DENGAN THALASEMIA
KELOMPOK 1
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tindakan Keperawatan Anak
Semester Tiga Tingkat Dua
Nama Kelompok:
1. Akhyen Nurhanifah
2. Alifatun Khasanah
3. Anggun Kusuma Dewi
4. Anis Listianingsih
5. Anissa Shohwatul Islam
6. Arif Purnomo
7. Bambang Dedi Setiawan
8. Danang Ardiazis
9. Devi Rahayu Agustin
10. Dika Ruliyana
11. Dini Saputri
B. Etiologi
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang
1
tua lain adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang
tuanya menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009)
Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa
kelainan diantaranya :
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu
makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang
menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam
dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang
merupakan cirri khas thalasemia mayor.
Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur
hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi.
Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti,
jantung, hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan
terjadinya hypoxia jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang
berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami
deformitas tulang, resiko menderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan
eritropoitin juga mengakibatkan hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular
serta hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang
kronis sebagai dampak dari anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit
kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut
pasien juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi.
Pasien dengan thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan
2
penampilan wajah khas berupa tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang
hidung datar (Indanah, 2010).
D. Patofisiologi
3
E. Pathway
4
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
G. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
H. Penatalaksanaan
Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan
normal serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit.
Terapi thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi
(Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis
dengan splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).
5
1) Tranfusi Darah
Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal
atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam
interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi,
yaitu untuk mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi
2 – 4 unit darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan.
Tindakan ini bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan
pertumbuhan dan perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010).
2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis)
akibat tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi
didalam tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa
desferoksamin (desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin.
Desferoksamin diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang
ditranfusikan atau melalui infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari
seminggu. Terapi ini diberikan setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh
desferoksamin diekresikan melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari)
membantu meningkatkan eksresi besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien
thalasemia akan meningkat jika pasien patuh terhadap terapi iron chelator ini. Selain
harganya yang mahal, terapi ini member efek samping pada pasien seperti bengkak, gatal,
tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis.
Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme
serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca
splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya
untuk kasus thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi
sumsum tulang ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung
banyak resiko (Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang
yang mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada
biopsi hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi.
6
Terapi dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien
terhadap iron chelation therapy.
I. Diet
Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang
dianjurkan pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng,
vitamin A (‚-karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus
dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2)
Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien Thalasemia
Makanan dengan kandungan zat besi tinggi Kandungan besi
Organ dalam (hati, ginjal, limpa) 5 – 14 mg/dl/100 g
• Daging sapi 2,2 mg/100 g
• Hati dan ampela ayam 2-10 mg/100 g
• Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) 5,3 mg/100 g
• Kerang 13,2 mg/100 g
• Telur ayam 2,4 mg/butir
• Telur bebek 3,7 mg/ butir
• Buah kering / kismis, kacang 2,9 mg/ 100 g
• Kacang-kacangan yang digoreng 4-8 mg/100 g
• Kacang-kacangan yang dibakar 1,9 mg/100 g
• Biji-bijian yang dikeringkan 21,7 mg/100 g
• Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan, kangkung) >3 mg/100 g
7
BAB II
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
8
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
Kriteria hasil :
060003 Pernapasan 3 5
9
060035 Kelemahan otot 3 5
Intervensi :
041004 Pernapasan 3 5
10
Intervensi :
a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak
b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
11
Intervensi:
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER
110101 Temperatur 2 5
110104 Hidrasi 3 5
110108 Tekstur 2 5
110121 Kemerahan 3 5
Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering
d) Anjurkan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
e) Batasi penggunaan sabun.
f) Anjurkan klien dan keluarga mencuci tangan
12
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER
110301 Granulasi 3 5
Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d) Pantau dan batasi pengunjung.
e) Pantau tanda-tanda vital.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
g) Kolaborasi pemberian diet dengan ahli gizi
Kriteria hasil :
Kode Kriteria hasil IR ER
13
180305 Mengetahui efek dari penyebab tindakan 2 5
keperawatan
Intervensi :
14
DAFTAR PUSTAKA
Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari Pediatri,
5(1), 21-6.
Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing:
Jakarta
Fatriani, Liza, 2012 Talasemia
Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Disampaikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran. USU, Medan.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior”
Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun
Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.
15