Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gastritis

1. Definisi

Gastritis atau dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh masyarakat

sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang dirasakan

sebagai nyeri terutama di ulu hati, orang yang terserang penyakit ini biasanya

sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung atau peradangan local atau

menyebar pada mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif

mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan. Proses inflamasi pada

lambung mengakibatkan mukosa lambung terluka sehingga sering kali penderita

dapat merasakan mual, muntah dan merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga

penyakit ini sering kali menyebabkan kekambuhan oleh beberapa faktor (Melani,

2016). Pola makan yang tidak benar menjadi factor utama penderita gastritis

mengalami gangguan pencernaan. Penderita harus memperhatikan dengan benar

makanan yang dikonsumsi. Frekuensi makanan, jenis makanan, dan juga tekstur

harus sesuai dan memastikan lambung tidak dalam keadaan kosong (Muhith &

Siyoto, 2017). Selain pola makan aktivitas yang berlebihan juga dapat

mempengaruhi pencernaan.
2. Etiologi

Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori, virus, atau

parasit lainnya juga dapat menyebabkan gastritis. Kontributor gastritis akut

adalah meminum alcohol secara berlebihan., infeksi dari kontaminasi makanan

yang dimakan, dan penggunaan kokain. Kortikosteroid juga dapat menyebabkan

gastritis seperti NSAID aspirin dan ibuprofen. (Dewit, Stromberg & Dallred,

2016).

Penyebab gastritis menurut Sya’diyah (2018, hal 270) yaitu sebagai

berikut:

1. Gastritis akut

a. Gastritis akut erosif

1) Obat analgetik antiinflamasi, terutama aspirin. Dalam dosis rendah

sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.

2) Bahan kimia misalnya lysol.

3) Merokok.

4) Alkohol.

5) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,

pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan suasana saraf

pusat.

6) Refluks usus lambung

b. Gastritis kronik

Pada gastritis ini, etiologi pada umumnya belum diketahui,

Gastritis kronik sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit lain,


misalnya : anemia pernisiosa, anemia defisiensi besi karena adanya

perdarahan kronis.

3. Manifestasi Klinis

Menurut Dhani (2019), gambaran klinis pada gastritis dibedakan menjadi

dua dengan manifestasi sebagai berikut, yaitu :

1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi :

a. Timbulnya hemoragi yang mengakibatkan ulserasi superfisial

pada lambung.

b. Perasaan mual dan ingin muntah, sakit kepala, kelelahan, dan

ketidaknyamanan pada abdomen.

c. Gejala asimptomatik sering terjadi pada beberapa pasien

d. Memuntahkan makanan yang membuat lambung iritasi agar tidak

terjadi diare dan kolik.

e. Dalam beberapa hari pasien akan pulih, namun sering kali nafsu

makan belum kembali selama kurang lebih 3 hari.

2. Gastritis kronis

Pada kasus gastritis kronis, sering terjadi penderita mengalami

kembung setelah memakan sesuatu, ketidaknyamanan pada mulut,

terjadinya mual dan muntah, penderita juga sering mengalami nyeri

pada ulu hati, dan juga mengalami penurunan nafsu makan

(anoreksia). Gejala defisiensi B12 tidak akan terjadi pada gastritis

dengan tipe a yang mengalami asimtomatik.

4. Patofisiologi
Mukosa lambung mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol, obat

obatan antiinflamasi nonsteroid, infeksi helicobacter pylori. Pengikisan ini dapat

menimbulkan reaksi peradangan. Inflamasi pada lambung juga dapat dipicu oleh

peningkatan sekresi asam lambung sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual,

muntah dan anoreksia. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri yang

ditimbulkan karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Peningkatan sekresi

lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persarafan, misalnya dalam

kondisi cemas, stress, marah melalui serabut parasimpatik vagus akan menjadi

peningkatan transmitter asetilkolin, histamine, gastrin releasing peptide yang

dapat meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ion H⁺ (hidrogen) yang tidak

diikuti peningkatan penawarnya seperti prostaglandin, HCO₃⁺, mukus akan

menjadikan lapisan mukosa lambung tergerus terjadi reaksi inflamasi.

