Anda di halaman 1dari 8

JURNAL KESEHATAN

Vol 15 No 2 Tahun 2022

Korelasi Asupan Nutrisi Dengan Ureum, Kreatinin Dan Hemoglobin Penderita Gagal
Ginjal Kronik

Yuli Misnawati1, Dwi Novitasari2🖂, Noor Yunida Triana3, Ririn Isma Sundari4
1
Mahasiswa Prodi Keperawatan Prog Sarjana Universitas Harapan Bangsa, Indonesia
2
Dosen Prodi Keperawatan Anestesiologi Prog Sarjana Terapan Universitas Harapan Bangsa,
Indonesia
3,4
Dosen Prodi Keperawatan Prog Sarjana Universitas Harapan Bangsa, Indonesia
2
dwinovitasari@uhb.ac.id / 0819 0141 5177

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Latar Belakang: Gagal ginjal kronik (GGK) ditandai dengan peningkatan kadar ureum, kreatinin dan
Diterima 1 0 A g u 2 0 2 1
penurunan kadar hemoglobin yang terjadi karena kegagalan fungsi ginjal. Hal ini menyebabkan
Disetujui 03 Nov 2021 pembatasan asupan zat gizi pada pasien. Dilain pihak eritropoetin juga menurun. Tujuan: penelitian
Di Publikasi 1 Nov 2022 ini bertujuan untuk mengetahui korelasi asupan gizi dengan kadar ureum, kreatinin dan hemoglobin
pada pasien GGK rawat jalan di RS Wijayakusuma Purwokerto. Metode: Penelitian ini menggunakan
Keywords: pendekatan korelasi analitik cross sectional, dan instrumen food recall selama 3 hari. Populasi
Nutrisi, ureum, kreatinin, penelitian ini pasien yang menjalani hemodilisa dan rawat jalan di RS Wijayakusuma Purwokerto
hemoglobin, GGK. sebanyak 115 penderita GGK yang menjalani hemodialisa rutin dalam satu minggu. Teknik purposive
sampling sebanyak 52 sampel. Analisis data menggunakan Pearson Product Moment. Hasil: Tidak
ada hubungan antara asupan kalori dengan ureum (p: 0,429), asupan kalori dengan kreatinin (p: 0,868),
DOI
asupan kalori dengan hemoglobin (p: 0,463), asupan protein dengan urea (p: 0,347), asupan protein
https://doi.org/10.32763/ju
dengan kreatinin (p: 0,366), tetapi ada hubungan antara asupan protein dengan hemoglobin (p:0,011)
ke.v15i1.412
Kesimpulan: Ada hubungan antara asupan protein dengan hemoglobin dengan p<0,5. Disarankan
untuk perawat hemodialisa agar selalu mengedukasi asupan makanan yang dikonsumsi pada penderita
GGK supaya tidak menimbulkan komplikasi lanjutan.

The correlation of nutritional intake with urea, creatinine, and hemoglobin in patients with CKD

Abstract

Background: Chronic renal disease (CKD) was characterized by increased levels of urea, creatinine,
and decreased hemoglobin levels that occur due to failure of kidney function. This causes restrictions
on nutrient intake in patients. On the other hand, erythropoietin also decreased. Purpose: This study
was to determine the correlation of nutritional intake with levels of urea, creatinine, and hemoglobin
in outpatient CKD patients at Wijayakusuma Hospital, Purwokerto. Methods: This study used a cross-
sectional analytic correlation approach, and food recalls instrument for 3 days. The populations of this
study were 115 patients with chronic kidney failure who underwent routine hemodialysis in one week.
Purposive sampling technique as many as 52 samples. Data analysis using Pearson Product
Moment. Results: There was no relationship between caloric intake and urea (p: 0.429), caloric intake
with creatinine (p: 0.868), calorie intake with hemoglobin (p: 0.463), protein intake with urea (p:
0.347), protein intake with creatinine (p: 0.366), but there is a relationship between protein intake and
hemoglobin (p: 0.011) Conclusion: There is a relationship between protein intake and hemoglobin
with p<0.5. It is recommended for hemodialysis nurses to always educate the intake of food consumed
in patients with CKD so as not to cause further complications.

🖂
Alamat korespondensi:
Harapan Bangsa University, R Patah Street, No 100, Ledug, Kembaran, Purwokerto, Central Java, Indonesia ISSN 2597-7520
Email: dwinovitasari@uhb.ac.id

