Anda di halaman 1dari 22

Moh.

Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di


Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di


Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

Moh. Misbachul Munir1

1 Madrasah Diniyah Muzamzamah Chosyi’ah, Jl. KH. Moh.


As'ad Umar, Wonokerto Selatan, Kec. Peterongan, Kabupaten
Jombang, Jawa Timur, 61481, Indonesia.
Email: muchosy11@gmail.com

Abstrak: Artikel ini memberikan gambaran terkait implementasi


budaya religius yang diterapkan pada lingkungan SMP Negeri 2
Diwek. Seperti yang kita ketahui bersama, krisis moral yang
melanda bangsa ini nampaknya menjadi sebuah persoalan besar
serta menjadi kegelisahan bagi semua kalangan. Seperti
maraknya kasus korupsi yang tidak pernah surut bahkan
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seakan menjadi
cermin moralitas kurang baik bangsa Indonesia. Oleh karena itu
pendidikan moral dirasa sangat dibutuhkan selain hanya
pendidikan intelektual saja. Dalam mendidik moral siswa,
beberapa sekolah menerapkan berbagai macam strategi guna
mencegah maupun mengatasi adanya krisis moral peserta
didiknya. Sama halnya yang dilakukan di lingkungan sekolah
SMP Negeri 2 Diwek, adanya upaya implementasi budaya
religius ditujukan guna membiasakan para siswanya memiliki
budaya yang religius. Sehingga dari adanya budaya religius
tersebut, diharapkan mampu memncegah maupun mengatasi
krisis moral peserta didiknya. Dalam artikel ini, penulis
menggunakan jenis metode penelitian kualitatif, dengan
melakukan observasi dalam metode pengumpulan data.
Sehingga dari data yang didapatkan, penulis dapat
menggambarkan sebuah proses implementasi budaya religius
yang dilakukan di lingkungan SMP Negeri 2 Diwek.

Kata Kunci: Budaya Religius, Implementasi, Krisis Moral.

1. Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan formal yang telah berjalan hingga saat
ini, banyak mengalami perubahan dalam segi sistem maupun kebijakan
terkait pelaksanaannya. Sistem dan kebijakan yang telah ditetapkan
dalam undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) tentunya

Vol. 4 November 2021 225


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

memiliki harapan besar untuk merubah dan mengembangkan sistem


pendidikan yang ada di Indonesia agar kedepannya semakin baik lagi.
Adanya perubahan tatanan kurikulum, merdeka belajar dan lain
sebagainya adalah bentuk ikhtiar kongkrit pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia.
Oleh karena itu Pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Dengan pendidikan bisa memajukan
kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata internasional.
Pendidikan akan sangat terasa gersang apabila tidak berhasil mencetak
sumber daya manusia yang berkualitas (baik segi spiritual, intelegensi,
dan skill). Sehingga diperlukan peningkatan mutu pendidikan supaya
bangsa ini tidak tergantung pada status bangsa yang sedang berkembang
tetapi bisa menyandang predikat bangsa maju.
Untuk memperbaiki kehidupan bangsa harus dimulai dari
penataan dalam segala aspek dalam pendidikan, mulai dari aspek tujuan,
sarana, pembelajaran, manajerial dan aspek lain yang secara langsung
maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.
Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pendidikan yang mampu
meyiapkan Sumber Daya Manusia yang memiliki moralitas yang tinggi
[1].
Pendidikan sejatinya merupakan proses pembentukan moral
masyarakat beradab, masyarakat yang tampil dengan wajah
kemanusiaan dan pemanusiaan yang normal. Artinya, pendidikan yang
dimaksudkan di sini lebih dari sekedar sekolah (education not only
education as Schooling) melainkan pendidikan sebagai jaring-jaring
kemasyarakatan (education as community networks). Pendidikan
diharapkan bisa memberikan sebuah kontribusi positif dalam
membentuk manusia yang memiliki keseimbangan antara kemampuan
intelektual dan moralitas [2].
Selain pendidikan intelektual, pendidikan moral menjadi sangat
penting bagi keteguhan dan kekokohan suatu bangsa. Pendidikan moral
adalah suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia untuk
menjadi seorang yang memiliki kekuatan intelektual dan spiritual
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya di segala aspek. Hal ini
harus menjadi agenda pokok dalam setiap proses pembangunan bangsa.
Pendidikan moral ini bisa diaplikasikan pada penanaman nilai-nilai
agama di sekolah. Untuk mewujudkan pendidikan ini, maka
penyelenggaraan pendidikan harus memperhatikan penanaman nilai
religius dalam segala aspek aktivitas belajar. Demi terciptanya kehidupan
yang bercita-cita dan bertujuan pasti [3].

226 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

Adanya krisis moral yang melanda bangsa ini nampaknya


menjadi sebuah persoalan besar serta menjadi kegelisahan bagi semua
kalangan. Seperti maraknya kasus korupsi yang tidak pernah surut
bahkan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seakan menjadi
cermin moralitas kurang baik bangsa Indonesia. Di sisi lain, krisis ini
menjadi komplek dengan berbagai kasus yang cukup memilukan yang
terjadi pada generasi muda bangsa ini, seperti tawuran pelajar,
penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas, aborsi, penganiayaan
yang disertai pembunuhan.
Fenomena ini sesungguhnya sangat berseberangan dengan
norma-norma keagamaan dan semestinya bukan menjadi kepribadian
bangsa Indonesia. Alhasil jika krisis semacam ini dibiarkan begitu saja
dan berlarut-larut apalagi dianggap sesuatu yang biasa maka segala
bentuk penyimpangan moralitas akan terus menjadi budaya. Sekecil
apapun krisis moralitas secara tidak langung akan dapat merapuhkan
nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Krisis tersebut bersumber dari krisis moral, akhlak (karakter)
yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pendidikan.
Krisis karakter yang dialami bangsa saat ini disebabkan oleh kerusakan
individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga
menjadi budaya. Budaya inilah yang menginternal dalam sanubari
masyarakat Indonesia dan menjadi karakter bangsa.Ironis, pendidikan
yang menjadi tujuan mulia justru menghasilkan output yang tidak
diharapkan.
Hingga kini masyarakat mulai menyadari bahwa pentingnya
mendidik anak dalam segi moraitas tidak hanya dalam intelektual saja.
Realitas tersebut mendorong timbulnya berbagai gugatan terhadap
efektifitas pendidikan agama yang selama ini dipandang oleh sebagian
besar masyarakat telah gagal, sebagaimana penilaian Mochtar Buchori
bahwa kegagalan pendidikan agama ini disebabkan karena praktik
pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pada
pertumbuhan nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek
afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekat untuk mengamalkan
nilai-nilai ajaran agama.
Mendidik moralitas siswa berbeda dengan mendidik secara
intelektual. Mendidik secara moralitas tidak bisa dilakukan hanya
dengan waktu yang singkat, namun diperlukan pendidikan secara
berkelanjutan dan terus melalui pembiasaan-pembiasaan baik dalam
kesehariannya. Adanya pembiasaan-pembiasaan baik yang dilakukan

