Anda di halaman 1dari 4

BAB I 

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang 
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan,
namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia
mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan
kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih
adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupaka makhluk
yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya,
manusia mampu mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang
menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa. Ketika orang menyaksikan sebuah
pantai, sebut saja Pantai Pasir Putih, orang akan terheran-heran dengan pasir putih.
Kemegahan alami itu menggugah perhatian manusia, setidaknya ingin mengetahui
sesungguhnya apakah hidup itu seperti pasir? Siapa yang menciptakan pasir putih
berib-ribu dan bahkan berjuta-juta butir, serta untuk apa maknanya bagi manusia.
Pada pembahasan makalah kali mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan
dan pengetahuan ilmiah, yang meliputi hakikat ilmu pengetahuandan pengethuan
ilmiah, hubungan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, dan apakah
pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya.

B.     Rumusan Masalah 
1.      Apa definisi ilmu pengetahuan ?
2.      Bagaimana ciri ilmu pengetahuan ?
3.      Bagaimana sejarah dan perkemangan ilmu pengetahuan ?
4.      Apa klasifikasi ilu pengetahuan ?
5.      Bagaimana metode ilmiah ilmu pengetahuan ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik
diuji dengan seperangkat metode  yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih
jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
istemologepi.
Ziman J. (dalam Qadir C.A.,1995:53) memberikan definisi ilmu pengetahuan
sebagai rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah
berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk
percobaan lebih lanjut. Pengertian percobaan disini adalah pengkajian atau
pengujian terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian
(pengamatan data wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).[1] Menurut
Notoatmodjo (2003), ilmu pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Secara garis besar
menurut Notoatmodjo (2005) domain tingkat ilmu pengetahuan (kognitif) mempunyai
enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan,
menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah
ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar,
ataupun informasi yang diterima dari orang lain.[2] Ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah, yakni melalui “penyelidikan
yang sistematik, terkontrol dan bersifat empiris atau sesuatu relasi fenomena alam,
perbedaan ini terlihat pengertian ilmu pengetahuan (sains) sendiri, yaitu : 1. Ilmu
yang teratur (sistematik) dan dapat diuji kebenarannya; 2. Ilmu yang berdasarkan
kebenaran atau kenyataan semata, misalnya fisika, kimia, dan biologi (KBBI: 767).
[3]Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam penjelasan lain, pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.[4]
Contoh:
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam
hal yang bahani (materiil saja). Ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang
berapa jarak matahari.
Ilmu psikologihanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret.
Ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
2.      Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak
(intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik
perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan
ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas
ilmiah.
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri ilmu (pengetahuan)
setidaknya memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 
1)      Objektif, Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu
golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang
dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek,
sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2)      Metodis, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti:
cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3)      Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan
menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam
hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang
berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan
syarat ilmu yang ketiga.
4)      Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua
segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang
keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an
(universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia
konteks dan tertentu pula.[5]

3.      Sejarah Dan Perkemangan Ilmu Pengetahuan


Di kalangan para ahli sejarah banyak pendapat yang beragam dalam
mendefinisikan term sejarah, namun dapat penulis simpulkan bahwa pada intinya
sejarah adalah kesinambungan atau rentetan suatu peristiwa/ kejadian antara masa
lampau, masa sekarang dan masa depan. Hal ini dapat diketahui dari segi
kronologis dan geografis, yang bisa dilihat dengan kurun waktu dimana sejarah itu
terjadi. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan memiliki ciri
khas atau karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian periodisasi perkembangan
ilmu pengetahuan ada perbedaan dalam berbagai literature yang ada. Maka dari itu,
untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan secara mudah, di sini
telah dilakukan elaborasi dan klasifikasi atau pembagian secara garis besar. Berikut
adalah uraian singkat dari masing-masing periode atau sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan dari masa ke masa. Kalau pengetahuan lahir sejak manusia pertama
diciptakan, maka perkembangannya sejak jaman purba. Secara garis besar, Amsal
Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi
empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman
renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.[6]
Sedangkan George J. Mouly membagi perkembangan ilmu menjadi tiga (3)
tahap yaitu animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis. George J. Mouly dalam
bukunya Jujun S Suriasumantri, (1985:87) menjelaskan bahwa permulaan ilmu
dapat ditelusuri sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa
manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang
memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan[7]
Berbeda lagi dalam bukunya Prof. Dr. Sutarjo A. Wiramiharja, Psi. membagi
sejarah perkembangan filsafat itu menjadi lima (5) periode, yaitu: Pertama, Zaman
Yunani Kuno, (600 SM-200 M). Kedua, Zaman Patristik dan Pertengahan (200 M-
1600 M). Ketiga, Zaman Modern (1600 M-1800 M). Keempat, Zaman Baru (1800 M-
1950 M). Kelima, Zaman Pasca-Modern (1950 M- Sekarang).[8]

Anda mungkin juga menyukai