Anda di halaman 1dari 2

dalam studinya berjudul The Neuroimaging of Love, menunjukkan

bahwa ketika orang jatuh cinta, 12 area di otak melepaskan hormon


dopamin, testosteron dan estrogen, adrenalin, dan vasopresin yang
membuatnya mengalami euforia kebahagiaan luar biasa.

Segala reaksi tubuh saat jatuh cinta seperti jantung yang berdegup
kencang, perasaan tak menentu, penurunan nafsu makan, hingga
selalu terbayang orang yang dia sukai berasal dari hasil kinerja otak.
Segala perilaku aneh yang dialami orang jatuh cinta itu merupakan
hasil gejolak hormonal dalam tubuh manusia.

Cinta bukan sebuah misteri, bukan petunjuk soulmate, bukan


kekuatan magis, seperti sering kali digambarkan para penyair.
cinta (sebenarnya) adalah hasil manifestasi kinerja tubuh manusia yang bisa
dipahami serta ditanggulangi secara logis. Itu sebabnya apa pun bentuk
hubungan cinta (termasuk rumah tangga) pun perlu senantiasa dikelola
dengan menggunakan logika, tidak bisa mengalir begitu saja sesuai perasaan.

pada saat putus cinta atau patah hati, rasa sesak dan sakit di hati
sering kali orang distribusikan sebagai bukti kehampaan jiwa. Mereka
merasa sedemikian hancur kehilangan harga diri, termasuk gairah dan
tujuan hidup. Dengan hati yang sedang robek menganga itu, mereka
merasa lemah tak berdaya dan percuma melakukan apa-apa lagi.

Jika kita ngotot memandang semua rasa itu sebagai tanda cinta, maka
kita akan melakukan hal-hal yang memperparah rasa sakit. Misalnya,
kita jadi rajin stalking si mantan, sibuk menganalisa masalah,
menyalahkan diri sendiri dan mengurung diri. Tidak jarang kita juga
melakukan kegiatan yang menyakiti diri, seperti tidak makan,
bergadang, malas kerja, dan sebagainya. Semakin hati terasa nyeri
sakit, semakin kita merasa yakin bahwa diri kita telah cacat dan dunia
jadi gelap.
Padahal sebenarnya semua itu sebuah badai biologi di tubuh saja.

‘Obat’ menghadapi kehilangan cinta sama seperti ‘obat’ untuk


menghadapi stres di kantor, keluarga, atau kehidupan sehari-hari. Itu
karena cinta memang manifestasi biologis, sama seperti perasaan
lainnya yang perlu direspons dengan logis.

“Tapi kalau sebenarnya cinta itu logis, kenapa kita biasanya jadi
lumpuh dan bodoh saat jatuh cinta? Bukankah itu bukti bahwa cinta
seharusnya tidak logis?” beberapa di antara anda mungkin bertanya-
tanya begitu.
jatuh cintatidak boleh sembarang diikuti begitu saja tanpa melibatkan
logika. Setelah jatuh cinta itu, anda perlu lebih banyak memaksakan
diri menciptakan cinta di sepanjang hubungan, karena tubuh anda
tidak otomatis menciptakannya lagi.

Setelah berada dalam hubungan, anda makin perlu mendasari segala


keputusan berdasarkan logika. Semakin serius sebuah hubungan,
semakin anda tidak membangunnya di atas perasaan.

Francis Bacon, seorang pencetus pemikiran empirisme yang


mendasari sains hingga saat ini, pernah berkata “Critical thinking is a
desire to seek, patience to doubt, fondness to meditate, slowness to
assert, readiness to consider, carefulness to dispose and set in order;
and hatred for every kind of imposture.”

Anda mungkin juga menyukai