Vol. 4 November 2021 227


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

secara kontinu baik di lingkungan keluarga maupun sekolah secara tidak


langsung akan membentuk moral dan kepribadian baik seorang anak.
Maka dari pentingnya hal tersebut, banyak diantara lembaga-
lembaga pendidikan formal yang pada akhirnya menerapkan sistem
pembiasaan baik untuk membentuk kepribadian baik siswa. Sehingga
nantinya dengan kepribadian baik yang timbul dari pembiasaan
diharapkan menjadi sebuah budaya religius siswa khususnya di sekolah
dan umumnya dalam lingkungan masayarakat. Berangkat dari hal yang
demikian, penulis bermaksud menulis sebuah artikel tentang
implementasi budaya religius siswa di SMP Negeri 2 Diwek. Seperti
halnya yang penulis jumpai pada lingkungan SMPN 2 Diwek.

2. Metode
Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif. Dalam hal ini peneliti mencoba menggali
beberapa data terkait obyek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan
memotret kondisi atau situasi secara wajar dan natural sesuai dengan
kodisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi selama penelitian
berlangsung.
Subyek penelitian yaitu informan penelitian yang memahami
informasi tentang objek penelitian. Adapun yang menjadi subyek
penelitian adalah dari unsur Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Waka
Kesiswaan SMP Negeri 2 Diwek Jombang. Maka dalam mendapatkan
data yang relevan dengan permasalahan yang telah ditetapkan di atas,
peneliti memperoleh data yang di ambil menggunakan metode observasi
dan wawancara.
Penelitian dilakukan dengan mengamati pelaksanaan kegiatan
pembiasaan baik yang dilakukan di SMP Negeri 2 Diwek. Adapun
pengamatan yang dilakukan ialah sebanyak 3 kali dalam satu minggu.
Pemilihan kelas untuk obyek pengamatan dipilih secara acak ditujukan
agar mengetahui kondisi wajar/asli obyek serta terhindar dari adanya
rekayasa kegiatan pembiasaan.
Penelitian dilakukan dalam bentuk memberikan pertanyaan
kepada narasumber/informan sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Sehingga didapat beberapa jawaban berupa informasi yang dapat
digunakan sebagai data penelitian. Beberapa pertanyaan yang diajukan
terkait seputar maksud dan tujuan, mekanisme kegiatan serta substansi
terkait kegiatan pembiasaan yang dilakukan.
Selain menggunakan metode dalam pengumpulan data, penelitan
juga dianalisis dengan tahap pengolahan data terhadap data-data yang
telah diperoleh dalam pengumpulan data. Dalam mengolah data ini,

228 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

peneliti menggunakan teknik reduksi data, penyajian data, dan


penarikan kesimpulan.
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,
penyederhanaan dan pengabstraksian dari catatan-catatan tertulis
dilokasi penelitian. Reduksi data dilakukan sebelum pengumpulan data,
selama pengumpulan data dan sesudah pengumpulan data. Tujuan dari
pereduksian data ini untuk memisahkan data-data yang dianggap
penting dan berkaitan dengan penelitian.
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan
laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan di
analisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Data yang disajikan harus
sederhana dan jelas agar mudah dibaca.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menarik sebuah benang
merah yang menjadi inti dari penelitian. Tujuan dari penarikan
kesimpulan dalam hal ini adalah memberikan sebuah jawaban terkait
rumusan masalah yang dimunculkan selama proses penelitian dilakukan
[4].

3. Hasil
SMP Negeri 2 Diwek adalah lembaga pendidikan formal yang
berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional yang
berlokasi di Watugaluh Kec. Diwek Kab. Jombang. Sejarah singkat
berdirinya SMP Negeri 2 Diwek Jombang mulai beroperasi pada tahun
ajaran 1986. Layaknya lembaga pendidikan formal lainnya, tujuan
didirikannya lembaga ini adalah menjadi sarana belajar guna mencetak
generasi penerus bangsa yang memiliki wawasan luas, berpengetahuan,
dan berkarakter.
Adapun visi dari SMP Negeri 2 Diwek adalah “Terwujudnya
siswa berprestasi, peduli lingkungan berdasarkan Iman dan Taqwa”.
Sedangkan beberapa misi dari SMP Negeri 2 Diwek adalah:
a. Melaksanakan proses pembelajaran dan layanan bimbingan
konseling secara efektif.
b. Mendorong siswa berprestasi di bidang olahraga voli, sepak bola,
dan atletik.
c. Melaksanakan muatan local di bidang pertukangan dan teknik.
d. Meningkatkan pengayaan dan pengalaman terhadap ajaran
agama yang dianut melalui: baca tulis Al Quran, dzikir, dan
pelaksanaan sholat berjamaah, sehingga menjadi sumber kearifan.