© 2022 Poltekkes Kemenkes Ternate

Vol. 15 No 1/2022 |120


Pendahuluan al., 2020). Di lain pihak, prosedur hemodialisis
sebagai upaya membuang sampah metabolism
Abnormalitas fungsi renal yang berkembang dalam tubuh penderita GGK akan menimbulkan
progresif dan bersifat irreversible akan berakhir hilangnya zat gizi mikro dan makro, sehingga
menjadi gagal ginjal kronik (GGK). Terjadi penting menjaga asupan nutrisi harian utamanya
kegagalan memertahankan metabolisme sel, (Ikizler et al., 2020).
gangguan homeostasis cairan dan elektrolit, yang Penurunan fungsi ginjal tidak dapat
akan mengakibatkan peningkatan ureum dalam dihindari, kerusakan struktur ginjal diiringi
darah (uremia) serta dan sampah metabolisme penurunan LFG. Penurunan LFG ini terkait
lainnya dalam darah (Ruiz-Ortega et al., 2020). dengan kondisi klinis pasien, antara lain kadar
Prevalensi penyakit GGK di Indonesia cukup tinggi hemoglobin dan hematokrit yang menurun
yaitu kisaran 30,7 juta penduduk, terjadi kenaikan 1 sehingga menyebabkan anemia (Smeltzer et al.,
% dari survey sebelumnya (Kemenkes RI, 2018). 2015). Anemia pada pasien GGK terkait dengan
Penyakit GGK ditandai dengan gangguan penurunan produksi Erythropoietic Stimulating
homesostasis asam basa, elektrolit, tekanan darah, Factors (ESF). Dalam kondisi normal, 90%
dan cairan, kulit pruritus, abnormalitas status gizi, hormon eritropoeitin disekresi juxtaglomerulus
gangguan fungsi kognitif, terdeteksinya protein urin, ginjal dan selebihnya sejumlah 10% diproduksi di
peningkatan kadar ureum kreatinin dalam darah hati. Penurunan kadar eritropoetin berkaitan
(Smeltzer et al., 2015). dengan respon hipoksia lokal gangguan sirkulasi
Kidney Disease Improving Global Outcomes parenkim ginjal. Eritropoetin berfungsi untuk
(KDIGO) membagi tahapan chronic kidney disease merangsang proses proliferasi, diferensiasi dan
(CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) menjadi 5 maturasi prekursor eritrosit di sumsum tulang.
tahap berdasar penurunan laju filtrasi glomerulus Kompensasi tubuh dari kondisi anemia yaitu
(LFG). Laju filtrasi glomerulus adalah kecepatan menstimulasi fibroblas peritubular ginjal untuk
dalam mililiter per menit di mana zat dalam plasma meningkatkan sekresi eritropoetin. Bila
disaring melalui glomerulus; dengan kata lain, hematokrit menurun 20%, maka eritropoetin akan
pembersihan suatu zat dari darah. GFR normal untuk meningkat >100 persen dari nilai normal (Hidayat
pria dewasa adalah 90-120 ml/menit (Gounden & et al., 2016; Nair & Peate, 2015).
Jialal, 2018). Tahap 1 > 90 ml/menit/1,73 m², tahap Menurut penelitian sebelumnya tentang
2 LFG 60-89 ml/menit/1,73 m², tahap 3a LFG 45-59 hubungan asupan protein dengan kadar ureum,
ml/menit/1,73 m², tahap 3b LFG 30-44 kreatinin dan hemoglobin pada penderita GGK
ml/menit/1,73 m², tahap 4 LFG 15-29 ml/menit/1,73 hemodialisa di Rumah Sakit Tugurejo Semarang
m², dan stadium 5 LFG < 15 ml/menit/1,73 m². menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan
Hemodialisis perlu dilakukan pada pasien GGK antara asupan protein dengan kadar ureum (p
derajat IV (Gounden & Jialal, 2018; Smeltzer et al., value 0,019), ada hubungan asupan protein
2015). dengan kadar kreatinin (p value 0,044), dan ada
Ginjal akan mengeluarkan sampah hubungan asupan protein dengan kadar Hb (p
metabolisme sel dari penggunaan protein berupa value 0,024. Peningkatan kadar ureum dan
ureum dan hasil metabolisme otot berupa kreatinin. kreatinin pada pasien GGK akan mempengaruhi
Blood urea nitrogen (BUN) terbentuk di hati dari protein, karena ada efek toksik dari uremik
pemecahan protein dan siklus urea. Sekitar 85% urea (Ma’shumah et al., 2014). Faktor asupan nutrisi
dikeluarkan oleh ginjal dan sisanya keluarkan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin yaitu
melalui saluran gastrointestinal. Kondisi asupan daging matang dalam jumlah banyak
gagal/gangguan ginjal akut dan kronis akan karena terjadi penambahan kreatinin dari luar
mengakibatkan peningkatan kadar urea dalam serum tubuh, dimana 1 gr daging yang dikonsumsi
karena mekanisme klirens ginjal menurun (Ruiz- memberi kontribusi 3,5–5,0 mg kreatinin (Ikizler
Ortega et al., 2020). Peningkatan urea juga terjadi et al., 2020). Penelitian lainnya tentang hubungan
karena perdarahan saluran gastrointestinal atas, kejadian anemia dengan penyakit GGK di RSUP
dehidrasi, metabolisme katabolik, dan intake protein dr M Djamil Padang memiliki hubungan positif
tinggi. Rasio BUN dan kreatinin dapat berguna yang signifikan dengan kekuatan hubungan
untuk membedakan penyebab pra-ginjal dari ginjal sedang (r: 0,480 dan p: 0,000). Penderita GGK
ketika BUN meningkat. Pada penyakit pra-ginjal, stadium III mengalami anemia sejumlah 80–90%
rasionya mendekati 20:1, sedangkan pada penyakit (Hidayat et al., 2016). Berkebalikan dengan hasil
ginjal intrinsik, mendekati 10:1. Perdarahan saluran penelitian tersebut, penelitian tentang Hubungan
cerna bagian atas dapat dikaitkan dengan rasio BUN Asupan Protein dan Kalium Dengan Kadar
terhadap kreatinin yang sangat tinggi (kadang- Hemoglobin, Ureum Dan Kreatinin Pasien Gagal
kadang >30:1) (Gounden & Jialal, 2018). Ginjaldengan Hemodialisa Di RSUI Harapan
Nutrisi pasien GGK berperan penting dalam Anda Kota Tegal menunjukkan hasil rata – rata
mencegah progresivitas penyakit GGK dan menjaga kadar hemoglobin 9.58 gr/dl. Rata – rata kadar