Prostaglandin dibutuhkan tubuh untuk memproduksi kekebalan lapisan mukosa,

serta bikarbonat untuk menghambat produksi asam lambung dan meningkatkan

aliran dalam lambung. Semua efek ini diperlukan lambung untuk

mempertahankan integritas pertahanan mukosa lambung agar tidak mengalami

iritasi pada mukosa lambung. (Sukarmin, 2012; Rukmana, 2018)

5. Penatalaksanaan Gastritis

Obat-obatan yang mengurangi jumlah asam di lambung dan dapat

mengurangi gejala yang mungkin menyertai gastritis dan meningkatkan

penyembuhan lapisan perut.

Pengobatan meliputi :

1) Antasida doen yang berisi aluminium, karbonat kalsium dan magnesium, untuk

mengurangi gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, tukak


lambung, gastritis, dengan gejala mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati dan

perasaan penuh pada lambung

2) Histamine (H2) blocker, seperti ranitidine, untuk pengobatan jangka pendek

tukak lambung, gastritis, tukak usus 12 jari, pengobatan keadaan hiperekskresi

patologis

3) Inhibitor pompa proton (PPI), seperti omeprazole untuk pengobatan jangka

pendek tukak duodenum, tukak lambung, refluks esophagus, gastritis

4) Lanzoprazole, pengobatan jangka pendek tukak lambung, gastritis, tukak usus

(Anggarini, 2018)
6. Pathway

Obat-obatan, Stres, Alkohol, Bakteri (Helicpbacter pylory), Pola Makan, Autoimun

Mengganggu Lapisan Mukosa

Mengurangi Prostaglandin

Merusak Pertahanan Mukosa Lambung

Iritasi Lambung

GASTRITIS

Sekresi Mukosa ( ) berupa HCO2

HCO2- + NaCl HCl + NaCO2 Mukus yang dihasilkan Homostatis


Melindungi mukos lambung
Asam Lambung ( ) penyembuhan
Perlindungan Mukus Gagal
Mual dan Muntah
Mukosa Lambung

MK : MK :
Kekurangan ketidakseimbanga Erosi Lapisan Pembuluh darah pendarahan
volume cairan n nutrisi
Atrofi Kelenjar Epitel MK : Nyeri
MK : intolerasni aktivitas
Hilangnya Sel Parietal Dan Sel Chief
Kurang
pengetahuan, Gastritis Kronis Fungsi Intinsik
ansietas
7. Pengertian Nyeri

The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi

nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan suatu jaringan yang nyata atau yang

berpotensi rusak atau tergambarkan seperti itu. Dari definisi ini dapat ditarik tiga

kesimpulan, yakni: nyeri merupakan suatu pengalaman emosional berupa sensasi

yang tidak menyenangkan. Nyeri terjadi karena adanya suatu kerusakan jaringan

yang nyata seperti luka pasca bedah atau trauma akut, dan nyeri terjadi tanpa

adanya kerusakan jaringan yang nyata seperti nyeri kronik atau proses

penyembuhan trauma lama, nyeri post herpetic, phantom atau trigeminal. Dengan

demikian pada prinsipnya nyeri terjadi karena ketidakseimbangan antara aktivitas

supressor dibandingkan dengan depressor pada fase tertentu akibat gangguan suatu

jaringan tertentu. Ujung dari permasalahan muskuloskeletal yang sangat

mengganggu seorang individu adalah timbulnya nyeri dengan segala deviasinya.

Umumnya penderita baru akan merasa dirinya sakit dan tidak nyaman dalam

hidupnya, kemudian mencari pertolongan bila rasa nyeri sudah terasa mengganggu.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi

pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini

sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi yang baik.

a. Usia
Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan

orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua

kelompok ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi

terhadap nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak,

mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan

nyeri pada orang tua atau perawat. Sehingga perawat harus mengkaji respon

nyeri pada anak.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai

respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin

merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-

laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat

menangis dalam waktu yang sama.

c. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.

Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh budaya

mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Nyeri biasanya

menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar belakang

budaya yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu

tenang dan emosi, pasien tenang.

Umumnya akan tenang berkenaan dengan nyeri mereka memiliki sikap dapat

menahan nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan berekspresi secara

verbal dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan

menangis.

d. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri..

namun ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.

e. Pengalama Masa Lalu Terhadap Nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya,

mungkin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang

diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri,

akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi parah.

Bagi beberapa orang, nyeri masalalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan

seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan resisten

f. Keluarga dan Dukungan Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran

dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering

bergantung pada keluarga untuk mensupport membantu atau melindungi.

Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri

semakin bertambah. Kehadiran orang tua merupakan hal khusus yang penting

untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri.

g. Pola Koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit

adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan

kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol nyeri, klien sering menemukan

jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Sumber-sumber

koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga dan bernyanyi dapat


digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri

klien.

9. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan numerical rating scale

(NRS), verbal rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale.

VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa

dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang

handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk

menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan

pembacaan skala 0–100 mm dengan rentangan makna:

Skala VAS Interpretasi


>0 - <10 mm Tidak Nyeri

≥10 – 30 mm Nyeri Ringan

≥30 – 70 mm Nyeri sedang

≥ 70 – 90 mm Nyeri berat

≥ 90 – 100 mm Nyeri sangat berat

Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil pada nilai
skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi
penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut. Penentuan skor
VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis yang menunjukkan tidak
nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.
10. Prngukuran Skala Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

yang dirasakan individu pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan ndividual,

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda

a) Face Rating Scale (FRS), pengukuran skala nyeri untuk anak pra sekolah dan

sekolah menggunakan face rating scale yaitu terdiri enam wajah kartun mulai

dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang

menangis untuk “nyeri berat”. (Purba, Trafina, R, 2017).

Gambar 2.1 Skala nyeri wajah

Skala nyeri wajah (Alimul & Uliyah, 2016)

b) Skala Numerik, digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi

klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang

dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intesitas terapeutik

(Purba dan Trafina, 2017).


Gambar 2.1Skala nyeri angka

11. Penatalaksanaan Nyeri Pada Gastritis

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri,

meliputi tindakan non farmakologis dan tindakan farmakologis.

1) Tindakan non farmakologis

a. Relaksasi gengggam jari, adalah sebuah teknik relaksasi yang berhubungan

dengan jari tangan serta aliran energy didalam tubuh kita. Teknik ini

dilakukan dengan cara menggenggam jari sambil menarik napas dalam-

dalam (relaksasi) sehingga dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi,

karena genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuk

energy pada meridian (energy channel) yang terletak pada jari tangan kita.

Titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks

(spontan) pada saat menggenggam. Rangsangan tersebut akan mengalir

semacam gelombang listrik menuju otak. Gelombang tersebut diterima dan

diproses dengan cepat oleh otak, lalu diteruskan menuju saraf organ tubuh
yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan dijalur energy menjadi

lancar (Utami dan Kartika, 2018)

b. Distraksi, merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara

mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap

nyeri yang dialami. Dalam teori Gate Control menjelaskan distraksi dapat

mengurangi nyeri dengan cara pada spina cord sel-sel reseptor yang

menerima stimulus nyeri peripheral dihambat oleh stimulus dari serabut –

serabut saraf yang lain. Maka, pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat

daripada pesan-pesan diversional sehingga pintu spina cord yang

mengontrol jumlah input ke otak menutup dan perasaan nyeri klien akan

berkurang. Beberapa teknik distraksi antara lain: bernafas secara pelan-

pelan, massage sambil bernafas pelan-pelan, mendengarkan lagu sambil

menepuk nepukkan jari atau kaki, membayangkan hal-hal indah sambil

menutup mata (Sukarmin, 2012).

c. Relaksasi, merupakan kebiasaan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.

Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak

nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Ada tiga hal utama

yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat,

lingkungan yang tenang. Posisi tubuh disokong (misal, bantal menyokong

leher), persendian fleksi dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki

tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran klien dianjurkan pelanpelan

memandang sekeliling ruangan. Untuk melestarikan wajah klien dianjurkan

untuk tersenyum dan membiarkan geraham bawah kendor.Teknik relaksasi

sebagai berikut :
a) Klien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara

b) Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi

kendor dan merasakan nyaman

c) Klien bernapas beberapa kali dengan irama normal

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Nyeri

1. Pengkajian

Dokumentasi pengkajian keperawatn merupakan catatan tentang hasil pengkajian

yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat

datandasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons pasien.

1) Anamnese

Identitas klien

a. Nama klien : untuk mengidentifikasi klien dan membedakan satu klien

dengan klien yang lainnya

b. Usia : untuk mengidentifikasi usia klien gastritis

c. Jenis kelamin : menurut jenis kelaminnya laki-laki dan perempuan

mempunyai potensi yang sama dapat menderita gastritis

(Tarwoto dan Wartonah, 2015).

d. Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim

mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan

menganggap remeh penyakit ini bahkan hanya menganggap

gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan

yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini

(Khanza, et al., 2017).


2) Keluhan utama :

Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya

keluhan utama yang sering timbul oleh penyakit gastritis adalah nyeri ulu hati

atau nyeri epigastrium dan dapat juga disertai mual dan muntah.

3) Riwayat Penyakit Sekarang :

pasien berupa nyeri ulu hati sampai datang ke rumah sakit

(Mardalena, 2018).

4) Riwayat Penyakit Dahulu :

Adanya penyakit lain yang ada kaitannya dengan penyakit yang

sekarang diderita, seperti apakah pasien/klien mempunyai riwayat penyakit

maag sebelumnya.

5) Riwayat Penyakit Keluarga :

diisi dengan menyebutkan nama penyakit berat yang pernah diderita

oleh keluarga dan dikhususkan terhadap riwayat kesehatan terutama penyakit

genetik dan penyakit keturunan.

Dari genogram keluarga biasanya akan terlihat apakah terdapat

adanya penyakit yang sama yang sedang diderita oleh pasien/klien. Untuk

gastritis bukan termasuk penyakit keturunan.

6) Riwayat Alergi :

riwayat alergi yang dimiliki klien harus diketahui perawat. Alergen

dapat berupa makanan, obat, bulu hewan, serbuk sari maupun alergen lain

yang dapat menimbulkan alergi (Debora, 2017).


7) Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Pemeliharaan Kesehatan

Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan pasien terhadap sakit

yang dideritanya, tindakan atau usaha yang dilakukan pasien sebelum

datang berobat, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat datang berobat.

Pada pasien gastritis terjadi perubahan persepsi management kesehatan

karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gastritis sehingga

menimbulkan persepsi yang negative terhadap dirinya dan kecenderungan

untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh

karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti

pasien.

b. Pola Nutrisi

Peningkatan asam lambung pada penderita gastritis akan menurunkan

nafsu makan, karena produk sekretorik lambung akan lebih banyak

mengisi lumen lambung.

c. Pola Eliminasi

Pola fungsi ekskresi feses, urine dan kulit seperti pola BAB, BAK, dan

gangguan atau kesulitan ekskresi. Faktor yang mempengaruhi fungsi

ekskresi seperti pemasukan cairan dan aktivitas (Tarwoto dan Wartonah,

2015).

d. Pola Latihan dan Aktivitas

Menggambarkan pola latihan dan aktivitas, fungsi pernafasan dan

sirkulasi. Pada kasus gastritis adanya rasa nyeri di bagian ulu hati
menyebabkan pasien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari

secara maksimal, pasien mudah mengalami kelelahan.

e. Pola Kognitif Perseptual

Menggambarkan pola kemampuan pasien untuk proses berpikir, pola

penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan persepsi sensasi

nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan mengerti akan penyakitnya.

