Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi Gastritis

Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dimana memiliki


sifat akut, kronik difus, atau lokal. Kemungkinan tanda dan gejala
terjadinya peradangan pada lambung yang muncul antara lain anoreksia,
rasa sebah pada perut, nyeri epigastrium, mual dan muntah (Safitri &
Nurman, 2020).

Gastritis merupakan radang pada lambung sebagai respon terhadap


trauma baik lokal maupun sistemik yang ditandai dengan masuknya sel
inflamasi termasuk limfosit dan sel plasma (Rahmani et al., 2016).
Gastritis kronis menyebar dan biasanya juga akan berefek pada
permukaan lambung yang dapat menyebabkan kerusakan intensif
kelenjar, atrofi dan metaplasia.

Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gastritis


adalah peradangan pada mukosa lambung sebagai respon terhadap trauma
yang memiliki sifat akut, kronis, difus, atau lokal. Kemungkinan tanda
dan gejala yang muncul antara lain anoreksia, perut sebah, nyeri
epigastrium, mual dan muntah.
2.1.2 Anatomi Patofisiologi Gastritis

Gaster adalah salah satu organ dalam manusia yang berbentuk


seperti kantung yang kosong mirip huruf “J”, letaknya ada dikuadran kiri
atas abdomen. Ukuran lambung orang dewasa berkisar antara 10 inchi
dimana dapat mengembang dengan ukuran bervariasi, tergantung pada
volume makanan yang ada. Saat dalam keadaan tidak terisi maka
lambung akan melipat, lalu saat mulai terisi dan mengembang lipatan-
lipatan tersebut secara perlahan akan terbuka.

Menurut Larassari (2017), lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu:


a. Tunika Mukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari lipatan-lipatan memanjang
yang disebut rugae. Dalam lapisan ini terdapat kelenjar kardia
yang berfungsi untuk sekresi mucus, serta kelenjar fundus atau
gastric.
b. Tunika Submukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari jaringan areolar longgar
yang menjadi penghubung antara tunika mukosa dengan tunika
muskularis. Jaringan areolar ini yang membuat tunika mukosa
bergerak secara peristaltik.
c. Tunika Muskularis
Lapisan lambung yang tersusun atas 3 otot polos yaitu stratum
longitudinal, stratum circulare, dan stratum oblique. Susunan
otot polos ini menimbulkan kontraksi untuk memecah makanan
menjadi partikel kecil, mengaduk, mencampur makanan serta
mendorong makanan ke duodenum
d. Tunika Serora
Merupakan lapisan paling luar penyusun lambung yang terdiri
dari jaringan ikat longgar, jaringan lemak, dan pembuluh darah.
Lambung memiliki 3 fungsi motorik yaitu menyimpan makanan
sementara, menggabungkan makanan dengan secret lambung sampai
berbentuk kimus, dan kemudian mendorong hasil makanan tadi ke usus
halus (Husairi, et al., 2020). Gaster memiliki sebuah cincin otot yang
berada dalam sambungan antara esophagus dan gaster, cincin tersebut
akan terbuka saat makanan masuk kedalam eshopagus lalu akan menutup
kembali setelah makanan masuk ke dalam lambung. Saat makanan masuk
ke dalam lambung, maka lambung akan berada dalam kondisi melemas

sebagai efek dari proses refleks relaksasi reseptif (Husairi, et al., 2020).
Dinding gaster tersusun lapisan-lapisan yang kuat, saat makanan sudah
berada didalam lambung dinding-dinding lambung akan mulai
menghaluskan makanan tersebut. Secara bersamaan kelenjar-kelenjar di
mukosa pada dinding lambung akan mengeluarkan cairan lambung
termasuk enzim-enzim yang terkandung didalamnya guna membantu
proses penghalusan makanan. Otot-otot lambung jarang ada dalam
kondisi tidak aktif. Seketika saat lambung dalam kondisi kosong, akan
terjadi kontraksi peristaltik ringan yang secara perlahan-lahan akan
semakin kuat setelah 1 jam. Apabila kontraksinya kuat, akan dapat
dirasakan da nada kemungkinan menimbulkan nyeri (Husairi, et al.,
2020).
Salah satu zat penyusun dari cairan lambung adalah asam
hidroklorida. Memiliki sifat korosif yang mampu melarutkan paku besi
dalam cairan ini. Dengan sifat korosif yang dimiliki oleh asam
hidroklorida ini maka dinding lambung melindungi dirinya dengan
mukosa-mukosa bicarbonate yang secara regular mengeluarkan io
bicarbonate untuk menyeimbangkan kadar asam dalam lambung sehingga
asam hidroklorida tidak dapat melukai dinding lambung. Gastritis akan
timbul saat mekanisme perlindungan ini kewalahan sehingga
menimbulkan kerusakan serta peradangan dinding lambung.
Mekanisme perlindungan lambung menurut Putri (2017), yaitu:
a. Mukus Barrier
Lapisan mukus ini melapisi permukaan mukosa dengan tebal 2-
3 kali tinggi sel epitel permukaan. Mukus dan bikarbonat
berfungsi melindungi mukosa terhadap pengaruh asam dan
pepsin, empedu dan zat perusak luar.
b. Resistensi Mukosa
Faktor yang berperan disini adalah daya regenerasi sel (cell turn
over), potensial listrik membran mukosa dan kemampuan
penyembuhan luka.

c. Aliran Darah Mukosa


Aliran darah mukosa yang menjamin suplai oksigen dan nutrisi
yang adekuat adalah penting untuk ketahanan mukosa. Setiap
penurunan aliran darah baik lokal maupun sistemik akan
menyebabkan anoksia sel, penurunan ketahanan mukosa dan
memudahkan terjadinya ulserasi.

d. Prostaglandin dan Faktor Pertumbuhan lain


Peranan PG tersebut antara lain meningkatkan sekresi mukus
dan bikarbonat, mempertahankan pompa sodium, stabilisasi
membran sel dan meningkatkan aliran darah mukosa.
Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa
adalah epidermal growth factor (EGF) dan transforming
growth factor alpha (TGF-α). Kedua peptida ini pada lambung
akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat produksi
asam.
2.1.3 Klasifikasi Gastritis

Pada umumnya, penyakit gastritis yang sering ditemui tergolong


menjadi dua jenis yaitu gastritis superfisialis atau gastritis akut dan gastritis
atrofik kronis.

a. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah proses inflamasi mukosa yang kemungkinan tidak


terdapat atau tidak muncul tanda dan gejala klinis yang biasa menyertainya.
Pada beberapa kasus yang lebih parah bisa terjadi erosi, ulserasi,
perdarahan, perdarahan dan muntah darah. Tidak menimbulkan gejala
namun menyebabkan dyspepsia, anoreksia dan muntah darah atau malena
merupakan ciri dari gastritis tipe akut (Nisa, 2018).

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis memiliki fase awal yang disebut gastritis superfisial.


Gastritis tipe ini sering kali disebabkan oleh infeksi dari helicobacter pylori.
Hampir sama seperti gastritis akut, gastritis tipe ini tidak memiliki gejala
yang jelas sehingga sulit untuk diidentifikasi (Nisa, 2018).
2.1.4 Etiologi Gastritis

Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang menderita


gastritis antara lain mengkonsumsi obat-obatan kimia seperti asetaminofen,
aspirin, dan steroid kartikosteroid. Asetaminofen dan kartikosteroid dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, sedangkan NSAIDS (Nonsteroid
Anti Inflammation Drungs) dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin
sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi
sangat asam. Kondisi asam ini menimbulkan iritasi mukosa lambung. Penyebab
lain adalah konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan gaster (Ida,
2017).

Gastritis akut disebabkan oleh makan terlalu banyak atau terlalu cepat,
makan makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alkohol, Aspirin, NSAID, Lisol, serta
bahan korosif lain, refluk empedu atau cairan pankreas (Amin dan Hardhi, 2016).
NSAID digunakan untuk mengobati reumatoid artritis, osteoartritis, atau nyeri.
NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam
dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan
menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan
mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna
(Vaanipriya, 2015).

Gastropati NSAID adalah gastritis akut yang mengacu kepada spektrum


komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh penggunaan obat
anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu, dan biasanya disebabkan
oleh penggunaan jangka panjang NSAID. Diagnosis gastropati NSAID dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti dispepsia,
heartburn, abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun, perut
kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa
(Vaanipriya, 2015).
Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati NSAID dapat
muncul pada penderita. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal
(hematemesis, melena), perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan kematian.
Pada pasien ini dapat tertangani dengan baik sehingga tidak mengarah ke
komplikasi serius untuk gastropati NSAID. (Vaanipriya, 2015).

2.1.5 Manifestasi Klinis Gastritis

Manifestasi klinis yang muncul sebagai akibat terjadinya gastritis disebut


dengan syndrome dyspepsia. Syndrome dyspepsia adalah penyakit yang memiliki
beberapa gejala yang berkolerasi langsung dengan gastroduodenal seperti rasa
nyeri epigastrium, rasa terbakar epigastrium, rasa sebah pada perut dan juga rasa
cepat kenyang serta ada kemungkinan ditemukan perdarahan pada penderita
gastritis (Catur et al., 2018).

