Anda di halaman 1dari 27

MODUL STUDI LITERATUR

(NUT 395)

MODUL 11
Mereview Permasalahan Gizi Terkini Dari
Beberapa Artikel Ilmiah Internasional

DISUSUN OLEH
Khairizka Citra Palupi, S.Gz, MSc

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2021

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0/2
A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu mencari artikel


jurnal, menulis review dan menyajikan review.

B. Uraian dan Contoh


Berikut adalah contoh hasil systematic review dari mahasiswa

C. Latihan

a. Bagaimana penulisan latar belakang dari systematic review yang mereka


kerjakan ?
b. Bagaimana deskripsi metode dari systematic review yang mereka
kerjakan?
c. Bagaimana hasil systematic review yang mereka kerjakan ?
d. Bagaimana cara mereka melakukan pembahasan ?

D. Kunci Jawaban

a. Latar belakang cukup baik menjelaskan secara rinci mulai dari fisiologis
lansia, besaran masalah osteoporosis, faktor risiko, serta tujuan
dilakukannya review sistematik
b. Metode penelitian berjalan dilakukan dengan terstruktur dan sistematis
meskipun memang tidak menggunakan software khusus
c. Hasilnya sudah cukup baik, menjelaskan sampel, design penelitian,
instrument pengukuran, hasil penelitian dan kesimpulan.
d. Cara melakukan pembahasan cukup baik yaitu menjelaskan mengenai
hasil penelitian kemudian dibandingkan penelitian lain yang sepemikiran

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1/2
PENGARUH INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP
OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI INDONESIA: A SYSTEMATIC
REVIEW

Santi Rahmawati1, Fadilatunnisa Hayatunnufus2, Ismi Dwi Maulida3, Anandia Zahra Salsabilla4
Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.
Jl. Arjuna Utara No.9 Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Menurut WHO (2012) osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnya masa tulang dan ada perubahan mikroarsitektur jaringan tulang, mengakibatkan
menurunya kekuatan tulang, meningkatnya kerapuhan tulang, dan resiko terjadinya patah
tulang. Faktor risiko osteoporosis bersifat multifaktorial atau banyak factor. Kejadian
osteoporosis paling banyak terjadi pada lansia yang memiliki indeks massa tubuh tidak normal,
baik berat badan berlebih maupun berat badan kurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh indeks massa tubuh terhadap osteoporosis pada lansia di Indonesia
berdasarkan hasil penelitian akademis. Pencarian literature dalam systematic review ini
menggunakan data yang telah dikumpulkan dengan melakukan penelusuran melalui Google
Scholar, dan PUBMED. Pembahasan dalam systematic review ini mencakup 6 artikel terkait
dengan pengaruh indeks massa tubuh terhadap kejadian osteoporosis. Hasil review artikel
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap
kejadian Osteoporosis pada lansia.

