yang singkat dengan tujuan mengembalikan irama jantung
yang aritmia atau disritmia ke irama sinus. Defibrilator ada 2 internal ( ICD ) dan
Eksternal ( Manual dan Otomatis). Dc shock menurut Arus ada Monophasic (360
joule), Biphasic ( 200 joule). Penempatan paddle shock Sternum → Mid
Clavicularis Dextra 2 jari dibawah Clavicula kanan. Apex → ICS ke 5, Anterior
sampai lateralis kiri. Menurut kegunaan Defibrilasi adalah
1. Unsynchronize, pada VF dan VT tanpa nadi.
2. Synchronize , pada VT dengan nadi, SVT ( Supra Ventricular Takikardi), AF (
Atrial Fibrilasi ), Af ( Atrial fluter ).
Keefektifan dari tim dinamik meningkatkan kesempatan dalam kesuksesan
resusitasi. Setiap orang dalam tim harus tahu apa yang harus mereka kerjakan.
Bagaimana berkomunikasi yang baik dan efektif dalam sebuah tim. Kesuksesan
dari tim dinamik tergantung dari H- QCPR, keefektifan tim dan komunikasi.

VI. TATALAKSANA EVAKUASI DAN RUJUKAN


Ada banyak cara dalam evakuasi korban, dalam keadaan emergency maupun non
emergency. Dan banyak berbagai macam alat untuk evakuasi. Tranfering, banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan rujukan yaitu
1. Jarak antara RS Pusat Rujukan
2. Kesiapan Tenaga Terampil untuk mendampingi Penderita.
3. Keadaan penderita sebelum dan selama transport
4. Pilihan alat transportasi yang tepat untuk pasien.
Protokol Rujukan .
1. Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan
memberikan informasi ke RS rujukan tentang, identitas penderita, hasil
anamnesis penderita dan data pra RS, penemuan awal pemeriksaan dengan
respon terapi.
2. Sebelum dirujuk stabilkan dulu airway, breathing dan circulation.
3. Informasi untuk petugas pendamping ( pengelolaan jalan nafas, cairan yang
telah/akan diberikan, prosedur khusus yang mungkin diperlukan, GCS,
Resusitasi dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam perjalanan.
4. Pengelolaan selama transport ( monitor TTV, bantu kardio respirasi bila
diperlukan, pemberian darah bila diperlukan, pemberian obata-obatan sesuai
instruksi dokter sesuai protap.
5. Dokumentasi.
VII. INITIAL ASSESSMENT
Initial Assessment adalah Penilaian dan pengelolaan awal penderita trauma,
langkah-langkah yang digunakan untuk menilai hal-hal yang mengancam jiwa
penderita pada kasus trauma dan bagaimana menanganinya dengan cepat dan
benar.
Algoritma Initial Assessment.
1. Danger ( aman diri, aman lingkungan, aman pasien).
2. Chek Respone.
3. Call for Help.
4. Primary Survey ( airway, breathing, circulation, disability, exposure, folley
catheter, gastric tube).
5. Secondary Survey ( Vital sign, anamnesa → keluhan, obat, makanan dan
minum, penyakit penyerta, alergi, kejadian. Head to toe Examination, finger in
every oriffice, pemeriksaan penunjang, rujuk)

VIII. MECHANISM OF TRAUMA


Mechanism of trauma adalah proses/ mekanisme kejadian kecelakaan pada saat
sebelum, saat dan sesudah kejadian. Klasifikasi trauma adalah
1. Trauma Tumpul
a. Fase satu kemungkinan cedera,patah tulang paha karena menahan beban
berlebihan, dislokasi sendi panggul, dislokasi lutut.
b. Fase dua, cedera abdomen→ perlukaan/ruptur pada organ, cedera pada
dada → patah tulang rusuk, patah tulang dada, paru-paru, jantung dan
aorta.
c. Fase ketiga, cedera kepala, patah tulang leher.
d. Fase empat, fraktur servikal-kosigis, patah tulang leher tanpa head rest,
multiple trauma.
2. Trauma Tembus.
3. Trauma Ledakan.
4. Trauma Thermal.

IX. SYOK ASSESSMENT


Syok adalah kegagalan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan tubuh
untuk perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Jenis syok ada syok hemoragic dn
syok non hemoragic. Syok hemoragic biasanya pada penderita trauma, syok
hemoragic merupakan penyebab syok yang palind sering ditemukan pada
penderita trauma.
Gejala Syok adalah mukosa pucat/kebiruan ( bibir, lidah, telinga ), penurunan
kesadaran, nadi cepat, lemah dan akral dingin.
Penatalaksanaan syok secara umum.
1. Pertahankan jalan nafas dan oksigen.
2. Stop perdarahan.
3. Mengganti kehilangan volume darah dengan resusitasi cairan menentukan
estimasi blood volume, menentukkan kelas syok berdasar tanda /gejala utk
mengetahui presentasi kehilan darah, menentukan estimasi blood loss.
4. Evaluasi segera.
X. LUKA BAKAR

Luka bakar merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas, namun


penanganan kegawatdaruratan yang tepat yaitu dengan menggunakan prinsip
dasar resusitasi cairan yang dapat membantu meminimalkan dampak dari luka
bakar. Kategori Trauma Thermal ada dua Suhu Panas dan Suhu dingin’
Luka Bakar Suhu Panas
1. Luka Bakar Kimia
Kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
Penanganan
 Segera bersihkan Zat kimia dan rawast luka .
 Bila ada serbuk zat kimia, sikat untuk menghilangkannya.
 Guyur zat kimia dengan air sebanyak-banyaknya 20=3= menit.
 Jangan gunakan zat kimia penawar.
2. Luka Bakar Listrik
Disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang dihantarkan
melalui tubuh.
Penanganan
 Matikan sumber listrik.
 Gunakan isolator ( Penghantar Panas yang buruk)
 Pasang monitor EKG.
3. Luka Bakar Radiasi
Disebabkan oleh terpapar sumber radioaktif.