Pada beberapa kasus penderita gastritis, juga ditemukan tidak menunjukan


gejala yang semestinya atau sebenarnya gejala itu ada namun hal tersebut
dianggap bukanlah sebuah masalah yang serius. Hal ini berpengaruh langsung
terhadap kondisi lambung penderita karena apabila tidak segera mendapatkan
penanganan yang seharusnya kemungkinan terjadi kanker lambung akan
bertambah mengingat penanganan yang terlambat pada kondisi lambung yang
sudah bisa dikatakan parah.

2.1.1 Patofisiologi Gastritis

Gastritis disebabkan oleh stres, bahan kimia seperti obat-obatan dan


alcohol, makanan pedas, asam atau panas. Bagi mereka yang stress akan
terjadi rangsangan Stimulasi saraf simpatis NV (saraf vagus) yang
meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di lambung. Adanya HCl
dalam di perut dapat menyebabkan mual, muntah dan anoreksia. Zat
kimia atau makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumnar mengalami penurunan produksi lendir. Lendir berfungsi untuk
melindungi mukosa lambung agar tidak tercerna. Respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mucus antara lain vasodilatasi sel
mukosa lambung. Lapisan mukosa lambung mengandung sel-sel yang
menghasilkan HCl di fundus dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa
lambung akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga
berpengaruh terhadap timbulnya rasa sakit. Nyeri disebabkan oleh kontak
HCl dengan mukosa lambung (Sya’diyah, 2016).

Gastritis akut ditandai dengan kerusakan lapisan mukosa lambung


yang disebabkan oleh adanya edema serta hiperemi pada membrane
mukosa gaster, hal tersebut menyebabkan kongesti cairan dan darah
sebagai efek dari iritasi local. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya
kontak antara HCl dan pepsin dengan jaringan gaster yang menimbulkan
iritasi, kemudian inflamasi serta erosi superfisial mukosa gastric
mengalami regenerasi secara cepat. Gastritis akut merupakan self
limiting disorder yang penyembuhannya dapat terjadi dalam hitungan
hari. Kondisi paling parah dari gastritis akut disebabkan karena mencerna
asam atau alkali kuat baik itu disengaja ataupun tidak disengaja,
inflamasi berat atau nekrosis dan gangren lambung yang menyebabkan
perforasi, perdarahan, sampai peritonitis (Bachrudin & Najib, 2016).

Gastritis Kronis terjadi karena adanya kerusakan progresif yang


diawali dengan inflamasi superfisial yang secara bertahap akan
berkembang menyebabkan atrofi pada jaringan gaster. Tahap awal terjadi
perubahan pada mukosa gaster dan menurunnya produksi mucus. Infeksi
dari Helicobacter pylori menyebabkan inflamasi pada mukosa gaster
yang secara bersamaan terjadi infiltrasi neutrophil dan lymfosit,
inflamasi tersebut menyebabkan lapisan terluar dari gaster menjadi tipis
dan atrofi sehingga kemampuan untuk melindungi gaster gaster dari
autodegestif oleh HCl dan pepsin menurun sehingga meningkatkan risiko
terjadinya ulkus peptikum dan Ca. gaster(Bachrudin & Najib, 2016).
2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang pada penderita gastritis menurut (Nurarif &


Kusuma, 2015) antara lain :

a. Pemeriksaan darah. Digunakan untuk memeriksa adanya antibody


H. pylori dalam darah. Selain itu pemeriksaan darah juga digunakan
untuk mengetahui apakah terjadi anemia akibat dari perdarahan
lambung.

b. Pemeriksaan feses. Hasil tes positif menunjukan bahwa terdapat H.


pylori dalam feses yang mengindikasikan terjadi infeksi. Selain itu
pemeriksaan feses juga bertujuan untuk mengetahui adakah
perdarahan lam

c. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Abnormalitas pada saluran


cerna bagian atas dapat terlihat yang mungkin tidak dapat terlihat
menggunakan sinar X.

d. Rontgen saluran cerna bagian atas. Hasil dari rontgen untuk melihat
tanda gastritis atau kemungkinan adanya penyakit pencernaan lain.
2.1.4 Penatalaksanaan Gastritis

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan


porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan
sebagai sifoprotektor berupasukralfat dan prostaglandin. Penatalaksanaan sebaiknya
meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap
penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi penyebab serta dengan
pengobatan suportif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida an antagonis H2


sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada
umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit
dengan aman. Untuk pengguna aspirin keadaan klinis yang berat. Un pasien yang atau anti
inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol atau Derivat
Prostaglandin.

Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan menghindari


alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan cairan
intravena. Bila terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis terjadi karena alkali kuat, gunakan jus karena adanya
bahaya perforasi (Amin dan Hardhi, 2015, p. 33).

2.1.5 Komplikasi Gastritis

Komplikasi yang dapat di timbulkan oleh gastritis akut adalah perdahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) berupa haematomesis dan melena, dapat berakhir dengan shok
hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu di bedakan dengan tukak peptic.
Gambaran klinis yang di perlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptic penyebab
utamanya adalah Helicobacter Pylory, sebesar 100 % pada tukak duodenum dan 60-90 %
pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat di tegakkan dengan endoskopi (Amin dan
Hardhi, 2015).
2.1 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga


Setyowati dan Murwani (2018) bahwa keluarga adalah sekumpulan orang
yang memiliki hubungan perkawinan, kelahiran, dan adopsi, bertujuan untuk
menciptakan, memelihara budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
psikologis, emosional dan sosialnya dalam setiap anggota keluarga.
Nadirawati (2018) keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan
melalui kesatuan emosional dan keintiman serta memandang dirinya sebagai bagian
dari keluarga.
Nadirawati (2018) bahwa keluarga yaitu sekelompok dua orang atau lebih
yang disatukan oleh persatuan dan ikatan emosional tidak hanya berdasarkan
keturunan atau hukum, tetapi mungkin atau mungkin tidak Dengan cara ini, mereka
menganggap diri mereka sebagai keluarga dan mengidentifikasi diri mereka sebagai
bagian dari keluarga.
2.2.2 Struktur Keluarga
Menurut Nadirawati (2018) Salah satu pendekatan dalam keluarga adalah
pendekatan struktural fungsional, Struktur keluarga menyatakan bagaimana
keluarga disusun atau bagaimana unit unit ditata dan saling terkait satu sama lain.
Struktur dalam keluarga terbagi menjadi 4 yaitu:
a. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi sangatlah penting dalam suatu hubungan namun tidak hanya untuk
keluarga, tetapi juga untuk semua jenis hubungan. Tanpa komunikasi, tidak akan
ada hubungan yang dekat dan intim, atau bahkan saling pengertian. Dalam
keluarga ada beberapa interaksi yang efektif dan beberapa tidak.
Mode interaktif yang berfungsi dalam keluarga memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) Terbuka, jujur, berpikiran positif, dan selalu berusaha menyelesaikan
konflik keluarga.
2) Komunikasi berkualitas tinggi antara pembicara dan audiens
Dalam pola komunikasi ini biasanya disebut stimulus respons, komunikasi
semacam ini kadang terjadi ketika orang tua mengasuh bayi ataupun sebaliknya.
Orang tua lebih aktif dan kreatif dalam merespon (stimulus). Melalui model
komunikasi yang berfungsi dengan baik ini, penyampaian pesan (pembicara) akan
mengungkapkan pendapat, meminta dan menerima umpan balik. Di sisi lain,
penerima pesan selalu siap mendengarkan, memberikan umpan balik, dan
verifikasi.
Pada saat yang sama, keluarga dengan metode komunikasi yang buruk dapat
menimbulkan berbagai masalah, terutama beban psikologis anggota keluarga.
Ciri-ciri mode komunikasi ini antara lain:
a. Fokus dialog hanya pada satu orang, misalnya penanggung jawab keluarga
memutuskan apa yang terjadi dan apa yang dilakukan anggota keluarga;
b. Tidak ada diskusi di dalam keluarga, semua anggota keluarga setuju, tidak
peduli apakah mereka setuju atau harus setuju;

c. Keluarga kehilangan rasa simpati, karena setiap anggota keluarga tidak


dapat mengungkapkan pendapatnya.

Karena cara komunikasi dan pertumbuhan ini, komunikasi dalam keluarga akhirnya
menjadi tertutup.

b. Struktur Peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi tertentu.
Ayah berperan sebagai kepala keluarga, ibu berperan sebagai daerah domestik
keluarga, dan anak memiliki perannya masing-masing dan berharap dapat saling
memahami dan mendukung. Selain peran utama terdapat peran informal, peran
tersebut dilakukan dalam kondisi tertentu atau sudah menjadi kesepakatan antar
anggota keluarga. Misalnya, jika suami mengizinkan istrinya bekerja di luar
rumah, maka istri akan berperan informal. Begitu pula suami akan melakukan
tugas informal tanpa sungkan dengan membantu istrinya mengurus rumah.
c. Struktur Kekuatan

Kondisi struktur keluarga yang menggambarkan adanya kekuasaan yang


digunakan untuk mengontrol dan mempengaruhi anggota keluarga lainnya dalam
sebuah keluarga, setiap individu dalam keluarga memiliki kekuatan untuk
mengubah perilaku anggotanya ke arah yang lebih positif dalam hal perilaku dan
kesehatan. ketika seseorang memiliki kekuatan sebenarnya dia dapat mengontrol
interaksi. Dimana kekuatan ini dapat dibangun dengan berbagai cara. Selain itu,
terdapat banyak faktor dalam struktur kekuatan keluarga, diantaranya:

1) Kekuatan hukum (kekuatan / kewenangan hukum)


Dalam korteks kekeluargaan, kekuatan ini sebenarnya tumbuh secara mandiri,
karena adanya hirarki (pemimpin) yang merupakan struktur masyarakat kita.
Kepala keluarga merupakan pemegang kemampuan interaktif dalam keluarga.
Ia berhak mengontrol tingkah laku anggota keluarga lainnya, terutama pada
anak-anak.