Kata kunci: Indeks Massa Tubuh (IMT), Lansia, Osteoporosis

PENDAHULUAN Hasil analisis Puslitbang Gizi Depkes


RI pada 14 provinsi di Indonesia angka
Usia lanjut adalah suatu kejadian terjadinya osteoporosis mencapai 19,7%.
yang pasti akan dialami oleh semua orang Lima provinsi di Indonesia yang masuk
yang dikaruniai usia panjang, terjadinya kategori risiko tinggi penderita
tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada osteoporosis adalah Sumatera Selatan
usia lanjut akan terjadi berbagai penurunan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%),
fungsi pada organ tubuh. Usia lanjut di Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara
Indonesia semakin meningkat karena (22,82%), dan Jawa Timur (10,5%)
semakin meningkatnya Usia Harapan (Depkes RI, 2004)
Hidup. Osteoporosis berasal dari kata osteo
Hasil prediksi menunjukan bahwa dan porous, osteo artinya tulang, dan
persentase penduduk lanjut usia akan porous berarti berlubang-lubang atau
mencapai 9,77 % dari total penduduk pada keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
tahun 2010 dan menjadi 11,34% atau 28,8 yang keropos, yaitu penyakit yang
juta orang pada tahun 2020. Hal ini berarti mempunyai sifat khas berupa massa
kemungkinan jumlah penderita tulangnya rendah atau berkurang, disertai
osteoporosis akan meningkat. Berdasarkan gangguan mikro-arsitektur tulang dan
data Depkes, jumlah penderita osteoporosis penurunan kualitas jaringan tulang, yang
di Indonesia jauh lebih besar dan dapat menimbulkan kerapuhan tulang
merupakan Negara dengan penderita (Tandra, 2017).
osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Osteoporosis merupakan penyakit
Cina. tulang dengan gejala menurunnya
kepadatan tulang secara keseluruhan karena
tubuh tidak mampu mengatur kandungan dengan diet yang tidak cukup (asupan
mineral yang ada dalam tulang. nutrisi).
Osteoporosis disertai dengan rusaknya Pada orang kurus dengan nilai IMT
arsitektur tulang sehingga mengakibatkan <18,5 memiliki risiko osteoporosis tujuh
penurunan kekuatan tulang dan kali dibandingkan dengan orang normal
pengeroposan tulang sehingga atau obesitas. Kondisi ini dimungkinkan
menyebabkan mudah terjadi patah tulang. karena rendahknya IMT berhubungan
Osteoporosis adalah penyakit silent disease dengan rendahnya pencapaian massa tulang
karena osteoporosis tidak menunjukkan puncak dan tingginya massa tulang yang
gejala-gejala yang spesifik dan khas. hilang (Setyawati dkk, 2013). Namun,
Menurut WHO (2012) osteoporosis penelitian lain menjelaskan bahwa obesitas
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkaitan dengan penurunan massa tulang
berkurangnya masa tulang dan ada yang dapat meningkatkan risiko
perubahan mikroarsitektur jaringan tulang, osteoporosis (Andarini dkk, 2020).
mengakibatkan menurunya kekuatan tulang, Dari berbagai fakta dan data di atas,
meningkatnya kerapuhan tulang, dan resiko dapat disimpulkan bahwa osteoporosis
terjadinya patah tulang. Gejala osteoporosis merupakan masalah kesehatan yang perlu
adalah nyeri pada tulang, nyeri otot, nyeri mendapat perhatian serius dan
sering terjadi pada punggung, adanya mencegahnya merupakan salah satu cara
tulang yang patah, kemudian semakin terbaik. Namun, adanya perbedaan hasil
membungkuknya tulang punggung, dan penelitian tentang pengaruh indeks masa
penurunan tinggi badan, dan terdapat nyeri tubuh terhadap osteoporosis, menyebabkan
pada punggung (Kemenkes, 2015). kebingungan masyarakat akan bagaimana
Faktor risiko osteoporosis bersifat harus bertindak mencegah osteoporosis,
multifaktorial atau banyak faktor. Faktor apakah dengan mengontrol berat badan atau
risiko tersebut dibagi menjadi dua yaitu sebaliknya.
faktor risiko yang dapat dicegah dan tidak Tujuan penelitian ini adalah untuk
dapat dicegah. Adapun faktor yang dapat mengetahui pengaruh indeks massa tubuh
dicegah antara lain indeks massa tubuh. terhadap osteoporosis pada lansia di
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Indonesia berdasarkan hasil penelitian
tahun 2002 mengelompokkan IMT menjadi akademis.
beberapa kelompok yaitu kekurangan berat
tingkat berat (IMT < 17 kg/m2), METODE PENELITIAN
kekurangan badan tingkat ringan (IMT 17– Metode yang digunakan dalam
18,4 kg/m2), normal (IMT 18,5–25,0 kg/ penelitian ini menggunakan systematic
m2), kelebihan berat badan tingkat ringan review. Metode ini digunakan untuk
(IMT 25,1–27 kg/m2), kelebihan berat mengidentifikasi, menilai dan
badan tingkat berat (IMT > 27 kg/m2). menginterpretasikan temuan-temuan atau
Namun, terdapat kontroversi kasus hasil pada suatu topik penelitian untuk
osteoporosis yang berhubungan dengan menjawab pertanyaan atau rumusan
indeks massa tubuh. Sebuah hasil penelitian masalah yang telah ditetapkan. Pencarian
menunjukkan bahwa IMT lebih rendah, literature dalam systematic review ini
merupakan faktor risiko terjadinya Bone menggunakan data yang telah dikumpulkan
Mineral Density (BMD) rendah yang dapat dengan melakukan penelusuran melalui
menyebabkan osteoporosis (Fawzy dkk. Google Scholar, dan PUBMED. Hanya
2011). Penelitian Minropa (2013) artikel yang memuat teks penuh yang akan
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dimasukkan dalam review ini. Pencarian
berhubungan dengan kejadian osteoporosis pertama dilakukan dengan memasukkan
pada lansia yaitu 79,2% berhubungan kata kunci pertama “indeks massa tubuh”;
kata kedua “osteoporosis”; kata ketiga
adalah “lansia”. Semua artikel yang systematic review belum ada yang
diidentifikasi selama pencarian database diterbitkan sebelumnya mengenai topik ini.
dinilai relevansinya dengan ulasan Tidak ada batasan tahun pengambilan
berdasarkan informasi yang diberikan artikel yang relevan diterbitkan dalam
dalam judul, hasil dan pembahasan. Bahasa Inggris dan Indonesia. Hasil yang
Kriteria inklusi artikel adalah sample diharapkan dari pencarian studi review ini
orang Indonesia, jurnal berbahasa yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki
Indonesia, subjek penelitian ini adalah pengaruh terhadap terjadinya osteoporosis
lansia. Pencarian database mengenai pada lansia.

