Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

“PADA PENYAKIT THALASEMIA”

DISUSUN

Sri Ayun Supu

PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH GORONTALO
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, inayah serta hidayatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung
kita,yaitu Nabi Muhammad SAW. Makalah ini merupakan tugas mata kulian KMB 1 yang
membahas “ASKEP THALASEMIA”. Kami ucapkan terimah kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada setiap pihak yang telah membantu kami selama proses penyelesaian
makalah.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan saran maupun kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin....
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ii

BAB I KONSEP MEDIS..........................................................................................1

A. Definis...........................................................................................................2
B. Etiologi..........................................................................................................3
C. Patofisiologi..................................................................................................4
D. Manifestasi klinik.........................................................................................5
E. Pathway.........................................................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang.................................................................................7
G. Kompilkasi....................................................................................................8
H. Penatalaksanaan............................................................................................9
I. Pencegahan....................................................................................................10

BAB II KONSEP KEPERAWATAN.......................................................................11

A. Pengkajian.....................................................................................................12
B. penyimpangan KDM.....................................................................................13
C. diagnosa keperawatan...................................................................................14

BAB III INTERVENSI ( SDKI, SLKI, SIKI)..........................................................15

BAB IV PENUTUP..................................................................................................16

A. kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................19
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Defenisi

Thalasemia merupakan penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara


autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau
tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan gejala
klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau trait
(carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut
thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tua yang mengidap
thalasemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap
penyakit thalasemia (Sudoyo, Aru W, 2009)
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh haemoglobin
(suryadi,2001)
Thalassemia alpa adalah kelainan herediter yang diakibatkan oleh berkurangnya atau
tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin α. Thalasemia mayor dikenal dengan
(Coleey anemia) merupakan bentuk homozigot dari thalasemia β yang disertai dengan anemia
berat dan sangat tergantung pada tranfusi. Penyakit thalasemia merupakan kelainan genetik
tersering didunia. Kelainan ini terutama ditemukan dikawasan Mediterania, Afrika dan Asia
Tenggara dengan frekuensi sebagai pembawa gen sekitar 5-30% (Indanah, 2010).
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal dari orang tua kepada
anaknya. Dimana adanya penurunan produksi jumlah hemoglobin yaitu salah satu komponen
terpenting darah yang berfungsi mensuplai oksigen ke seluruh tubuh, sehingga
mengakibatkan suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu.

2. Etiologi/penyebab

Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak
yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain
adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya
menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009).

3. Patofisiologi

Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak seimbangnya jumlah
rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan hemoglobin tidak terbentuk secara
normal. Kondisi ini menyebabkan penurunan sintesis rantai β dalam molekul hemoglobin
yang terjadi secara parsial atau total. Penurunan rantai β- akan dikompensasi oleh
meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ tetap aktif dan menghasilkan
pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund & Rachmilewitz, 2005).

Keadaan unit polipeptida yang tidak seimbang menyebabkan kelainan produksi


hemoglobin secara kronis dan destruksi eritrosit. Kondisi ini menyebabkan sumsum tulang
membentuk eritrosit baru, sehingga muncul eritropoeisis. (Price & Wilson, 2006).

4. Manifestasi klinis

Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa
kelainan diantaranya :

1) Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu
makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2) Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia
3) Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang
menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam
dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang
merupakan cirri khas thalasemia mayor.

Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur
hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi.
Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung,
hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia
jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi
susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita
gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan
hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan
terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari
anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri
dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga
mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa
tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).

5. Pathway

Pathwat Thalasemia

Penyebab primer Penyebab sekunder

- Sintesis Hb A << - Defisiensi asam folat


- Eritropisis tidak efekti - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh S.
- Intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produk rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Peningkatan O₂ berkurang

Kompensator pada rantai µ

Rantai ß produksi terus menerus

Hb defctif
Ketidak seimbangan polipepeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis Anemia Berat Tranfusi darah

q Suplay O₂ << berulang

Hemosiderosis

Ketidak seimbangan penumpukan Besi

Sumpay O₂ dan

Kebutuhan

Hipoksia Endokrin Jantung Kulit menjadi

Dyspneu kelabu

Penggunaan otot bantu napas Tumbang Tergangu Gagal Jantung


Kerusakan
Kelelahan
integritas
Gangguan Resiko kulit
Intoleransi cedera
tumbuh
aktivitas
kembang

6. Pemeriksaan Penunjang

1). Darah tepi :

a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%


b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.

2). Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :

a) Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.


b) Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c) Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
d) Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
e) Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
f) Pemeriksaan lain :
g) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
h) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

7. Komplikasi

a) Kelainan tulang

Tulang penderita thalasemia menjadi tipis dan rapuh (osteoporosis), sehingga


penderita berisiko untuk mengalami patah tulang. Kondisi ini terjadi akibat sumsum
tulang bekerja keras dalam menghasilkan sel darah, sehingga rongga sumsum tulang
melebar.

b) Pembesaran limpa

Kerusakan sel darah merah akibat thalasemia dapat menyebabkan limpa harus


bekerja lebih keras untuk menghancurkan sel darah yang rusak. Hal ini mengkibatkan
organ limpa semakin membesar. Jika limpa membesar, bukan hanya sel darah rusak
yang akan dihancurkan, melainkan juga darah yang sehat dari pendonor.

c) Gangguan jantung

Thalasemia yang parah juga dapat menimbulkan gangguan jantung, seperti


gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal jantung.

d) Pertumbuhan pada anak menjadi terhambat

Thalasemia dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lambat. Selain itu,


anak juga akan terlambat mengalami pubertas.

8. Penatalaksanaan/pengobatan

Terapi thalasemia bertujuan meningkatkan kemampuan mendekati perkembangan normal


serta meminimalkan infeksi dan komplikasi sebagai dampak sistemik penyakit. Terapi
thalasemia mayor meliputi pemberian tranfusi, mencegah penumpukan zat besi
(Hemocromatosi) akibat tranfusi, pemberian asam folat, usaha mengurangi hemolisis dengan
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang (Indanah, 2010).
1) Tranfusi Darah
Tranfusi darah yang teratur dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin normal
atau mendekati normal. Terapi ini diberikan jika kadar hemoglobin < 6 mg/dl dalam interval
1 bulan selama 3 bulan berturut-turut. Tehnik yang dipakai adalah hipertranfusi, yaitu untuk
mencapai kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl dengan jalan memberikan tranfusi 2 – 4 unit
darah setiap 4 - 6 minggu, sehingga produksi hemoglobin abnormal ditekan. Tindakan ini
bertujuan mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis, memaksimalkan pertumbuhan dan
perkembangan serta memperpanjang ketahanan hidup (Indanah, 2010).

2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis) akibat
tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi didalam
tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin
(desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin. Desferoksamin
diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang ditranfusikan atau melalui
infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari seminggu. Terapi ini diberikan
setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan
melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi
besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia akan meningkat jika pasien patuh
terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini member efek
samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan
retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis.
Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme
serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca
splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus
thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang
ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko
(Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang
mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi
hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi. Terapi
dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron
chelation therapy.

Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang
dianjurkan pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng,
vitamin A (‚-karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus
dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2)

Tabel 1. Makanan yang harus dihindari oleh pasien Thalasemia


Makanan dengan kandungan zat besi tinggi Kandungan besi
Organ dalam (hati, ginjal, limpa) 5 – 14 mg/dl/100 g
o Daging sapi 2,2 mg/100 g
o Hati dan ampela ayam 2-10 mg/100 g
o Ikan pusu (dengan kepala dan tulang) 5,3 mg/100 g

o Kerang 13,2 mg/100 g


2,4 mg/butir
o Telur ayam
3,7 mg/ butir
o Telur bebek
2,9 mg/ 100 g
o Buah kering / kismis, kacang
4-8 mg/100 g
o Kacang-kacangan yang digoreng
1,9 mg/100 g
o Kacang-kacangan yang dibakar
21,7 mg/100 g
o Biji-bijian yang dikeringkan
>3 mg/100 g
o Sayuran berwarna hijau (bayam, kailan,
kangkung)