2) Referent power
Dalam masyarakat orang tua merupakan contoh teladan dalam keluarga,
terutama kedudukan sang ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang
dilakukan sang ayah akan menjadi teladan bagi pasangan dan anak-
anaknya.

3) Reward power/ Kemampuan menghargai


Imbalan penting untuk memiliki dampak yang mendalam didalam
keluarga. Hal ini tentunya sering terjadi di masyarakat kita, jika anak-anak
mereka mencapai nilai terbaik di sekolah, mereka akan diberikan hadiah.

Cara ini memang bisa secara efektif menstimulasi semangat si anak, tapi
jika si anak tidak berhasil, maka itu tidak akan menghadiahinya. Cara
yang lebih baik adalah bahwa anak tetap akan diberi penghargaan, tetapi
jika berhasil, itu akan lebih rendah dari standar yang dijanjikan. Namun,
meskipun orang tua tidak berhasil, usaha anak anaknya akan tetap dihargai
oleh orangtuanya.

4) Coercive power
Dalam memperkuat hubungan disebuah rumah tangga peraturan sangat
penting untuk diterapkan. Konsekuensinya apabila melakukan pelanggaran
atau tidak mematuhi peraturan yang ada maka ancaman atau berupa hukuman
akan diterima.

d. Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Keluarga

Di dalam kehidupan keluarga sikap maupun kepercayaan sangat penting


dimana didalamnya terdapat nilai yang merupakan sistematis. Nilai-nilai
kekeluargaan juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan norma
dan aturan. Norma merupakan perilaku sosial yang baik berdasarkan sistem nilai
keluarga.

Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu sendiri,
tetapi juga turunkan oleh keluarga istri atau suami. Perpaduan dua nilai dengan
nilai berbeda akan menciptakan nilai baru bagi sebuah keluarga.

2.2.3 Tipe Keluarga


Menurut Setyowati dan Murwani (2018) Keluarga membutuhkan layanan
kesehatan untuk berbagai gaya hidup. Dengan perkembangan masyarakat, jenis
keluarga juga akan berkembang. Untuk melibatkan keluarga dalam meningkatkan
kesehatan, maka kita perlu memahami semua tipe dalam keluarga.
a. Tradisional
1) Keluarga inti mengacu pada keluarga (biologis atau adopsi) yang
terdiri dari suami, istri dan anak
2) Keluarga besar mengacu pada keluarga inti dan keluarga lain yang
berhubungan dengan kerabat sedarah, seperti kakek nenek,
keponakan, paman dan bibi.
3) Keluarga Dyad adalah keluarga yang terdiri dari sepasang suami
istri tanpa anak.
4) Single Parent “Orang tua tunggal" adalah keluarga yang terdiri dari
orang tua (ayah / ibu) dan anak (dikandung / diadopsi). Perceraian
atau kematian dapat menyebabkan situasi ini.
5) Single Adult "Orang dewasa lajang" mengacu pada sebuah
keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa (misalnya,
seorang dewasa yang kemudian tinggal di kantor asrama untuk
bekerja atau belajar).
b. Non Tradisional
1) The unmariedteenege mather (Remaja yang belum menikah)
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dan anak-anak
dari hubungan tanpa nikah
2) The stepparent family Keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune family (Keluarga komunal)
4) Beberapa pasangan keluarga yang tidak terkait (dan anak-anak
mereka) tinggal bersama di rumah yang sama, sumber daya dan
fasilitas yang sama, dan pengalaman yang sama: mensosialisasikan
anak melalui kegiatan kelompok atau membesarkan anak bersama.
5) The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang tinggal bersama namun bisa saja berganti pasangan
tanpa adanya menikah
6) Gay and lesbian families
Orang dengan jenis kelamin yang sama hidup dengan "pasangan
nikah"
7) Cohabitating family
Dengan beberapa alasan yang memungkinkan dimana orang
dewasa tinggal dalam satu rumah tanpa adanya suatu pernikahan.
8) Group marriage-family
Dalam pernikahan di mana orang dewasa menggunakan peralatan
keluarga bersama-sama, mereka merasa bahwa hubungan romantis
yang mereka jalani adalah pernikahan dan berbagi beberapa hal,
termasuk seks dan pengasuhan anak selanjutnya.
9) Group network family
Kelompok jaringan keluarga dimana keluarga inti memiliki ikatan
atau aturan yang sama dan mereka hidup bersama untuk berbagi
kebutuhan sehari-hari dan memberikan layanan dan tanggung
jawab untuk mengasuh anak.
10) Foster family
Keluarga angkat Ketika orang tua anak membutuhkan bantuan
untuk menyatukan kembali keluarga aslinya, keluarga akan
menerima sementara anak yang tidak ada hubungannya dengan
keluarga / saudara kandung.
11) Homeless family
Keluarga tunawisma Karena krisis pribadi yang berkaitan dengan
kondisi ekonomi dan atau masalah kesehatan mental, keluarga
yang terbentuk tanpa adanya perlindungan yang tetap diberikan.
12) Gang
Bentuk keluarga yang merusak, dalam arti mereka mencari ikatan
emosional dan merawat keluarga, tetapi tumbuh dalam lingkungan
yang penuh kekerasan dan kejahatan dalam hidup mereka.
2.2.4 Fungsi Keluarga
Struktur dan fungsi sangat erat kaitannya, dan ada interaksi yang
berkelanjutan antara satu sama lain. Strukturnya didasarkan pada model
organisasi atau keanggotaan dan hubungan yang berkelanjutan. Menurut
Setyowati dan Murwani (2018) mengidentifikasi 5 fungsi dasar keluarga,
diantaranya:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif yaitu dimana dalam suatu rumah tangga saling mengasuh
dan memberikan cinta, fungsi emosional sangat berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Dari kebahagiaan dan kegembiraan semua anggota
keluarga itu dapat dilihat bahwa terwujudnya fungsi emosional yang
berhasil pada setiap anggota keluarga mempertahankan suasana yang
positif. Ini dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Oleh karena itu, dalam keluarga yang berhasil
menjalankan fungsi emosional, semua anggota keluarga dapat
mengembangkan konsep diri yang positif serta saling menerima dan
mendukung satu sama yang lain.
Ada beberapa komponen yang perlu untuk dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi yang afektif, sebagai berikut:
1) Saling peduli, cinta, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan cinta dan
dukungan dari anggota lainnya. Kemudian kemampuannya untuk
memberikan cinta akan meningkat, yang pada gilirannya menjalin
hubungan yang hangat dan suportif. Keintiman dalam keluarga
merupakan modal dasar untuk membangun relasi dengan orang
lain di luar keluarga / komunitas.
2) Saling menghormati. Jika anggota keluarga saling menghormati,
mengakui keberadaan dan hak masing-masing anggota keluarga,
serta senantiasa menjaga suasana positif, maka fungsi emosional
akan terwujud.
3) Ketika suami dan istri sepakat untuk memulai hidup baru, mereka
mulai menjalin hubungan intim dan menentukan hubungan
keluarga mereka. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan
melalui proses mengidentifikasi dan menyesuaikan semua aspek
kehidupan anggota keluarga. Para orang tua hendaknya
membentuk proses identifikasi positif agar anak dapat mencontoh
perilaku positif kedua orang tua
Fungsi emosional adalah kebahagiaan yang ditentukan dari sumber
energi atau kekuatan sebaliknya adanya kerusakan dalam keluarga
itu disebabkan karena ketidakmampuan dalam mewujudkan fungsi
emosional didalam keluarga itu sendiri.
b. Fungsi sosialisasi
Menurut Setyowati dan Murwani (2018) Sosialisasi adalah
proses perkembangan dan perubahan pengalaman pribadi, yang
mengarah pada interaksi sosial dan pembelajaran berperan dalam
lingkungan sosial.
Sosialisasi dimulai dengan kelahiran manusia, keluarga
merupakan tempat dimana individu belajar bersosialisasi, misalnya
seorang anak yang baru lahir akan melihat ayahnya, ibunya dan
orang-orang disekitarnya.
Kemudian ketika masih balita, ia mulai belajar
bersosialisasi dengan lingkungannya, meskipun keluarga tetap
memegang peranan penting dalam interaksi sosial. Keberhasilan
perkembangan pribadi dan keluarga dicapai melalui interaksi atau
hubungan antar anggota keluarga yang ditunjukkan dalam proses
sosialisasi. Anggota keluarga mempelajari disiplin, norma, budaya,
dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Setiap keluarga setelah melangsungkan pernikahan adalah
memiliki anak, dimana fungsi reproduksi utamanya ialah sebagai
sarana melanjutkan generasi penerus serta secara tidak langsung
meneruskan kelangsungan keturunan sumber daya manusia. Oleh
sebab itu dengan adanya hubungan pernikahan yang sah, selain
untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani pasangan, tujuan
didirikannya sebuah keluarga adalah untuk mempunyai keturunan
yang bertujuan untuk memperpanjang garis keturunan keluarga
atau sebagai penerus
d. Fungsi ekonomi
Dalam hal ini fungsi ekonomi pada keluarga yaitu untuk
memenuhi segala kebutuhan finansial seluruh anggota keluarga
misalnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan
papan. Seperti saat ini, yang terjadi adalah banyaknya pasangan
yang melihat masalah yang berujung pada perceraian karena hal
pendapatan yang sedikit atau tidak sesuai dengan kebutuhan sehari
hari antara suami dengan istri
Isi yang akan dipelajari tentang fungsi ekonomi keluarga adalah:
1) Fungsi pendidikan
Jelaskan upaya yang diperoleh dari sekolah atau
masyarakat sekitar dan upaya pendidikan yang dilakukan
oleh keluarga
2) Fungsi religius
Jelaskan penelitian keluarga yang berhubungan dengan
kesehatan dan kegiatan keagamaan
3) Fungsi waktu luang
Jelaskan kemampuan keluarga untuk menghibur bersama di
dalam dan di luar rumah serta kegiatan keluarga, dan
jumlah yang diselesaikan.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan
praktik kesehatan, yaitu dengan mengurus masalah kesehatan dan /
atau anggota keluarga, pada saat sakit maka kemampuan keluarga
dalam memberikan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi
kesehatan keluarga. Dari kinerja tugas kesehatan keluarga dapat
dilihat kemampuan medis dan kesehatan keluarga. Keluarga yang
dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti dapat menyelesaikan
masalah kesehatan.
Adapun fungsi keluarga menurut Nadirawati (2018), sebagai berikut:
a. Affection
• Untuk menciptakan persaudaraan atau memelihara kasih
sayang
• Perkembangan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
• menambahkan anggota baru (anak)
b. Security and acceptance
• Memenuhi kebutuhan fisik
• menerima individu sebagai anggota
c. Identity and satisfaction
• Tetap atau mempertahankan motivasi
• kembangkan peran dan citra diri
• Tentukan tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
d. Affiliation and companionship
• Kembangkan metode komunikasi
• pertahankan hubungan yang harmonis
e. Socialization
• Memahami budaya (nilai dan perilaku),
• Aturan atau pedoman untuk hubungan internal dan
eksternal, membebaskan anggota
f. Control
• Pertahankan kontrol sosial,
• pembagian kerja,
• penempatan dan penggunaan sumber daya yang ada
2.2.5 Tugas dan tahap perkembangan Keluarga

