Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

TEORI KOMUNIKASI MASSA


Nama : Ade Irfan Kamil
NIM : 1117051000143
Prodi : Jurnalistik/6b
Materi : Walter, “Hyperpersonality Communication” & Young, “Internet Addiction”

Dalam kehidupan sehari-hari, berkomunikasi dengan orang lain merupakan hal yang kita
lakukan hampir setiap saat. Komunikasi adalah sebuah proses sistemis dimana orang
berinteraksi dengan dan melalui simbol untuk menciptakan dan menafsirkan makna (Wood,
2013). Individu dapat melakukan komunikasi dengan siapa saja, dimana saja, dan kapan
saja. Namun pada kenyataannya masih terdapat individu yang memiliki rasa cemas dalam
berkomunikasi seperti halnya yang dinyatakan oleh Robbins (2003) dalam bukunya bahwa
halangan utama lainnya terhadap komunikasi yang efektif adalah bahwa beberapa orang
(sekitar 5-20 persen dari populasi), menderita kegelisahan komunikasi atau kecemasan yang
melemahkan.

Kecemasan komunikasi menurut McCroskey (1976) merupakan sindrom (kumpulan gejala)


kecemasan terkait dengan komunikasi langsung atau komunikasi yang akan atau sedang
dilakukan oleh individu dengan satu orang atau lebih. Individu yang mengalami kecemasan
komunikasi akan cenderung menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin
berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja (Rakhmat, 2013), hal ini
tentu saja akan mengganggu proses interaksi individu dengan sekelilingnya.

Menurut McCroskey (1984), ada empat karakteristik individu yang mengalami kecemasan
komunikasi, yang pertama adalah Internal Discomfort yaitu individu mengalami perasaan
tidak nyaman ketika melakukan komunikasi. Kemudian yang kedua adalah Avoidance of
Communication yaitu individu yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung
menghindari situasi atau kondisi yang memerlukan komunikasi. Karakteristik yang ketiga
adalah Communication Disruption yaitu individu yang mengalami kecemasan komunikasi
cenderung kurang lancar dalam presentasi lisan atau melakukan perilaku non- verbal yang
tidak alami. Karakteristik terakhir yaitu Overcommunication yaitu individu lebih
mengutamakan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan.

Salah satu faktor kepribadian yang berhubungan erat dengan kecemasan komunikasi adalah
konsep diri (Gunarsa, 1983). Konsep diri menurut Fitts (1971) yaitu sebagai suatu
keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai
oleh seorang individu. Fitts (dalam Hendriati, 2006) juga mengatakan bahwa konsep diri
merupakan aspek penting dalam diri individu karena konsep diri merupakan kerangka acuan
(frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini secara langsung
membuat konsep diri menjadi faktor yang sangat menentukan dalam berkomunikasi karena
setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat,
2013). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Giri (2016) dimana hasil
penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara konsep diri dan kecemasan
komunikasi interpersonal. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Arumsari (2011) juga
menunjukkan adanya hubungan antara konsep diri dan komunikasi interpersonal.

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2013) menyebutkan bahwa konsep diri ada dua jenis
yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif. Brooks dan Emmert juga menjelaskan
bahwa ada empat tanda seseorang memiliki konsep diri negatif, yang pertama yaitu
memiliki kepekaan terhadap kritik yang membuat individu tidak tahan dalam menerima
kritikan sehingga dapat membuatnya mudah marah atau naik pitam. Kemudian yang kedua
adalah responsif atau antusias terhadap pujian yang diberikan pada dirinya apalagi yang
menunjang peningkatan harga dirinya. Tanda yang ketiga yaitu hiperkritis, individu yang
hiperkritis cenderung suka mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun.
Selanjutnya, tanda yang keempat yaitu merasa dirinya tidak disenangi oleh orang lain dan
merasa tidak diperhatikan. Tanda yang terakhir yaitu individu bersikap pesimis terhadap
kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam
membuat prestasi.