Artikel yang teridentifikasi


N = 493

Duplikat Jurnal
N = 210

Artikel yang teridentifikasi berdasarkan judul


N = 282

Skrining berdasarkan Variabel: 268


Assesmen berdasarkan full text :6

Artikel dengan Variabel Hubungan IMT terhadap


kejadian Osteoporosis pada Lansia
N=6

Tahapan pertama yang dilakukan text didapatkan hasil akhir artikel yang
pada metode ini adalah merumuskan sesuai adalah 6 artikel.
masalah penelitian untuk menuntun
HASIL
pencarian literatur yang dapat digunakan
Penelusuran artikel melalui basis data
berdasarkan kata kunci yang digunakan, Google Scholar, menghasilkan 492 artikel
Setelah pencarian literatur, peneliti akan yang teridentifikasi setelah memasukkan
melakukan penyaringan terhadap literatur kata kunci pertama, kedua dan ketiga yang
yang didapatkan dan dilanjutkan dengan tidak ditentukan dalam rentang tahun.
menganalisis hasil penelitian dari berbagai Peneliti kemudian melakukan skrining
literatur, tahap terakhir adalah pelaporan artikel berdasarkan judul duplikat sebanyak
yakni melakukan penulisan hasil yang 210. Skrining berdasarkan identifikasi
didapatkan dari penelitian. Dari 492 artikel abstrak variable sebanyak 268. Skrining
yang telah teridentifikasi, didapatkan 282 selanjutnya terhadap artikel assessmen full
artikel berdasarkan judul, kemudian text sebanyak 6, yang kemudian dengan
kembali dilakukan skrining berdasarkan artikel yang tersisa berdasarkan penilian
yang sesuai dengan kriteria untuk dilakukan
variable dan assessment berdasarkan full
review sebanyak
Tabel 1
Karakteristik Penelitian Intervensi pada Lansia

Penulis Judul Tahun N Umur Sampel

Humaryanto Gambaran Indeks Massa Tubuh dan 2019 347 < 40 tahun dan
dan Ahmad Densitas Massa Tulang Sebagai Faktor usia ≥ 70 tahun.
S Risiko Osteoporosis pada Wanita
Legiran. et al Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) 2015 38 52-70 tahun
dan Osteoporosis pada Wanita
Pascamenopause
Reeny P. et Hubungan IMT dengan Osteoporosis Wanita 2019 29 50-60 tahun
al 50-60 Tahun Subras Deutero Melayu Etnis
Bugis/Makassar
Soraya V. et Faktor-faktor yang Berhubungan dengan 2014 62 60-90 tahun
al Kejadian Fraktur Osteoporosis pada
Lansia
Sri A. et al Hubungan Antara Usia, Body Mass Index 2020 154 61-70 tahun
Dan Jenis Kelamin dengan Osteoporosis
Yuni P Gambaran Kepadatan Tulang Lansia 2015 28 50-65 tahun
Berdasarkan Status Gizi dan Asupan Kalsium
di Posyandu Lansia Kelurahan Sidosermo
Surabaya Tahun 2015
Tabel 2
Hasil Telaah Artikel dengan Faktor Risiko, IMT (Indeks Massa Tubuh)