Menurut Nadirawati (2018) mengemukakan bahwa dalam siklus kehidupan keluarga, ada
tahapan yang dapat diperkirakan, seperti hak individu untuk tumbuh dan berkembang
secara berkelanjutan. Layaknya keluarga, perkembangan keluarga merupakan proses
perubahan dalam sistem keluarga, termasuk perubahan pola interaksi dan hubungan antar
anggotanya dari waktu ke waktu. Tahap-tahap perkembangan keluarga dibagi menurut
kurun waktu yang dianggap stabil, misalnya keluarga dengan anak pertama berbeda
dengan keluarga yang beranjak remaja.
a. Tahap 1: Pasangan baru ( Begining Family )
Tahap perkembangan keluarga dari pasangan yang baru menikah yang dimulai
dengan pernikahan seorang anak adam menandai dimulainya sebuah keluarga baru,
keluarga atau suami istri yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan sudah
menikah, perpindahan dari keluarga asli atau status lajang ke hubungan dekat yang
baru. Kedua orang yang membentuk keluarga perlu mempersiapkan kehidupan
keluarga yang baru, karena keduanya perlu menyesuaikan peran dan fungsinya dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap orang belajar hidup bersama dan beradaptasi dengan
kebiasaannya sendiri, seperti makan, tidur, dan bangun pagi
Tugas perkembangan tahap ini, sebagai berikut:
a. Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan
ketika seseorang terikat oleh sebuah hubungan pernikahan yang harus dilakukan
adalah fokus pada tujuan hidup bersama asal muasal kedua orang ini bergabung
bersama peran mereka berubah, dan pasangan mereka harus beradaptasi dengan
banyak tugas sehari-hari. misalnya, mereka harus bersama-sama menyusun rangkaian
rutinitas, yaitu makan, tidur, bangun pagi, membersihkan halaman, bergiliran ke
toilet, mencari kesempatan hiburan, dan lain sebagainya. Namun karena
ketidaktahuan dan misinformasi banyak pasangan yang kerap menghadapi masalah
terkait adaptasi seksual, yang bisa berujung pada kekecewaan dan ekspektasi yang
lebih rendah. faktanya, banyak pasangan membawa kebutuhan dan keinginan yang
tidak terpenuhi ke dalam hubungan mereka, yang mungkin berdampak negatif pada
hubungan seksual.
b. Hubungkan secara harmonis jaringan saudara, yaitu menjalin hubungan dengan
keluarga pasangan, mertua, ibu mertua dan lain- lain. Perubahan peran dasar terjadi
pada perkawinan pertama suatu pasangan karena mereka pindah dari kediaman orang
tua ke kediaman yang baru menikah. Pada saat yang sama, mereka menjadi anggota
tiga keluarga, yaitu anggota keluarga dari leluhur masing-masing, pada saat yang
sama, keluarga mereka sendiri baru saja terbentuk. Pasangan tersebut dihadapkan
pada tugas berpisah dari keluarga asal dan menjaga berbagai hubungan dengan orang
tua, saudara dan ipar, karena kesetiaan utama mereka harus diubah untuk kepentingan
hubungan perkawinan. Bagi pasangan ini, hal ini membutuhkan pembinaan hubungan
baru dengan kedua orang tua.Hubungan ini tidak hanya memungkinkan adanya saling
mendukung dan menikmati, tetapi juga memiliki kemandirian untuk melindungi
pasangan baru dari gangguan eksternal yang dapat merusak bahtera pernikahan yang
bahagia.
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak (menjadi orang tua)
pentingnya mempertimbangkan keluarga berencana ketika bekerja di bidang
kesehatan ibu, keinginan untuk memiliki anak dan waktu kehamilan merupakan
keputusan keluarga yang sangat penting, jenis perawatan medis yang diterima
keluarga sebelum melahirkan sangat memengaruhi kemampuan keluarga untuk secara
efektif mengatasi perubahan non-konvensional setelah bayi lahir.
Adapun masalah yang dapat terjadi ditahap ini, ialah:
Permasalahan utama yang terjadi pada tahap ini adalah penyesuaian gender dan
peran perkawinan, konseling dan konseling KB, sosialisasi, serta konseling dan
komunikasi prenatal. Informasi yang tidak mencukupi sering kali menyebabkan
masalah seksual dan emosional sebelum dan sesudah menikah ketakutan, internal
kehamilan yang tidak diinginkan, dan gangguan kehamilan. Hal-hal yang tidak
menyenangkan ini dapat menghalangi pasangan untuk merencanakan hidupnya dan
membangun hubungan yang kuat
b. Tahap II: Keluarga “Child-Bearing” (Kelahiran anak pertama)
Tahap kedua dimulai dari kelahiran anak pertama dan berlangsung hingga anak
pertama berusia 30 bulan kedatangan bayi membawa perubahan transformatif bagi
anggota keluarga dan setiap kelompok kerabat. Pasangan yang sudah menikah perlu
mempersiapkan kehamilan dan persalinan melalui beberapa tugas perkembangan
yang penting
Tugas perkembangannya yaitu:
• Siap menjadi orang tua
• Beradaptasi dengan anggota keluarga yang berubah: peran, interaksi, hubungan dan
aktivitas seksual
• Menjaga hubungan yang memuaskan dengan pasangan
Masalah yang dapat terjadi pada tahap ini adalah:
Sang suami diabaikan oleh istri dengan kelahiran anak pertama membawa
perubahan besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan peran
mereka agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Pada tahap ini yang ditandai dengan
kelahiran sang buah hati, pasangan tersebut merasa terabaikan karena kedua belah
pihak memusatkan perhatiannya pada sang buah hati. Masalah kedua, pertengkaran
yaitu pertengkaran antara suami dan istri sering meningkat, dan ada interupsi terus
menerus (selalu lelah), tanggung jawab utama perawat keluarga adalah memeriksa
peran orang tua bagaimana orang tua berinteraksi dengan bayi dan merawat bayi serta
tanggapan bayi, perawat perlu mengedepankan hubungan yang positif dan ramah
antara orang tua dan bayi untuk mencapai hubungan yang akrab antara orang tua dan
bayi.
c. Tahap III: Keluarga dengan Anak Prasekolah
Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama pada usia 2,5 tahun dan
berakhir pada usia 5 tahun, pada tahap ini fungsi keluarga dan jumlah serta
kompleksitas masalah telah berkembang dengan baik.
Tugas perkembangan keluarga dengan Anak Prasekolah
• Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan perumahan, privasi dan
keamanan
• Bantu anak-anak bersosialisasi
• Beradaptasi dengan bayi yang baru lahir sekaligus harus memenuhi kebutuhan anak
lainnya
• Menjaga hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain
dan lingkungan)
• Alokasikan waktu untuk individu, pasangan dan anak-anak
• Bagikan tanggung jawab anggota keluarga
• Kegiatan dan waktu untuk merangsang tumbuh kembang anak
Meningkatkan jumlah anggota keluarga dapat menyebabkan perubahan
peran, ketegangan peran, dan konflik peran antara suami dan istri, yang
disebabkan oleh ketidaktahuan akan peran, tanggung jawab, atau prestasi kerja,
yang mengancam stabilitas perkawinan. kehidupan keluarga pada tahap ini sangat
sibuk, dan anak sangat bergantung pada orang tuanya, kedua orang tua harus
mengatur waktu sendiri untuk memenuhi kebutuhan anak, suami istri dan
pekerjaan yaitu full time / paruh waktu. Orang tua menjadi arsitek keluarga yang
merancang dan membimbing perkembangan keluarga sehingga menjaga keutuhan
dan keberlangsungan hidup perkawinan dengan memperkuat hubungan kerjasama
antara suami dan istri, orang tua dapat berperan dalam menstimulasi
perkembangan individu anak, terutama kemandirian anak, sehingga dapat
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan anak pada tahap ini.
Adapun masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini, diantaranya:
• Kecelakaan anak di dalam rumah, seperti jatuh, terbakar, tenggelam, dll.