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2013) juga menjelaskan tentang tanda-tanda individu
yang memiliki konsep diri positif, yaitu individu yakin akan kemampuannya mengatasi
masalah, individu merasa setara dengan orang lain, individu menerima pujian tanpa rasa
malu, individu menyadari bahwa setiap orang memiliki perasaan, keinginan, dan perilaku
yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, individu juga mampu memperbaiki dirinya
karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan
berusaha mengubahnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Arumsari (2011) menunjukkan adanya hubungan antara
konsep diri dan komunikasi interpersonal, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
milik Giri (2016) yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep diri dan kecemasan
komunikasi interpersonal. Namun, hasil-hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Adawiyah (2012) dimana hasil penelitiannya
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsep diri dan kecemasan komunikasi.
A. Teori Hypersonality Communication

Komunikasi Hiperpersonal yang memandang bahwa komunikasi online memiliki efek bagi
komunikatornya yang sedikit bebeda dengan face to face. Kondisi dalam berkomunikasi
melalui media telah menciptakan kebebasan bagi para penggunanya dalam membangun
komunikasi dan lebih dapat mengungkapkan perasaan ketimbang dengan komunikasi tatap
muka, ini semua dapat terjadi karena kondisi psikologis setiap komunikator terkadang
mempengaruhi interaksi yag akan terjadi (Griffin 2005).

Dengan cara berkomunikasi seperti ini, para pelaku komunikasi dapat dengan bebas
mengungkapkan perasaannya tanpa rasa malu atau canggung yang dapat dilihat langsung
oleh lawan komunikasinya. Hiperpersonal lebih berusaha menguasi pelaku komunikasi
dengan aspek Computer Mediated Communication (CMC) nya untuk lebih menghasilkan
pesan yang berkualitas, agar para pelaku komuniaksi dapat mengelola pesan dengan baik.
CMC dikelola untuk menyusun sebuah pesan yang akan dikirimkan oleh penggunanya.

1. Aspek-aspek Hypersonality Communication

Komunikasi hiperpersonal memiliki 4 variabel prosesnya menurut Joseph


Walther (2006), yaitu:

 The Sender ( Pengirim pesan dalam kegiatan komunikasi )

Pengirim pesan dalam komunikasi Hiperpersonal ini dapat secara bebas memilih
secara bebas dengan siapa lawan bicaranya tanpa dibatasi gender, ras, suku, agama,
serta latar belakang lainnya. Memilih melalui media apa dan dengan menggunakan
fasilitas apapun untuk mengirimkan pesan, seorang pengirim mendapat kebebasan
untuk melakukannya. Seorang pengirim pesan memiliki semua kebebasan dalam
menentukan proses komunikasi online yang akan dilakukan. Identitas yang biasanya
ditampilkan oleh pengirim (sender) dalam sebuah komuniaksi online biasnaya dapat
dilihat dengan jelas pada profile sebuah aplikasi yang digunakannya. Identitas yang
dibuat oleh sender dapat merupakan identitas asli atau dapat pula berbeda dengan
identitas atau keadaan yang sebenarnya, karena sesuai penjelasan diatas tadi
seorang pengirim pesan memiliki kebebasan dalam menentukan atau membuat
identitasnya.

Seperti yang dinyatakan oleh Feenberg (1989), bahwa yang direpresentasikan dalam
teks pada komunikasi onlie tidak sama dengan apa yang di representasikan pada
face to face. Profile diri atau biasa dikenal dengan self presentation yang ditampilkan
oleh pengirim pesan dapat didukung oleh gambar/grafis yang ditunjukan dengan
berbagai bentuk seperti emoticon, bunga, binatang, bangunan, katun, dan dapat
berupa gambari diri (selfie).
 The Reciver ( Penerima pesan dalam kegiatan komunikasi )

