Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

DASAR PSIKOLOGI
“EMOSI”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

1. Atriken Natasha 141200063


2. Imda Peronika Manik 141200066
3. Rifqi Nur Adli 141200070
4. Adinda Puspita Oktaviana 141200074

Kelas EMC FEB


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah Dasar Psikologi.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak pihak yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu dan membimbing kami. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak HERY SUTANTO,
DRS.MM selaku dosen mata kuliah Dasar Psikologi.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi pemikiran bagi pihak-pihak
yang membutuhkan, terutama para teman mahasiswa dan terlebih lagi bagi penyusun sehingga
apa yang diharapkan dapat tercapai.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran
yang konstruktif dari pembaca agar dapat menjadi perbaikan bagi kami untuk makalah
selanjutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Hormat kami,

Penyusun

Kelompok 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang memiliki emosi dan rasa. Hidup manusia diwarnai dengan
emosi dan berbagai macam perasaan. Manusia sulit menikmati hidup dengan optimal tanpa
memiliki emosi, karena emosi merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap
sikap manusia. Emosilah yang seringkali menghambat orang tidak melakukan perubahan.Ada
perasaan takut dengan yang akan terjadi, ada rasa cemas, ada rasa khawatir, dan ada pula rasa
marah.Emosipada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia menghadapi berbagai situasi
yang berbeda. Hal ini dikarenakanemosi merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi
nyata, maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk.Emosimenjadi penting karena
ekspresi emosi yang tepat terbukti bisa melenyapkan stres. Semakin tepat mengkomunikasikan
perasaan, semakin nyaman perasaan tersebut. Ketrampilan manajemen emosi memungkinkan
individu menjadi akrab dan mampu bersahabat, berkomunikasi dengan tulus dan terbuka
dengan orang lain.Di sisi lain, seseorang yang sulit mengekspresikan emosi dengan tepat akan
menambah sulit masalah yang sedang dihadapinya dan menjadi kurang terbuka dengan orang
lain.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dari emosi?
2. Bagaimana kondisi fisiologis seseorang ketika emosi?
3. Apa sajakah komponen emosi?
4. Bagaimana dimensi emosi?
5. Bagaimana emosi tanpa penilaian kognitif (kognisi)?
6. Bagaimana ekspresi emosi?

C. TUJUAN
1. Mengetahui makna dari emosi.
2. Mengetahui kondisi fisiologis ketika seseorang sedang emosi.
3. Mengetahui komponen emosi.
4. Mengetahui dimensi emosi.
5. Mengetahui emosi tanpa penilaian kognitif (kognisi)
6. Mengetahui ekspresi emosi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EMOSI
Emosi sering diistilahkan juga sebagai perasaan. Atas hal ini dikatakan bahwa emosi
biasanya disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari diri seseorang pada suatu waktu.
Misalnya saja, seseorang merasa senang, sedih, terharu, dan sebagainya bila melihat sesuatu,
mendengar sesuatu, dan bahkan mencium sesuatu. Singkat kata, emosi disifatkan sebagai suatu
keadaan mental sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang pada umumnya datang dari
luar; dan peristiwa-peristiwa tersebut pada umumnya menimbulkan kegoncangan-
kegoncangan pada diri seseorang tersebut.
Atkinson mengungkapkan bahwa emosi merupakan perasaan yang paling mendasar yang
dialami seseorang. Ini digambarkannya dalam bentuk kebahagiaan dan kemarahan. Emosi dan
motif memiliki hubungan yang erat, di mana emosi dapat mengaktifkan dan mengarahkan
perilaku dalam cara yang sama seperti yang dilakukan motif dasar. Emosi juga dapat menyertai
perilaku termotivasi. Misalnya seks, dimana seks tidak hanya merupakan motif yang kuat,
namun juga merupakan sumber kebahagiaan yang potensial.
Meskipun berhubungan erat, motif dan emosi merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan
dapat dilihat berdasarkan sumber aktivitasnya, pengalaman subjektif, dan efeknya terhadap
perilaku. Perbedaan yang pertama antara motif dan emosi adalah bawa emosi dipicu dari luar,
sementara motif dibangkitkan dari dalam. Ini artinya bahwa emosi biasanya dibangkitkan oleh
peristiwa eksternal dan reaksi emosional ditujukan kepada peristiwa tersebut. Sebaliknya,
motif dibangkitkan oleh peristiwa internal dan secara alami ditujukan ke arah objek tertentu di
lingkungan, seperti makanan, air, atau pasangan. Perbedaan lainnya dari motif dan emosi
adalah bahwa motif biasanya dibangkitkan oleh kebutuhan spesifik, sedangkan emosi dapat
dibangkitkan oleh berbagai jenis stimuli. Dalam hal ini kita dapat membayangkan semua hal
yang dapat membuat kita marah.