• Frustrasi atau konflik peran orang tua yang mengarah pada perlindungan dan
disiplin yang berlebihan dapat menghambat kreativitas anak
• Merasa frustasi dengan perilaku anak atau masalah lain dalam keluarga yang
menyebabkan pelecehan anak.
• Terjadi kesalahan peran, menyebabkan orang tua menolak untuk berpartisipasi
dalam peran pengasuhan, yang menyebabkan kelalaian anak
• Masalah anak-anak dengan kesulitan makan
• Masalah kecemburuan dan persaingan di antara anak-anak.
d. Tahap IV: Keluarga dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada
usia 12 tahun, pada tahap ini biasanya anggota keluarga paling banyak, jadi keluarga
sangat sibuk, selain aktivitas sekolah, setiap anak memiliki aktivitas dan minatnya
masing-masing. Demikian pula orang tua melakukan kegiatan yang berbeda dengan
anak anaknya. Orang tua bergumul dengan berbagai kebutuhan, yaitu berusaha
mencari kepuasan dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas perkembangan
reproduksi) dan memperhatikan perkembangannya sendiri, sedangkan anak usia
sekolah sedang berjuang mengembangkan rasa diri. Kemampuan untuk menikmati
pekerjaan dan eksperimen, mengurangi atau menahan perasaan rendah diri. oleh
karena itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas-tugas pembangunan.
Tugas perkembangan keluarga dengan Anak Sekolah
• Membantu anak-anak dengan kegiatan penjangkauan, tetangga, sekolah dan
lingkungan, termasuk meningkatkan kinerja sekolah dan mengembangkan hubungan
teman sebaya yang sehat
• Jaga hubungan intim dengan pasangan Anda
• Memenuhi kebutuhan hidup dan biaya hidup yang terus meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga

Pada tahap ini, orang tua perlu belajar untuk berpisah dari anaknya dan
memberikan kesempatan sosial kepada anaknya di sekolah dan kegiatan di luar
sekolah.

Adapun masalah yang terjadi pada tahap ini adalah:


Pada tahap ini, orang tua akan merasakan tekanan yang luar biasa dari masyarakat
di luar keluarga melalui sistem sekolah dan berbagai pergaulan di luar keluarga,
tekanan tersebut menuntut anaknya untuk mematuhi standar komunitas anak. Hal ini
cenderung mempengaruhi keluarga kelas menengah untuk menekankan nilai-nilai
pencapaian dan produktivitas yang lebih tradisional. Cacat anak akan diketahui
selama menstruasi anak. Selain kesulitan belajar, gangguan perilaku dan perawatan
gigi yang tidak memadai, penganiayaan anak, penyalahgunaan obat dan penyakit
menular, perawat sekolah dan guru juga akan menemukan banyak efek, seperti
penglihatan, pendengaran, dan bicara.

Selain itu, akibat pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh berbagai proses
kegiatan pembangunan, maka risiko timbulnya gangguan kesehatan pada anak
semakin meningkat, misalnya meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas
buang dari sarana transportasi, kebisingan, industri dan rumah tangga. sampah, dan
gangguan kesehatan akibat bencana. Selain lingkungan, salah satu hal yang harus
diperhatikan adalah pembentukan perilaku sehat di kalangan anak sekolah. Secara
epidemiologi penyebaran penyakit lingkungan di kalangan siswa sekolah dasar di
Indonesia masih tinggi, demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran
pernafasan akut dan reaksi makanan yang merugikan yang disebabkan oleh
kebersihan dan keamanan makanan yang buruk.
Selain menjadi konsultan perawat dan pendidik di bidang kesehatan mereka juga
dapat memulai rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan juga dapat menjadi
konsultan guru sekolah, hal ini memungkinkan guru untuk secara lebih efektif
memenuhi kebutuhan atau kebiasaan kesehatan pribadi siswa banyak kecacatan
ditemukan selama tahun ajaran, termasuk epilepsi, cerebral palsi, keterbelakangan
mental, kanker dan penyakit ortopedi fungsi utama perawat kesehatan tidak hanya
memberikan referensi, tetapi juga mengajarkan orang tua tentang situasi dan
konseling untuk membantu keluarga mengatasi, sehingga meminimalkan efek
merugikan dari kecacatan.
e. Tahap V: Keluarga dengan Anak Remaja
Masa remaja dianggap penting karena adanya perubahan tubuh dan
perkembangan kecerdasan yang pesat, selama masa transisi dari masa kanak-kanak
hingga dewasa, perkembangan psikologis remaja biasanya tidak berdampak negatif
pada tahap psikologis remaja, oleh karena itu diperlukan penyesuaian psikologis dan
pembentukan sikap, nilai, dan minat baru. Tahap ini dimulai saat anak pertama
berusia 13 tahun dan meninggalkan rumah orang tuanya setelah 6-7 tahun.
Tujuan keluarga ini adalah melepaskan pemuda ini dan mendorong tanggung jawab
ke tahap berikutnya.
Adapun tahap perkembangan keluarga dengan Anak Remaja
• Mempertimbangkan bertambahnya usia dan kemandirian kaum muda, berikan
kebebasan untuk menyeimbangkan tanggung jawab dan tanggung jawab
• Menjaga hubungan dekat dengan keluarga
• Menjaga komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
permusuhan dan keraguan
• Mengubah peran dan aturan tumbuh kembang keluarga

Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena orang tua menyerahkan
kewenangannya dan mengarahkan anaknya untuk bertanggung jawab dengan
kewenangan atas diri sendiri dalam peran dan fungsinya, konflik sering terjadi antara
orang tua dan remaja karena anak ingin bebas melakukan aktivitas, dan orang tua
berhak mengontrol aktivitas anaknya. dalam hal ini, orang tua perlu menjalin
komunikasi yang terbuka untuk menghindari kecurigaan dan permusuhan, agar
hubungan antara orang tua dan remaja dapat harmonis.
f. Tahap VI: Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)
Fase ini dimulai dari terakhir kali anda meninggalkan rumah dan diakhiri dengan
terakhir kali anda meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung dari jumlah
anak dalam keluarga atau apakah anak sudah menikah dan terus tinggal bersama
orang tuanya tujuan utama tahapan ini adalah menata kembali keluarga untuk terus
berperan melepaskan anak untuk hidup sendiri.
Adapun tugas perkembangan keluarga dengan anak dewasa, sebagai berikut:
• Perluas keluarga inti menjadi keluarga besar
• Jaga hubungan intim dengan pasangan anda
• Membantu orang tua dari suami / istri yang sakit dan memasuki usia lanjut
• Membantu anak-anak untuk mandiri dalam masyarakat
• Sesuaikan peran dan aktivitas keluarga
Keluarga perlu mempersiapkan keluarganya sendiri untuk anak yang lebih tua dan
terus membantu anak terakhir agar lebih mandiri ketika semua anak meninggalkan
rumah pasangan perlu membangun kembali dan mengembangkan hubungan mereka
seperti yang mereka lakukan di masa masa awal. orang tua akan merasa kehilangan
peran dalammengasuh anak dan merasa "hampa" karena anaknya tidak lagi tinggal di
rumah. Untuk mengatasi keadaan tersebut, orang tua perlu melakukan aktivitas
pekerjaan, meningkatkan perannya sebagai partner, dan menjaga hubungan
interpersonal yang baik.

g. Tahap VII: Keluarga Usia Pertengahan


Tahap ini dimulai dari terakhir kali anak meninggalkan rumah hingga pensiun
atau kematian pasangannya. pada beberapa pasangan sulit pada tahap ini karena
masalah usia tua, perpisahan dari anak, dan rasa bersalah gagal menjadi orang tua.
Adapun tugas perkembangan keluarga dengan usia pertengahan
• Tetap sehat
• Menjaga hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak
• Tingkatkan keintiman pasangan
Namun, setelah anak-anak meninggalkan rumah, pasangan tetap sehat melalui
berbagai aktivitas, antara lain pola hidup sehat, pola makan seimbang, olahraga
teratur, serta menikmati hidup dan pekerjaan, pasangan juga mengadakan pertemuan
keluarga antargenerasi (anak dan cucu) untuk menjaga hubungan dengan teman
sebaya dan keluarganya agar pasangan bisa merasa bahagia seperti kakek nenek,
hubungan antar pasangan perlu diperkuat dengan memperhatikan ketergantungan dan
kemandirian masing-masing pasangan.
h. Tahap VIII: Keluarga Usia Lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal
proses masa tua dan masa pensiun merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan
karena berbagai tekanan dan kerugian yang harus dialami keluarga, tekanan tersebut
adalah perasaan kehilangan pendapatan, hilangnya berbagai hubungan sosial,
kehilangan pekerjaan, serta penurunan produktivitas dan fungsi kesehatan.
Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut
• Menjaga suasana kekeluargaan yang menyenangkan
• Beradaptasi dengan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan perubahan
pendapatan
• Menjaga hubungan intim antara suami istri dan saling menjaga
• Menjaga hubungan dengan anak-anak dan kelompok sosial
• Melakukan tinjauan hidup