Penulis Kategori N per group Metode Instrumen Hasil Kesimpulan


(Tahun) Penelitian Penelitian
Humaryanto, 1. Obesitas (IMT 1. 60 orang Cross Quantitative P value = 0,132 Individu yang mengalami obesitas cenderung
et.al. (2019) <25,0) 2. 26 orang Sectional Ultrasound mempunyai proporsi osteoporosis yang besar,
2. Berisiko (IMT < 3. 0 orang Bone meskipun secara statistic tidak ditemukan
23,0-24,9) 4. 68 orang
Densitometry hubungan signifikan antara indeks massa tubuh
3. Berlebih (IMT ≥ 5. 15 orang
23,0) dengan densitas tulang (p = 0132).
4. Normal (IMT 18,5-
22,9)
5. Kurang (IMT
<18,5)
Legiran, 1. Kurus – Normal 1. 27 orang Case Bone Mineral P value = 0,004 Terdapat hubungan yang bermakna antara
R.A. & Gina 2. Overweight – 2. 49 orang Control Density (BMD) dengan tingkat osteoporosis dan IMT pada wanita pasca
Tanelvi Obesitas Study kepercayaan monopouse, yang mana IMT rendah memiliki
95%
(2015) risiko 4,25 kali lebih besar untuk menderita
OR sebesar
osteoporosis dibandingkan dengan wanita
4,25
pascamenopouse dengan kategori IMT tinggi.
Reeny P, 1. Berat badan lebih 1. 6 orang Cross Grading P value < 0,001 Terdapat korelasi negative yang signifikan
et.al. (2019) 2. Normal 2. 13 orang Sectional Metode Semi R = -0,604 antara nilai IMT dengan derajat
3. Berat badan kurang 3. 5 orang Kuantitatif
Genant (Skla osteoporosis (p<0,001) dan korelasinya
Ordinal) termasuk kuat.
Soraya V, 1. Obesitas 1. 40 orang Cross Wawancara P value = 0,492 Indeks massa tubuh tidak memiliki hubungan
et.al. (2014) 2. Underweight dan 2. 22 orang Sectional OR = 1,4 dengan kejadian fraktur osteoporosis pada
Normal 95% CI= 0,505 lansia. Responden yang mengalami obesitas
– 0,4136 berisiko 1,4 kali lebih besar mengalami fraktur
osteoporosis
Sri A, et.al. 1. Gemuk Sekali 1. 28 orang Cross T-score pada BMI terhadap BMI memiliki hubungan terhadap kejadian
(2020) (IMT>27,0 kg/m2) 2. 25 orang Sectional femoral neck osteoporosis osteoporosis pada femoral neck. Osteoporosis
2. Gemuk (IMT 25,1 3. 86 orang dan lumbar femoral neck
pada lumbar spine (L1-L4) tidak memiliki
– 27,0 kg/m2) 4. 10 orang spine (L1-L4) P-value
3. Normal (IMT 18,5 5. 5 orang dengan =0,000* hubungan yang bermakna dengan BMI.
– 25,0 kg/m2) diagnosis
4. Kurus (IMT 17,0 – osteoporosis BMI terhadap
18,4 kg/m2) t-score <-2,5 osteoporosis
5. Kurus Sekali (IMT L1-L4 P-value
< 17,0 kg/m2)
=0,053
Yuni P. 1. Normal 1. 1 orang Simple Hologic Sahara IMT normal Angka kejadian osteoporosis pada lansia di
(2015) 2. Tidak Normal 2. 6 orang Random Quantitative (42,9%) dan kelurahan Sidosermo Surabaya adalah 25 %
Ultrasound IMT tidak dengan kejadian osteoporosis paling banyak
Sampling Densitometry normal terjadi pada lansia dengan status gizi yang tidak
(QUS) (57,1%) normal atau kekurangan berat badan dan
kelebihan berat badan.
7 orang (24% )
Osteoporosis
Pembahasan osteoporosis karena berhubungan dengan
Penelitian mengenai osteoporosis massa lemak tubuh. Massa lemak tubuh
telah banyak dilakukan di Indonesia dan yang tinggi merupakan salah satu prediktor
telah memaparkan banyak temuan terkait massa tulang karena meningkatkan tekanan
factor resiko, salah satunya adalah Indeks mekanis melalui otot seperti stimulasi
Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh kegiatan osteoblas atau aksi gravitasi massa
yang rendah merupakan faktor risiko pada skeleton sehingga meningkatkan
terjadinya fraktur osteoporotik. Risiko ini rangsangan osteoporosis. Pada wanita
tampak nyata pada orang dengan indeks monopouse efek protektif obesitas terhadap
massa tubuh < 18,5. Indeks massa tubuh massa tulang dipengaruhi oleh bebarap
yang tinggi berkaitan dengan massa tulang factor seperti produksi estrogen oleh
yang tinggi pula dan pengurangan massa jaringan adipose, efek menahan beban, dan
tubuh, dapat menyebabkan pengurangan efek anabolic insulin pada osteoporosis
massa tulang. (Yuni P, 2015). Obesitas memiliki efek
Pembahasan dalam sistematik negatif terhadap osteoporosis, seperti (1)
review ini mencakup enam artikel terkait Obesitas terkait dengan peradangan kronis.
dengan pengaruh indeks massa tubuh Meningkatnya jaringansitokin proinflamasi
terhadap kejadian osteoporosis. Keenam yang beredar pada orang yang obesitas
artikel tersebut ialah Soraya V, et.al. (2014), dapat meningkatkan aktivitas osteoklas dan
Legiran R.A., Gina T (2015), Yuni P (2015), penyerapan tulang, (2) Sekresi leptin yang
Humaryanto, et.al (2019), Reeny P, et.al. berlebihan dan atau penurunan produksi
(2019), dan Sri A, et.al. (2020). adinopektin oleh adiposit pada obesitas
Kejadian osteoporosis paling dapat secara langsung mempengaruhi
banyak terjadi pada lansia yang memiliki pembentukan tulang atau secara tidak
indeks massa tubuh tidak normal, baik berat langsung mempengaruhi penyerapan tulang,
badan berlebih maupun berat badan kurang. (3) Asupan tinggi lemak yang sering
Indeks Massa Tubuh yang rendah atau menyebabkan obesitas, dapat mengganggu
dibawah normal memiliki risiko yang lebih penyerapan kalsium usus, sehingga
tinggi terkena Osteoporosis (Yuni P, 2015). menurunkan ketersediaan kalsium untuk
Namun berbeda pada penelitian lain yang pembentukan tulang (Cao, 2011).
dilakukan oleh Humaryanto, et.al (2019) Adipokin, leptin dan adiponectin
dan Sri A, et.al. (2020). Kedua penelitian yang terpengaruh oleh obesitas memiliki
ini menyatakan bahwa indeks massa tubuh peran terhadap pengaturan metabolisme
secara keseluruhan tidak memiliki tulang. Kadar adipokin mempengaruhi
hubungan signifikan dengan kejadian metabolisme tulang yang berkaitan dengan
osteoporosis karena sampel yang turnover tulang dan dapat mempengaruhi