B. KONDISI FISIOLOGIS KETIKA EMOSI.


Jika sedang mengalami suatu emosi yang kuat, kerap kali kita merasakan sejumlah
perubahan pada tubuh. Dalam hal ini, sistem simpatik bertanggung jawab untuk terjadinya
perubahan-perubahan berikut. Perubahan-perubahan tersebut tentu tidak terjai sekaligus:
 Tekanan darah dan kecepatan denyut jantung meningkat.
 Pernapasan menjadi lebih cepat.
 Pupil mata mengalami dilatasi
 Keringat meningkat sementara sekresi saliva dan mukus menurun.
 Kadar gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi.
 Darah membeku lebih cepat untuk persiapan kalau-kalau terjadi luka.
 Motilitas saluran gastrointestinal menurun, darah dialihkan dari lambung dan usus ke
otak dan otot rangka.
 Rambut di kulit menjadi tegak, menyebabkan merinding
Sistem saraf simoatis mempersiapkan organisme untuk mengeluarkan energi. Saat emosi
menghilang, sistem parasimpatik (sistem penghemat energi) mengambil alih dan
mengembalikan organisme pada keadaan normal.
Di sisi lain aktivitas sistem saraf otonomik dipicu oleh aktivitas di daerah otak tertentu,
termasuk hipotalamus dan sistem limbik. Impuls dari area-area tersebut di transmisikan ke
nuklei di batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonomik. Sistem saraf otonomik
kemudian bekerja langsung pada otot dan organ internal untuk menimbulkan beberapa
perubahan tubuh yang dijelaskan di atas, dan bekerja secara tidak langsung dengan
menstimulasi hormon adrenal untuk menimbulkan perubahan tubuh lainnya.
Jenis rangsangan fisiologis yang meningkat sebagaimana dijelaskan di atas merupakan
karakteristik untuk keadaa emosional seperti marah dan ketakutan, dimana organisme harus
bersiap-siap melakukan tindakan, misalnya melawan atau melarikan diri (fighting atau flight).
Beberapa respon yang sama juga terjadi selama pengalaman yang menyenangkan atau
rangsangan seksual. Namun selama emosi kuat seperti kesedihan atau duka cita, sebagian
proses tubuh mungkin tertekan atau menjadi lambat.

C. KOMPONEN EMOSI
Emosi yang kuat mencakup beberapa komponen umum yaitu reaksi tubuh, kumpulan
pikiran dan keyakinan yang menyertai emosi, reaksi tubuh, kumpulan pikiran dan keyakinan
yang menyertai emosi, ekspresi wajah, dan reaksi terhadap sebuah pengalaman.
 Reaksi tubuh. Jika marah misalnya, maka tubuh kita kadang-kadang gemetar atau suara
kita menjadi meninggi, walaupun kita tidak menginginkannya.
 Kumpulan pikiran dan keyakinan yang menyertai emosi biasanya terjadi secara
otomatis. Mengalami suatu kebahagiaan, seringkali melibatkan pemikiran tentang
alasan kebahagiaan itu, misalnya, “saya berhasil, saya diterima di perguruan tinggi”
 Ekspresi wajah. Jika kita merasa muak atau jijik misalnya, kita mungkin menegerutkan
dahi, membuka mulut lebar-lebar, dan kelopak mata sedikit menutup.
 Reaksi terhadap sebuah pengalaman. Ini mencakup reaksi spesifik dan reaksi yang lebih
global. Misalnya, kemarahan mungkin menyebabkan agresi (apesifik), dan mungki
menggelapkan pandangan kita terhadap realitas sosial (global).
Meskipun para ahli telah mengidenifikasi komponen-komponen dari emosi, namun
demikian, masih terdapat banyak pertanyaan kritis yang selalu menjadi perdebatan, misalnya
menyangkut sifat detail dari komponen-komponen emosi, bagaimana hubungan antar
komponen tersebut, dan bagaimana pengalaman subjektif dari suatu emosi.