Pada tahap ini mempertaruhkan tatanan hidup yang memuaskan adalah


tanggung jawab utama keluarga. Orang yang lebih tua biasanya lebih baik dalam
beradaptasi dengan hidup sendiri di rumah dari pada tinggal dengan anak-anak.
Dibandingkan dengan wanita yang tinggal bersama pasangan, wanita yang tinggal
bersama pasangan menunjukkan penyesuaian yang lebih positif dalam memasuki usia
tua, orang tua juga perlu melakukan “life review” dengan mengingat kembali
pengalaman hidup dan prestasi masa lalu, hal ini berguna untuk membuat orang tua
merasa hidupnya berkualitas dan bermakna.
2.2.6 Peran perawat Keluarga
Menurut Setyowati & Murwani. (2018), home care perawat banyak berperan
dalam membantu keluarga dalam menyelesaikan masalah atau melaksanakan
perawatan kesehatan keluarga, antara lain:
a. Pendidik
Peran utama perawat keluarga adalah untuk berbagi informasi tentang kasus
individu dan kesehatan keluarga secara keseluruhan bila diperlukan. Oleh karena
itu perawat juga melakukan kegiatan pembelajaran dalam keluarga. Ini dilakukan
dengan:
1) Keluarga dapat secara mandiri melakukan rencana perawatan kesehatan
keluarga; dan
2) Bertanggung jawab atas masalah dalam kesehatan keluarga.
b. Koordinator
Perawat rumah dapat bertindak sebagai koordinator perawatan pasien.
Kebutuhan untuk mengkoordinasikan organisasi kegiatan atau rencana perawatan
untuk menghindari tumpang tindih dan pengulangan serta memfasilitasi
perawatan
c. Pelaksana
Perawat harus merawat pasien secara langsung di rumah, di klinik atau di
rumah sakit. Pengelola bertanggung jawab untuk ini. Perawat dapat menunjukkan
kepada anggota keluarga perawatan yang mereka berikan, dan anggota keluarga
yang mencari kesehatan dapat langsung merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Pengawas Kesehatan
Petugas kesehatan sebaiknya melakukan home visit atau kunjungan rumah
secara berkala di bawah pengawasan pasien. Pengasuh harus melaporkan jika ada
sesuatu yang hilang atau perlu ditemukan. Selain itu, pengasuh wajib menentukan
atau melakukan pemeriksaan kesehatan keluarga. Pada saat yang sama, keluarga
berhak menerima semua informasi tentang anggota keluarga yang sakit.
e. Konsultan
Sebagai seorang konselor, perawat harus siap menjadi titik rujukan untuk
setiap masalah keluarga yang mungkin dialami pasien. Begitu juga ketika anggota
keluarga meminta saran dan pendapat. Oleh karena itu, hubungan keluarga pasien
dengan caregiver harus dibina dengan baik. Pengasuh harus dapat tetap terbuka
dan dapat dipercaya.
f. Kolaborasi
Selain berkoordinasi dan berkolaborasi dengan keluarga pasien, caregiver
juga perlu membangun komunitas atau jaringan dengan caregiver atau layanan
rumah sakit lainnya. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi berbagai kejadian
yang tidak terduga. Jika Anda memiliki kebutuhan yang mendesak, Anda dapat
segera pergi ke service center terdekat untuk meminta bantuan.
g. Fasilitator
Mewajibkan perawat untuk memahami sistem pelayanan medis, seperti
rujukan, biaya pengobatan dan fasilitas medis lainnya. Pengetahuan ini
dibutuhkan agar perawat dapat menjadi penolong yang baik. Selain itu, sangat
membantu saat keluarga menghadapi berbagai kendala.
h. Peneliti
Peneliti disini bermaksud bahwa perawat juga harus mampu berperan
sebagai family case recognitioner. Karena setiap keluarga memiliki kepribadian
yang berbeda, pengobatan dan efek penyakit terkadang berbeda. Oleh karena itu
perawat juga berperan sebagai peneliti yang kemudian dapat menjadi penemuan-
penemuan baru dalam kesehatan masyarakat.
i. Modifikasi lingkungan
Selain mendidik tentang informasi kesehatan, perawat harus mampu
mengubah lingkungan. Jika bagian dari lingkungan menjadi penyebab penyakit,
pengasuh dapat mengkomunikasikannya kepada keluarga dan masyarakat sekitar.
Terlepas dari lingkungan keluarga atau masyarakat, perubahan lingkungan harus
dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang sehat

2.2.7 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan


Sesuai dengan fungsi kesehatan dalam keluarga, keluarga mampunyai tugas
dibidang kesehatan. Niswa. (2021) membagi tugas kelurga dalam 5 bidang kesehatan
yaitu:
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Keluarga mampu mengenali perubahan yang dialami oleh anggota keluarga
sehingga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dan tanggung jawab
keluarga, maka keluarga akan segera mengenali dan mencatat kapan dan seberapa
besar perubahan tersebut.
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
Tugas utama keluarga adalah mampu memutuskan tindakan yang tepat untuk
mengatasi masalah kesehatan. Ketika keluarga berjuang untuk mengatasi masalah,
keluarga mencari bantuan dari orang lain di sekitar mereka.
c. Keluarga mampu memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang sakit
Keluarga mampu memberikan pertolongan pertama apabila keluarga
memiliki kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit atau
langsung mambawa ke pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan tindakan
selanjutnya sehingga masalah terlalu parah.
d. Keluarga mampu mempertahankan suasana dirumah
Keluarga mampu mempertahankan suasana kekeluargaan sehingga dapat
memberikan manfaat bagi anggota dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan anggotanya.
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada anggota
keluarga yang sakit.

2.2 Konsep Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif


2.3.1 Definisi Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif adalah Pola penanganan masalah
kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota
keluarga (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

2.3.2 Penyebab Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif


Penyebab manajemen kesehatan keluarga tidak efektif diantaranya kompleksitas
sistem pelayanan kesehatan, kompleks program perawatan / pengobatan, konflik
pengambilan keputusan, kesulitan ekonomi, banyak tuntutan. Seperti keadaan dimana
keluarga sudah mengenal tentang penyakit stroke non hemoragik yang sudah terpapr
lama, namun pola penanganan kesehatan keluarga belum baik dan tidak berhasil (Tim
Pokja SDKI DPD PPNI,2017).

2.3.3 Gejala dan Tanda Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif


1. Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
1) Mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita
2) Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan
b. Objektif
1) Gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat
2) Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat
2. Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
Tidak tersedia
b. Objektif
Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).

2.3.4 Kondisi Klinis Terkait Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif


Kondisi klinis terkait adalah seperti, PPOK,Sklerosis multipel, arthritis rheumatoid, nyeri
kronis, penyalahgunaan zat, gagal ginjal/hati tahap terminal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
2.4.1 Pengkajian Keluarga
Menurut PPNI (2017), pengkajian merupakan suatu tahapan saat seorang
perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang
dibinanya. Pengkajian merupakan syarat utama untuk megidentifikasi masalah.
Pengkajian keperawatan bersifat dinamis, interaktif dan fleksibel. Data dikumpulkan
secara sistematis dan terus menerus dengan menggunakan alat pengkajian. Pengkajian
keperawatan keluarga dapat menggunakan metode observasi, wawancara dan
pemeriksaan fisik.

A.Data Umum :
1. Komposisi keluarga
a) Nama kepala keluarga
b) Usia
c) Alamat dan no telepon
d) Pekerjaan kepala keluarga
e) Pendidikan kepala keluarga
f) Komposisi kepala keluarga

Tabel 2. 1 Format Komposisi Keluarga menurut Friedman

No Nama Jenis Hubungan Tempat Pekerjaan Pendidikan


keluarga kelamin / tanggal
lahir

1 Ayah
2 Ibu
3 Anak
tertua,
4 …….
Sumber : Ridwan (2016).

2. Genogram
Genogram keluarga adalah diagram yang menggambarkan konstelasi atau
pohon keluarga. Genogram ini merupakan suatu alat pengkajian informatif untuk
mengetahui keluarga dan riwayat keluarga serta sumbernya. Genogram keluarga berisi
informasi tentang tiga generasi (keluarga inti dan keluarga asal masing-masing / orang
tua keluarga inti). Genogram juga dapat menentukan tipe keluarga.

Gambar 2. 2 Penulisan Genogram Keluarga


Sumber Ridwan (2016).

3. Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe/bentuk keluarga beserta kendala atau
masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe/bentuk keluarga tersebut.

4. Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta megidentifikasi


budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. Kalau ada perbedaan
dalam keluarga bagaimana keluarga beradptasi terhadap perbedaan tersebut,
apakah berhasil atau tidak dan kesulitan yang masih dirasakan sampai saat ini
sehubungan dengan proses adptasi tersebut.

5. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan. Apakah berasal dari agama dan kepercayaan
yang sama, kalua tidak bagaimana proses adaptasi dilakukandan bagaimana
hasilnya.