Vol. 4 November 2021 229


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

Dalam bidang Kurikulum yang dipakai dalam proses


pembelajaran siswa di SMP Negeri 2 Diwek adalah Kurikulum model
K13 dimana pada proses pembelajarannya lebih menekankan pada
proses ekplorasi siswa dan lebih memposisikan siswa sebagai subyek
(pelaku). Sehingga aspek dalam KI (Kompetensi Inti) lebih menekankan
pada pendidikan karakter siswa.
Dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di
sekolah, SMP Negeri 2 Diwek memiliki tenaga pendidik yang berjumlah
45 orang sesuai pembagian tugas mengajar dalam kurikulum. Jumlah
pendidik yang ada disesuaikan dengan kebutuhan jam pembelajaran
sebanyak 21 rombel (kelas). Terkait tenaga kependidikan yang
melaksanakan kegiatan operasional sekolah, SMP Negeri 2 Diwek
memiliki tenaga kependidikan yang berjumlah 15 orang.
Dengan jumlah sekian, tenaga kependidikan terbagi dengan
beberapa tugas dan bagian tertentu sesuai kebutuhan operasional
sekolah. Mengenai jumlah peserta didik yang aktif mengikuti kegiatan
pembelajaran tercatat sebanyak 647 siswa aktif yang terbagi dalam 3
tingkatan kelas dengan jumlah 7 rombel setiap tingkatannya.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran normal (tatap muka)
dilakukan selama 6 hari dalam satu pekan, dimulai pada hari senin
sampai pada hari sabtu. Sebelum mengawali kegiatan belajar, para
peserta didik mengikuti kegiatan membaca surat yaasiin secara bersama-
sama sebelum memulai pelajaran di jam pertama.
Pembacaan surat yaasiin dilakukan pada kelas masing-masing
dan dipimpin oleh guru yang bertugas pada jam pertama. Pada hari-hari
Jumat tertentu sesuai penanggalan jawa, sekolah juga mengadakan
berbagai kegiatan seperti istighotsah, yaasin dan tahlil, pembacaan
sholawat nabi,serta kegiatan jumat bersih lingkungan. Yang
keseluruhannya dilakukan secara bersama-sama dengan bapak/ibu guru.

4. Pembahasan
A. Implementasi Budaya Religius
Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Arinda Firdianti diartikan sebagai “penerapan”. Sedangkan menurut
Browne dan Wildavsky dalam Arinda Firdianti implementasi adalah
“perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan” [5, p. 19]. Pengertian
tersebut menjelaskan bahwa implementasi lebih mengarah pada
aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Mekanisme disini mengandung arti bahwa implementasi bukan
sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilaksanakan

230 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

berdasarkan acuan norma yang berlaku. Dalam pengertian lain


implementasi adalah proses bagaimana menstransformasikan input
(tujuan dan isi) ke dalam bentuk rangkaian tindakan operasional guna
mewujudkan hasil yang diinginkan oleh suatu kebijakan [6].
Banyak pakar yang mendefinisikan budaya, di antaranya ialah
menurut Andreas Eppink menyatakan bahwa budaya mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain [7]. Menurut
Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Koentjaraningrat juga
mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta hasil budi
pekerti [8, p. 25].
Fungsi implementasi adalah mentransformasikan tujuan
kebijakan ke dalam bentuk-bentuk kegiatan operasional yang dibutuhkan
agar kebijakan mencapai tujuannya. Pengertian lain terkait implementasi
menurut Mulyadi dalam Apriandi adalah suatu tindakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan.
Menurut Widodo dalam Apriandi implementasi adalah sarana untuk
melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau
akibat terhadap sesuatu.
Dari beberapa paparan definisi tentang implementasi di atas,
dapat kita tarik ketahui bahwa secara umum implementasi merupakan
serangkaian aktivitas atau kegiatan yang terencana dan dilaksanakan
berdasarkan acuan norma yang berlaku. Menurut Judson implementasi
strategi melalui lima langkah yaitu menganalisis dan merencanakan
perubahan, mengkomunikasikan perubahan, mendorong perubahan,
mengembangkan inisiasi masa transisi, mengkonsolidasikan kondisi baru
dan tindak lanjut [9, p. 166].
Akib menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yaitu:
1. Kondisi lingkungan (environmental conditions)
2. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relanship)
3. Sumber daya (resources)
4. Karakter institusi implementor (characteristicimplementing) [10].

Sedangkan menurut Purwanto beberapa faktor yang menentukan


berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi yaitu:
1. Kualitas kebijakan itu sendiri
2. Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran)

Vol. 4 November 2021 231


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

3. Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan


kebijakan (pelayanan, subsidi, hibah, dan lainnya)
4. Kapasitas implementor (struktur organisasi, dukungan SDM,
koordinasi, pengawasan, dan sebagainya)
5. Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran (apakah kelompok
sasaran adalah individu atau kelompok, laki-laki atau perempuan,
terdidik atau tidak)
6. Kondisi lingkungan geografi, sosial, ekonomi, dan politik di mana
implementasi tersebut dilakukan [11].

Budaya yang telah menjadi kebiasaan membetuk suatu kata yang


disebut kebudayaan. Kebudayaan menurut Parsudi Suparlan dalam
Kamsi, merupakan “unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam
kehidupan masyarakat dan sulit berubah” [12]. Definisi konsep
Koentjaraningrat dalam Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi kebudayaan
mencakup kesuluruhan dari gagasan, kelakuan, dan hasil-hasil kelakuan.
Kebudayaan di sini juga dipercayai sebagai produk yang berupa
gagasan maupun perilaku yang telah nampak [13, p. 7]. Sementara
kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam
Tedi Sutardi adalah “kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa,
dan cipta manusia” [14, p. 9]. Budaya tersebut berasal dari perpaduan
rasa dan pengetahuan.
Keberadaan budaya di dalam organisasi (sekolah) tidak bisa
dilihat oleh mata namun bisa dirasakan. Budaya tersebut dapat dirasakan
keberadaannya berdasarkan perilaku anggota di dalamnya. Kebudayaan
tersebut memberikan pola, cara-cara berfikir, merasa menanggapi dan
menuntun para anggota dalam organisasi (sekolah) [15, p. 180]. Adanya
budaya dapat mempengaruhi setiap orang di dalamnya. Selain
mengubah perilaku seseorang baik individu maupun kelompok budaya
sangat berperan dan efektif dalam pencapaian tujuan.
Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol
yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi,
peserta didik, dan masyarakat sekolah. Perwujudan budaya tidak hanya
muncul begitu saja, tetapi melalui proses pembudayaan [16, p. 221].
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud budaya religius dalam penelitian ini adalah sekumpulan nilai-
nilai agama atau nilai religius (keberagamaan) yang menjadi landasan
dalam berperilaku dan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Budaya
religius ini dilaksanakan oleh semua warga sekolah, mulai dari kepala