D. DIMENSI EMOSI
Penilaian seseorang terhadap suatu situasi dapat menentukan emosinya. Namun demikian,
sejauh ini masih sedikit yang dikatakan tentang aspek atau dimensi mana dari suatu situasi yang
menentukan emosi mana yang akan terjadi. Untuk hal tersebut para psikolog menggunakan
pendekatan yang berbeda-beda. Salah satu pendekatan mengaanggap bahwa terdapat
sekelompok kecil emosi ‘primer’ dan setiap emosi tersebut berhubungan dengan situasi hidup
yang sangat mendasar. Emosi primer dapat ditemukan pada setiap kultur manusia dan spesies
hewan. Universitalitasnya merupakan alasan untuk menyatakan emosi tersebut sebagai emosi
primer dan untuk mendeskripsikan situasi yang tepat untuk spesies yang lebih rendah (hewan).
Pendekatan lainnya adalah dengan menggunakan proses kognitif, dan ini mungkin lebih
tepat bagi manusia dibanding bagi spesies lain yang lebih rendah (hewan). Pendekatan ini tidak
memulai dari emosi primer melainkan memulai dengan sekumpulan dimensi primer dari situasi
yang dialami seseorang. Selanjutnya pendekatan ini mengaitkan berbagai kombinasi dimensi
tersebut dengan emosi spesifik.
Satu dimensi dari suatu situasi adalah sifat disenangi (desirebility) peristiwa yang
diantisioasi, dan yang lain adalah apakah peristiwa terjadi atau tidak. Saat kita
mengombinasikan kedua dimensi tersebut, maka kita mendapatkan empat kemungkinan
situasi, yang masing-masing tampaknya menghasilkan emosi yang berbeda. Jika peristiwa
yang disenangi terjadi, kita mengalami kesenangan; jika peristiwa yang disenangi tidak terjadi,
maka kita mengalami kelegaan.
Kedua pendekatan diatas tidak sepenuhnya ‘tidak bersesuaian’ adakalanya bersesuaian.
Walaupun terdapat situasi kehidupan fundamental yang memicu tiap emosi (sebagaimana
pendekatan pertama), apakah kita berada dalam situasi itu sendiri, mungkin menjadi masalah
interprestasi (sebagaimana dalam pendekatan kedua).
Apa yang dianggap suatu ancaman seringkali berbeda bagi satu orang degan yang
lainnya, tergantung pada pengalaman yang dimilikinya dan juga kepribadiannya; serta proses
dengan mana seseorang memutuskan suatu situasi sebagai mengancam mungkin melibatkan
banyak dimensi seperti sifat disenangi dan pengendalian (Lazarus, 1991).

E. EMOSI TANPA PENILAIAN KOGNITIF (KOGNISI)


Terdapat kasus emosi dimana tidak ada penilaian kognitif yang dilibatkan. Jika wajah kita
secara tiba-tiba dipukul, kita tentu mengalami suatu emosi sebelum kita meninterprestasikan
peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut diistilahkan sebagai pengalaman one-shot. Selain itu,
tedapat situasi penyerta dimana pengalaman emosional bisa jadi memangkas sistem kognitif.
Dengan demikian, beberapa pengalaman menakutkan yang kita dapatkan pada masa kanak-
kanak dengan pengondisian klasik bisa jadi tidak melibatkan penilaian kognitif sama sekali.
Sebagai permisalan, kindisi menyakitkan terhadap dokter pasti didahului dengan berada di
ruang tunggu. Walaupun kita telah dewasa, pada kondisi ini, pengalaman orang dewasa
bukanlah akibat dari interprestasi situasi berkaitan dengan tujuan saat itu (Zajoric, 1984).
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa bisa jadi terdapat dua jenis pengalaman
emosional, yaitu yang berdasarkan pada ‘penilaian kognitif’ danberdarkan pada ‘yang
mendahului kogisi’. Pembagian ini didukung oleh penelitian tentang fisiologi emosi yang
mengeksplorasi struktur otak yang terlibat dalam emosi. Salah satu struktur otak tersebut
adalah amigdala, sebuah masa kecil yang berbentuk almond dan terletak di otak bawah dan
yang diketahui me-register (mencatat, mendata) reaksi emosional. Amigdala diduga menerima
semua masukan dari korteks; karena korteks merupakan tempat kognitif, masukan amigdala
diduga selalu melibatkan oenilaian kognitif. Namun riset mutakhir yang dilakuka terhadap
tikus telah menemukan hubungan antara saluran sensorik dan amigdala yang tidak melalui
korteks. Hubungan langsung itu mungkin menjadi dasar biologis untuk emosi prakognitif
(emosi yang tidak didasarkan pada penilaian). Dengan demikian amigdala mampu merespons
terhadap situasi berbahaya sebelum korteks, yang menyatakan bahwa kadang-kadang kita
dapat merasa sebelum kita dapat berpikir. Walaupun riset dilakukan pada tikus, ada alasan
untuk percaya bahwa jalur neural yang bersangkutan juga terdapat pada manusia (Le Doux,
1989).
Namun demikian, walaupun terdapat pengalaman emosional tanpa melibatkan
penilaian kogmitif, pengalaman tersebut terbatas hanya pada perasaan positif atau negatif yang
tidak berdiferensiasi. Namun dalam pengalaman emosional yang lebih kompleks seperti harga
diri, kekecewaan, kecemburuan, perasaan muak, penilaian kognitif harus dilibatkan atau sangat
berperan. Jelalah bahwa bagi banyak perasaaan subjektif penilaian kognitif merupakan unsur
yang diperlukan, amun bagi yang lainnya tifak (Zajonc, dkk, 1989)