6. Status sosial ekonomi


Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik oleh
kepala keluarga maupun anggota keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga. Tingkat status ekonomi adekuat bila keluarga telah
dapat memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder dan keluarga mempunyai
tabungan marginal bila keluarga tidak mempunyai tabungan dan dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari, miskin bila keluarga tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara maksimal, sangat miskin bila keluarga harus
dibantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

7. Aktifitas rekreasi keluarga


Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan
menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktifitas rekreasi.
Seberapa sering reakreasi dilakukan dan apa kegiatan yang dilakukan baik
oleh keluarga secara keseluruhan maupun oleh anggota keluarga. Eksplorasi
perasaan keluarga setelah berekreasi, apakah keluarga puas / tidak. Rekreasi
dibutuhkan untuk memperkokoh dan mempertahankan ikatan keluarga
curhat pendapat / sharing, menurunkan ketenganan dan untuk bersenang-
senang.

B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini. Contoh: keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak, anak
pertama berumur 7 tahun dan anak ke 2 berumur 4 tahun, maka keluarga
bapak A berada pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak
sekolah.

2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.

3. Riwayat keluarga inti


Menjelaskan mengenai bagaimana keluarga terbentuk. Contoh:
apakah pacaran sebelum menikah, dijodohkan, terpaksa, dll. Riwayat
kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap
pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang
bias digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan
kesehatan.
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada anggota keluarga dari
pihak suami dan istri. Salah satu faktor risiko terjadinya stroke non
hemoragik yaitu karena adanya faktor keturunan dari pihak keluarga.

C. Data Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Bagian ini berfokus pada karakteristik tertentu dari lingkungan rumah
keluarga, yang dapat memengaruhi kesehatan keluarga. Bagian pertama
menggambarkan aspek perumahan keluarga dalam hal struktur, keamanan,
dan bahaya kesehatan lain. Bagian kedua menjelaskan sumber daya di
rumah yang berkaitan dengan kesehatan anggota keluarga. Bagian ketiga
berfokus pada lingkungan yang meningkatkan jumlah keluarga dan faktor
lingkungan yang memengaruhi kesehatan anggota keluarga.

2. Karakteristik tetangga dan komunitas Menjelaskan tentang :


a. Karakteristik fisik dari lingkungan, yang meliputi: jenis lingkungan/
komunitas (desa, sub kota, kota), jenis tempat tinggal (hunian,
industri, agraris), kebiasaan, aturan/ kesepakatan, budaya yang
memengaruhi kesehatan, lingkungan umum (fisik, sosial, ekonomi).
b. Karakteristik demografi dari lingkungan dan masyarakat, meliputi
kelas sosial rata-rata komunitas, perubahan demografis yang sedang
berlangsung.
c. Pelayanan kesehatan yang ada disekitar lingkungan serta fasilitas-
fasilitas umum lainnya seperti pasar, apotik, dan lain- lain.
d. Fasilitas apa saja yang mudah diakses atau dijangkau oleh keluarga.
e. Tersedianya transportasi umum yang dapat digunakan oleh keluarga.
f. Insiden kejahatan disekitar lingkungan.
3. Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas keluarga ditentukan oleh kebiasaan keluarga berpindah
tempat, berapa lama keluarga tinggal di daerah tersebut, riwayat
perpindahan geografis keluarga tersebut (transportasi yang digunakan
keluarga, kebiasaan anggota keluarga meinggalkan rumah seperti bekerja
atau sekolah).

4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


Pada tahap ini yang dikaji adalah tentang interaksi dengan tetangga
disekitar rumah

5. Sistem pendukung keluarga


Hal yang termasuk dalam sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan. Fasilitas yang mencakup fasilitas fisik, fasilitas
psikologi atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan dari masyarakat setempat. Pada anggota keluarga yang menderita
penyakit stroke perlu adanya dukungan dari keluarga karena penyakit stroke
bersifat menahun.

D. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga terdiri dari faktor instrumental dan ekspresif. Aspek
penting dari fungsi keluarga adalah kegiatan sehari-hari seperti makan, tidur dan
menjaga kesehatan. Aspek ekspresif dari fungsi keluarga meliputi fungsi
emosional, komunikasi, pemecahan masalah, keyakinan, dan lain-lain. Penilaian
variabel fungsi keluarga meliputi kemampuan keluarga untuk memenuhi tanggung
jawab kesehatan keluarga, termasuk kemampuan mengidentifikasi masalah
kesehatan, membuat keputusan tentang intervensi perawatan yang tepat, merawat
anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan rumah yang sehat, dan
kemampuan mengelola fasilitas perawatan kesehatan. menggunakan pelayanan di
masyarakat.

E. Stress Dan Koping Keluarga

1. Stresor jangka pendek dan jangka panjang

a. Jangka pendek (< 6 bulan)

Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang


memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan. Pada anggota
keluarga yang menderita stroke dapat ditemukan adanya stress dan juga
penyakit ini sendiri dapat menimbulkan stress pada anggota keluarga

b. Stressor jangka panjang ( > 6 bulan) Stressor jangka panjang yaitu stressor
yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari
6 bulan.

2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi dan stressor Hal yang perlu
dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi/stressor. Pada
anggota keluarga stroke dapat ditemui kemampuan negatif atau respon
terhadap stress. Misalnya marah yang tak beraturan.

3. Strategi koping yang digunakan Strategi koping apa yang digunakan


keluarga bila menghadapi permasalahan

4. Strategi adaptasi disfungsional Menjelaskan strategi adaptasi disfungsional


yang digunakan ketika berhadapan dengan masalah. Pada anggota keluarga
stroke dapat ditemui kemampuan negatif terhadap atau respon teradap stress.
Misalnya marah yang tidak beraturan.

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
klinik. Pada anggota keluarga dengan stroke dapat ditemui peningkatan
tekanan darah, kelemahan pada ekstremitas di sebelah kiri atau kanan, dan
susah beraktivitas.

G. Harapan Keluarga Terhadap Perawat


Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap
petugas kesehatan yang ada (Ridwan, 2016).

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Setyowati & Murwani (2018) diagnosis keperawatan merupakan pernyataan yang


menggambarkan status kesehatan atau potensi masalah. Kemudian diagnosis
perawatan di rumah berdasarkan data yang diperoleh dalam pengkajian.
Menurut Simamora (2020) Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan jenis
diagnosis seperti:

1. Diagnosis sehat/wellness

Diagnosis kesehatan / pelayanan kesehatan digunakan bila keluarga perlu potensi


untuk ditingkatkan tetapi belum ada maladaptif. Ungkapan diagnosis perawatan di
rumah yang mungkin hanya terdiri dari bagian masalah (P) atau bagian P
(masalah) dan S (gejala / tanda), tanpa bagian penyebabnya.

2. Diagnosis ancaman

Diagnosis ancaman digunakan bila tidak terpapar pada masalah kesehatan, tetapi
beberapa data maladaptif telah ditemukan untuk memungkinkan terjadinya
penyakit. Rumusan diagnosis perawatan di rumah berisiko meliputi masalah (P),
penyebab (E) dan gejala / tanda (S).

3. Diagnosis / penyakit yang sebenarnya

Diagnosis penyakit yang digunakan pada saat ada penyakit / gangguan kesehatan
dalam keluarga didukung oleh beberapa data indikasi yang merugikan. Rumusan
diagnosis perawatan di rumah yang sebenarnya meliputi masalah (P), penyebab
(E), dan gejala / tanda (S).

Ungkapan masalah (P) merupakan respon terhadap interupsi dalam pemenuhan


kebutuhan dasar. Penyebab (E) melibatkan 5 tanggung jawab keluarga, yaitu:
1. Keluarga tidak dapat mengidentifikasi masalah, termasuk:
a. Persepsi tingkat keparahan penyakit
b. Definisi
c. Tanda dan gejala
d. Sebab
e. Pandangan keluarga tentang masalah tersebut

2. Keluarga tidak dapat mengambil keputusan, termasuk:


a. Pengetahuan keluarga tentang sifat dan tingkat masalah
b. Keluarga merasakan masalahnya
c. Keluarga itu menyerah atas masalah yang dialaminya
d. Sikap negatif terhadap masalah kesehatan
e. Kurangnya kepercayaan pada petugas kesehatan
f. Informasinya salah

3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit meliputi:


a. Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit?
b. Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan
c. Sumber sumber yang ada didalam keluarga
d. Sikap keluarga terhadap yang sakit

4. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga, meliputi:


a. Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
b. Pentingnya hygiene sanitasi
c. Upaya pencegahan penyakit

5. Keluarga tidak dapat menggunakan fasilitas keluarga, antara lain:


a. Keberadaan fasilitas kesehatan
b. Manfaat
c. Kepercayaan keluarga pada petugas kesehatan

Setelah dilakukan analisis data dan penentuan masalah perawatan


keluarga maka perlu diutamakan masalah kesehatan keluarga yang ada
dalam keluarga dengan menitikberatkan pada sumber daya dan sumber
dana yang dimiliki oleh keluarga.
Tabel 2.1 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga
Kriteria Bobot Skor
Sifat Masalah 1 Aktual = 3
Risiko= 2
Potensial= 1
Kemungkinan 2 Mudah= 2
Masalah untuk Sebagaian= 1
Dipecahkan Tidak dapat=0

