Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN
1. Definisi imobilisasi adalah restriksi dari gerakan fisik pada sebagian atau seluruh
tubuh.
2. Imobilisasi oleh karena tirah baring lama menghasilkan satu keadaan yang secara
klinis disebut “deconditioning.”
3. Pada keadaan deconditioning ini akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari
seluruh sistem tubuh.
4. Tipe imobilisasi yang menyebabkan komplikasi pada bidang Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi (KFR) seperti:
a. Tirah baring.
b. Kelumpuhan.
c. Imobilisasi sebagian anggota tubuh (mis: brace, splint, casting).
d. Kekakuan sendi atau nyeri dengan pembatasan gerak.
e. Gangguan kejiwaan (katatonia, paralisa histerikal).
f. Gangguan sensoris.
II. KOMPLIKASI SISTEM MUSKULOSKELETAL
 Kelemahan Otot dan Atropi
1. Hilangnya kekuatan otot dan ketahanan otot.
2. Penurunan kekuatan otot sebesar 10-15% perminggu.
3. Kehilangan 50% kekuatan otot pada 3-5 minggu imobilisasi.
4. Otot anti gravitasi paling besar kehilangan kekuatan otot.
5. Kecepatan pemulihan 6% perminggu.
6. Atropi otot didefinisikan sebagai berkurangnya massa otot.
7. Pada kondisi denervasi yang ireversibel serabut otot mengalami degenerasi
permanen dan digantikan jaringan lemak dan jaringan ikat.
 Kontraktur dan Perubahan Jaringan Lunak
1. Berkurangnya kemampuan LGS baik aktif maupun pasif.
2. Kontraktur sering terjadi pada anggota gerak bawah yang melewati 2
persendian seperti sendi panggul, lutut dan pergelangan kaki.
3. Pencegahan kontraktur:
a. Proper positioning.
b. Latihan LGS aktif maupun pasif.
c. Mobilisasi atau ambulasi dini.
d. Statik splinting.
e. Dinamik splinting.
f. Serial casting.
g. Pembedahan.
 Osteoporosis
1. Bentuk dan kepadatan tulang tergantung dari gaya yang bekerja sepanjang
tulang, seperti tarikan langsung dari tendon dan weight bearing.
2. Radiografi tidak dapat mendeteksi sampai kehilangan 40% dari kepadatan
tulang.
3. Pencegahan osteoporosis dengan menggunakan tilt table.
III. KOMPLIKASI KARDIOVASKULAR
1. Komplikasi termasuk:
a. Peningkatan denyut jantung.
1) Resting heart rate >80 kpm.
2) Resting heart rate meningkat 1 kpm/ 2 hari.
b. Penurunan cardiac reserve.
c. Hipotensi ortostatik.
d. Tromboemboli.
2. Pencegahan hipotensi ortostatik:
a. Mobilisasi dini.
b. Latihan penguatan otot abdominal.
c. Latihan isotonik dan isometrik tungkai.
d. Untuk pemakaian kursi ruda:
1) Elevasi tungkai.
2) Atur sandaran.
e. Penggunaan tilt table:
1) Secara bertahap hingga 750 selama 20 menit.
f. Penggunaan korset atau stoking elastik.
3. Tromboemboli dapat terjadi karena statis vena, peningkatan viskositas darah dan
hiperkoagulabilitas (penurunan plasma terhadap jumlah RBC normal).
4. Pencegahan tromboemboli:
a. Latihan pumping untuk pergelangan kaki dan betis.
b. Ambulasi dini.
c. Penggunaan stocking elastik setinggi lutut atau lebih tinggi dari lutut.
d. Obat-obatan seperti heparin.
e. Proper positioning berupa elevasi tungkai.
IV. KOMPLIKASI SISTEM RESPIRASI
1. Gangguan:
a. Restriksi mekanik dari thoracic cage.
b. Pernafasan menjadi cepat.
c. Parameter fungsi paru menurun.
d. Penurunan kekuatan dan daya tahan otot.
2. Pencegahan:
a. Mobilisasi dini.
b. Perubahan posisi.
c. Terapi fisik dada:
1) Latihan pernafasan dalam.
2) Incentive spirometri.
3) Latihan batuk.
4) Perkusi atau vibrasi.
V. KOMPLIKASI KULIT
1. Nekrosis selular (ulkus dekubitus) pada area lokal terjadi pada daerah penonjolan
tulang.
2. Predisposisi terjadinya ulkus dekubitus:
a. Usia tua.
b. Kelumpuhan atau paralisa.
c. Fraktur.
d. Pembedahan.
e. Pemberian steroid pada kemoterapi.
3. Etiologi dan faktor risiko:
a. Faktor biomekanik.
b. Faktor biodinamika.
c. Faktor medis.
4. Pencegahan ulkus dekubitus:
a. Inspeksi dan perawatan kulit:
1) Tanda penting berpotensi menjadi ulkus:
a) Kemerahan.
b) Gelembung.
c) Rash.
d) Pembengkakan.
e) Suhu yang bervariasi.
f) Permukaan kulit yang terkelupas.
g) Kering.
2) Kulit pasien sering dibasahi dan dikeringkan dua kali sehari.
b. Pengurangan tekanan:
1) Diposisikan dab dimiringkan paling sedikit tiap 2 jam.
2) Sesuai dengan putaran jarum jam.
3) 2 jam miring kanan (900).
4) 2 jam pada posisi telentang.
5) 2 jam miring kiri (900).
6) Posisi lain dengan kemiringan 300 dengan guling dan elevasi kepala 300
dengan bantal.
VI. KOMPLIKASI SISTEM GASTROINTESTINAL
1. Perubahan:
a. Penurunan nafsu makan.
b. Penurunan sekresi lambung.
c. Atropi dari mukosa dan kelenjar intestinal.
d. Penurunan kecepatan absorbsi.
e. Penurunan rasa pengecapan.
1) Terutama untuk jenis makanan protein.
2) Menyebabkan hipoproteinemia.
f. Konstipasi:
1) Penurunan motilitas lambung dan intestinal.
2. Pencegahan:
a. Intake cairan yang cukup.
b. Diet tinggi serat.
c. Obat pencahar.