status gizi optimal dengan mempertimbangkan ureum 64.03 gr/dl. Rata – rata kadar kreatinin 4.90
kemampuan kinerja ginjal yang tersisa. Nutrisi gr/dl. tidak ada hubungan asupan protein dengan
penderita GGK perlu dibatasi karena peningkatan kadar hemoglobin (p=0.409), tidak ada hubungan
ureum dan kreatinin (Cupisti et al., 2020; Ikizler et
Vol. 15 No 1/2022 |121
asupan protein dengan kadar ureum (p=0.640), tidak jika <1.2 g/kg/hari, baik jika ≥1,2 – 1,3 g/kg/hari
ada hubungan asupan protein dengan kadar kreatinin dan tinggi jika protein ≥1,3-g/kg/hari. Data
(p=0.233) (Selviani, 2018). ureum, kreatinin, dan hemoglobin didapat dari
Data yang didapatkan dari RS Wijaya Kusuma rekam medis RS. Pengkategorian kadar ureum
Purwokerto berdasar arsip rekam medik rendah jika <15 mg/dl, normal 15-39 mg/dl, tinggi
menunjukan peningkatan pasien GGK yang >39 mg/dl. Kadar kreatinin laki – laki rendah jika
menjalani hemodialisa dari 149 orang pada bulan <0,9 mg/dl, normal 0,9–1,3 mg/dl, tinggi >1,3.
Januari 2018 menjadi 167 pada pada Februari 2019. Nilai kreatinin perempuan rendah jika < 0,6
Sejumlah 136 pasien memiliki kadar ureum mg/dl, normal: 0,6–1,1 mg/dl, tinggi >1,1 mg/dl.
kreatinin tinggi, dan hemoglobin yang. Hasil Nilai hemoglobin laki–laki rendah jika < 14
wawancara peneliti dengan perawat hemodialisa mg/dl, normal 14 – 18 mg/dl, tinggi > 18 mg/dl
bahwa ketika pasien dianjurkan untuk membatasi dan kadar hemoglobin perempuan rendah jika
asupan nutrisi terutama karbohidrat dan protein, <12 mg/dl, normal 12–16 mg/dl, dan tinggi >16
pasien mengalami anemia setelah dilakukan mg/dl. Analisa univariat distribusi frekuensi
hemodialisa, sehingga harus di rawat inap. untuk karakteristik umur dan jenis kelamin
Tujuan dari pembatasan asupan nutrisi untuk penderita GGK, kadar ureum, kreatinin, dan
menjaga kadar ureum dan kreatinin agar tidak hemoglobin. Analisis bivariat untuk
meningkat terlalu banyak dalam waktu rentang mengkorelasikan variabel asupan nutrisi dengan
antara jadwal hemodialisisnya. Peningkatan ureum kadar ureum, kadar kreatinin dan kadar
kreatinin yang signifikan akan mengakibatkan hemoglobin menggunakan Pearson Product
perburukan kondisi dan stamina pasien. Berdasar hal Moment.
tersebut peneliti ingin mengetahui korelasi asupan
gizi dengan kadar ureum, kreatinin dan hemoglobin Hasil dan Pembahasan
pada pasien GGK rawat jalan di RS Wijayakusuma
Purwokerto. Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Metode Jenis Kelamin
a. Perempuan 17 32,7 %
Penelitian ini menggunakan correlation study b. Laki – laki 35 67,3%
dengan rancangan cross sectional. Pengamatan Umur (th)
variable hanya satu kali. Populasi penelitian ini a. 17 – 39 8 15,4%
adalah pasien yang menjalani hemodilisa dan rawat b. 40 – 60 44 84,6%
jalan di RS Wijayakusuma Purwokerto sebanyak Sumber: Data Primer
115 penderita GGK yang menjalani hemodialisa
rutin dalam satu minggu. Teknik sampling penelitian Tabel 1 menunjukan bahwa penderita GGK
ini yaitu purposive sampling. Kriteria inklusi mayoritas berjenis kelamin laki – laki yaitu 35
penelitian yaitu penderita yang menjalani responden (67,3%) dan berdasarkan rentang usia
hemodialisa 2 kali dalam seminggu dengan usia <60 antara 40 – 60 tahun sebanyak 43 responden
tahun tanpa komplikasi penyakit lain dilihat dari (84,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan data
data rekam medis pasien seperti diabetes melitus Indonesia Renal Registry (IRR) yang
sehingga diperoleh sampel sejumlah 52 pasien. Alat mengungkapkan bahwa kelompok umur tertinggi
pengumpulan data menggunakan kuesioner food pasien penderita gagal ginjal kronik di Indonesia
recall selama 3 x 24 sebelum hemodialisa dalam usia 45–54 tahun (27,82%) dan pada rentang
Ukuran Rumah Tangga (URT) kemudian tahun 2007–2012 pasien hemodialisa di seluruh
dikonversikan ke dalam kkal menggunakan aplikasi Indonesia didominasi oleh jenis kelamin laki –
NutriSurvey. Penelitian ini telah mendapatkan ijin laki (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2018).
dari RS Wijayakusuma Purwokerto. Adapun Bertambahnya usia dan jenis kelamin pria
prosedur pengambilan data primer tentang asupan memiliki risiko kejadian hipetensi yang tinggi.
protein dan kalori yang telah dilakukan peneliti Kejadian hipertensi pada usia dewasa muda awal
meliputi screening pupulasi, penentuan sampel yang lebih tinggi laki-laki dibanding perempuan,
penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tetapi setelah itu perempuan memiliki kejadian
yang telah ditetapkan, penjelasan penelitian kepada hipertensi lebih tinggi. Laki-laki cenderung
calon responden, pengajuan informed concent pada memiliki faktor gaya hidup seperti konsumsi
responden yang bersedia, pengisian kuesioner food tembakau, alkohol, gaya hidup yang tidak aktif,
recall oleh responden/pasien yang dikontrol peneliti dan tingkat stres yang tinggi (Munson & Traister,
melalui berkomunikasi dengan keluarga pasien via 2015). Berdasar hasil penelitian tentang analisis
sosial media, responden mengumpulkan kuesioner hubungan kadar glukosa darah dan tekanan darah
saat jadwal hemodialisa. Data sekunder tentang didapatkan hasil jenis kelamin laki-laki 25
kadar ureum, kreatinin, dan hemoglobin diambil dari responden (30,1%) dan seluruh responden
rekam medis responden ketika hemodialisa. memiliki usia lebih dari 60 tahun (Novitasari &