digunakan cenderung memiliki indeks metabolisme tulang melalui sensitivitas
massa tubuh normal. Walaupun indeks insulin (Reid, IR., 2013). Lepin memiliki
massa tubuh normal tidak mempengaruhi peranan dalam pertumbuhan sel
osteoporosis, namun lansia dengan obesitas osteoblastic dan mineralisasi tulang,
cenderung mempunyai proporsi menghambat regenerasi osteoklas, dan
osteoporosis yang besar. berperan dalam formasi dan resorpsi tulang.
Lansia dengan indeks massa tubuh Kadar leptin yang berlebihan pada
lebih atau obesitas juga berisiko mengalami penderita obesitas akan menyebabkan
penurunan massa tulang sehingga terjadi tulang akan terganggu dan terjadilah
osteoporosis (Nunez, NP, et.al, 2007). osteoporosis.
Kadar leptin yang berlebihan pada
penderita obesitas akan menyebabkan Simpulan
penurunan massa tulang sehingga terjadi Osteoporosis merupakan penyakit tulang
osteoporosis (Nunez, NP, et.al, 2007). dengan gejala menurunnya kepadatan
Berat badan yang ringan, indeks tulang secara keseluruhan karena tubuh
massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tidak mampu mengatur kandungan mineral
tulang yang menurun memiliki risiko yang yang ada dalam tulang. Kejadian
lebih tinggi terhadap berkurangnya massa osteoporosis paling banyak terjadi pada
tulang pada semua bagian tubuh. Hasil lansia yang memiliki indeks massa tubuh
penelitian Elsa A dan Fariani S (2015) tidak normal, baik berat badan berlebih
menunjukkan bahwa indeks massa tubuh maupun berat badan kurang. Hasil review
rendah merupakan faktor risiko terhadap enam penelitian yang telah direview
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
penurunan massa tulang. Hasil penelitian
antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan
ini sejalan dengan hasil penelitian Utomo
kejadian Osteoporosis pada lansia. Lansia
(2010), yang menyatakan bahwa terdapat
dengan IMT berlebih atau obesitas berisiko,
hubungan yang bermakna antara status gizi karena berhubungan dengan massa lemak
dengan kepadatan tulang. Indeks massa tubuh, yang merupakan predictor massa
tubuh yang rendah dan kekuatan tulang tulang karena meningkatkan tekanan
yang menurun semuanya berkaitan dengan mekanis melalui otot. Namun, hal yang
berkurangnya massa tulang pada semua sama juga terjadi pada lansia dengan IMT
bagian tubuh. Osteoporosis lebih banyak yang rendah, karena berkaitan dengan
diderita oleh seseorang yang bertubuh kekuatan tulang yang menurun, sehingga
kurus dan berkerangka kecil. akan berkurangnya massa tulang pada
Pada wanita pasca menopause dengan semua bagian tubuh.
IMT rendah juga memiliki risiko 4,25 kali
lebih besar untuk menderita osteoporosis
dibandingkan dengan mereka yang DAFTAR PUSTAKA
memiliki IMT tinggi (Legiran R.A., Gina T,
2015). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Lim J, Park HS (2016) yang Andarini, S., Suryana, B. P. P., & Praja, D.
menyatakan bahwa wanita pramonopouse W. (2020). Hubungan antara Usia, Body
yang kurus memiliki risiko lebih tinggi Mass Index dan Jenis Kelamin dengan
mengalami massa tulang rendah dan otot Osteoporosis. Majalah Kesehatan
rangka yang rendah, ketika massa otot dan FKUB, 7(1), 34-40.
otot rangka yang rendah atau berkurang ini Asomaning, K., Bertone-Johnson, E. R.,
menjadi tanda terjadinya osteoporosis. Nasca, P. C., Hooven, F., & Pekow, P. S.
Penurunan massa tulang mulai terjadi pada (2006). The association between body
usia 40 tahun dan akan terus berlanjut mass index and osteoporosis in patients
hingga kematian. Tidak adanya hormone referred for a bone mineral density
estrogen pada wanita monopouse examination. Journal of women's
mengakibatkan hilangnya efek protektif health, 15(9), 1028-1034.
pada wanita, sehingga proses remodelling
Departemen Kesehatan RI. (2004). Prabawani, Y. (2017). Description of
Kecenderungan Osteoporosis di osteoporosis risk based nutrition status
Indonesia Enam Kali Lebih Tinggi in elderly and calcium intake in
Dibandingkan Negeri Belanda. Puskesmas Sidosermo Surabaya
(www.depkes.go.id, diakses 15 Juli 2015. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya
2014). Kusuma, 4(2), 36-44.
Elsa, A.L., & Fariani, S. (2015). Rasio Purnamasari, R., Latief, J., & Seweng, A.
Risiko Osteoporosis menurut Indeks (2019). Hubungan IMT dengan
Massa Tubuh, Paritas, dan Konsumsi Osteoporosis Wanita 50-60 Tahun
Kafein. Jurnal Berkala Epidemiologi, Subras Deutero Melayu Etnis
Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 194–204 Bugis/Makassar. Green Medical
Journal, 1(1), 68-76.
Hi’miyah, D. A., & Martini, S. (2013).
Hubungan antara obesitas dengan Purwaningsih, P., & Khairani, A. I. (2018).
osteoporosis studi di Rumah Sakit Hubungan Kebiasaan Makan dengan
Husada Utama Surabaya. Jurnal Kejadian Osteoporosis pada Lansia di
Berkala Epidemiologi, 1(2), 172-81. Puskesmas Kutalimbaru Kecamatan
Kutalimbaru Kabupaten Deli
Humaryanto, H., & Syauqy, A. (2019).
Serdang. Jurnal Riset Hesti Medan
Gambaran Indeks Massa Tubuh dan
Akper Kesdam I/BB Medan, 3(1), 82-91.
Densitas Massa Tulang sebagai Faktor
Risiko Osteoporosis pada Reid, I. R. (2013). Relationships between
Wanita. Jurnal Kedokteran body fat and bone mass. In Nutritional
Brawijaya, 30(3), 218-222. Influences on Bone Health (pp. 83-92).
Springer, London.
Legiran, N., & Tanelvi, G. (2015).
Hubungan antara Indeks Massa Tubuh Utomo, M., Meikawati, W., Putri, Z.K.
(IMT) dan Osteoporosis pada Wanita 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan
Pascamenopause. Jurnal Profesi dengan Kepadatan Tulang pada Wanita
Medika: Jurnal Kedokteran dan Postmenopause. JKMI, Vol 6 Nomor 2:
Kesehatan, 9(1). 1–10