Tabel 2. Makanan yang diperbolehkan bagi pasien hallassemia.24

Makanan dengan kandungan besi sedang Jumlah pemberian


Daging ayam 2 potong/hari
Tahu 1 potong
Sawi, kacang panjang 1-2 porsi (0,5 cup)/hari
Ikan pusu Tanpa kepala dan tulang
Bawang, gandum Jumlah sedang

Makanan dengan kandungan besi rendah


• Nasi, mie, roti, biscuit
• Umbi-umbian (wortel, lobak, bengkoang)
• Semua jenis ikan
• Semua jenis buah (yang tidak dikeringkan)
• Susu, keju, minyak, lemak

9. Pencegahan

Penyakit thalasemia dapat dicegah pada anak. Pasangan yang akan menikah lebih baik
melakukan tes darah terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah thalasemia terdapat pada
tubuhnya. Selain itu tes darah juga dapat mengetahui nilai hemoglobin yang terkandung
dalam tubuh, hingga profil sel darah merah dalam tubuhnya.

Peluang untuk sembuh dari penyakit ini memang masih kecil karena kondisi fisik
penderitanya, ketersediaan darah, hingga biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
transfusi darah. Untuk bertahan hidup atau memperpanjang usia, penderita memang harus
memerlukan perawatan rutin, dan terus menerus.

Tranfusi darah dilakukan secara rutin untuk menjaga kadar hemoglobin di dalam
tubuhnya. Tidak hanya itu, pemeriksaan ferritin serum juga diperlukan untuk memantau
kadar zat besi di dalam tubuh.

Penderita penyakit thalasemia juga harus menghindari makanan yang diasinkan atau
makanan asam dan produk fermentasi yang dapat menngkatkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh.

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemi banyak dijumpai pda bangsa disekitar laut tengh (mediterania). Seperti
turki yunani dan lain-lain. Di indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak di jumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darh yng banyak di derita.

b. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya
anak akan dibawah ke RS setelah uia 4 tahun

c. Riwayat Kesehtan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas atu infeksi
lainnya. Ini dikarenakn rendahnya Hb yang berfungi sebagai alat transformasi

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seiring di dapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadp tumbang sejak


masi bayi. Terutm untuk thalesemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umumnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan rumput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalesemia minor, terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak norma

e. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia

f. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karen anak mudah lelah

g. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena thalasemia
mayor

h. Riwayat Ibu Sedang Hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama masa kehamilan, hendakya perlu dikaji secara mendalam adanya fktor resiko
thalasemia. Apa bila di duga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko
yang mungkin sering dialmi oleh anak setelah lahir
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
 Keadaan umum : lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
serius
 Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata, leher, tulang dahi terlihat lebar
 Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
 Mulut dan bibir terlihat kehitaman
 Dada : pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik
 Perut : terlihat pucat, dipalpsi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali)
 Pertumbuhan fisiknya lebih kecil dari pada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
 Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis atau pun kumis bahkn
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odelense karena adanya anemia
kronik
 Kulit, warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat tranfusi
warna kulit akan mejadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis)

2. Penyimpangan KDM

Pathwat Thalasemia

Penyebab primer Penyebab sekunder


- Sintesis Hb A << - Defisiensi asam folat
- Eritropisis tidak efekti - Hemodelusi
- Destruksi eritrosit - Destruksi eritrosit oleh S.
- Intramedular retikuloendotelial

Mutasi DNA

Produk rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit

Peningkatan O₂ berkurang

Kompensator pada rantai µ

Rantai ß produksi terus menerus

Hb defctif

Ketidak seimbangan polipepeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis Anemia Berat Tranfusi darah

q Suplay O₂ << berulang

Hemosiderosis

Ketidak seimbangan penumpukan Besi

Sumpay O₂ dan

Kebutuhan

Hipoksia Endokrin Jantung Kulit menjadi

Dyspneu kelabu

Penggunaan otot bantu napas Tumbang Tergangu Gagal Jantung


Kerusakan
Kelelahan
integritas
Gangguan Resiko kulit
3. Diagnosa Keperawatan
Intoleransi
tumbuh cedera
a.aktivitas
Resiko Intoleransi Aktivitas kembang

Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidak seimbangan suplay O₂


ditandai dengan :
- Ketidak bugaran status fisik
- Gangguan sirkulasi
- Gangguan pernapasan

b. Gangguan tumbuh kembang


Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kemampuan bertumbuh dan
berkembang di tandai dengan :
- Tidak mampu melakukanketerampilan atau perilaku khas sesuai usia (fisik,
bahasa, motori, psikososial)
- Pertumbuhan fisik terganggu
- Respon sosial lambat
- Nafsu makan menurun
- Pola tidur terganggu
c. Resiko cedera

Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang


tidak lagi sepenuhnya sehat ditandai dengan :

- Ketidak normalan profil darah


- Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
- Malnutrisi
d. Resiko Gangguan integritas kulit/jaringan

Resiko Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan kulit ( dermis /


epidermis) atau jaringan di tandai dengan :

- Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)


- Kekurangan/kelebihan volume cairan
- Perubahan sirkulasi

BAB III

RENCANA INTERVENSI (SDKI, SLKI, SIKI)


Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan
No. Dx Keperawatan ( SLKI) (SIKI)
(SDKI)
D.006 Resiko Intoleransi Setelah dilakukan Tindakan
0 Aktivitas; Tindakan  Observasi :
keperawatan.....X24 jam di - Identifikasih
harapkan respon fisiologis keyakinan kesehatan
terhadap akivitas tentang latihan fisik
meningkat. Dengan kriteria - Identifikasi motivasi
hasil : individu untu
- Memudahkan dalam memulai program
melakukan aktivitas olahraga
sehari-hari : meningkat - Monitor kepatuhan
- Kecepatan berjalan : menjalankan program
meningkat latihan
- Perasaan lemah : - Monitor respons
menurun terhadap program
- Keluhan lelah : latihan
menurun  Terapeutik :
- Warna kulit : membaik - Motivasi
- Tekanan darah : mengungkapkan
membaik perasaan tentang
- Frekuensi napas : olahraga / kebutuhan
membaik olahraga
- Fasilitasi dalam
mengembangkan
program latihan yang
sesuai untuk
memenuhi kebutuhan
- Fasilitasi dalam
mempertahankan
kemajuan program
latihan
- Libatkan keluarga
dalam merencanakan
dan memelihara
program latihan
- Berikan umpan balik
positif terhadap setiap
upaya yang dijalankan
pasien
 Edukasi
- Jelaskan manfaat
kesehatan dan efek
fisiologi olahraga
- Ajarkan teknik
menghindari cedera
saat berolahraga
- Ajarkan teknik
pernapasan yang tepat
untuk
memaksimalkan
penyerapan oksigen
salama latihan fisik
 Kolaborasi
- Kolaborasikan dengn
rehabilitas medis atau
ahli fisiologis olahrg,
(jika perlu)
D.010 Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan Tindakan
6 kembang Tindakan  Observasi :
keperawatan.....X24 jam di - Identifikasi
harapkan kemampuan pencapaian tugas
untuk berkembang sesuai perkembangan anak
dengan kelompok usia - Identifikasi isyarat
membaik. Dengan kriteria perilaku dan fisiologis
hasil : yang di tunjukan bayi
- Keterampilan/perilaku (mis, lapar, tidak
sesuai usia : nyaman)
meningkat  Terapeutik :
- Respon sosial : - Pertahankan sentuhan
meningkat seminumal mungkin
- Pola tidur membaik pada bayi prematur
- Berikan sentuhan
yang gentle dan tidak
ragu-ragu
- Pertahankan
lingkungan yang
mendukung
perkembangan
optimal
- Motivasi anak
berintegrasi dengan
anak lain
- Sediakan aktivitas
untuk memotivasi
anak berintegrasi
dengan anak lainnya
- Dukung anak untuk
mengapresikan diri
melalui penghargaan
positif atau umpan
balik atas uahanya
 Edukasi :
- Jelaskan orang
tua/pengasuh tentang
milestone
perkembangan anak
dan perilku anak
- Ajurkan orang tua
menyentuh dan
mengendong bayinya
- Anjurkan orang tua
berintergrasi dengan
anaknya
- Ajarkan anak
keterampilan
berintegrasi
- Ajrkan nk teknik
asertif
 Kolaborasi :
- Rujuk untuk
konseling, (jika perlu)
D.013 Resiko cedera Setelah dilakukan Tindakan
6 Tindakan  Observasi :
keperawatan.....X24 jam di - Identifikasi kebutuhan
harapkan keparahan dari keselamatan
cedera menurun. Dengan lingkungan
kriteria hasil : - Monitor perubahan
- Toleransi aktivitas : status keselamatan
meningkat lingkungan
- Nafsu makan :  Terapeutik :
meningkat - Modifikasi
- Toleransi makanan : lingkungan untuk
meningkat meminimalkan
- Kejadian cedera : bahaya dan resiko
menurun - Gunakan perangkat
- Gangguan mobilitas : pelindung (misal.
menurun Pengekangan fisik, rel
- Tekanan darah : samping, pintu
mningkat terkunci, pagar)
- Frekuensi nadi : - Fasilitasi relokasi ke
membaik lingkungan yang amn
- Frekuensi napas : - Lakukan program
membik skrining bahaya
- Denyut jantung lingkungan
apikal : membaik  Edukasi :
- Denyut jantung - Ajarkan individu,
radialis: membaik keluarga dan
- Pola tidur/istrahat : kelempok risiko
membaik tinggi bahya
lingkungan