Pengkategorian asupan karbohidrat kurang jika Wirakhmi, 2020).
< 30 kkal/kgBB, baik jika 30 – 35 kkal/kgBB dan Usia menyebabkan risiko hipertensi karena
tinggi jika > 35 kkal/kgBB. Asupan protein kurang deformasi struktur pembuluh vaskuler, kekakuan
Vol. 15 No 1/2022 |122
dan hilangnya daya lentur (elastisitas) dari adalah hasil akhir penggunaan kreatin sebagai
pembuluh vaskuler dan degenerasi fungsi ginjal sumber energi di otot. Penggunaan kreatin fosfat
secara alamiah (Nair & Peate, 2015). Hipertensi dikatalisis oleh enzim kreatinin kinase untuk
yang terjadi pada pasien gagal ginjal merupakan menghasilkan Adenosin Tri Phospat (ATP)
penyakit yang lazim dijumpai. Hipertensi dapat sebagai sumber energi dan menghasilkan produk
berperan sebagai satu satu etiologi gagal ginjal. sisa yaitu kreatinin. Kreatinin kemudian diangkut
Adanya sumbatan arteri karena aterosklerosis, melalui aliran darah menuju ginjal dan
elevasi ion natrium dan kurangnya volume plasma dikeluarkan bersama urin. Nilai kreatinin akan
akan menyebabkan hipertens. Kekakuan dinding berubah sebagai respon adanya disfungsi ginjal
pembuluh vaskuler karena tebalnya lapisan lemak (Litwack, 2017).
akan mempersempit lumen pembuluh vaskule. Hal Ureum adalah senyawa amonia yang
ini sebagai salah satu alur proses perjalanan berasal dari metabolisme asam amino sebagai
kejadian gagal ginjal (Ahmad & Oparil, 2018). unit fungsional terkecil penyusun protein. Ureum
Menurut pendapat peneliti, bertambahnya usia akan ditransportasikan secara berdifusi dari
seseorang akan semakin meningkatkan kejadian seluler menuju cairan ekstra seluler. Selanjutnya
hipertensi. Hal tersebut karena penurunan pada akan dikonsentrasikan dan diekskresikan via urin
system kardiovaskuler, penurunan kemampuan berkisar 25g/hari. Hepar sebagai organ yang
regulasi tekanan darah oleh system syaraf, menjaga kondisi homeostatis memiliki peranan
perkemihan dan endokrin. Perubahan struktur vital dalam menjaga kadar lukosa darah agar
dinding pembuluh terkait dengan penebalan dinding tetap berada pada kondisi seimbang, konstan dan
pembuluh darah menyebabkan penyempitan, dinamis (Litwack, 2017). Glukosa dan turunan
penurunan elastisitas dinding pembuluh darah karbohidrat lainnya seperti fruktosa dan
bahkan hingga oklusi lumen pembuluh darah galaktosa pasca dikonsumsi dari diit akan
berperan pada peningkatan kejadian hipertensi pada diabsorbsi oleh sel usus dan ditransportasikan via
lansia. pembuluh vaskuler di sekeliling sel usus masuk
melalui vena porta hepatika, sinusoid, kemudian
Tabel 2. Kadar Ureum, Kreatinin, Dan ke sel hati. Berikutnya sel hepar melakukan
Hemoglobin proses sintesis glikogen/glikogenesis. Kondisi
Variabel Frekuensi Persentase yang berkebalikan jika tubuh mengalami
Hemoglobin hipoglikemia, maka glikogen akan dipecah
a. Rendah 51 98,1 % menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis.
b. Normal 1 1,9 % Hal ini dapat berlangsung karena sel hepar
c. Tinggi 0 0 memiliki enzim yang berperan dalam
Ureum katabolisme / penyusunan maupun anabolisme /
a. Rendah 0 0 pemecahan karbohidrat. Hepar sebagai terminal
b. Normal 0 0 metabolism juga mampu mengadakan proses
c. Tinggi 52 100% sintesis dan degradasi protein. Degradasi protein
Kreatinin menyebabkan pembentukan urea dari nitrogen.
a. Rendah 0 0 Proses metabolisme protein menghasilkan NH3
b. Normal 0 0 & NH4OH yang kemudian mengalami degradasi
c. Tinggi 52 100% menjadi urea dan nitrogen di hati. Urea tersebut
Sumber: Data Primer akan dikeluarkan dari tubuh melalui system
perkemihan dalam urin. Kreatinin ureum serum
Tabel 2 menunjukan bahwa mayoritas nilainya akan meningkat seirama dengan
responden memiliki kadar hemoglobin rendah penurunan kemampuan filtrasi glomerulus. Nilai
sebanyak 51 responden (98,1%) dan seluruh kreatinin serum mengindikasikan kerusakan
responden memiliki kadar kreatinin ureum tinggi. ginjal (Gounden & Jialal, 2018; Litwack, 2017).
Hasil penelitian lain tentang tentang Hubungan Penurunan kadar hemoglobin adalah bentuk
Asupan Protein Dengan Kadar Hemoglobin, Ureum manifestasi dari masalah medik paling sering
Dan Kreatinin Pasien Gagal Ginjal dengan ditemukan di klinik pada penderita GGK.
Hemodialisa Di RSUI Harapan Anda Kota Tegal Penurunan kadar hemoglobin disebabkan karena
menunjukkan hasil rata-rata kadar hemoglobin asupan zat besi yang kurang, di sisi lain pada
rendah sebesar 9.58 gr/dl, rata-rata kadar ureum penderita GGK terjadi penurunan produksi
tinggi sebesar 64.03 gr/dl, dan rata-rata kadar hormon eritropoetin yang diproduksi oleh ginjal
kreatinin tinggi sebesar 4.90 gr/dl. (Selviani, 2018) karena ginjal mengalami kerusakan, diimbangi
Hasil ini selaras dengan hasil penelitian tentang dengan asupan nutrisi terutama zat besi yang
gambaran kadar ureum kreatinin serum pasien GGK menurun sehingga penderita gagal ginjal kronik
di RSUD Sanjiwani Gianyar didapatkan hasil pada mengalami penurunan kadar hemoglobin di
30 pasien GGK seluruhnya (100%) memiliki kadar dalam tubuh. Anemia ditemukan pada 40%
kreatinin serum yang tinggi (Suryawan et al., 2016). pasien dengan CKD stage lanjut dan dikaitkan
Kreatinin ialah limbah yang dihasilkan dari dengan mortalitas dan morbiditas yang lebih
metabolisme otot terutama di otot rangka. Kreatinin tinggi. Bahkan, hemoglobin yang lebih rendah