Hampir sama dengan pengirim pesan/ sender, receiver juga memiliki kebebasan
dalam membentuk identitas dirinya. Nama yang ditampilakan pada akun online
dapat berupa ID yang merupakan nama sebenarnya atau bahkan nama samara.
Intinya receiver dan sender hampir sama, hanya berbeda pada peran yang mereka
gunakan saja. Receiver pada komunikasi Hiperpersonal dapat melakukan berbagai
aktivitas dalam satu waktu, yaitu menjadi penerima dari pesan pengirim, pesan yang
bersifat tunggal (Personal) atau menjadi bagian dari mutual partisipan atau bahkan
sumber dari komunikasi massa. Kondisi receiver yang telah diketahui identitasnya
oleh sender sangat diperlukan saling keterbukaan dan kejujuran, apalagi dalam
konteks sebuah hubungan. Sama seperti sender, pola komunikasi yang digunakan
oleh receiver bertujuan untuk mempertahankan komunikasi dalam menjalankan
hubungan bersama pasangan.

 The Channel ( Saluran atau media yang digunakan dalam kegiatan komunikasi )

Pesan dalam komunikasi Hiperpersonal sama pada komunikasi pada umumnya yaitu
ada dua jenis, verbal dan nonverbal. Penggunaan bahasa verbal dalam komunikasi
Hiperpersonal dengan tulisan (text) dan dengan menggunakan suara/audio yang
telah disediakan pada aplikasi Computer Mediated Communication ( CMC).
Sedangkan untuk nonverbal, pengguna dapat menggunakan bentuk tulisan, tanda
baca untuk mewakili maksud dari kalimat yang akan disampaikan,emoticon-
emoticon, animasi, dll. Semuanya digunakan untuk memperjelas maksud serta emosi
yang sedang dirasakan komunikator/penerima pesan.

Pengirim dapat dengan bebas dan leluasa mengembangkan dan mengolah pesan
terlebih dahulu dengan baik dan tepat agar dapat memperoleh kesan tertentu yang
diinginkan oleh lawan berkomunikasinya. Itupun akan berpengaruh pada cepat
tidaknya feedback yang akan didapatkan oleh seorang pengirim pesan.

 The FeedBack ( Umpan balik atau respon yang diberikan dari penerima pesan
kepada pengirim pesan ).

Setiap proses komunikasi, para pengirim dan penerima pesan tentu akan menunggu
respon yang diberikan satu sama lain, untuk menanggapi pesan yang telah
disampaikan sebelumnya. Feedback dapat bersifat positif atau negatif tergantung
dengan pesan yang akan dikirimkan oleh komunikator. Pada Hiperpersonal ini,
feedback dapat negatif dapat terasa sekali oleh sasaran pesan dengan penggunaan
emoticon, serta sticker yang disediakan oleh aplikasi pada komputer. Pada kasus
sebuah hubungan, biasanya ini rentan sekali terjadi kepada para pasangan
khususnya pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh, dimana masing-masing
dari mereka sangat mengutamakan komunikasi. Ketika salah satu diantaranya
lambat dalam memberikan respon, bisa terjadi kesalahpahaman jika tidak kemudian
dijelaskan mengapa lambat dalam memberikan respon/umpan balik, ada beberapa
faktor yang membuat feedback tertahan diantaranya yaitu, jaringan yang lambat
sehingga pesan yang seharusnya dapat diterima langsung mengalami delay, faktor
pengguna komunikasi yang tidak berada ditempat atau sedang melakukan suatu
kegiatan yang tidak dalam waktu yang bersamaan dengan kondisi pasangan yang
memiliki waktu senggang.

Contoh Kasus:

Salah satu contoh kasus yang relevan dengan Teori Komunikasi Hiperpersonal adalah pada 3
tahun silam ketika pandemi covid-19 melanda hampir seluruh penjuru dunia yang dimana
adanya pergantian pada sistem pembelajaran Sekolah/Akademis termasuk Indonesia.
Mengharuskan sistem pembelajaran tersebut untuk dilaksanakan secara Daring atau Online.
Pada Teori ini dalam komunikasi online, individu cenderung memiliki kontrol lebih besar
dalam mengelola pesan dan citra diri yang ingin disampaikan.

Dalam pembelajaran secara daring, peserta dapat memanfaatkan media digital untuk
menciptakan kesan yang lebih positif dan memfilter pesan yang ingin disampaikan. Selain
itu, Teori Komunikasi Hiperpersonal juga menyoroti peran umpan balik (feedback) dalam
mempengaruhi komunikasi. Dalam pembelajaran secara daring, melalui media digital,
umpan balik yang diberikan dalam bentuk pesan teks, emotikon, atau respons visual melalui
panggilan video memiliki pengaruh yang signifikan dalam membangun hubungan.

B. Teori Internet Addiction

Beberapa tahun terakhir, penggunaan internet dan komputer menjadi sangat popular di
seluruh dunia. Hal ini terlihat dari peningkatan penggunaan internet di seluruh negara.
Akses pada Internet secara general memungkinan layanan dan promosi baru dalam arus
menyampaian informasi. Pengguna Internet dengan mudah melakukan percakapan di dunia
maya, chatting dengan orang lain, bermain, mendengarkan musik, menonton film atau
video, mengunduh berbagai dokumen seperti artikel, lagu atau film, bahkan melihat situs
pornografi atau ikut serta dalam permainan judi online.

Di negara Indonesia menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet
Indonesia (APJII), 2016 menunjukan setengah jumlah penduduk Indonesia terkoneksi
dengan Internet, sekita 132,7 juta penduduk terkoneksi Internet dari seluruh jumlah
penduduk Indonesia 256,2 juta jiwa. Sementara pada tahun 2014 hanya 88 juta pengguna
internet. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah pengguna yang signifikan.

1. Pengertian Internet

Secara harfiah, internet singkatan dari interconnected-networking yaitu rangkaian


komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala Internet (huruf 'I' besar)
ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP
sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol). Rangkaian
internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara menghubungkan rangkaian dengan kaidah
ini dinamakan Internetworking (”Internet”, 2008).

Menurut William F. Slater III (dalam Srihartati, 2007) internet adalah jaringan luas dari
komputer yang membentuk dan bertindak sebagai jaringan tunggal yang sangat besar untuk
pengiriman data dan pesan antar komputer dimana saja, baik dari kantor yang sama
ataupun berbagai tempat di dunia ini. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar
informasi dengan semua tempat yang ada di dunia. Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa Internet merupakan singkatan dari interconnected networking yang
berarti jaringan komputer yang saling terhubung antara satu komputer dengan komputer
yang lain yang membentuk sebuah jaringan komputer di seluruh dunia, sehingga dapat
saling berinteraksi, berkomunikasi, saling bertukar informasi atau tukar menukar data.

2. Pengertian Addiction

Addiction menurut The Dictionary of Psychology (Corsini, 2002) adalah terlalu


tergantung pada zat, orang, aktivitas, prosedur (tata cara), dan lain-lain, dalam bentuk
phsysiological dan psychological. Phsysiological dependence, biasanya terjadi pada drug
dengan karakteristik meningkatnya toleransi fisik dan withdrawal symptoms. Simptom
withdrawal akut terjadi jika penggunaan zat dikurangi secara tajam atau dihentikan.
Psychological dependence, adalah suatu kebutuhan yang kuat dan memaksa pada sesuatu,
seperti persahabatan, entertainment, perhatian, aktivitas, bepergian, sexual encounters,
dan lain-lain. Saat kebutuhan tersebut kuat, tidak biasa dan terus berlanjut serta
membahayakan diri sendiri maupun orang lain, maka kemungkinan orang tersebut
mengalami gangguan fisik atau psikologis.

Menurut Horvart (2005) addiction adalah suatu unsur atau aktivitas yang berulang kali
kita lakukan, dan kita rela untuk membayar suatu harga (atau menerima konsekuensi
negatif). Berdasarkan definisi di atas addiction tidak hanya ketergantungan terhadap zat saja
tetapi juga terhadap aktivitas tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang dan
menimbulkan dampak negatif. Internet addiction pertama kali dikemukakan Dr. Ivan
Goldberg pada tahun 1996. Internet addiction adalah gangguan yang terjadi akibat
penggunaan internet. Seperti kecanduan lainnya, internet addiction dipandang sebagai
gangguan psikofisiologikal yang melibatkan tolerance, withdrawal symptom, gangguan
afeksi dan terganggunya hubungan sosial. Tolerance adalah penggunaan internet dalam
durasi yang sama akan menimbulkan respon kepuasan minimal sehingga durasi penggunaan
internet harus ditambah agar dapat membangkitkan kepuasan dalam jumlah yang sama.
Withdrawal symptom adalah sindrom penarikan diri yang terjadi saat menghentikan atau
mengurangi penggunaan internet yang menimbulkan tremor, kecemasan, dan perubahan
mood.

