A. Pendahuluan
Kecacingan atau yang biasa disebut cacingan, masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Secara global
diperkirakan sebanyak 230 juta anak umur 0 – 4 tahun terinfeksi cacing.
Di Indonesia, prevalensi kecacingan sebesar 28 %. Namun angka ini tidak
merata di semua kabupaten atau kota. Menurut hasil survai tahun 2009 – 2010 di
Propinsi Sulawesi Selatan didapatkan angka rata-rata sebesar 27,28 %. Di Jawa Timur
didapat angka rata-rata kecacingan sebesar 7,95 % pada tahun 2008-2010. Untuk tahun
2011 data yang terkumpul dari survei di beberapa kabupaten menunjukkan angka yang
bervariasi. Di daerah Lebak dan Pandeglang menunjukkan angka prevalensi yang cukup
tinggi yaitu 62 % dan 43,78 %. Di Sleman DIY prevalensinya 21,78% sedangkan di
Kabupaten Karangasem, Bali 51,27%. Di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram
menunjukkan prevalensi berturut-turut 29,47% dan 24,53%, sedangkan Kabupaten
Sumba Barat menunjukkan prevalensi 29,56%.
Kecacingan menggambarkan masalah kesehatan masyarakat khususnya di
daerah tropis di mana kondisi sanitasi masih belum memadai. Ada tiga jenis cacing
yang umum menginfeksi anak-anak, khususnya usia prasekolah dan memberikan
dampak yang serius yaitu: Ascaris lumbricoides (Cacing gelang), Ancylostoma
duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris trichiura (cacing cambuk).
Kecacingan secara umum mengakibatkan kerugian langsung yang diakibatkan
adanya gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan serta metabolismenya.
Secara kumulatif, infeksi cacing atau kecacingan dapat menimbulkan kerugian gizi
berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Sehingga berakibat pada hambatan
perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya.
Cacingan terbukti memberikan dampak yang sangat nyata bagi kesehatan
anak. Infeksi cacing berhubungan erat dengan kehilangan micronutrien, malabsorbsi
vitamin A pada anak prasekolah yang mengakibatkan malnutrisi, anemi dan retardasi
pertumbuhan. Cacingan juga berpengaruh pada kebugaran anak dan nafsu makan
sehingga akan mengakibatkan prestasi sekolah yang menurun. Di samping itu infeksi
cacing yang berkepanjangan akan berakibat menurunnya daya tahan tubuh terhadap
berbagai infeksi yang lain.
B. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kecacingan, Subdit Filariasis dan
Kecacingan Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang menitikberatkan
sasarannya pada anak sekolah dasar (SD/MI). Hal ini didasarkan karena infeksi cacing
pada anak sekolah adalah yang tertinggi dibandingkan golongan umur lainnya.
Prevalensi cacingan dapat menurun bila infeksi cacing pada anak sekolah dasar dapat
dikendalikan.
Namun demikian, cacingan dapat mengenai siapa saja mulai dari bayi, balita,
anak, remaja bahkan orang dewasa sehingga Subdit Filariasis dan Kecacingan perlu
untuk berkoordinasi dan berintegrasi dengan unit kerja atau instansi lain yang
melakukan pengendalian cacingan sehingga pelayanan pengendalian cacingan dapat
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, Subdit Filariasis dan Kecacingan
berkoordinasi dengan Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Ibu,
Direktorat Bina Gizi, Direktorat Kesehatan Lingkungan dan berintegrasi dengan
Program UKS di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya pengendalian
cacingan.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka Program Pengendalian
Kecacingan di Indonesia menetapkan sasaran selain anak sekolah dasar/MI juga anak-
anak usia 1—4 tahun mengingat dampak yang ditimbulkan akibat cacingan pada anak
usia dini akan menimbulkan kekurangan gizi yang menetap (persistent malnourish),
yang di kemudian hari akan menimbulkan dampak pendek menurut umur (stunting).
Sehingga program pengendalian kecacingan perlu diintegrasikan dengan berbagai
program yang memiliki sasaran yang sama, antara lain Program Pengendalian Filariasis,
Program UKS untuk anak2 SD/MI. Sedang untuk lebih menjangkau anak usia 1 – 4
tahun maka bisa berintegrasi dengan Program Pemberian vitamin A di Posyandu.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dalam agenda rapat tentang
Kegiatan Padat Karya dan Penanganan Stunting yang diselenggarakan pada pertengahan
Desember 2018, memutuskan bahwa di 10 Kabupaten/Kota dengan 100 desa prioritas
penanganan stanting, akan memasukkan kegiatan POPM (Pemberian Obat Pencegahan
Masal) Cacingan sebagai salah satu exit action-nya. POPM Cacingan di 10
kabupaten/kota prioritas ini akan dilaksanakan selama lima tahun berturut-turut (2019—
2023) sebanyak 2 periode di setiap tahunnya. Untuk keberhasilan pelaksanaan kegiatan
ini, membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, sehingga perlu disiapkan anggaran
maupun logistik serta sarana dan prasarananya.
2. Rincian Kegiatan
a. Persiapan alat dan bahan
- Menyiapkan data sasaran yang akan mendapatkan obat cacing;
- Mengirim permintaan obat cacing ke dinas kesehatan sesuai dengan
sasaran (1 dosis untuk 2—12 tahun dan ½ dosis untuk < 2 tahun),
ditambah 10% dari jumlah sasaran yang ada;
- Memastikan obat cacing sudah ada di Puskesmas sebelum pelaksanaan
kegiatan;
- Menyusun jadwal kegiatan POPM cacingan;
- Mengirimkan surat ke Sekolah dan Posyandu tentang rencana
pelaksanaan POPM Cacingan;
- Menyiapkan berkas rekapan hasil POPM Cacingan
b. Pelaksanaan POPM Cacingan
- Tim yang melakukan POPM Cacingan menyiapkan obat dan
kelengkapan lain yang dibutuhkan;
- Berkoordinasi dengan petugas di tempat pemberian sekaligus
menyiapkan sasaran kegiatan POPM Cacingan
- Penjelasan mengenai kegiatan POPM Cacingan
- Memberikan obat cacing kepada sasaran dan diminum di hadapan
petugas;
- Petugas mencatat hasil pemberian obat cacing pada formulir yang
disediakan;
- Melakukan sweeping di lokasi yang belum semua sasarannya
mendapatkan obat cacing;
- Petugas melaporkan semua hasil kegiatan pada koordinator program
POPM cacingan Puskesmas;
- Merekap seluruh hasil kegiatan POPM Kecacingan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas;
- Melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Puskesmas dan mengisi di
Google Drive RR POPM Cacingan Kabupaten.
F. Sasaran
Sasaran kegiatan POPM Cacingan adalah semua anak usia 1—12 tahun yang
memenuhi syarat untuk diberikan obat cacing.
J. Penutup
Kerangka acuan kegiatan POPM Cacingan ini dibuat sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan sekaligus untuk menilai sejauh mana keberhasilanya.