Vol. 15 No 1/2022 |123


telah terbukti menjadi salah satu faktor penyebab mengeluarkan urea via urin. Ketika ginjal
potensial kelelahan pada pasien CKD. mengalami kerusakan, filtrasi glomerulus
Direkomendasikan kadar Hb pasien GGK yaitu 10- mengalami gangguan, maka urea akan
11,5 g/dL (Guedes et al., 2020). menumpuk di darah (Gounden & Jialal, 2018;
Menurut pendapat peneliti, kondisi GGK Smeltzer et al., 2015). Istilah uremia berkaitan
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, dengan nilai ureum yang tinggi karena kondisi
ginjal tidak adekuat menjalankan fungsinya sebagai gagal ginjal. Hal ini akan berbahaya sehingga
organ yang memfiltrasi zat bermanfaat untuk tubuh pasien memerlukan prosedur hemodialisa atau
seperti protein, glukosa, elektrolit, air dan lainnya, tranplantasi ginjal sebagai tatalaksana gagal
serta mengeksresikan produk sisa metabolik seperti ginjal. Normalnya, limbah nitrogen akan
ureum kreatinin. Kondisi ini menyebabkan diekskresi oleh ginjal. Tetapi dengan kondisi
tingginya ureum kreatinin di darah karena penderita GGK dan penurunan fungsi ginjal
kegagalan ginjal mengeksresikannya. Fungsi ginjal maka nilai ureum darah yang meningkat karena
lainnya sebagai organ yang memproduksi hormone retensi dari produk nitrogen (Gounden &
pertumbuhan yang merangsang pembentukan Jialal, 2018). Asupan energi yang kurang yang
eritrosit yaitu eritropoetin. Kesusakan seluler di terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
ginjal menyebabkan penurunkan hormone ini mengakibatkan sumber energi di dalam tubuh
sehingga berbanding lurus dengan rendahnya kadar berkurang sehingga tubuh akan lemas dan
hemoglobin dalam darah. merasa lapar, saat kondisi tubuh kekurangan
bahan pembentuk energi maka tubuh akan
Tabel 3. Hubungan Antara Asupan Kalori membuat energi dengan bahan makanan
Dengan Kadar Ureum, Kreatinin, Dan cadangan yaitu protein yang disimpan di dalam
Hemoglobin hati (Ikizler et al., 2020). Hasil metabolisme
Kadar (Ureum, Kreatinin, Hemoglobin) p- protein yang dirubah menjadi energi ini akan
Asupan
Rendah Normal Tinggi value
Kalori
n % n % n % menghasilkan zat sisa yang disebut urea. Kondisi
Kadar Ureum GGK sudah mengalami peningkatan kadar urea
Kurang 0 0 0 0 47 90,38 0,429 karena ginjal gagal dalam menjalankan fungsinya
Normal 0 0 0 0 5 9,62
Tinggi 0 0 0 0 0 0 dalam pengeluaran urea melalu urin, kemudian
Kadar Kreatinin ditambah dengan konsumsi sumber energi yang
Kurang 0 0 0 0 47 90,38 0,868
Normal 0 0 0 0 5 9,62 menurun sehingga kadar ureum pada penderita
Tinggi 0 0 0 0 0 0 gagal ginjal kronik semakin meningkat (Ikizler et
Kadar Hemoglobin al., 2020; Munson & Traister, 2015).
Kurang 46 88,5 1 1,9 0 0 0,463
Normal 5 9,62 0 0 0 0 Kreatin phospat berperan sebagai sumber
Tinggi 0 0 0 0 0 0 energi pertama untuk mengawali aktivitas
Sumber: Data Primer kontraktil sel otot. Sifat khusus dari energi
keratin phospat ini yaitu dapat terjadi dalam
Tabel 3 menunjukan bahwa hanya 5 responden waktu yang sangat singkat, sering digukanan
(9,62%) yang memiliki asupan kalori normal sesuai sebagai respon fight or flight karena stressor
kebutuhan, keseluruhan responden memiliki nilai tertentu. Hal ini dapat terjadi karena hanya satu
ureum kreatinin yang tinggi, dan nilai hemoglobin enzim yang berperan dalam pembentukan energi.
yang rendah. Sebagian besar responden yang Berbeda dengan proses metabolism glukosa yang
memiliki asupan kalori kurang dengan nilai ureum diawali dari proses glikolisis hingga transport
tinggi sebanyak 47 responden (90,38%), memiliki electron. Sejumlah oksigen dibutuhkan dalam
asupan kalori kurang dengan nilai kreatinin tinggi matriks mitokondria yang kita sebut sebagai
sebanyak 47 responden (90,38%), dan memiliki respirasi seluler. Oksigen ini untuk menunjang
asupan kalori kurang dengan kadar hemoglobin rantai transport electron. Proses ini secara efisien
rendah sebanyak 46 responden (88,5%). Tidak ada menghasilkan energi yang diambil dari
hubungan antara asupan kalori dengan nilai ureum, penguraian molekul-molekul nutrient utamanya
kreatinin, dan hemoglobin sebagaimana terlihat dari turunan karbohidrat seperti glukosa, fruktosa,
nilai p seluruhnya > 0,05. galaktosa, sukrosa dan berbagai turunan lainnya
Penurunan intake kalori pada responden untuk mengasilkan hingga 36 ATP. Sistem ini
penelitian ini serupa penelitian sebelumnya tentang relatif lambat karena 3 tahapan yang harus dilalui
Hubungan Antara Asupan Nutrisi Dengan dan banyaknya enzim yang terlibat (Litwack,
Peningkatan Kadar Ureum Kreatinin Pada Pasien 2017; Murray et al., 2003).
Gagal Ginjal Kronik Di RRUD Kelet Provinsi Jawa Kreatin fosfat adalah sumber energi primer
Tengah pada 32 responden didapatkan hasil yang digunakan sel otot dalam memulai aktivitas
kurangnya asupan makanan dan minuman melalui kontraksi. Sifat khusus dari energi yang diberikan
oral berkaitan dengan nafsu makan yang menurun oleh keratin fosfat ini adalah bahwa pengiriman
disertai mual dalam ±1 minggu terakhir dibuktikan terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan
dengan hasil recall energi, protein, lemak, cepat karena hanya membutuhkan satu peran
karbohidrat yang kurang (Ulya et al., 2019). enzim dalam transfer energi. Berbeda dengan
Kuantitas kadar ureum dalam darah proses pada umumnya menggunakan glikolisis,
berdasarkan asupan protein dan kemampuan ginjal
Vol. 15 No 1/2022 |124