Gangguan afeksi berupa depresi dan sulit menyesuaikan diri. Terganggunya hubungan sosial
seperti menurun atau hilang hubungan sosial seseorang baik dari segi kualitas maupun
kuantitas (dalam Watson, 2005; Goldberg, 1996; Saliceti, 2015). Secara umum dari
pengertian di atas Internet Addiction adalah gangguan yang terjadi akibat penggunaan
Internet, individu menghabiskan banyak waktu pada aktivitas on-line yang menganggu
kegiatan lain seperti karir, studi, hubungan keluarga, dan pastisipasi pada kegiatan
masyarakat dan sosial. Mereka juga sebagian besar tidak mampu mengontrol dirinya untuk
on-line walaupun terdapat efek negatif dari perlaku tersebut.

Dalam konteks perkembangan media digital yang pesat, Teori Internet Addiction tetap
relevan. Dengan kemajuan teknologi dan popularitas penggunaan internet yang semakin
meluas, penggunaan internet dapat menyebabkan ketergantungan dan berdampak pada
berbagai aspek kehidupan individu. Di era media digital yang terus berkembang, terdapat
potensi yang semakin besar untuk mengalami kecanduan terhadap internet dan aktivitas
online tertentu seperti media sosial, game online, atau konten digital lainnya. Selain itu,
perkembangan media digital juga membawa aspek baru yang mempengaruhi relevansi teori
ini, seperti penggunaan smartphone, media sosial, dan fitur-fitur baru yang terus
berkembang.

Contoh Kasus:

Salah satu contoh kasus yang relevan dengan Teori Internet Addiction adalah kecanduan
bermain game online. Dalam kasus ini seseorang dapat mengalami ketergantungan yang
berlebihan dalam mendapatkan hiburan. Individu yang mengalami kondisi ini cenderung
menghabiskan waktu yang sangat lama dan berlebihan di depan layar komputer/hp mereka.
Mereka juga rela menghabiskan uang mereka demi flexing atau pamer kepada player lain
untuk mendapatkan validasi. Kecanduan Game Online juga dapat menganggu jam tidur
individu tersebut sehingga jam tidur mereka tidak teratur dan rentan menyebabkan
penurunan pada sistem imunitas mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Kurmia, Novi. "Perkembangan teknologi komunikasi dan media baru: Implikasi terhadap
teori
komunikasi." Mediator: Jurnal Komunikasi 6.2 (2005): 291-296.
FATMAWATI, INTAN MAULIDA. HUBUNGAN KOMUNIKASI HIPERPERSONAL DENGAN
PEMELIHARAAN HUBUNGAN JARAK JAUH (LONG DISTANCE RELATIONSHIP)
PASANGAN SUAMI ISTRI DI KOTA BANDUNG. Diss. PERPUSTAKAAN, 2017.
Arifaini, Danil, and Afrina Sari. "KOMUNIKASI HIPERPERSONAL (HYPERPERSONAL
COMMUNICATION) PROSES PELIPUTAN BERITA DI JAKTV MENGGUNAKAN APLIKASI
ZOOM MEETING.” Jurnal Komunikasi dan Budaya 2.1 (2021): 153-183.
Rohaya, Siti. "Internet: Pengertian, sejarah, fasilitas dan koneksinya." /Jurnal/Fihris/Fihris
Vol.
III No. 1 Januari-Juni 2008/ (2008).
Rangkuti, Rahmi Putri. "Internet Addiction."

Anda mungkin juga menyukai