Lim, J., & Park, H. S. (2016). Relationship Soke, Y. E., Judha, M., & Amestiasih, T.
between underweight, bone mineral (2016). Hubungan Pengetahuan Lansia
density and skeletal muscle index in tentang Osteoporosis dengan Perilaku
premenopausal Korean Mengkonsumsi Makanan Berkalsium di
women. International journal of clinical Panti Wredha X Yogyakarta. Jurnal
practice, 70(6), 462-468. Keperawatan Respati Yogyakarta, 3(1).

Núñez, N. P., Carpenter, C. L., Perkins, S. Verina, S., & Hardjosworo, S. A. Faktor-
N., Berrigan, D., Jaque, S. V., Ingles, S. Faktor yang Berhubungan dengan
A., & Hursting, S. D. (2007). Extreme Kejadian Fraktur Osteoporosis pada
obesity reduces bone mineral density: Lansia.
complementary evidence from mice and
women. Obesity, 15(8), 1980-1987.
PENGARUH INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
TERHADAP OSTEOPOROSIS PADA LANSIA
DI INDONESIA: A SYSTEMATIC REVIEW

Disusun oleh :

Santi Rahmawati 20190302126


Fadilatunnisa Hayatunnufus 20190302127
Ismi Dwi Maulida 20190302134
Anandia Zahra Salsabilla 20190302144
PENDAHULUAN

Departemen Kesehatan RI (2013), masalah osteoporosis di


Indonesia sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai, yaitu
mencapai 19,7% dari populasi

Berdasarkan data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di


Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan
penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
PENDAHULUAN

Hasil analisis Depkes RI pada 14


provinsi di Indonesia angka
terjadinya osteoporosis mencapai
19,7%.

5 provinsi di Indonesia, kategori risiko tinggi penderita


osteoporosis :
Sumatera Selatan (27,7%)
Jawa Tengah (24,02%)
Yogyakarta (23,5%)
Sumatera Utara (22,82%)
Jawa Timur (10,5%)

(Depkes RI, 2004)


Porous =
Osteo = tulang berlubang-lubang
atau keropos

Osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas
berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang
dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Tandra, 2017).
Gejala osteoporosis

• nyeri pada tulang,


• nyeri otot,
• nyeri sering terjadi pada punggung,
• adanya tulang yang patah,
• semakin membungkuknya tulang
punggung,
• penurunan tinggi badan

(Kemenkes, 2015).
Faktor Risiko yang dapat dicegah
antara lain indeks massa tubuh
(IMT)
Terdapat kontroversi kasus osteoporosis yang berhubungan dengan indeks massa tubuh.