siklus Krebs hingga transport electron yang relatif normal, keadaan ini kita ketahui sebagai anemia
lambat karena jumlah langkah yang harus dilaluinya (Munson & Traister, 2015; Murray et al., 2003).
walaupun mampu menghasilkan energi / Adenosin Menurut pendapat peneliti, dengan kondisi
Tri Phospat (ATP) dalam rentang 32-38 ATP. peningkatan ureum yang tinggi pada pasien GGK
Dalam proses ini, oksigen diperlukan reaksi akan menyebabkan rasa mual pada penderita,
transpor elektron di matriks mitokondria, yang sehingga menurunkan intake nutrisi baik dari
secara efisien menghasilkan banyak ATP. Jalur ini karbohidrat, protein, dan lemak sehingga secara
disuplai oleh glukosa atau asam lemak, tergantung umum terjadi penurunan intake kalori. Kondisi
pada intensitas dan durasi aktivitas (Litwack, 2017; peningkatan ureum perlu diatasi dengan
Murray et al., 2003). hemodialisa sehingga dapat menurunkan rasa
Kreatinin dalam urin berasal dari pemecahan mual penderita dan pada akhirnya meningkatkan
posfokreatin (Koolman, Jan; Roehm, 2005; Murray inatek kalori untuk mencukupi kebutuhan tubuh.
et al., 2003). Kreatinin disalurkan melalui aliran
darah ke ginjal untuk diekskresi atau dikeluarkan, Tabel 4. Hubungan Antara Asupan Protein
pada kondisi gagal ginjal serum kreatinin memiliki Dengan Kadar Ureum, Kreatinin, Dan
konsntrasi >5 mg/dl pada laki-laki dan > 4 mg/dl Hemoglobin
pada perempuan. Konsentrasi tinggi kreatinin di Kadar (Ureum, Kreatinin, Hemoglobin) p-
Asupan
Rendah Normal Tinggi value
dalam darah disebabkan terjadinya peningkatan Protein
n % n % n %
filtrasi kreatinin dari darah ke dalam urin, sehingga Kadar Ureum
pada pasien GGK mengalami peningkatan nilai Kurang 0 0 0 0 44 84,61 0,347
Normal 0 0 0 0 8 15,39
kreatinin di dalam darah (Gounden & Jialal, 2018). Tinggi 0 0 0 0 0 0
Kreatin di otot skelet mengalami phosporilasi Kadar Kreatinin
Kurang 0 0 0 0 44 84,61 0,366
menjadi phospokreatin sebagai sumber energi Normal 0 0 0 0 8 15,39
penting di otot skelet. Adenosin Tri Phospat yang Tinggi 0 0 0 0 0 0
dihasilkan dari proses glikolisis hingga transport Kadar Hemoglobin
Kurang 44 84,61 1 1,9 0 0 0,011*
elektron akan bereaksi dengan kreatin sehingga Normal 8 15,39 0 0 0 0
menghasilkan ADP dan phospokreatin yang pada Tinggi 0 0 0 0 0 0
akhirnya akan menambah jumlah kreatinin di dalam Sumber: Data Primer
tubuh. Ketika fungsi ginjal berjalan normal, maka
ginjal akan mengeluarkan kratinin melalui urin, Tabel 4 menunjukan bahwa hanya 8
tetapi karena ginjal mengalami penurunan fungsi responden (15,39%) yang memperlihatkan
dalam sekresi atau pengeluaran zat sisa asupan protein normal sesuai kebutuhan,
metabolisme otot (kreatinin) sehingga kreatinin sebagian besar responden yang memiliki asupan
menumpuk di dalam darah (Kumar & Gill, 2018). protein kurang dengan kadar ureum dan kreatinin
Hemoglobin ialah jenis porfirin kompleks tinggi sebanyak 44 responden (84,61%),
yang paling dikenal, merupakan protein yang memiliki asupan protein kurang dengan kadar
diidentifikasi oleh Felix Seyler pada tahun 1862. hemoglobin rendah sebanyak 44 responden
Protein yang terikat dalam sel aeritrosit ini (84,61%). Tidak ada hubungan antara asupan
bertanggungjawab sebagai transporter oksigen dari protein dengan nilai ureum, kreatinin karena
alveoli ke seluler / jaringan dan membawa karbon keduanya memiliki p value > 0,05, tetapi ada
dioksida hasil metabolism seluler kembali ke paru- hubungan antara asupan protein dengan nilai
paru (Riazi & Ibarra Moreno, 2019; Tortora & hemoglobin p value: 0,011.
Derrickson, 2010). Penyusun utama hemoglobin Hasil penelitian ini sejalan dengan
adalah heme yang mengikat logam Fe dan struktur penelitian sebelumnya tentang Hubungan Antara
protein globin. Hemoglobin diproduksi selama Asupan Protein Dengan Kadar Ureum Dan
proses maturasi sel eritrositik. Sintesa heme dapat Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
dilakukan oleh semua sel tubuh kecuali di eritrosit Dengan Hemodialisa di RS PKU
yang matang yang telah kehilangan banyak Muhammadiyah Yogyakarta pada 40 responden
mitokondrianya. Organ penghasilan primer heme dengan hasil didapatkan asupan protein terendah
(porfirin) yaitu sumsum tulang merah dan hepar 6,8 gram, asupan protein terbesar 113 gram, dan
(Kumar & Gill, 2018; Murray et al., 2003). Salah rata-rata asupan protein 38,53 gram, kadar ureum
satu factor penyebab rendahnya nilai hemoglobin terendah 50 mg/dl, kadar ureum terbesar 385
dalam darah antara lain karena rendahnya asupan mg/dl, dan rata-rata kadar ureum 138,94 mg/dl,
yang makanan yang mengandung zat besi. Protein serta untuk kadar kreatinin terendah 3 mg/dl,
sebagai struktur pembentuk hemoglobin antara lain kadar kreatinin terbesar 56 mg/dl, dan rata-rata
peranan Feritin sebagai protein transporter logan Fe. kadar kreatinin 11,72 mg/dl. Berdasar uji
Ketika asupan protein kurang dari kebutuhan maka spearman rank didapatkan hasil bahwa tidak ada
dapat berakibat transportasi zat besi terhambat hubungan antara asupan protein dengan kadar
sehingga akan terjadi defisiensi zat besi (Cupisti et kreatinin (p=0,253), dan tidak ada hubungan
al., 2020). Rendahnya zat besi akan berakibat kadar antara asupan kalium dengan kadar kreatinin
hemoglobin di dalam darah turun kurang dari (p=0,810) (Anwar et al., 2016).
Asupan protein yang rendah dari diet harian
akan mengakibatkan pembentukan urea yang