232 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, pertugas keamanan,


dan petugas kebersihan.
Budaya religius sekolah adalah nilai-nilai Islam yang dominan
yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan
sekolah setelah semua unsur dan komponen sekolah termasuk
stakeholders pendidikan. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem
nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang dapat diterima secara
bersama. Cara membudayakan nilai-nilai religius dapat dilakukan
melalui kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di kelas, kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas dan tradisi serta
perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta
religious culture tersebut di lingkungan sekolah [17].
Asmaun Sahlan menjelaskan bahwa alasan perwujudan budaya
religius di sekolah, antara lain:
1. Keterbatasan alokasi waktu untuk mata pelajaran PAI
2. Strategi pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada aspek
kognitif
3. Proses pembelajaran yang cenderung kepada transfer of knowledge,
bukan internalisasi nilai
4. Pengaruh negatif dari lingkungan dan teknologi informasi [18, p.
34].

Dari apa yang telah dikemukakan oleh Asmaun Sahlan dapat kita
ketahui bahwa mewujudkan atau mengimplementasikan budaya religius
adalah sebuah hal yang penting untuk dilakukan, khususnya dalam
lingkup lembaga pendidikan. Beberapa contoh yang dapat kita lihat dari
wujud budaya religius di sekolah antara lain:
1. Senyum, Salam, Sapa (3S)
Senyum, salam dan sapa dalam perspektif budaya menunjukkan
bahwa komunitas masyarakat memiliki kedamaian, santun, saling
tenggang rasa, toleran dan rasa hormat.
2. Saling Hormat dan Toleran
Dalam perspektif apapun toleransi dan rasa hormat sangat
dianjurkan. Melalui pendidikan dan dimulai sejak dini, sikap
toleran dan rasa hormat harus dibiasakan dan dibudayakan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Puasa Senin Kamis
Puasa merupakan bentuk peribadatan yang memiliki nilai yang
tinggi terutama dalam pemupukan spiritualitas dan jiwa sosial.
Nilai- nilai yang ditumbuhkan melalui proses permbiasaan

Vol. 4 November 2021 233


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

berpuasa tersebut merupakan nilai-nilai luhur yang sulit dicapai


oleh siswa di era sekarang.
4. Salat Dhuha
Melakukan ibadah dengan mengambil wudhu dilanjutkan dengan
shalat dhuha dilanjutkan dengan membaca al-Qur’an memiliki
implikasi pada spiritualitas dan mentalitas bagi seseorang yang
akan dan sedang belajar.
5. Tadarrus al-Qur’an
Tadarrus al-Qur’an atau kegiatan membaca al-Qur’an merupakan
bentuk peribadatan yang diyakini dapat mendekatkan diri kepada
Allah. Dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang
berimplikasi pada sikap dan perilaku positif, dapat mengontrol diri,
dapat tenang, lisan terjaga dan istiqomah dalam beribadah.
6. Istighosah dan Doa bersama
Istighosah adalah doa bersama yang bertujuan memohon
pertolongan dari Allah. Inti dari kegiatan ini sebenarnya dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah.
7. Shalat berjama’ah
Melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dapat menyatukan
antara kaum muslimin, menyatukan hati dalam satu ibadah yang
paling besar, mendidik hati, meningkatkan kepekaan perasaan,
mengingatkan kewajiban, dan menggantungkan asa pada Dzat
Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi [18, pp. 116–121].

Dari sekian banyak contoh di atas dapat kita pahami bahwa


betapa indahya jika budaya religius mampu melekat diantara siswa dan
warga sekolah. Sehingga apa yang telah dilakukan di sekolah diharapkan
bisa diterapkan pula dalam keseharian peserta didik. Namun yang kita
ketahui bersama, bahwa sebuah proses sudah semestinya berjalan
melalui beberapa tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Beberapa tahapan proses yang bisa ditempuh dalam
mengimplementasikan budaya religius diantaranya:
1. Penciptaan Suasana Religius
Budaya religius yang ada di sekolah bermula dari penciptaan
suasana religius yang disertai penanaman nilai-nilai religius secara
istiqomah. Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk
mengkondisikan suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius
(keagamaan). Penciptaan suasana religius dapat diciptakan dengan
mengadakan kegiatan religius di lingkungan sekolah. Kegiatan- kegiatan
yang dapat menumbuhkan budaya religius (religious culture) di
lingkungan lembaga pendidikan antara lain :

234 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

a. Melakukan kegiatan rutin, yaitu pengembangan kebudayaan


religius secara rutin berlangsung pada hari-hari belajar biasa di
lembaga pendidikan.
b. Menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung
dan menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan agama,
sehingga lingkungan dan proses kehidupan semacam ini bagi
peserta didik benar-benar bisa memberikan pendidikan tentang
caranya belajar beragama.
c. Pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal oleh
guru agama dengan materi pelajaran agama dalam suatu proses
pembelajaran, namun dapat pula dilakukan di luar proses
pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
d. Menciptakan situasi atau keadaan religius. Tujuan menciptakan
situasi keadaan religius adalah untuk mengenalkan kepada peserta
didik tentang pengertian dan tata cara pelaksanaan agama dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu budaya religius di sekolah
dapat diciptakan dengan cara pengadaan peralatan peribadatan,
seperti tempat sholat (masjid atau mushola), alat-alat sholat seperti
mukena, peci, sajadah atau pengadaan al-Qur’an. Di dalam ruang
kelas bisa ditempel kaligrafi sehingga peserta didik dibiasakan
selalu melihat sesuatu yang baik.
e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik sekolah/madrasah
untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat dan
kreativitas pendidikan agama dalam ketrampilan dan seni seperti
membaca al-Qur’an, adzan, sari tilawah, serta untuk mendorong
peserta didik sekolah mencintai kitab suci, dan meningkatkan
minat peserta didik untuk membaca, menulis serta mempelajari isi
kandungan al-Qur’an.
f. Menyelenggarakan berbagai macam perlombaan seperti cerdas
cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian, kecepatan dan
ketepatan menyampaikan pengetahan dan mempraktekan materi
pendidikan Islam.
g. Diselenggarakannya aktivitas seni, seperti seni suara, seni musik,
seni tari, atau seni kriya [19].

