ASUHAN KEPERAWATAN
DISUSUN
PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH GORONTALO
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, inayah serta hidayatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung
kita,yaitu Nabi Muhammad SAW. Makalah ini merupakan tugas mata kulian KMB 1 yang
membahas “ASKEP THALASEMIA”. Kami ucapkan terimah kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada setiap pihak yang telah membantu kami selama proses penyelesaian
makalah.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan saran maupun kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin....
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
A. Definis...........................................................................................................2
B. Etiologi..........................................................................................................3
C. Patofisiologi..................................................................................................4
D. Manifestasi klinik.........................................................................................5
E. Pathway.........................................................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang.................................................................................7
G. Kompilkasi....................................................................................................8
H. Penatalaksanaan............................................................................................9
I. Pencegahan....................................................................................................10
A. Pengkajian.....................................................................................................12
B. penyimpangan KDM.....................................................................................13
C. diagnosa keperawatan...................................................................................14
BAB IV PENUTUP..................................................................................................16
A. kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................19
BAB I
KONSEP MEDIS
2. Etiologi/penyebab
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak
yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain
adalah seorang pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya
menderita thalasemia sedang sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009).
3. Patofisiologi
Pada pasien thalasemia terjadi gangguan sintesis globin. Tidak seimbangnya jumlah
rantai α dan β globin yang disintesis menyebabkan hemoglobin tidak terbentuk secara
normal. Kondisi ini menyebabkan penurunan sintesis rantai β dalam molekul hemoglobin
yang terjadi secara parsial atau total. Penurunan rantai β- akan dikompensasi oleh
meningkatnya sintesis rantai α-, sedangkan rantai –γ tetap aktif dan menghasilkan
pembentukan hemoglobin yang cacat. (Rund & Rachmilewitz, 2005).
4. Manifestasi klinis
Pada penderita thalasemiamenurut James & Ashwil (2007) akan ditemukan beberapa
kelainan diantaranya :
1) Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu
makan, infeksi berulang, dan pembesaran limfe atau hati
2) Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
prekordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anoreksia
3) Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada kepala, frontal, parietal, molar yang
menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam
dengan tulang pipih yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley, yang
merupakan cirri khas thalasemia mayor.
Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada
thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasien memerlukan transfusi darah seumur
hidupnya. Pemberian transfusi darah secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi pada jaringan parenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi.
Hal tersebut dapat menimbulkan hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung,
hati, limpa serta kelenjar endokrin. Kondisi anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia
jaringan dan merangsang peningkatan produksi eritropoitin yang berdampak pada ekspansi
susunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami deformitas tulang, resiko menderita
gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin juga mengakibatkan
hemapoesis ekstra medular. Hemapoesis eksta medular serta hemolisis menyebabkan
terjadinya hipersplenisme dan splenomegali. Hypoxia yang kronis sebagai dampak dari
anemia mengakibatkan penderita sering mengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri
dada dan tulang serta intoleran aktifitas. Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga
mengalami perubahan struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupa
tulang maxilaris yang menonjol, dahi yang lebar dan tulang hidung datar (Indanah, 2010).
5. Pathway
Pathwat Thalasemia
Mutasi DNA
Peningkatan O₂ berkurang
Hb defctif
Ketidak seimbangan polipepeptida
Hemosiderosis
Sumpay O₂ dan
Kebutuhan
Dyspneu kelabu
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Komplikasi
a) Kelainan tulang
b) Pembesaran limpa
c) Gangguan jantung
8. Penatalaksanaan/pengobatan
2) Iron Chelator
Iron chelator diberikan untuk mencegah penumpukan zat besi (hemocromatosis) akibat
tranfusi dan akibat patogenesis dari thalasemia sendiri serta mengontrol kadar besi didalam
tubuh secara optimal (Indanah, 2010). Iron chelator yang diberikan berupa desferoksamin
(desferal ®), berfungsi untuk membantu mengekresikan besi dalam urin. Desferoksamin
diberikan dengan infusion bag dengan 1 – 2 g tiap unit darah yang ditranfusikan atau melalui
infus subcutan 20 – 4 mg/kg dalam 8 – 12 jam, 5 – 7 hari seminggu. Terapi ini diberikan
setelah tranfusi darah 10 – 15 unit. Besi yang terkelasi oleh desferoksamin diekresikan
melalui urin dan feses. Pemberian Vitamin C (200 mg/hari) membantu meningkatkan eksresi
besi oleh desferoksamin. Harapan hidup pasien thalasemia akan meningkat jika pasien patuh
terhadap terapi iron chelator ini. Selain harganya yang mahal, terapi ini member efek
samping pada pasien seperti bengkak, gatal, tuli, kerusakan pada retina, kelainan tulang dan
retardasi pertumbuhan (Indanah, 2010).
3) Splenektomi
Splenektomi adalah terapi thalasemia yang bertujuan mengurangi proses hemolisis.
Splenektomi dilakukan jika splenomegali cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme
serta dilakukan jika pasien berumur lebih dari 6 tahun karena resiko infeksi pasca
splenektomi (Indanah, 2010).
4) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif pengobatan yang dipercaya untuk kasus
thalasemia. Proses penatalaksaan pengobatan thalasemia dengan transplantasi sumsum tulang
ini, harus dengan pertimbangan yang sangat matang karena mengandung banyak resiko
(Indanah, 2010) menyebutkan penatalaksanaan transplantasi sumsum tulang yang
mempertimbangkan tingkatan hepatosplenomegali, ada tidaknya fibrosis postal pada biopsi
hati secara efektifitas iron chelation therapy sebelum penatalaksanaan transplantasi. Terapi
dengan transplantasi sumsum tulang mampu menghilangkan kebutuhan pasien terhadap iron
chelation therapy.
Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka asupan nutrisi yang
dianjurkan pada pasien thalassemia adalah tinggi kalori, tinggi protein, kalsium, seng,
vitamin A (‚-karoten), vitamin D, vitamin E, dan rendah besi, sedangkan vitamin C harus
dibatasi karena dapat meningkatkan absorpsi besi. (Tabel 1 dan 2)
9. Pencegahan
Penyakit thalasemia dapat dicegah pada anak. Pasangan yang akan menikah lebih baik
melakukan tes darah terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah thalasemia terdapat pada
tubuhnya. Selain itu tes darah juga dapat mengetahui nilai hemoglobin yang terkandung
dalam tubuh, hingga profil sel darah merah dalam tubuhnya.
Peluang untuk sembuh dari penyakit ini memang masih kecil karena kondisi fisik
penderitanya, ketersediaan darah, hingga biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
transfusi darah. Untuk bertahan hidup atau memperpanjang usia, penderita memang harus
memerlukan perawatan rutin, dan terus menerus.
Tranfusi darah dilakukan secara rutin untuk menjaga kadar hemoglobin di dalam
tubuhnya. Tidak hanya itu, pemeriksaan ferritin serum juga diperlukan untuk memantau
kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita penyakit thalasemia juga harus menghindari makanan yang diasinkan atau
makanan asam dan produk fermentasi yang dapat menngkatkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemi banyak dijumpai pda bangsa disekitar laut tengh (mediterania). Seperti
turki yunani dan lain-lain. Di indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak di jumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darh yng banyak di derita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya
anak akan dibawah ke RS setelah uia 4 tahun
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas atu infeksi
lainnya. Ini dikarenakn rendahnya Hb yang berfungi sebagai alat transformasi
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karen anak mudah lelah
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena thalasemia
mayor
Selama masa kehamilan, hendakya perlu dikaji secara mendalam adanya fktor resiko
thalasemia. Apa bila di duga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko
yang mungkin sering dialmi oleh anak setelah lahir
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
Keadaan umum : lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
serius
Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata, leher, tulang dahi terlihat lebar
Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
Mulut dan bibir terlihat kehitaman
Dada : pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik
Perut : terlihat pucat, dipalpsi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali)
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil dari pada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis atau pun kumis bahkn
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odelense karena adanya anemia
kronik
Kulit, warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat tranfusi
warna kulit akan mejadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis)
2. Penyimpangan KDM
Pathwat Thalasemia
Mutasi DNA
Peningkatan O₂ berkurang
Hb defctif
Hemosiderosis
Sumpay O₂ dan
Kebutuhan
Dyspneu kelabu
BAB III
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit thalasemia masih kurang populer dimasyarakat. Minimnya informasi
masyarakat mengenai thalasemia, membuat penyakit ini sulit diminimalisir penyebarannya.
Pencegahan thalasemia pun masih sulit dilakukan karena minimnya perhatian dan sarana
yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan di indonesia. Thalaemia merupakan penyakit
genetik yang disebabkan oleh ketidak normalan pada protein globin yang terdapat di gen.
Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalasemia dan jika
globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalasemia. Gejala yang terjadi
dimulai dari enemia hingga osteoporosis. Thalasemia harus sudah di obati sejak dini agar
tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan tranfusi darah.
Meminum beberapa suplemen asam folat dan beberapa terapi.
Penyakit thalasemia disebabkan oleh adanya kelainan/nutrisi pada gen globin alpha
atau gen globin beta sehingga produksi tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurangdan sel
darah merah mudah sekali rusak atau umumnya lebih pendek dari sel darah normal yang rata-
rata 120 hari.
Saran
Thalasemia ini harus sudah di diagnosa sejk dini dan di harapkan kepada penderita
agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala awalnya seperti anemia biaa, maka gejala
tersebut jangan di abaikan dan lakukan pengobatan sejak ini serta konsultasikan kepada
dokter . untuk menghindari resiko akibat penyakit thalasemia, pemerintah diminta
agarmenghimbau dan memberikan informasi yang jelas kepaa masyarakat mengenai penyakit
thalasemi dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Arijanty, L., & Nasar, S. S. (2006). Masalah nutrisi pada thalassemia. Sari
Pediatri, 5(1), 21-6.
Indanah, 2010 Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan “self care behavior”
Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di RSUPN, Dr. Cipto Mangun
Kusumo Jakarta.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of the children: Principle’s
&practice (3rd ed.)St. Louis: Saunders Elsevier.
Muncie, H.J. & Campbell, J.S. (2009). Alpha and beta thalasemia.
Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005). Cognitive abilities, mood changes and
adaptive functioning in children with β thalassaemia. Current Psychiatry, 16(3): 244-54.
Tentang, P. O. T., Anak, P. T. P., Thalasemia, C., & Aceh B. Dara Khairina.