Vol. 15 No 1/2022 |125
rendah pula, dan sebaliknya asupan protein yang Wijayakusuma rendah, di sisi lain pada penderita
tinggi dari diet harian akan mengakibatkan gagal ginjal kronik mengalami penurunan fungsi
pembentukan urea yang tinngi pula (Ikizler et al., ginjal dalam pembentukan hormon eritropoetin,
2020). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sehingga dalam pembentukan sel darah merah
walaupun asupan protein rendah tetapi kadar terganggu, kemudian asupan protein pada
ureumnya tinggi. Kemungkian hal ini dikarenakan penderita gagal ginjal menurun sehingga kadar
oleh hilangnya sebagian kecil urea melalui keringat hemoglobin pada penderita gagal ginjal kronik
dan sistem pencernaan. Bahwa sebagian besar urea juga akan semakin menurun. Hormon
kan diekskresikan oleh ginjal dan sisanya sekitar 10- eritropoetin berfungsi mentriger proliferasi,
15% akan dikeluarkan melalui saluran diferensiasi dan maturasi prekursor eritrosit.
gastrointestinal dan kelenjar keringat (Gounden & Kompensasi tubuh terkait kondisi anemia yaitu
Jialal, 2018). Namun sebagian besar urea yang merangsang fibroblas peritubular ginjal untuk
diproduksi di hati mengikuti sirkulasi menuju ke meningkatkan produksi eritropoetin, yang mana
ginjal untuk dieksresikan bersama urin. Kondisi eritropoetin dapat meningkat lebih dari 100 kali
pasien dengan GGK menyebabkan gangguan filtrasi dari nilai normal bila hematokrit di bawah 20%
glomerulus dan gangguan ekskresi urin menurun dan hal ini tidak terjadi pada pasien GGK karena
sehingga ureum akan masuk kembali ke system disfungsi ginjalnya (Hidayat et al., 2016).
sirkulasi darah yang menyebabkan ureum tetap Menurut pendapat peneliti, adanya
tinggi walaupun asupan protein rendah (Tortora & hubungan asupan protein dengan kadar
Derrickson, 2010). Urea dapat menurun pada hemoglobin disebabkan karena makanan yang
kondisi kelaparan, asupan protein dalam diit harian memiliki protein dengan nilai biologis tinggi
yang rendah, dan penyakit terminal di hepar dapat mempertahankan ataupun menaikkan kadar
(Gounden & Jialal, 2018). Hb. Besi heme yang diperoleh dari bahan
Kreatinin serum merupakan penilaian fungsi makanan protein hewani dan besi non heme dari
ginjal yang lebih akurat dibandingkan kadar urea. bahan makanan nabati dapat meningkatkan
Tetapi di lain pihak, peningkatan urea terjadi lebih produksi hemoglobin.
cepat / lebih awal pada penyakit ginjal. Konsentrasi
urea/BUN serum juga dapat meningkat pada diet Kesimpulan
tinggi protein atau pada pasien yang menggunakan Sebagian besar responden memiliki kadar
kortikosteroid oral (Gounden & Jialal, 2018; Ruiz- hemoglobin rendah, dan kadar kreatinin ureum
Ortega et al., 2020). Pembentukan kreatinin diawali yang tinggi. Tidak ada hubungan antara asupan
dari penambahan gugus amin melalui proses kalori dan protein dengan kadar ureum kreatinin,
transaminase asam amino arginin untuk glisin tetapi ada hubungan yang signifikan antara
sehingga terbentuk glycocyamine atau asam asupan protein dengan kadar hemoglobin pada
guanidoacetic (GAA). Reaksi ini terjadi mayoritas penderita gagal ginjal kronik hemodialisa rawat
terjadi di ginjal dan sebagian kecil terjadi di mukosa jalan di RST Wijayakusuma Purwokerto. Saran
usus halus dan sel pankreas. Asam guanidoacetic bagi tenaga perawat hemodialisa secara umum
ditransportasikan ke hepar dan mengalami diharapkan agar selalu mengingatkan asupan diet
penambahan gugus metil / termetilasi oleh bagi penderita GGK sehingga tidak
sadenosyl metionin (SAM) untuk membentuk memperburuk komplikasi penderita. Bagi
kreatin. Selanjutnya kreatin akan memasuki peneliti selanjutnya dapat menambah variabel
sirkulasi dan 90% disimpan oleh jaringan otot untuk nutrien lemak, karena lemak dapat dikonversi
memulai proses kontraktil. Phosporilasi keratin oleh menjadi sumber energy dengan kalori tertinggi
enzim creatine phosphokinase (CPK) dengan dibandingkan makronutien lainnya.
bantua ATP di sel otot akan membentuk kreatine
phosphate (Murray et al., 2003). Produksi kreatinin Daftar Pustaka
dasarnya menggambarkan massa tubuh.
Penambahan usia berpengaruh pada penurunan Ahmad, A., & Oparil, S. (2018). Hypertension in
produksi kreatinin karena seiring dengan women. The Journal of Clinical
berkurangnya massa otot. Perdarahan Endocrinology & Metabolism, 84(6), 1862–
gastrointestinal atau oleh faktor katabolik seperti 1866. https://doi.org/10.1007/978-3-319-
demam dan steroid tidak mempengaruhi kadar 71135-5_3
kreatinin secara signifikan. Proses pemasakan / Anwar, E. ., Hidayat, N., & Suryani, I. (2016).
pemanasan daging akan meningkatkan kreatinin Hubungan Antara Asupan Protein Dan Asupan
disebabkan proses memasak dapat mengkonversi Kalium Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin
kreatin dalam daging untuk kreatinin (Gounden & Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Jialal, 2018). Hemodialisa Di RS PKU Muhammadiyah
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan Yogyakarta. Doctoral Dissertation, Poltekkes
antara asupan rendah protein dengan kadar Kemenkes Yogyakarta.
hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin ini Cupisti, A., Avesani, C. M., D’Alessandro, C., &
diakibatkan karena asupan protein pada penderita Garibotto, G. (2020). Nutritional management
gagal ginjal kronik rawat jalan hemodialisa di RST of kidney diseases: An unmet need in patient