2. Internalisasi Nilai Religius


Internalisasi berarti proses menanamkan, menumbuhkan dan
mengembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang
bersangkutan. Internalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman

Vol. 4 November 2021 235


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

tentang agama kepada para siswa, terutama tentang tanggung jawab


manusia sebagai pemimpin yang harus arif dan bijaksana. Langkah
selanjutnya senantiasa diberikan nasihat kepada para siswa tentang adab
bertutur kata yang sopan dan bertata karma baik terhadap orang tua,
guru maupun sesama orang lain.
Selain itu proses internalisasi tidak hanya dilakukan oleh guru
agama saja, melainkan juga semua guru yang ada di sekolah sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Ada beberapa tahap dalam
internalisasi nilai, yaitu:
a. Tahap transformasi nilai
Pada tahap ini guru hanya sekedar menginformasikan nilai- nilai
yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata- mata
komunikasi verbal.
b. Tahap transaksi nilai
Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan
komunikasi dua arah atau interaksi antar siswa dengan guru
bersifat interaksi timbal balik. Dalam tahap ini guru tidak hanya
menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk tetapi
juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan
yang nyata dan siswa diminta memberikan respon yang sama,
yakni menerima dan mengamalkan itu.
c. Tahap transinternalisasi
Tahap ini jauh lebih dalam daripada sekedar transaksi. Dalam
tahap ini penampilan guru di hadapan siswa bukan lagi sosok
fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian
pula siswa merespon kepada guru bukan hanya
gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan
kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
transinternalisasi ini adalah komunikasi dan kepribadian yang
masing-masing terlibat secara aktif [20].

3. Keteladanan
Upaya mewujudkan budaya religius sekolah dapat dilakukan
melalui pendekatan keteladanan dan pendekatan persuasif atau
mengajak kepada warga sekolah dengan cara yang halus, dengan
memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan warga
sekolah. Memberikan contoh teladan atau perilaku yang baik dalam
kehidupan sehari hari, sehingga dapat ditiru oleh warga sekolah.

4. Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah metode yang digunakan pendidik

236 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

dalam proses pendidikan dengan cara memberikan pengalaman yang


baik untuk dibiasakan dan sekaligus menanamkan pangalaman yang
dialami oleh para tokoh untuk ditiru dan dibiasakan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.
Metode pembiasaan sering disebut dengan pengkondisian
(conditioning), adalah upaya membentuk perilaku tertentu dengan cara
mempraktikkannya secara langsung. Secara praktis metode ini
merekomendasikan agar proses pembelajaran memberikan kesempatan
kepada siswa untuk praktik langsung (direct experience) atau
menggunakan pengalaman pengganti / tak langsung (vicarious experience)
[21].

5. Pembudayaan
Koentjoroningrat dalam Asmaun Sahlan menyatakan proses
pembudayaan dilakukan melalui tiga tataran, yaitu:
a. Tataran nilai yang dianut, yakni merumuskan secara bersama
nilai- nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di
sekolah, untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas
bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang
disepakati.
b. Tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah
disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku
keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangannya
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1) Sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan
perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di
sekolah
2) Penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan
dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak
sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah
disepakati
3) Pemberian penghargaan terhadap yang berprestasi [18, p. 117].
c. Tataran simbol-simbol budaya, yaitu mengganti simbol-simbol
budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama
dengan simbol budaya yang agamis.

Vol. 4 November 2021 237


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

B. Hambatan Implementasi Budaya Religius


Secara istilah pengertian hambatan adalah suatu halangan atau
rintangan yang dapat muncul ketika penerapan strategi. Secara umum
ada dua jenis hambatan yaitu hambatan eksternal dan internal.
Hambatan eksternal biasanya didapatkan dari fisik sekolahnya seperti
sarana dan lain sebagainya. Sedangkan hambatan internal didapatkan
dari individu yang melaksanakan.
Hambatan eksternal menurut Rizal Sholihuddin dapat dibagi
menjadi beberapa faktor diantaranya adalah:
1. Faktor guru yang kurang profesional
Faktor penghambat Implementasi dari strategi yang disusun kepala
sekolah pertamanya berasal dari guru. Karena guru sebagai pelaku yang
dapat mengetahui ideal atau tidaknya strategi tersebut dilaksanakan.
Maka dalam mengimplementasikan strategi dari budaya religius
diperlukannya guru yang profesional
2. Faktor keterbasan dari sarana prasarana
Faktor penghambat dalam mengimplementasikan strategi dari
budaya religius ialah keterbatasan kelengkapan sarana dan prasarana.
Karena sarana prasarana komponen penting dalam menunjuang proses
pembangunan budaya religius. Keberadaan sarana dan prasarana mutlak
dibutuhkan. Tanpa adanya sarana prasarana proses pendidikan akan
mengalami kesulitan yang sangat serius bahkan dapat menggagalkan
pendidikan.
3. Faktor partisipasi masyarakat
Implementasi strategi dari budaya religius di sekolah salah satu
sebagai faktor penghambatnya ialah kurangnya partisipasi masyarakat.
Ini disebabkan karena sekolah dan masyarakat merupakan partnership
dalam seluruh aktifitas pendidikan diantaranya yaitu:
a. Sekolah dan masyarakat merupakan satu keutuhan dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta
didik
b. Sekolah dan tenaga pendidikan menyadari pentingnya kerja sama
dengan masyarakat
c. Sekolah dan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil
bagian serta bantuan dalam pendidikan di sekolah
Sedangkan hambatan internal lebih mengarah pada pribadi
peserta didik itu sendiri. Apakah dirinya memiliki kesadaran akan
pentingnya menerapkan budaya religius dan patuh akan ketentuan
sekolah. Serta mereka yang berusaha untuk selalu menerapkannya
maupun telah berada di luar sekolah. Adapun macam-macam hambatan
internal adalah:

