Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA
DI RUANGAN POLI THALASEMIA DR SALAMET GARUT

DISUSUN OLEH:
DODI DARMANSYAH
KHGD22067

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2022-2023
1. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai dengan
defisiensi jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin (Hockenberry
& Wilson, 2009). Menurut Potts dan Mandleco (2007)
Thalasemia adalah gangguan genetik autosom resesif yang diturunkan, dengan
karakteristik adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin.
Thalasemia adalah sekelompok gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan
karena adanya defek pada sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie &
Campbell, 2009).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan
gejala klinis dari yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia
minor atau trait (carrier = pengembang sifat) hingga yang paling berat (bentuk
homozigot) yang disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah
satu orang tua yang mengidap thalasemia,sedangkan bentuk homozigot diturunkan
oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia (Sudoyo, Aru W, 2009).
2. Etiologi Thalasemia
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya.
Anak yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orangtua dan gen normal dari orang
tua yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen thalasemia
dari kedua orangtuanya akan menderita thalasemia sedang sampai berat (Muncie &
Campbell, 2009).
Kelainan yang akan ditemukan pada penderita thalasemia adalah gangguan sintesis
jumlah hemoglobin pada rantai alpha atau rantai beta sehingga hemoglobin yang
terbentuk dalam sel darah merah mempunyai jumlah rantai protein yang tidak sempurna
(kekurangan atau tidak mempunyai rantai protein). Dalam satu sel darah merah yang
normal mengandung 300 molekul hemoglobin yang akan mengikat oksigen.
Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang membawa oksigen. Dalam
satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida (dua rantai alpha dan dua
rantai beta), yang didalamnya terdapat empat kompleks heme dengan ikatan besi
(Fe), dan empat sisi pengikat oksigen.
Hasil pemeriksaan darah penderita thalasemia akan menunjukkan jumlah
hemoglobin yang kurang dan jumlah SDM yang lebih sedikit dari normal sehingga
akan terjadi suatu keadaan anemia derajat ringan sampai berat. Keadaan anemia ini
yang akan menyebabkan penderita thalasemia membutuhkan tranfusi darah yang harus
dilakukan secara rutin dan teratur.
3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala thalasemia :


a. Kelesuan.
b. Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.
c. Sesak nafas.
d. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen.
e. Hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.

Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1 tahun.
Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan
umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk,
perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang diraba.
Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien karena
kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah rupture karena trauma
ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran
radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks tipis dan trabekula besar.
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering mendapatkan
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam
jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada
hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut
(hemokromatosis).
4. Patofisiologis
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut
berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat
pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.
Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai
beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen.

Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara
terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
(Suriadi, 2001 )

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut.

Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
5. Manifestasi klinis
Pada penderita thalasemia, menurut James dan Ashwill(2007) akan
ditemukan beberapa kelainan diantaranya:
1. Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak
nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limpa/hati.
2. Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri
precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan anorexia
3. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat
sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kekurangan
hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal,
molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau
masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies
cooley, yang merupakan ciri khas thalasemia mayor.

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat dilakukan
diantaranya:
a. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel
darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel
darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis hemoglobin
(menegakkan diagnosis dan menentukan jenis thalasemia).
b. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada janin.
c. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel darah
berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu membedakan jenis
thalasemia yang diderita pasien.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
a) Fraktur patologis
b) Hepatosplenomegali
c) Gangguan tumbuh kembang
d) Disfungsi organ
e) Gagal jantung
f) Hemosiderosis
g) Hemokromatosis
8. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan, namun
secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James & Ashwill, 2007; Potts
& Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009) adalah :
1. Transfusi darah (TD) Transfusi darah dilakukan secara teratur dan
rutin, untuk menjaga kesehatan dan stamina penderita thalasemia, sehingga
penderita tetap bisa beraktivitas. Tranfusi akan memberikan energi baru
kepada penderita karena darah dari transfusi mempunyai kadar hemoglobin
normal yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh penderita. Transfusi
dilakukan apabila kadar hemoglobin penderita <7 mg/dL (Dubey, Parakh &
Dublish, 2008), dan dilakukan untuk mempertahankan kadar hemoglobin
diatas 9,5 gr/dL (Hockenberry & Wilson, 2009). Durasi waktu antar transfusi
darah antara 2-4 minggu, tergantung pada berat badan anak, usia, dan
aktivitas anak.
2. Konsumsi obat kelasi besi
Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin
dalam jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan adalah
desferal (Morris, Singer & Walters, 2006 dalam Hockenberry dan
Wilson, 2009), yang diberikan secara sub kutan (dibawah kulit) bersamaan
atau setelah transfusi darah.
3. Cangkok sumsum tulang
Pencangkokan sumsum tulang dilakukan untuk meminimalisasi kebutuhan
seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah (Potts &
Mandleco, 2007). Dengan melakukan pencangkokan sumsum tulang maka
jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan sumsum donor
yang cocok, yang biasanya adalah saudara kandung atau orangtua penderita.
Pencangkokan sumsum tulang ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu
pada saat anak belum mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi
darah, karena transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk
terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.
4. Cangkok `lrd nclld
Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang digunakan
diambil dari plasenta atau tali pusat dari donor yang cocok. Donor `lrd
nclld ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang dekat, dan
mempunyai kemungkinan yang lebih kecil terhadap penolakan (CAF &
Linker, 2001 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Berisi biodata pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, agama, suku
bangsa, nomor rekam medik, serta alamat.
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 ‐ 6 tahun.

2. Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

3. Riwayat kesehatan keluarga


Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.

4. Pertumbuhan dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal.

5. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ‐ ANC)


Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

6. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

7. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

8. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan


diantaranyaadalah:
a. Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka: Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar,
dan tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut : Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosis

 Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin (SDKI, Hal: 37)
 Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (SDKI, Hal : 172)
 Intoleransi Aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(SDKI, Hal : 128)
C. Intervensi
No Diagnose Slki Siki
1 Perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi
perifer tidak keperawatan 3 x 24jam 1.Periksa sirkulasi perifer
efektif diharapkan perfusi perifer 2.Identifikasi faktor resiko
membaik dengan keriteria hasil: 3.Monitor panas,kemerahan,
(SLKI, Hal:84)
nyeri, ataubengkak pada
1. Kekuatan nadi ekstremitas
perifer meningkat Terapiutik
2. Penye 1.Hindari pemasangan infusatau
mbuhan pengambilan darahdi area
luka keterbatasanperfusi
meningka 2.Lakukan pengukurantekanan
t darah padaekstremitas
3. Warna kulit pucat denganketerbatasan perfusi
menurun 3.Hindari pemasangan
danpenekanan torniquet
4. Edema perifer
padaarea yang cedera
menurun
4.Lakukan pencegahaninfeksi
5. Nyeri ekstermitas
5.Lakukan perawatan kakidan
menurun
kuku
6. Kelemahan otot
6.Lakukan hidrasi
menurun
Edukasi
7. Kram otot menurun 1.Anjurkan berhentimerokok
8. Akral membaik 2.Anjurkan berolahragarutin
9. Turgor kulit membaik 3.Anjurkan mengecek airmandi
10. TD Sistol dan untuk menghindarikulit terbakar
Diastol membaik 4.Anjurkan penggunaanobat
penurun tekanandarah,
antikoagulan, danpenurun
kolesterol, jikaperlu
5.Anjurkan meminum
obatpengontrol tekanan
darahsecara teratur
6.Anjurkan menghindariobat
penyekat beta
7.Anjurkan
melakukanperawatan kulit
yangtepat
8.Anjurkan program
2 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam • Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat karakteristik,
durasi, frekuensi,
nyeri menurun dengan kriteria : kualitas, intensitas
(SLKI, Hal : nyeri
145) • Identifikasi skala
• Keluhan nyeri menurun nyeri
• Meringis menurun • Identifikasi respon
• Sikap protektif menurun nyeri non verbal
• Gelisah menurun • Identifikasi faktor
• Kesulitan tidur menurun yang memperberat
dan yang
• Anoreksia menurun
memperingan nyeri
• Mual menurun
• Berikan teknik
• Frekuensi nadi membaik
nonfarmakologis
Pola napas membaik
pereda nyeri

• Tekanan darah membaik


• Kontrol
Nafsu makan membaik
lingkungan

• Fasilitasi istirahat
tidur
• Jelaskan penyebab,
periode, pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi
pereda nyeri
• Anjurkan
menggunakan
teknik
nonfarmakologis
• Kolaborasi
pemberian
analgetik

3 Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (SIKI,


Aktivitas keperawatan selama 3 x 24 jam Hal : 176)
• Identifikasi
diharapkan Intoleransi gangguan fungsi
Aktivitas meningkat dengan tubuh yang
mengakibatkan
kriteria : (SLKI, Hal : 149)
kelelahan
• Kemudahan melakukan • Monitor pola dan
aktivitas sehari-hari jam tidur
meningkat • Sediakan
• Keluhan lelah menurun lingkungan
• Warna kulit membaik nyaman dan
• TD membaik rendah stimulus
(misalnya
Saturasi oksigen
cahaya,suara)

membaik
• Latihan rentang
Frekuensi napas

gerak pasif/aktif
membaik
• Berikan aktivitas
• Ekg iskemia membaik distraksi yang
• Dispnea saat aktivitas menyenangkan
menurun • Anjurkan tirah
baring
• Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap

Anda mungkin juga menyukai