Potensial 1 Tinggi= 3
Masalah untuk Cukup=2
Dicegah Rendah=1

Menonjolnya 1 Segera diatasi=2


masalah Tidak segera
diatasi= 1
Tidak dirasakan
adanya masalah=0

(Simamora, 2020)
a. Aktual
Deskripsi masalah yang sedang terjadi harus sesuai
dengan data klinis yang diperoleh.
b. risiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang dapat terjadi
tanpa intervensi keperawatan.
c. Potensi
Diperlukan lebih banyak data untuk menentukan
masalah perawatan yang mendasari. Dalam hal ini
tidak ada data pendukung dan masalah yang
ditemukan, tetapi ada faktor- faktor yang dapat
menyebabkan masalah tersebut.

d. Jaga kesehatan/willness
Diagnosis perawatan kesejahteraan (kesehatan)
mengacu pada kemampuan klinis individu, keluarga
dan / atau komunitas untuk beralih dari tingkat
kesejahteraan tertentu ke tingkat kesejahteraan yang
lebih tinggi.
e. Sindroma
Diagnosis perawatan gejala adalah diagnosis yang
terdiri dari serangkaian diagnosis aktual dan berisiko
tinggi yang disebabkan oleh peristiwa atau situasi
tertentu.
Diagnosis keperawatan yang mungkin sering muncul
pada keluarga diabetes adalah (Nanda, 2015):
a. Manajemen kesehatan keluarga yang tidak memadai
b. Gula darah tidak stabil
c. Nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak mencukupi
d. Risiko komplikasi diabetes
e. Risiko syok hipovolemik
f. Merusak integritas kulit

2.4.3 Perencanaan Keperawatan Keluarga


Menurut PPNI (2017), Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi
atau intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau
mengatasi masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi pada
tahap perumusan diagnosis keperawatan. Perencanaan disusun dengan penekanan
pada partisipasi klien, keluarga dan koordinasi dengan tim kesehatan lain.
Perencanaan mencakup penentuan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan.
Tahapan penyusunan perencanaan keperawatan keluarga sebagai berikut:

a. Menetapkan prioritas masalah


Menetapkan prioritas masalah/diagnosis keperawatan keluarga adalah
dengan menggunakan skala menyususn prioritas (PPNI, 2017).
b. Menentukan tujuan dan rencana tindakan
Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah spesifik, dapat diukur, dapat
dicapai, realistis, dan ada batasan waktu. Misalnya setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan anggota keluarga yang menderita stroke
non hemoragik mengerti tentang cara melakukan mobilisasi, dan tekanan
darah pasien normal (120/80 mmHg).
Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan Keluarga

Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar
Setelah dilakukan Keluarga mampu Respon 1. Keluarga mampu mengenal 1. Memberikan informasi
tindakan mengenal/memahami Verbal proses penyakit stroke non kepada keluarga mengenai
keperawatan tentang perawatan hemoragik kondisi anggota keluarga
diharapkan yang tepat bagi 2. Keluarga bertanggungjawab yang menderita stroke non
kesehatan anggota keluarga terhadap pasien selama hemoragik
keluarga efektif yang mengalami perawatan 2. Mendiskusikan pilihan
Manajemen stroke non hemoragik 3. Keluarga mengetahui manfaat terapi stroke non
Kesehatan hemoragik yang dapat
manajemen penyakit stroke
Keluarga tidak
non hemoragik bagi pasien dilakukan.
efektif
dan keluarga 3. Mengedukasi keluarga
mengenai tindakan untuk
mencegah atau
meminimalkan gejala.
4. Berikan penjelasan ulang
tentang materi yang belum
dimengerti.
5. Motivasi keluarga untuk
mengulangi materi yang
telah dijelaskan.
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar
Keluarga dapat memutuskan Respon Keluarga secara verbal 1. Tanyakan kepada keluarga
untuk merawat anggota keluarga verbal & mengatakan akan keinginan untuk merawat
dengan masalah ketidakefektifan respon merawat anggota anggota keluarga dengan
manajemen kesehatan keluarga afektif keluarganya dengan gangguan persepsi sensori
cara-cara yang telah 2. Fasilitasi keluarga dalam
diajarkan oleh perawat membuat keputusan terkait
perawatan pada anggota
keluarganya.
3. Motivasi keluarga untuk
merawat anggota keluarga
yang sakit.
4. Beri penguatan atas
pencapaian keluarga.
Keluarga mampu berpartisipasi
dalam merawat anggota keluarga Respon 1. Keluarga berpartisipasi 1. Ientifikasi kemampuan
dengan Gastritis psikomotor dalam perencanaan anggota keluarga untuk
perawatan pada pasien terlibat dalam perawatan
stroke non hemoragik pasien
2. Keluarga berpartisipasi 2. Monitor keterlibatan
dalam menyediakan keluarga dalam perawatan
perawatan pasien
3. Mendorong anggota
keluarga untuk menjaga
atau mempertahankan
hubungan keluarga
Keluarga mampu memodifikasi Respon Keluarga mampu melakukan 1. Motivasi keluarga untuk
lingkungan yang mendukung psikomotor modifikasi lingkungan, seperti: melakukan modifikasi
keefektifan manajemen kesehatan 1. Memodifikasi lingkungan lingkungan.
keluarga dengan membuat pegangan 2. Berikan reinforcement
pada dinding, alat bantu lain positif terhadap
seperti tongkat agar pasien kemampuan yang dicapai
mampu melakukan keluarga.

Keluarga dapat menyebutkan dan Respon Keluarga mampu 1. Bantu keluarga mengenali
menggunakan fasilitas kesehatan verbal menyebutkan fasilitas fasilitas kesehatan yang
untuk mengatasi masalah kesehatan yang dapat dapat dikunjungi untuk
ketidakefektifan manajemen dikunjungi misalnya berkonsultasi tentang
kesehatan keluarga puskesmas dan rumah sakit masalah kesehatan.
Keluarga rutin mengunjungi 2. Motivasi keluarga untuk
fasilitas kesehatan mengunjungi fasilitas
kesehatan seperti
puskesmas terdekat dan
rumah sakit.
3. Berikan reinforcement positif
atas usaha keluarga dalam
memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan.
2.4.4 Implementasi keperawatan

Menurut Nadirawati (2018), implementasi home care merupakan


implementasi dari rencana keperawatan yang dibuat oleh perawat dan keluarga.
Inti dari menyediakan layanan perawatan di rumah adalah perhatian. Jika perawat
tidak memiliki filosofi yang harus diperhatikan, maka mustahil bagi perawat
untuk ikut bekerjasama dengan keluarga. Pada tahap ini perawat dihadapkan pada
kenyataan dimana keluarga harus menggunakan seluruh kreativitasnya untuk
melakukan perubahan, bukan frustasi, sehingga tidak berdaya. Perawat harus
menunjukkan keinginan untuk bekerja sama dalam operasi keperawatan.

Nadirawati (2018) bahwa dalam proses pelaksanaan penyelenggaraan


rumah tangga hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Imbaulah anggota keluarga untuk memutuskan tindakan yang


benar melalui metode berikut:

a. Kenali konsekuensi dari tidak mengambil tindakan

b. Tentukan sumber tindakan dan langkah, serta sumber yang


diperlukan

c. Kenali konsekuensi dari setiap tindakan alternatif

2. Mendorong kesadaran dan penerimaan masyarakat atas masalah


dan kebutuhan kesehatan melalui cara-cara berikut:

a. Perluas informasi keluarga

b. Membantu memahami dampak dari kondisi yang ada

c. Hubungan antara kebutuhan kesehatan dan tujuan keluarga

d. Saat menghadapi masalah, doronglah sikap emosional yang


sehat.

3. Berikan keyakinan dalam merawat keluarga yang sakit melalui


metode berikut:
a. Tunjukkan cara merawat

b. Gunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

c. Awasi perawatan keluarga

4. Langkah-langkah intervensi untuk mengurangi ancaman


psikologis:

a. Tingkatkan keterbukaan dan keintiman: perbaiki pola


komunikasi / interaksi, tingkatkan peran dan tanggung
jawab

b. Memilih intervensi keperawatan yang tepat

c. Pilih metode kontak yang tepat: kunjungan rumah,


pertemuan klinik / abses, metode kelompok

5. Bantu keluarga menemukan cara untuk membuat lingkungan sehat


dengan:

a. Temukan sumber daya yang dapat digunakan keluarga

b. Ubah lingkungan keluarga sebaik mungkin

6. Dorong keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


dengan cara-cara berikut:

a. Memperkenalkan fasilitas sanitasi yang ada di lingkungan


rumah

b. Bantu keluarga menggunakan fasilitas medis yang ada.


2.4.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Nadirawati (2018), asesmen keperawatan merupakan langkah


mengevaluasi hasil keperawatan dengan membandingkan respon keluarga terhadap
tindakan yang dilakukan dengan indikator yang ditetapkan. Hasil perawatan dapat
diukur dengan metode berikut:
a. Keadaan fisik
b. Sikap / psikologi
c. Pengetahuan atau perilaku belajar
d. Perilaku sehat
Hasil asesmen pengasuhan di rumah akan menentukan apakah keluarga dapat
dibebaskan dari konseling / keperawatan dengan tingkat kemandirian yang disyaratkan,
atau apakah tindak lanjut masih diperlukan. Jika aksesnya berkelanjutan, Anda perlu
mencatat kemajuannya. Jika tujuan tidak tercapai, Anda harus memeriksa: 1) Apakah
tujuan itu realistis
2) Melakukan tindakan yang tepat, dan
3) Bagaimana mengatasi faktor lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai