Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Pengertian
Gastritis adalah segala radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, Wim de
Jong.e/2: 555).
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering
dijumpai diklinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan
pemeriksaan hispatologi (Sudoyo,dkk. 2010: 509)
Suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal
dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan
muntah(Suratum dan Lusianah, 2010: 59).

1.1.2 Etiologi
1.1.2.1 Gastritis Akut
Menurut (Muttaqin, dkk. 2011: 384), banyak faktor yang menyebabkan gastritis
akut, seperti beberapa jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stress akut, radiasi,
alergi atau intoksikasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia
dan trauma langsung.
a. Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indometasin,
Ibufropen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen
kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), Salisilat, dan Digilis
bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999).
b. Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1995).
c. Infeksi bakteri; H.pylori (paling sering), H.heilmanii, Streptococci,
Stapylocci, Proteus species, Clostridium species, E.coli, Tubeculosis, dan
Secondary syphilis (Andersen, 2007).
d. Infeksi virus oleh sitomegalovirus (Giannakis, 2008).
e. Infeksi jamur; seperti candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis
(Felman, 1999).

1
f. Stress fisikyang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluk usus-
lambung (Lewis, 2000).
g. Makanan dan minuman bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen penyebab iritasi
mukosa lambung (Price, 1996).
h. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa
(Mukherjee, 2009).
i. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung (Wehbi, 2009).
j. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara
agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa,
menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2009).
1.1.2.2 Gastritis Kronik
Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada 2 predisposisi
yang penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-
infeksi (Wehbi, 2008).
1.1.2.3 Gastritis infeksi
Beberapa agen infeksi bila masuk ke mukosa lambung dan memberikan
manifestasi peradangan kronik. Beberapa agen yang diidentifikasi meliputi hal-hal
berikut ini.
a. H.pylori. beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan penyebab
utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007).
b. Helicobacter heilmannii, mycobacteriosis, dan syphilis (Quentin, 2006).
c. Infeksi parasit (Wehbi, 2008).
d. Infeksi virus (Wehbi, 2008).
1.1.2.4 Gastritis non-infeksi
a. Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan dengan kenyataan, tetapi kira-kira
60% serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi terhadap sel
parietalnya (Genta, 1996).

2
b. Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks garam empedu
kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009).
c. Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan
ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung (Wehbi, 2008)
d. Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai
penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatosis,
penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit
granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eonsinophilic granuloma,
allergic granulomatosi, dan vasculitis, plasma cell granulomas,Rhematoid
nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan
kanker lambung (Shapiro, 1996).
e. Gastritis limositik, sering disebut dengan collagenous gastritis (Sepulveda,
2004).
f. Eonsinophilic gastritis (Quentin, 2006).
g. Injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004).
h. Iskemik gastritis (Sipponen, 1999).
i. Gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008).

1.1.3 Anatomi dan fisiologi lambung

3
Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Lambung

Lambung adalah organ berbentuk yang terletak di superior kiri bagian bawah
rongga abdomen di bawah diafragma , antara esophagus dan usus halus, di depan
limfa dan pankreas.
Struktur lambung :
1. Fundus ventrikuli: bagian ini menonjol ke atas, terletak di sebelah kiri
jantung., biasanyaberisi gas. Pada perbatasan esophagus terdapat katup sfingter
kardiac.
2. Korpus ventrikuli: bagian ini merupakan segitiga osteum cardiakum. Suatu
lekukan padat pada bagian bawah kurvatora minor merupakan bagian utama
dari lambung.
3. Antrum pylorus: bagian lambung yang berbentuyk lambung dan mempunyai
otot yang tebal membentuk sfingter pylorus.
4. Kurvatora minor: terletak di sebelah kanan lambung, terbentang dari osteum
kardiac sampai ke pylorus, antrum pylorus merupakan muara bagian distal dan
berlanjut keduodenum.
5. Kurva mayor: bagian terbentang pada sisi osteum kardiakum melalui fundus
ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus inferior kurvatura mayor dan
kurvaturaminor dihubungkan dengan kolon transversum oleh omentum mayor.
6. Osteum kardiakum : tempat esophagus bagian abdomen masuk ke lambung
berfungsi mengalirkan masuk ke dalam lambung dan mencegah makanan
refluks isi lambung memasuki isi lambung kembali. Pada bagian ini terdapat
orifisium pylorus yang tidak mempunyai sfingter khusus tetapi hanya
berbentuk cincin yang membuka dan menutuposteum dengan cara kontraksi
dan relaksasi.
Lapisan lambung:
1. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum visceralis,
dua lapisanperitoneum visceralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan
dan duodenum dankemudian terus memanjang ke hati.
Bagian muskularis: terdiri dari 3 lapis yakni lapisan otot memanjang
(muskulus longitudinal), lapisan otot miring (muskulus olique), lapisan otot
melingkar (muscular aurikularis). Susunan serabut yang unik ini

4
memungkinkan berbagai kontraksi untuk mencegah makanan menjadi yang
kecil, mengaduk, mencampur makanan dengan cairan lambung dan
mendorognya ke duodenum.
2. Submukosa: tersusun atas jaringan areolar longgar yang mengubungkan
lapisan mukosa dan lapisan submukularis, jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik, lapisan ini mengandung pleksus saraf
pembuluh darah dan saluran limfa.
3. Mukosa : tersusun atas lipatan lipatan longitudinal disebut rugae yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung waktu diisinya makanan terdapat
kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung
yang ditempatinya.
a. Kelenjar kardia : terletak di orifisium kardia dan menyekresikan mucus.
b. Kelenjar fundus / gaster : terdapat 3 type utama sel sel sel zimogenik (chief
cell) menyekresikan pepsinogen yang dirubah menjadi pepsin dalam suasana
asam, sel selparietal menyekresikan HCL dan factor intrinsic untuk absorbsi
vitamin B12 dalam usus halus. Sel mucus ditemukan di leher kelenjar mucus
dan menyekresikan mucus.
c. Kelenjar pylorus mensekresi mucus dan Hormone gastrin dihasilkan oleh
sel G yang terletak di pylorus labung. Gastrin akan merangsang kelenjar
gastrin untuk memproduksi HCL dan pepsinogen.

1.1.4 Klasifikasi Gastritis


1.1.4.1 Gastritis Akut
Menurut (Brunner & Suddarth, 1999: 1062), gastritis (inflamasi mukosa
lambung) sering akibat diet yang sembrono.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren Individu ini makan terlalu
banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau
mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut
mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu, atau terapi radiasi.atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dan terjadi, yang mengakibatkan obstruksi pilorus.
Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut.

5
1.1.4.2 Gatritis Kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa yang bersifat
menahun. Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H.pylory).
1.1.5 Patofisiologi
Obat-obatan, alkohol, garam empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa
lambung (gastritis erosif). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi
lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka
terjadi difusi HCl ke mukosa dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di
mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin
merangsang pelepasan histamine dari sel mast. Histamin akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intra sel
ke ekstraseldan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi mukosa
oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya.
Namun bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan di isi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa
lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan menurun
atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus halus.
Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel
darah merah. Pada akhirnya klien gastritis dapat mengalami anemia. Selain itu
dinding lambung menipis rentan terhadap perforasi lambung dan perdarahan.

6
1.1.6 Web of Caution (WOC)
Makan yang
Bakteri berlebihan dan
Alkohol Obat-obatan tidak teratur

Mengiritasi Mukusa Sekresi asam lambung Mengiritasi Sekresi asam lambung


Gaster mengiritasi lambung meningkat

inflamasi
mengiritasi
Inflamasi Mengikis dinding lambung
Mukusa Gaster peptricular
Inflamasi

Perlukaan pada mukusa Asam lambung


gaster Pemasangan kolenergik

GASTRITIS AKUT

B1 (BREATHING B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 ((BOWEL) B6 (BONE)

Sekresi Respon sistemik Respon sistemik Respon sistemik Autodigestin


Lambung Kelelaha
oleh HCL
n
Perdarahan
Mengikis dinding Nyeri kepala Oliguri
Lambung
lambung Iritasi Mukosa kelemahan
Gangguan cairan Lambung
Penurunan
Asam Lambung elektrolit
Kadar Hb
meningkat
Difusi HCL Mobilitas
Anemia fisik
Nyeri
epigastrium terganggu
Perubahan
Kelemahan Pepsinogen
Intoleransi
Sesak napas/ Aktivitas
Pepsin
Napas
Intoleransi Aktivitas
menurun
Pelepasan
Histamin
Gangguan nutrisi
Gangguan pola kurang dari Pendarahan pada
Napas kebutuhan Lambung

7
1.1.7 Manifestasi Klinis
Menurut (Suratum dan Lusianah, 2010: 60), manifestasi klinik perpariasi mulai
dari keluhan ringan, hingga muncul perdaraha sluran cerna bagian atas bahkan pada
beberapa pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan
kronik hampir sama seperti di bawah ini:
1. Anoreksia.
2. Rasa penuh.
3. Nyeri pada epigastrium.
4. Mual dan muntah.
5. Sendawa.
6. Hematemesis.

1.1.8 Komplikasi
Adapun komplikasi menurut (Suratun dan Lusianah, 2010: 63) yaitu :
a. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau
melena.
b. Gatritis kronis
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).

1.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut (Hudak dan Gallo, 1996)
seperti di bawah ini :
a. Nilai hemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat
perdarahan.
b. Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik
yang berat.
c. Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa
lambung.
d. Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa
lambung.

8
e. Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam
lambung.
f. Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah.
Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri
pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien
tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia
yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
g. Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori
dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini
menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
h. Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tehnik
penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung
nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung
puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO ( basal acid output) tanpa
perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom
Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah
besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

1.1.10 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Suratun dan Lusianah, 2010: 62) beberapa pemeriksaan diagnostik
yaitu :
a. Darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya defisiensi
B12.
c. Analisa feses bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
d. Analisa gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung.
Achlorhidria menunjukkan adanya gastritis atropi.
e. Test antibody serum. Bertujuan untuk mengetahui adanya antibody sel parietal
dan faktor intrinsik lambung terhadap helicobacter pylori.
f. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urine biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

9
1.1.11 Penatalaksanaan Medis
Menurut (Brunner & Suddarth, 2001: 1062), gastritis akut diatasi dengan
mengintruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala
berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi di
anjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila
perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang
dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran
dan penetralisiran agen penyebab.
a. Untuk menetralisir asam, digunakan antasida umum (mis; aluminum hidroksida);
untuk menetralisirkan alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
b. Bika korosi luas atau berat, emetik dan lavase di hindari karena bahaya perforasi.
Tetapi pendukung mencakup intubasi, analgesik dan sedatif, antasida, serta
cairan intravena. Endoskopi fiber-optik mungkin diperlukan. Pembedahan darurat
mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau jaringan perforasi.
Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi
obstruksi pilorus.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat,
mengurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H. Pylori dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismut (Pepto-Bismol).
Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorpsi vitamin B12 yang
disebabkan oleh adanya antibodi terhadap faktor intrinsik

10
1.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesa meliputi :
(1) Nama
(2) Usia
(3) Jenis kelamin
(4) Jenis pekerjaan
(5) Alamat
(6) Suku/bangsa
(7) Agama
(8) Tingkat pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh
penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa
dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah
penyakit ini.
2) Riwayat sakit dan kesehatan
(1) Keluhan utama: Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
(2) Riwayat penyakit saat ini: Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala
yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau
bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
(3) Riwayat penyakit dahulu: Meliputi penyakit yang berhubungan dengan
penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit,  dan riwayat pemakaian obat.
3) Pemeriksaan fisik: Review of System
(1) Keadaan umum: Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri
tekan di kuadran epigastrium.
(2) B1 (breath): takhipnea
(3) B2 (blood): takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian
perifer lambat, warna kulit pucat.
(4) B3 (brain): sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu,
disorientasi, nyeri epigastrum.
(5) B4 (bladder) : oliguri, gangguan keseimbangan cairan.

11
(6) B5 (bowel)  : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran
terhadap makanan pedas.
(7) B6 (bone)    :  kelelahan, kelemahan.
4) Fokus Pengkajian
Menurut (Doengoes, 1999: 455), data dasar pengkajian pasien yaitu :
(1) Aktivitas / Istirahat
Gejala    : Kelemahan, kelelahan
Tanda    : Takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)
(2) Sirkulasi
Gejala    : Hipotensi (termasuk postural)
Tanda : Takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
Kelemahan/nadi perifer lemah
Pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi)
Warna kulit: pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan
darah). Kelemahan kulit/membran mukosa, berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
(3) Integritas ego
Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan
tak berdaya.
Tanda: Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
(4) Eliminasi
Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan
gastrointestinal (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI,
misalnya  luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi
area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses
Tanda: Nyeri tekan abdomen, distensi
bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah
perdarahan. Karakteristik feses : diare, darah warna gelap,
kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk
(steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida).

12
Haluaran urine : menurun, pekat.
(5) Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga
obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan; cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah
Tanda: Muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah,
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis).
(6) Neurosensi
Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan.
Status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari
agak cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan dan
koma (tergantung pada volume sirkulasi oksigenasi).
(7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih,
nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar setelah makan banyak
dan hilang dengan makan (gastritis akut).
Nyeri epigastrum kiri sampai tengah /atau menyebar ke punggung
terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus
gaster).
Nyeri epigastrum kiri sampai/atau menyebar ke punggung terjadi
kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang
dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).
Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-
obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibu profen), stresor
psikologis.
Tanda: Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.

13
(8) Keamanan
Gejala: Alergi terhadap obat/sensitif misal: ASA
Tanda: Peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan
sirosis/hipertensi portal)
(9) Penyuluhan Pembelajaran
Gejala: Adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung
ASA, alkohol, steroid.
NSAID menyebabkan perdarahan GI.
Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau diagnosa yang
tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu, atau episode muntah berat.
Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis,
gangguan makan

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Ada beberapa diagnosa menurut (Suratun & Lusianah, 2010: 63) yaitu :
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan
(muntah, perdarahan), intake cairan yang tidak adekuat.
2) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa gaster.
3) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tindakan
pembatasan inteke nutrisi, puasa.
2.2.2 Intervensi
Tabel 2.1 intervensi dari Diagnosa 1, Diagnosa 2, dan Diagnosa 3 “Dikutip Suratun
dan Lusianah, 2010: 64”.
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi keperwatan Rasional
keperawatan kriteria hasil
1. Kekurangan Tujuan : Pemenuhan 1) Catat karakteristik 1) Untuk
volume cairan kebutuhan cairan muntah dan membedakan
berhubungan adekuat. drainase. distres gaster.
dengan output Kriteria hasil : 2) Observasi tanda- 2) Perubahan tekanan
cairan yang 1) Pengeluaran urin tanda vital setiap 2 darah dan nadi
berlebihan adekuat jam. indikator
(muntah, 2) Tanda-tanda dehidrasi.
perdarahan) vital dalam batas 3) Monitor tanda-tanda 3) Untuk identifikasi
intake cairan normal dehidrasi (membran terjadinya
yang tidak 3) Membran mukosa, turgor dehidrasi.
adekuat. mukosa lembab kulit, pengisian
4) Turgor kulit kapiler).
baik 4) Observasi masukan 4) Untuk mengetahui

14
5) Pengisian (intake) dan keseimbangan
kapiler < 3 pengeluaran (output) tubuh.
detik. cairan.
5) Pertahankan tirah 5)
Untuk
baring. menurunkan kerja
gaster sehingga
mencegah
terjadinya muntah.
6) Tinggikan kepala 6) Mencegah refluks
tempat tidur selama gaster dan aspirasi
pemberiaan antasid. antasid.
7) Berikan cairan 7) Menetralisir asam
peroral/hari. lambung
8) Jelaskan pada klien 8) Kafein meransang
agar menghindari produksi asam
kafeein. lambung.
9) Berikan cairan 9) Untuk mengganti
intravena sesuai cairan sesuai
program terapi derajat hipovolemi
medik. dan kehilangan
cairan.
10) Pasang nasogastrik 10) Untuk
tube (NGT) pada membersihkan
klien yang lambung yang
mengalami berisi darah
perdarahan akut. supaya tidak
terbentuk amonia.
11) Pantau hasil 11) Untuk
pemeriksaan mengidentifikasi
haemoglobin (Hb). adanya anemia.
12) Berikan terapi 12) Untuk mengatasi
antibiotik, antasida, masalah gastritis
vitamin K sesuai dan hematemisis.
program medik.
2. Nyeri Tujuan : Nyeri 1) Kaji dan catat 1) Untuk mengetahui
berhubungan teratasi keluhan nyeri intervensi dan
dengan iritasi Kriteria Hasil: termasuk lokasi, mengetahui efek
mukosa lambung. 1) Klien rileks lamanya, terapi.
2) Klien dapat tidur intensitasnya skala
3) Skala nyeri 0-2 nyeri (0-10).
2) Berikan makan 2) Makanan sebagai
sedikit tapi sering. penetralisasi asam
lambung.
3) Jelaskan agar klien 3) Makanan yang
menghindari meransang dapat
makanan yang mengiritasi
meransang lambung, mukosa lambung.
seperti makanan

15
pedas, asam dan
mengandung gas.
4) Atur posisi tidur 4) Posisi yang
yang nyaman bagi nyaman dapat
klien. mengurangi nyeri.
5) Anjurkan klien 5) Teknik relaksasi
melakukan teknik dapat mengalihkan
relaksasi, seperti perhatian klien
nafas sehingga dapat
dalam,mendengarka menurunkan nyeri.
n musik, nonton tv,
membaca.
6) Berikan terapi 6) Untuk
analgesik dan menghilangkan
antasida. nyeri lambung
3. Resiko tinggi Tujuan : pemenuhan 1) Kaji status nurtisi 1) Sebagai dasar
nutrisi kurang kebutuhan nutrisi dan pola makan untuk menentukan
dari kebutuhan adekuat klien. intervensi.
tubuh Kriteria hasil : 2) Puasakan klien 2) Menurunkan
berhubungan 1) Makanan habis 1 selama fase akut. ransangan
dengan tindakan porsi. lambung, sehingga
pembatasan 2) Berat badan mencegah muntah.
intake nutrisi, meningkat. 3) Berikan nutrisi 3) Untuk pemenuhan
puasa. 3) Hasil enteral atau kebutuhan nutrisi.
laboratorium: parenteral, jika klien
- Albumin dipuasakan.
normal 4) Berikan minum 4) Untuk meransang
- Hb normal peroral secara kerja gaster secara
bertahap,jika fase bertahap.
akut berkurang.
5) Berikan makan 5) Mencegah
peroral secara terjadinya iritasi
bertahap, mulai dari pada mukosa
makan saring. lambung.

6) Jelaskan agar klien 6) Kafein dapat


menghindari meransang
minuman yang aktivitas gaster.
mengandung kafein.
7) Timbang berat 7) Untuk mengetahui
badan klien setiap status nutrisi klien.
hari dengan alat
ukur yang sama.
8) Berikan terapi 8) Untuk
multivitamin dan meningkatkan
antasid sesuai nafsu makan dan
program medik. menghilangkan
mual.

16
1.2.3 Implementasi
Menurut (Nursalam, 2009: 172), implementasi adalah pelaksanaan dari
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et.al, 1996). Tahap
implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan,pencegahan penyakit,pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua intervensi keperawatan didokumentasikan kedalam format
yang telah ditetapkan institusi.
1.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
“kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian seperti analisis, perencanaan dan
implementasi intervensi (Ignatavicius dan Bayne, 1994).
Menurut Griffith dan Christensen (1986), evaluasi sebagai sesuatu yang
direncanakan dan perbandingan yang sistemik pada status kesehatan klien. Dengan
mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat
menentukan efektifitas asuhan keperawatan.
Meskipun tahap evaluasi diletakan pada akhir proses keperawatan tetapi tahap
ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan
data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan
kesesuaian perilaku yang diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi
untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2009: 135).

17

Anda mungkin juga menyukai