Luka Bakar Suhu Dingin

1. Frostnip
Bentuk paling ringan trauma dingin, ditandai dengan nyeri, pucat, dan
kesemutan pada area yang terkena.
2. Frosbite
Pembekuan jaringan yang diakibatkan oleh pembentukan kristal esintraseluler
dan bendungan mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia jaringan.
3. Non Freezing Injury
Udara basah/dingin secara terus menerus yang suhunya masih di atas titik
beku, yaitu antara 1,6 °C sampai 10°C ( 35°F sampai 50°F ).
Penanganan
1. Lepaskan baju yang basah, ganti dengan menggunakan selimut hangat.
2. Berikan minum hangat jika pasien bisa minum.
3. Rendam bagian tubuh yang cidera di dalam air hangat 40°C ( 104 °F ) yang
berputar sampai warna kulit menjadi merah dan perfusinya kembali normal
( biasanya 20-30 menit).
4. Hindari penggunaan udara kering yang panas.
5. Jangan digosok atau di urut.
6. Berikan analgetik karena tindakan pemanasan dapat menimbulkan nyeri hebat
7. Pasang monitor jantung.
Kedalaman Luka Bakar superficial Thickness, Deep Partial Thickness, Full
Thickness
Penatalaksanaan Luka Bakar
1. Stop burning process.
2. Bebaskan jalan nafas ( Identifikasi tanda-tanda cidera inhalaasi).
3. Stabilisasi pernafasan.
4. Resusitasi Cairan.
5. Lakukan perawatan luka.
Perawatan Luka
1. Tutup luka dengan kassa bersih ( << nyeri).
2. Jangan pecahkan vesikel/bula.
3. Antibiotik topikal tidak bermanfaat
4. Jangan kompres dengan air dingin.

XI. TRAUMA KAPITIS


Klasifikasi Trauma kepala.
1. Mekanisme Tumpul High Velocty dan low Velocity
2. Mekanisme Tajam, luka tembak dan luka tusuk
3. Kegawatan ringan, GCS 11-15, kehilangan kesadaran tidak lebih dari 10
menit, pusing +, dan atau nyeri kepala ada muntah, ada amnesia retrogras dan
tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaanm neurologist.
4. Kegawatan Sedang, GCS 9-13, ada kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit,
ada nyeri kepala, muntah, kejang, dan amnesia retrogard, pemeriksaan
neurologis terdapat kelumpuhan saraf anggota gerak.
5. Kegawatan berat, GCS 3-8, hanya dalam tingkat yang lebih berat, terjadinya
penurunan kesadaran secara progresif, serta adanya fraktur tulang tengkorak
dan jaringan otak yang terlepas.
Tata laksananya Airway, breathing, circulation, disabilty. Intervensi
Keperawatannya
1. Buka dan bersihkan jalan nafas.
2. Kolaborasi pemberian oksigen.
3. Kolaborasi pemasangan ETT, jika GCS < 8.
4. Pasang NGT atau OGT sesuai indikasi.
5. Posisi head up 14-30 derajat.
6. Pasang IV access dengan no needle besar.
7. Monitoring tanda-tanda TIK.
8. Observasi TTV.
9. Kolaborasi pemberian antipiretik, anti konvulsi, manitol, antibiotik.
10. Berikan dukungan psikologis pada klien dan keluarga..
11. Lakukan perawatan luka dengan tehnik steril
12. Kolaborasi persiapan operasi.
13. Jangan menutup telinga atau hidung jika keluar cairan (darah).

XII. TRAUMA SPINAL


Jenis Trauma Spinal
1. Compression Injury.
2. Hyperextension Injury
3. Flextion- Rotation Injury
4. Flexion Injury
Pengelolaan Umum
Immobilisasi
1. Sejak pra RS
2. Meliputi bagian atas dan bawah dari lokasi cedera.
3. Posisi netral, terlentang tanpa rotasi
XIII.

XIV. TRAUMA MUSCULOSKELETAL


Trauma muskuloskeletal adalah penyebab utama terjadinya kecacatan akibat
kecelakaan di banyak negara. Cidera ini sering kali terjadi namun jarang
menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa kecuali dapaisertai perdarahan
hebat baik perdarahan eksternal maupun internal. Luka dan perdarahan ada
beberapa laserasi, abrasi, avulsi, penetrating, kompresi, amputasi, luka tembak.
Penanganan dengan pembidaian dan balutan.
Prinsp pembidaian
1. Cek PMS ( pulse, motorik, sensorik )
2. Tutup luka dahulu.
3. Ukuran bidai pada fraktur melewati 2 sendi, pada dislokasi diantara 2 tulang.
4. Bidai direkomendaasikan 3 posisi.

XV. TRAUMATHORAKS
Trauma thorax merupakan cedera yang terjadi pada dinding maupun dalam
thorax, keadaan patologis yang menyebabkan kegawatan pada trauma thoraks
adalah hipoksia, hipovolemia, kegagalan miokard. Jenis trauma thoraks ada
1. Fraktur kosta
2. Flail Chest
3. Fraktur Sternum
4. Tension Pneumothorax
5. Open Pneumothorax
6. Hemathorax
7. Tamponade jantung.

XVI. SPGDT
SPGDT (sehari-hari) adalahrangkaian upaya pelayanan gawat darurat

Anda mungkin juga menyukai