VII. KOMPLIKASI SISTEM GENITOURINARIA


1. Perubahan:
a. Peningkatan diuresis dan pengeluaran mineral.
b. Pembentukan batu:
1) 15-30% merupakan batu karbonat dan struvat.
2) Pengosongan tidak sempurna  stagnasi urin.
3) Tirah baring  hiperkalsiuria.
c. Peningkatan insidens ISK.
d. Penurunan GFR.
e. Penurunan kemampuan konsentrasi urin.
f. Penurunan spermatogenesis dan androgenesis.
2. Pencegahan:
a. Intake cairan yang adekuat.
b. Posisi tegak waktu miksi.
c. Pencegahan dari penggunaan alat yang terkontaminasi.
d. Pemberian antiseptik urin.

VIII. KOMPLIKASI METABOLISME DAN NUTRISI


1. Perubahan:
a. Penurunan lean body mass.
b. Peningkatan lemak tubuh.
c. Gangguan keseimbangan protein.
d. Kehilangan mineral dan protein.
2. Hiperkalsemia karena tirah baring lama:
a. Nyeri kepala. d. Konstipasi.
b. Mual. e. Kelemahan.
c. Lesu.
IX. KOMPLIKASI ENDOKRIN
1. Perubahan:
a. Gangguan toleransi glukosa.
b. Gangguan respons suhu dan keringat.
c. Gangguan regulasi hormon.
2. ± 8 minggu imobilisasi  pengurangan pengeluaran insulin  penurunan kepekaan
otot perifer terhadap insulin.
3. Dapat dicegah dengan latihan isotonik atau isometrik dari kelompok besar otot
pada tungkai.

X. KOMPLIKASI NEUROLOGIS, EMOSIONAL DAN INTELEKTUAL


1. Perubahan:
a. Sensory deprivation (OTWS).
b. Penurunan kapasitas intelektual.
c. Gangguan emosi dan tingkah laku.
d. Peningkatan ambang pendengaran.
e. Gangguan keseimbangan dan koordinasi.
2. Pencegahan:
a. Memberikan interaksi kepada penderita.
b. Terapi rekreasi.
c. Pengaturan untuk mandiri secara fungsional.

XI. PENUTUP
1. Deteksi dan pencegahan komplikasi akibat imobilisasi dan tirah baring lama penting
dilakukan sedini mungkin.
2. Untuk dokter umum diharapkan mampu menyusun program sederhana untuk
pencegahan komplikasi imobilisasi lama sesuai dengan indikasi.

Anda mungkin juga menyukai