Pada orang kurus dengan nilai IMT <18,5 memiliki Namun, penelitian lain menjelaskan
risiko osteoporosis tujuh kali dibandingkan dengan bahwa obesitas berkaitan dengan
orang normal atau obesitas. Kondisi ini penurunan massa tulang yang dapat
dimungkinkan karena rendahknya IMT berhubungan meningkatkan risiko osteoporosis
dengan rendahnya pencapaian massa tulang puncak (Andarini dkk, 2020).
dan tingginya massa tulang yang hilang
(Setyawati dkk, 2013).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh indeks massa tubuh terhadap osteoporosis
pada lansia di Indonesia berdasarkan hasil penelitian
akademis.
Metode

Kriteria inklusi artikel:


Metode yang digunakan dalam penelitian ini • Sample orang Indonesia
menggunakan systematic review • Jurnal berbahasa Indonesia
• Subjek penelitian ini adalah lansia
Pencarian literature dalam systematic review ini
menggunakan data yang telah dikumpulkan
dengan melakukan penelusuran melalui Pencarian database mengenai systematic review
belum ada yang diterbitkan sebelumnya mengenai
• Google Scholar topik ini.

Pencarian dilakukan dengan memasukkan kata


kunci Tidak ada batasan tahun pengambilan artikel yang
relevan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia.
1. “Indeks Massa Tubuh ”
2. “Osteoporosis” Hasil yang diharapkan dari pencarian studi review
3. “Lansia” ini yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki
pengaruh terhadap terjadinya osteoporosis pada
lansia
Artikel yang teridentifikasi
N = 492

Duplikat Jurnal: 210

Artikel yang teridentifikasi


berdasarkan judul
N = 282

Skrining berdasarkan Variabel: 268


Assesmen berdasarkan full text :6

Artikel dengan Variabel Hubungan IMT


terhadap kejadian Osteoporosis pada Lansia
N=6
HASIL Tabel 1
Karakteristik Penelitian Intervensi pada Lansia

Penulis Judul Tahun N Umur Sampel

Humaryanto dan Gambaran Indeks Massa Tubuh dan Densitas Massa Tulang 2019 347 < 40 tahun dan usia ≥ 70
Ahmad S Sebagai Faktor Risiko Osteoporosis pada Wanita tahun.

Legiran. et al Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan 2015 38 52-70 tahun
Osteoporosis pada Wanita Pascamenopause

Reeny P. et al Hubungan IMT dengan Osteoporosis Wanita 50-60 Tahun 2019 29 50-60 tahun
Subras Deutero Melayu Etnis Bugis/Makassar

Soraya V. et al Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Fraktur 2014 62 60-90 tahun
Osteoporosis pada Lansia
Sri A. et al Hubungan Antara Usia, Body Mass Index Dan Jenis Kelamin 2020 154 61-70 tahun
dengan Osteoporosis
Yuni P Gambaran Kepadatan Tulang Lansia Berdasarkan Status Gizi 2015 28 50-65 tahun
dan Asupan Kalsium di Posyandu Lansia Kelurahan Sidosermo
Surabaya Tahun 2015
Tabel 2
Hasil Telaah Artikel dengan Faktor Risiko, IMT (Indeks Massa Tubuh)
Penulis (Tahun) Kategori N per group Metode Instrumen Hasil Kesimpulan
Penelitian Penelitian
Humaryanto, 1. Obesitas (IMT <25,0) 60 orang Cross Sectional Quantitative P value = 0,132 Individu yang mengalami obesitas cenderung mempunyai
et.al. (2019) 2. Berisiko (IMT < 23,0-24,9) 26 orang Ultrasound Bone proporsi osteoporosis yang besar, meskipun secara statistic
3. Berlebih (IMT ≥ 23,0) 0 orang Densitometry tidak ditemukan hubungan signifikan antara indeks massa
4. Normal (IMT 18,5-22,9) 68 orang tubuh dengan densitas tulang (p = 0132).
5. Kurang (IMT <18,5) 15 orang
Legiran, R.A. & Kurus – Normal 1. 27 orang Case Control Bone Mineral Density P value = 0,004 Terdapat hubungan yang bermakna antara osteoporosis dan
Gina Tanelvi Overweight – Obesitas 2. 49 orang Study (BMD) dengan tingkat IMT pada wanita pasca monopouse, yang mana IMT rendah
(2015) kepercayaan 95% memiliki risiko 4,25 kali lebih besar untuk menderita
OR sebesar 4,25 osteoporosis dibandingkan dengan wanita pascamenopouse
dengan kategori IMT tinggi.
Reeny P, et.al. 1. Berat badan lebih 1. 6 orang Cross Sectional Grading Metode Semi P value < 0,001 Terdapat korelasi negative yang signifikan antara nilai IMT
(2019) 2. Normal 2. 13 orang Kuantitatif Genant R = -0,604 dengan derajat osteoporosis (p<0,001) dan korelasinya
3. Berat badan kurang 3. 5 orang (Skla Ordinal) termasuk kuat.
Soraya V, et.al. 1. Obesitas 1. 40 orang Cross Sectional wawancara Pvalue = 0,492 Indeks massa tubuh tidak memiliki hubungan dengan kejadian
(2014) 2. Underweight dan Normal 2. 22 orang OR = 1,4 fraktur osteoporosis pada lansia. Responden yang mengalami
95% CI= 0,505 – obesitas berisiko 1,4 kali lebih besar mengalami fraktur
0,4136 osteoporosis
Sri A, et.al. 1. Gemuk Sekali (IMT>27,0 1. 28 orang Cross Sectional T-score pada femoral BMI terhadap BMI memiliki hubungan terhadap kejadian osteoporosis pada
(2020) kg/m2) 2. 25 orang neck dan lumbar spine osteoporosis femoral femoral neck. Osteoporosis pada lumbar spine (L1-L4) tidak
2. Gemuk (IMT 25,1 – 27,0 3. 86 orang (L1-L4) dengan neck P-value =0,000* memiliki hubungan yang bermakna dengan BMI.
kg/m2) 4. 10 orang diagnosis osteoporosis
3. Normal (IMT 18,5 – 25,0 5. 5 orang t-score <-2,5 BMI terhadap
kg/m2) osteoporosis L1-L4 P-
4. Kurus (IMT 17,0 – 18,4 value =0,053
kg/m2)
5. Kurus Sekali (IMT < 17,0
kg/m2)
Yuni P. (2015) 1. Normal 1. 1 orang Simple Random Hologic Sahara IMT normal (42,9%) Angka kejadian osteoporosis pada lansia di kelurahan
2. Tidak Normal 2. 6 orang Sampling Quantitative dan IMT tidak normal Sidosermo Surabaya adalah 25 % dengan kejadian osteoporosis
Ultrasound (57,1%) paling banyak terjadi pada lansia dengan status gizi yang tidak
Densitometry (QUS) 7 orang (24% ) normal atau kekurangan berat badan dan kelebihan berat
Osteoporosis badan.
PEMBAHASAN

Tidak memiliki hubungan signifikan

Humaryanto, et.al. (2019)


Karena, sampel yang digunakan
cenderung memiliki berat bada
Sri A, et.al. (2020) normal

Tidak dijelaskan secara rinci alasan


Soraya V, et.al. (2014) tidak ada hubungan signifikan
tersebut
Memiliki hubungan signifikan
Yuni P. (2015) Legiran, R.A. & Gina Tanelvi (2015)
Kejadian osteoporosis pada wanita
Lansia dengan status gizi tidak normal
pascamonopouse dengan IMT kurus dan normal
(kekurangan berat badan dan kelebihan berat
lebih banyak terjadi dibandingkan dengan IMT
badan) memiliki risiko osteoporosis lebih besar.
lebih dan obesitas.
Pada penderita obesitas juga terkait dengan
massa lemak tubuh.

Reeny P, et.al. (2019) Sri A, et.al. (2020)


Persentase subyek dengan fraktur moderate dan Terdapat hubungan signifikat IMT dengan
hebat ditemukan paling tinggi pada IMT osteoporosis femoral neck, yang dapat
underweight dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena berat badan yang tinggi yang
menegaskan bahwa IMT berpengaruh terhadap berakibat pada remodeling tulang untuk
grading osteoporosis yang dinilai menurut mengimbangi beban mekanis yang berat.
Genant.
Massa
lemak Massa
IMT Lebih Osteoporosis
Adipoksin Tulang
atau Obesitas

Leptin

Massa
Tulang
IMT Kurang ↓
Massa
atau
Otot
Underweight Osteoporosis

Efek Remodellin
Estrogen protektif g tulang
× terganggu
KESIMPULAN

Kejadian osteoporosis paling banyak terjadi pada lansia yang memiliki indeks massa
tubuh tidak normal, baik berat badan berlebih maupun berat badan kurang. Hasil review
enam penelitian yang telah direview menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian Osteoporosis pada lansia. Lansia dengan IMT
berlebih atau obesitas berisiko, karena berhubungan dengan massa lemak tubuh, yang
merupakan predictor massa tulang karena meningkatkan tekanan mekanis melalui otot.
Namun, hal yang sama juga terjadi pada lansia dengan IMT yang rendah, karena
berkaitan dengan kekuatan tulang yang menurun, sehingga akan berkurangnya massa
tulang pada semua bagian tubuh.

Anda mungkin juga menyukai