238 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

1. Kurangnya motivasi dan minat para siswa


Kurangnya minat anak dalam mempelajari pembelajaran nilai
karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan kurangnya materi
pembelajaran. Kaitannya budaya religius dimaknai siswa yang tidak
memiliki antusias terhadap budaya yang demikian sehingga menjadi
hambatan sendiri bagi kepala sekolah beserta guru yang menerapkan
strategi tersebut.
2. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis
Kondisi keluarga yang kurang harmonis menyebabkan kurang
keteladanan dari orang tua dan masyarakat. Kemiskinan keteladanan
merupakan faktor yang paling utama. Kemiskinan keteladanan ini akan
dapat dihindari kalau orang tua sering berkomunikasi dengan anaknya.
Kurangnya komunikasi orang tua dan guru akan menyebabkan perilaku
anak tidak terkontrol. Keluarga merupakan teladan utama yang dicontoh
oleh anak. Tanpa penyaring mereka menerapkan apa yang mereka lihat
dari orang tuanya.

C. Implementasi Budaya Religius di SMP Negeri 2 Diwek


Secara garis besar implementasi dapat dilakukan dengan
menganalisis apa saja yang perlu dilakukan perubahan kemudian
mengkomunikasikan atau melaksanakan analisis yang telah dibuat.
Pengimplementasian strategi kaitannya membangun budaya dapat
melalui beberapa cara yaitu:
1. Strategi membangun budaya melalui pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan merupakan
suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah yang terimplementasinya dalam pengembangan, pelaksanaan
dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Pengembangan
budaya pada peserta didik diyakini perlu dan penting dalam satuan
pendidikan pada semua stakeholder. Wawasan budaya dalam
pendidikan meliputi:
a. Budaya adalah dari dan untuk manusia
b. Dengan budaya manusia membangun masyarakat dan
lingkungan
c. Dengan budaya manusia membangun pendidikan
d. Pendidikan melalui budaya terjadi secara kontekstual
e. Pendidikan melalui budaya terjadi proses
f. Membangun manusia melalui budaya harus melibatkan fisik,
akal, dan hati

Vol. 4 November 2021 239


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

g. Membangun manusia melalui budaya, maka nilai-nilai budaya


harus menyatu dengan dirinya menjadi nuansa batinnya, menjadi
sikap dan perilakunya serta menjadi dasar cara berfikirnya
h. Pembangunan melalui kebudayaan berarti berkelanjutan yang
bersifat konvergen

2. Strategi membangun budaya melalui kerja sama


Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang rasional, yaitu:
a. Adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang ditangani oleh
sekolah dengan kebutuhan masyarakat
b. Ketetapan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh
sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan kontrak antara
sekolah dan masyarakat
c. Keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan
masyarakat sangat dipengaruhi oleh ikatan objektif antara sekolah
dan masyarakat. Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian,
penghargaan, dan bantuan tertentu seperti dana, fasilitas, dan
bentuk bantuan lain baik bersifat ekonomis maupun non
ekonomis.

Keterlibatan masyarakat sekolah sebagai sistem sosial merupakan


bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar. Sekolah dengan
masyarakat memiliki hubungan yang erat dalam mencapai tujuan
sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Hubungan sekolah
dan masyarakat menurut Haryadi dkk dalam Warni Tune Sumar
bertujuan untuk:
a. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan,
dan melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan pendidikan
b. Menempatkan sekolah sebagai pelaku sentral dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan, yang bersifat inklusif sehingga institusi
pendidikan sekolah diharapkan menjadi milik masyarakat
c. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan dan program masyarakat.

Implementasi di atas merupakan strategi dari luar dan secara


umum. Sementara implementasi strategi dari dalam dapat diwujudkan
oleh warga sekolah itu sendiri melalui langkah-langkah yang dibuat
kepala sekolah. Strategi tersebut diantaranya:
1. Strategi pemberian contoh atau keteladanan
Keteladanan merupakan dimensi yang tidak kalah pentingnya
dalam kepemimpinan kepala sekolah. Kelakukan kepala sekolah yang

240 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

selalu menjadi contoh yang baik bagi bawahannya akan menjadi salah
satu modal utama bagi terlaksananya manajemen sekolah yang efektif.
Pemberian contoh di sini dapat melibatkan dirinya sendiri sebagai kepala
sekolah, dan seluruh staf di bawahnya seperti staf pengajar, manajerial,
dan lain sebagainya. Pemberian contoh pada peserta didik terhadap
perilaku dan ibadah tidak hanya terimplementasikan pada lingkup
sekolah namun harus terealisasikan pada lingkup masyarakat juga.
2. Strategi pembiasaan
Pembiasaan diartikan dengan sebagai proses pembuatan sesuatu
atau seseorang menjadi biasa. Menurut Muhaimin dalam pembelajaran
agama perlu adanya beberapa pendekatan diantaranya:
a. Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan pengalaman
keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai
keagamaan.
b. Pendekatan kebiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran
agamanya dan akhlak mulia. Melalui pembiasaan kepala sekolah
dapat membangun budaya religius sesuai tujuan yang diinginkan.
Pembiasaan ini dipercayai dapat mempengaruhi adanya kemauan
peserta didik tanpa perintah dalam menjalani budaya religius.

3. Strategi disiplin
yaitu suatu kegiatan di mana sikap, penampilan, dan tingkah laku
peserta didik sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku di sekolah dan kelas di mana mereka berada.
Disiplin juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-
orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-
peraturan yang telah ada. Dapat ditarik bahwa disiplin dapat menjadi
strategi berikutnya kepala sekolah membangun budaya. Seperti halnya
disiplin datang tepat waktu dan adanya sanksi bagi yang melanggar.

4. Strategi pemberian motivasi


Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang
ingin dicapai. Sedangkan motivasi didefinisikan sebagai suatu usaha
menimbulkan dorongan (motif) pada individu dan kelompok agar
bertindak. Motivasi ini diberikan kepada manusia khususnya kepada
para bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana
caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras
dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk

Vol. 4 November 2021 241


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

mewujudkan tujuan perusahaan/lembaga. Maksud dari adanya motivasi


yaitu seorang kepala sekolah yang mendorong bawahannya untuk lebih
semangat menjalankan tugsa-tugasnya. Selain itu kepala sekolah juga
perlu memotivasi peserta didik kaitannya belajar ilmu pengetahuan dan
memperbaik perbuatan serta ibadahnya.

Berikut ini adalah hasil wawancara penulis dengan kepala SMP Negeri 2
Diwek tentang beberapa contoh yang diterapkan dalam implementasi
strategi budaya religius yang diterapkan di SMP Negeri 2 Diwek ialah:
1. Implementasi strategi budaya shalat berjamaah
Shalat berjamaah dilakukan pada waktu dhuhur di jam 12.00-12.30
dan terbagi dalam 2 shift. Para siswa mengikuti sholat berjamaah yang
diimami oleh guru yang menjadi tugas piket imam. Dalam hasil
wawancara yang penulis lakukan kepada Waka Kurikulum, beliau
mengatakan bahwa adanya pembiasaan sholat berjamaah pada saat
istirahat jam ke 2 bertujuan agar siswa terbiasa sholat secara berjamaah
dari pada munfarid. Selain itu kondisi yang demikian mampu membawa
kerukunan antar warga sekolah SMP Negeri 2 Diwek

2. Implementasi strategi budaya membaca al Qur’an


Kegiatan membaca surat yaasiin dilakukan pada saat pagi setelah
bel sekolah dibunyikan. Para siswa membaca secara bersama-sama
dipandu oleh guru yang mengajar di jam tersebut sebelum memulai
pelajaran di jam pertama. Dalam hasil wawancara yang penulis lakukan
kepada Waka Kesiswaan, beliau mengatakan bahwa adanya pembiasaan
membaca surat yaasin bertujuan agar menjadi kebiasaan siswa/i dalam
kesehariannya. Selain itu membantu beberapa siswa yang memang
belum begitu mahir dalam bacaan Al-Qur’an.

3. Implementasi strategi budaya menebar ukhuwah melalui kebiasaan


berkomunikasi (salam, senyum, sapa)
Budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa) yang seringkali kita lihat di
sekolah-sekolah adalah cita-cita nyata dari sebuah lingkungan
pendidikan. dengan adanya budaya 3S ini akan lebih meningkatkan
hubungan yang harmonis antara pimpinan sekolah, guru, para karyawan
sekolah dan siswa SMP Negeri 2 Diwek.

4. Implementasi strategi budaya berdzikir bersama


Berdzikir artinya mengingat Allah Swt. Berdzikir bisa dilakukan
dengan mengingat Allah dalam hati atau menyebutnya dengan lisan atau
juga bisa dengan mentadabur atau mentafakur yang terdapat pada alam

242 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

semesta ini. Berdzikir selain sebagai sarana penghubung antara makhluk


dan khalik juga mengandung nilai dan daya guna yang tinggi. ada
banyak rahasia dan hikmah yang terkandung dalam dzikir.
5. Implementasi strategi budaya Peringatan Hari Besar Islam
Merupakan budaya sekolah yang mana kegiatannya dilakukan pada
waktu-waktu tertentu, misalnya kegiatan pada hari raya idul fitri, hari
raya idul adha, maulid Nabi dan tahun baru Islam.

6. Implementasi strategi pesantren kilat ramadhan


Pesantren kilat ramadhan merupakan budaya Islami di sekolah,
yang mana kegiatan ini biasa dilaksanakan ketika bulan ramadhan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperdalam pengalaman keagamaan
seseorang siswa, terutama pada bulan ramadhan karena bulan ramadhan
merupakan bulan yang istimewa dibanding bulan-bulan lainnya.

7. Implementasi strategi lomba keterampilan agama


Lomba keterampilan agama bertujuan untuk meningkatkan
kreatifitas, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama
(khusus Islam) siswa dalam kehidupan sehari-hari.

8. Implementasi strategi menjaga kebersihan lingkungan sekolah


Menjaga kebersihan merupakan hal sangat penting dalam
menciptakan lingkungan sehat dan nyaman dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk dalam lingkungan sekolah. Apabila lingkungan sekolah
bersih proses belajar mengajar yang berlangsung dapat berjalan dengan
baik dan siswa mudah dalam menangkap, dan memahami pelajaran.

5. Kesimpulan
Secara umum implementasi merupakan serangkaian aktivitas
atau kegiatan yang terencana dan dilaksanakan berdasarkan acuan
norma yang berlaku melalui lima langkah yaitu menganalisis dan
merencanakan perubahan, mengkomunikasikan perubahan, mendorong
perubahan, mengembangkan inisiasi masa transisi, mengkonsolidasikan
kondisi baru dan tindak lanjut. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa
implementasi lebih mengarah pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Mekanisme disini mengandung arti bahwa
implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilaksanakan berdasarkan acuan norma yang berlaku.

Vol. 4 November 2021 243


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

Dalam implementasi budaya religius terdapat 2 faktor yang


menjadi hambatan dalam mengimplementasikan budaya religius. Faktor
tersebut ialah 1. faktor eksternal yang terdiri dari faktor guru yang kurang
profesional, keterbatasan sarana dan prasarana, dan faktor
partisipasi/dukungan masyarakat. 2. faktor internal yang terdiri dari
faktor kurangnya semangat motivasi dari dalam diri siswa dan faktor
lingkungan keluarga yang kurang harmonis.
Strategi yang ditempuh SMP Negeri 2 Diwek dalam
mengimplementasikan buadaya religius diantaranya: budaya sholat
berjamaah, budaya membaca surat yaasiin sebelum memulai
pembelajaran, menerapkan 3S (Senyum Salam Sapa), strategi budaya
berdzikir bersama, strategi budaya Peringatan Hari Besar Islam, strategi
pesantren kilat ramadhan, strategi lomba keterampilan agama, menjaga
kebersihan lingkungan sekolah.
Dari ketiga kesimpulan yang telah penulis paparkan di atas
menujukkan bahwa dalam mengimplementasikan budaya religius perlu
kiranya untuk melihat segala aspek-aspek yang penting terkait strategi
dalam penrapannya. Karena semestinya dalam mengimplementasikan
sebuah budaya religius dalam lingkungan sekolah bukanlah perkara
yang mudah. Tentu banyak sekali hambatan-hambatan yang sudah
umum terjadi dari faktor ekternal maupun internal. Maka dari itu dalam
mengimplementasikan sebuah program diperlukan adanya evaluasi dari
strategi-strategi yang telah dilakukan. Tujuannya tidak lain adalah
sebagai bahan evaluasi terkait efektivitas dan efisiensi dari strategi
implementasi program tersebut.

6. Daftar Referensi
[1] M. Wahono and A. S. Priyanto, “IMPLEMENTASI BUDAYA
SEKOLAH SEBAGAI WAHANA PENGEMBANGAN KARAKTER
PADA DIRI SISWA,” Integralistik, vol. 28, no. 2, Art. no. 2, 2017, doi:
10.15294/integralistik.v28i2.13723.
[2] H. Siswanto, “Pentingnya Pengembangan Budaya Religious Di
sekolah,” Madinah: Jurnal Studi Islam, vol. 6, no. 1, Art. no. 1, Jun. 2019.
[3] W. Wasito and M. Turmudi, “Penerapan Budaya Religius di SD al
Mahrusiyah,” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, vol. 29, no. 1, Art.
no. 1, Sep. 2018, doi: 10.33367/tribakti.v29i1.560.
[4] S. Arikunto, Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2019.

244 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri
Moh. Misbachul Munir Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

[5] Arinda Firdianti, IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS


SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA.
Yogyakarta: Gre Publishing, 2018.
[6] A. A. Humaizi, “Implementasi Kebijakan Publik Studi Tentang
Kegiatan Pusat Informasi Pada Dinas Komunikasi Dan Informatika
Provinsi Sumatera Utara,” Jurnal Administrasi Publik  : Public
Administration Journal, vol. 3, no. 1, Art. no. 1, Mar. 2013, doi:
10.31289/jap.v3i1.191.
[7] E. Sumiyati, “Pengaruh Budaya Religius Sekolah Terhadap Akhlak
Siswa Kelas XI di SMA Plus Permata Insani Islamic School Kabupaten
Tangerang,” JM2PI: Jurnal Mediakarya Mahasiswa Pendidikan Islam, vol.
1, no. 1, Art. no. 1, Jun. 2020, doi: 10.33853/jm2pi.v1i1.69.
[8] K. Koentjaraningrat, Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
[9] N. R. Utama, PERUBAHAN ORGANISASIONAL INSTITUSI
PENDIDIKAN TINGGI TENAGA KESEHATAN. Malang: WINEKA
MEDIA, 2019.
[10] H. Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa dan Bagaimana,”
Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik, vol. 1, no. 1, Art. no. 1, Mar.
2012, doi: 10.26858/jiap.v1i1.289.
[11] S. A. Purwanto, S. Sumartono, and M. Makmur, “Implementasi
Kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) Dalam Memutus Rantai
Kemiskinan (Kajian di Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto),”
Wacana Journal of Social and Humanity Studies, vol. 16, no. 2, Art. no. 2,
Nov. 2013.
[12] N. Kamsi, “PENGARUH PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TERHADAP JIWA KEAGAMAAN,” El-Ghiroh  : Jurnal Studi
Keislaman, vol. 12, no. 1, Art. no. 1, Mar. 2017, doi: 10.37092/el-
ghiroh.v12i1.26.
[13] S. Yuniardi and T. Dayakisni, Psikologi Lintas Budaya. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2017.
[14] T. Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Jakarta:
Grafindo Media Pratama, 2007.
[15] T. Duha, Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
[16] A. Sachari, Budaya visual Indonesia: membaca makna perkembangan gaya
visual karya desain di Indonesia abad ke-20. Jakarta: Erlangga, 2007.

Vol. 4 November 2021 245


Pascasarjana IAIN Kediri
Implementasi Budaya Religius Peserta Didik di Moh. Misbachul Munir
Lingkungan Sekolah SMP Negeri 2 Diwek

[17] M. Fathurrohman, “Pengembangan Budaya Religius dalam


Meningkatkan Mutu Pendidikan,” Ta’allum: Jurnal Pendidikan Islam,
vol. 4, no. 1, Art. no. 1, Jun. 2016, doi: 10.21274/taalum.2016.4.1.19-42.
[18] A. Sahlan, Mewujudkan budaya religius di sekolah: Upaya
mengembangkan PAI dari teori ke aksi. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Accessed: Jan. 17, 2022. [Online]. Available: http://repository.uin-
malang.ac.id/1221/
[19] R. E. Syahrotunnisa, “INTERNALISASI BUDAYA RELIGIUS
PESERTA DIDIK MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI SMPN 2
TULUNGAGUNG,” Undergraduate Thesis, IAIN Tulungagung,
Tulungagung, 2020. doi: 10/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf.
[20] H. Ashoumi and P. Syarifah, “Manajemen Internalisasi Nilai
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar: Strategi Sekolah Melalui
Program 5S,” Dirasat: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, vol. 4,
no. 1, Art. no. 1, Jun. 2018, doi: 10.26594/dirasat.v4i1.1532.
[21] M. Munif, “PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEBAGAI BUDAYA SEKOLAH,” PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan,
vol. 3, no. 2, Art. no. 2, Dec. 2016, doi: 10.33650/pjp.v3i2.124.

246 Vol. 4 November 2021


Pascasarjana IAIN Kediri

Anda mungkin juga menyukai