Vol. 15 No 1/2022 |126


care. J Nephrol, 33, 895–897. https://doi.org/10.1213/ane.000000000000423
Gounden, V., & Jialal, I. (2018). Renal function tests. 2
Europe PMC. Ruiz-Ortega, M., Rayego-Mateos, S., Lamas, S.,
Guedes, M., Guetter, C. R., Erbano, L. H., Palone, A. Ortiz, A., & Rodrigues-Diez, R. R. (2020).
G., Zee, J., Robinson, B. M., & Baena, C. P. Targeting the progression of chronic kidney
(2020). Physical health-related quality of life at disease. Nature Reviews Nephrology, 16(5),
higher achieved hemoglobin levels among 269–288.
chronic kidney disease patients: a systematic Selviani, I. N. (2018). Hubungan Asupan Protein
review and meta-analysis. BMC Nephrology, Dan Kalium Dengan Kadar Hemoglobin,
21(1), 1–15. Ureum Dan Kreatinin Pasien Gagal Ginjal
Hidayat, R., Azmi, S., & Pertiwi, D. (2016). Hubungan dengan Hemodialisa Di RSUI Harapan Anda
Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik Kota Tegal. Doctoral Dissertation,
pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Universitas Muhammadiyah Semarang.
Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Smeltzer, S. ., Bare, B. ., Hinkle, J. L., & Cheever,
Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3). K. . (2015). Handbook for Brunner and
Ikizler, T. A., Burrowes, J. D., Byham-Gray, L. D., Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Campbell, K. L., Carrero, J. J., Chan, W., & Nursing. In Lippincott Williams & Wilkins.
Cuppari, L. (2020). KDOQI clinical practice Suryawan, D. G. A., Arjani, I. A. M. S., &
guideline for nutrition in CKD: 2020 update. Sudarmanto, I. G. (2016). Gambaran kadar
American Journal of Kidney Diseases, 76(3), S1– ureum dan kreatinin serum pada pasien gagal
S107. ginjal kronis yang menjalani terapi
Kemenkes RI. (2018). Laporan hasil riset kesehatan hemodialisis di RSUD Sanjiwani Gianyar.
dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018. Jakarta: Jurnal Meditory, 4(2), 145–153.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2010). Introduction
Kemenkes RI. to the Human Body the essentials of anatomy
Koolman, Jan; Roehm, K. H. (2005). Color Atlas of and physiology (8th ed.). John Wiley & Sons,
Biochemistry. In Trends in Biochemical Inc.
Sciences. https://doi.org/10.1016/S0968- Ulya, L., Sabdo, H., Rusnoto, R., Karyati, S., &
0004(97)84080-7 Lutfiana, N. (2019). Hubungan Antara Asupan
Kumar, V., & Gill, K. D. (2018). Basic concepts in Nutrisi Dan Kualitas Tidur Dengan
clinical biochemistry: a practical guide. Springer Peningkatan Kadar Ureum Kreatinin Pada
Publishing Company. Pasien Gagal Ginjal Kronik Di RSUD Kelet
Litwack, G. (2017). Human biochemistry. In Human Provinsi Jawa Tengah. Indonesia Jurnal
Biochemistry. Academic Press. Perawat, 4(1), 24–31.
https://doi.org/10.1016/C2009-0-63992-1
Ma’shumah, N., Bintanah, S., & Handarsari, E. (2014).
Hubungan asupan protein dengan kadar ureum,
kreatinin, dan kadar hemoglobin darah pada
penderita gagal ginjal kronik hemodialisa rawat
jalan di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi, 3(1).
Munson, C., & Traister, R. (2015). Pathophysiology: A
2-in-1 Reference for Nurses (Issue September).
Lippincott Williams & Wilkins.
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P. A., &
Rodwell, V. W. (2003). Harper ’ s Illustrated
Biochemistry.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Pathophysiology for
Nurses at a Glance. John Wiley & Sons.
Novitasari, D., & Wirakhmi, I. N. (2020). The analysis
of blood glucose level and blood pressure on
hypertension patients in mersi village, East
Purwokerto, Central Java. 1st International
Conference on Community Health (ICCH), 20(1),
59–63.
https://doi.org/https://doi.org/10.2991/ahsr.k.200
204.014
Perhimpunan Nefrologi Indonesia. (2018). 11th Report
of Indonesian renal registry 2018. Perhimpunan
Nefrologi Indonesia.
Riazi, S., & Ibarra Moreno, C. A. (2019).
Pharmacology and Physiology for Anesthesia. In
Anesthesia & Analgesia.

Vol. 15 No 1/2022 |127

Anda mungkin juga menyukai