F. EKSPRESI EMOSI
Ekspresi wajah tertentu memiliki makna universal. Hal ini berlaku tanpa memandang kultur
tempat seseorang dibesarkan. Ekspresi universal dari kemarahan misalnya diperlihatkan
dengan wajah memerah, kening berkerut, lubang hidung membesar, rahang mengatup, dan gigi
diperlihatkan. Universalitas ekspresi emosi tertentu mendukung pernyataan Darwin bahwa hal
tersebut adalah respons bawaan dengan sejarah evolusioner. Menurut Darwin beragam cara di
mana kita mengekspresikan emosi merupakan pola bawaan yang awalnya memiliki manfaat
bagi kelangsungan hidup. Misalnya saja, ekprsi rasa muak atau penolakan didasarkan pada
upaya organisme untuk melindungi dirinya dari sesuatu yang tidak menyenangkan yang telah
tertelan.
Walaupun beberapa ekspresi wajah dan gerak-gerik berkaitan secara bawaan dengan emosi
tertentu, sebagian lainnya lagi dipelajari dari kultur dimana seseorang di besarkan. Dengan
demikian selain terdapat ekspresi dasar emosi yang bersifat universal, juga terdapat bentuk
ekspresi yang nonkonvensional- sejenis bahasa emosi yang dikenali oleh orang lain dalam
suatu kultur.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Emosi merupakan respon dari dalam diri manusia yang muncul karena reaksi dari luar
manusia itu sendiri. Emosi juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan kejiwaan yang
mewarnai tingkah laku dan emosi. Emosi sering didefinisikan dalam istilah perasaan (feeling);
misalnya pengalaman-pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut,
bahagia dan rasa sedih. Emosi sangat erat kaitannya dengan psikologi. Emosi merupakan
salahsatu faktor penyebab terjadi gangguan psikologi (kejiwaan). Bila seseorang tidak bisa
mengontrol emosi, bahkan pada suatu masa terkumulatif dengan begitu lama, maka saat
dikeluarkan menimbulkan efek yang luar biasa.

Emosi juga merupakan luapan perasaan seseorang karena adanya stimulus dari luar yang
menyebabkan respon berupa emosi positif maupun emosi negatif. Emosi sangat berperan
penting dalam kehidupan. Emosi positif dapat membuat seseorang selalu merasakan
kebahagiaan sehingga seseorang selalu menginginkan untuk merasakan emosi positif.
Berbanding terbalik dengan emosi negatif yang selalu dihindari oleh setiap orang. Emosi
negatif yang selalu dihindari juga memiliki dampak positif dalam kehidupan. Misalnya emosi
rasa takut, emosi rasa takut akan membuat seseorang menjadi lebih waspada dengan sesuatu
yang ditakutkannya. Seseorang akan menjadi orang yang bijak jika ia bisa mengendalikan
emosi khususnya emosi negatif.

B. SARAN

Semoga para pembaca dapat menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman baik
dalam melakukan penelitian maupun dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2012)
Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2013)
Rita L. Atkinson, dkk. Pengantar Psikologi Jilid dua (Batam: Interaksara,
2010)

Anda mungkin juga menyukai