Kita pasti pernah merasa diposisi saat kita merasa ada disebuah kurungan
Duduk termangu memeluk kedua kaki
Menenggelamkan kepala dikedua tangan Yang sedari tadi sudah basah sejak kaca dimata pecah terurai
Diikat oleh belenggu ketakutakan
Detak jantung yang tak beraturan Isi kepala yang sudah tidak mau diajak kompromi untuk diajak berdiskusi Isi hati yang sudah terengut marah, sedih dan patah yang menjadi sebab; Diri mengutuk diri sendiri
Sampai pada akhirnya;
Tidur membawa kita lelap dalam pengistirahatan Malam menyetujuinya, dikirimnya bulan jadi teman bercerita Sayup angin masuk diantara jeruji kurungan Berharap pagi segera datang Membawa segenap harapan
Kita melihat cahaya
Dan terlintas bayangan orang-orang yang masih ada Terus berdiri diluar kurungan itu Menyorak, sebagian menyediakan peluk Membisik, menyediakan tanya dan telinga
Keluarlah, keluar dari belenggu itu
Lepaskan semua ikatan semu yang sejak lama sudah kau rawat tapi justru malah membuat mu mati secara perlahan Pada akhirnya kapal itu pulang ke pelabuhannya masing-masing. Saya ke utara, kamu ke selatan. Sebagaimana mestinya – ntsana
Pada akhirnya, kita tak menemukan jalan pulang.
Aku bukan sebagai labuhan terakhirmu; Begitu pula dengan kau; bukanlah rumah terakhir tempatku terlelap.
Akhir bulan ini, akan juga mengakhiri perasaan-perasaan ini.
Aku tau, bagimu apapun yang ada diantara kita sudah lama selesai. Dan kali ini, biarkan menjadi giliranku untuk menyelesaikan semua ini. Kau akan jadi tokoh favorit sekaligus tokoh utama dari cerita yang akan aku tuliskan; tidak lebih dari dunia khayal yang kini tak pernah jadi kenyataan; Walau pernah aku usahakan; Kau usahakan; kita usahakan.
Gadis cerewet yang selalu membuatmu kesal ini, akan melanjutkan
perjalanan.. Tanpamu. Terima kasih, sudah membuatku terpaksa terlatih patah dan memaafkan setiap luka. Pada awal paragraph ini, aku mengikhlaskanmu. Berbahagialah tanpa lagi kembali.