D.013 Resiko Gangguan Setelah dilakukan Tindakan


9 integritas Tindakan  Observasi :
kulit/jaringan keperawatan.....X24 jam di - Identifikasi penyebab
harapkan keutuhan kulit gangguan integritas
atau jaringan meningkat. kulit (mis. Perubahan
Dengan kriteria hasil : sirkulasi, perubahan
- Elastasi : meningkat status nutrisi,
- Perpusi jaringan : penurunan
meningkat kelembaban, suhu
- Kerusakan jaringan : lingkungan ekstem,
menurun penurunan mobilitas)
- Kerusakan lapisan  Terapeutik :
kulit : menurun - Gunakan produk
- Suhu kulit : membaik berbahan petrolium
- Tekstur : membaik atau minyak pada
- Suhu kulit : membaik kulit kering
- Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergi pada
kulit sensitif
- Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
sensitif
 Edukasi :
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrim

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Penyakit thalasemia masih kurang populer dimasyarakat. Minimnya informasi
masyarakat mengenai thalasemia, membuat penyakit ini sulit diminimalisir penyebarannya.
Pencegahan thalasemia pun masih sulit dilakukan karena minimnya perhatian dan sarana
yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan di indonesia. Thalaemia merupakan penyakit
genetik yang disebabkan oleh ketidak normalan pada protein globin yang terdapat di gen.

Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalasemia dan jika
globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalasemia. Gejala yang terjadi
dimulai dari enemia hingga osteoporosis. Thalasemia harus sudah di obati sejak dini agar
tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan tranfusi darah.
Meminum beberapa suplemen asam folat dan beberapa terapi.

Penyakit thalasemia disebabkan oleh adanya kelainan/nutrisi pada gen globin alpha
atau gen globin beta sehingga produksi tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurangdan sel
darah merah mudah sekali rusak atau umumnya lebih pendek dari sel darah normal yang rata-
rata 120 hari.

Saran

Thalasemia ini harus sudah di diagnosa sejk dini dan di harapkan kepada penderita
agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti anemia biaa, maka gejala
tersebut jangan di abaikan dan lakukan pengobatan sejak ini serta konsultasikan kepada
dokter . untuk menghindari resiko akibat penyakit thalasemia, pemerintah diminta
agarmenghimbau dan memberikan informasi yang jelas kepaa masyarakat mengenai penyakit
thalasemi dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari
Pediatri, 5(1), 21-6.

Aru W. Sudoyo, 2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5 InternaPublishing:


Jakarta
Fatriani, Liza, 2012 Talasemia

Ganie, R. A. (2005). Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya.


Disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu
Patologi pada Fakultas Kedokteran. USU, Medan.

Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior”
Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun
Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.

Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.

Anda mungkin juga menyukai