Pasien dengan gastritis kebanyakan akan mengalami rasa nyeri pada

bagian ulu hati.

f. Pola Istirahat - Tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energi. Jumlah

tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi

buruk, penggunaan obat, mengeluh letih, pada pasien gastritis adanya rasa

nyeri akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat pasien, sehingga pola

tidur dan waktu tidur pasien mengalami perubahan.

g. Pola Kebersihan Diri

Difokuskan pada upaya yang dilakukan individu dalam memelihara

kebersihan dan kesehatan dirinya baik secara fisik maupun mental una

memberikan perasaan stabil dan aman pada diri individu.

h. Pola Peran dan Hubungan

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap

anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pada kasus pasien

gastritis rasa nyeri yang dirasakan akan mempengaruhi pergaulan diri

pasien dengan sekitar dikarenakan waktu yang dimiliki pasien akan lebih

cenderung digunakan untuk beristirahat, untuk memulihkan nyeri yang

dirasakan sehingga pasien lebih menarik diri dari pergaulan.


i. Pola Mekanisme Koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan

system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi

dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa

digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.

j. Pola Keyakinnan dan Spiritual

Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinn termasuk spiritual.

Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang

dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budaya,

berbagi dengan orng lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan,

mencari bantun spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit.

8) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum :

kemungkinan lemah akibat penurunan oksigen jaringan, cairan tubuh dan

nutrisi.

b) Tingkat kesadaran mungkin masih composmentis sampai apatis

kalau disertai penurunan perfusi dan elektrolit (kalium, natrium,

kalsium)

c) Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah :

terjadi peningkatan tekanan darah. Normalnya sistole 120-139

mmHg, diastole 80-89 mmHg

b. Suhu :
suhu tubuh dalam batas normal. Normalnya 36,537,5◦C

c. Nadi :

adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh darah menjadi

lemah, volume darah menurun sehingga jantung melakukan

kompensasi menaikkan heart rate untuk menaikkan cardiac output

dalam mencukupi kebutuhan tubuh. Normalnya, 60-100x/menit

d. Frekuensi pernapasan :

pernapasan lebih cepat sekitar 2430x/menit.Normalnya 18-24x/menit

Sukarmin, 2012; Debora, 2017)

d) Kondisi fisik :

1. Pemeriksaan kulit dan kuku

Inspeksi : persebaran warna kulit, ada atau tidak edema, ada atau

tidak lesi, bentuk dan warna dasar kuku

Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit elastis atau tidak, CRT,

suhu akral dingin atau hangat (Mubarak, et al., 2015).

2. Pemeriksaan kepala

Inspeksi : bentuk kepala, kebersihan pada kulit kepala, kebotakan

dan tanda-tanda kemerahan

Palpasi : ada atau tidaknya massa pada kepala, ada atau tidaknya

nyeri tekan (Ambarwati, 2014).

3. Pemeriksaan mata

Inspeksi : kemungkinan kelihatan cekung akibat penurunan cairan

tubuh dan anemis akibat penurunan oksigen jaringan,

anemia perniosa, anemia defisiensi besi

Palpasi : kaji kekenyalan pada bola mata (Sukarmin, 2012).


4. Pemeriksaan hidung

Inspeksi : kesimetrisan lubang hidung, kepatenan jalan napas, ada

atau tidak pernapasan cuping hidung

Palpasi : ada atau tidak massa, ada atau tidak pembengkakan, ada

atau tidak nyeri tekan (Debora, 2017).

5. Pemeriksaan telinga

Inspeksi : kesimetrisan daun telinga, kebersihan, ada atau

tidak lesi

Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekan pada daun telinga

saat ditarik dan tragus ditekan (Mubarak, et al.,

2015).

6. Pemeriksaan mulut

Inspeksi : kemungkinan mukosa mulut kering akibat

penurunan cairan intrasel mukosa, bibir pecah-ecah,

bau mulut tidak sedap, ada atau tidaknya perdarahan

pada gusi, kebersihan lidah (Setiadi, 2012).

7. Pemeriksaan leher

Inspeksi : ada atau tidaknya pembengkakan, ada atau tidak

jaringan parut

Palpasi : ada atau tidak pembesaran kelenjar limfe, teraba

atau tidak kelenjar tiroid (Estrada, 2014).

8. Pemeriksaan thoraks

a) Pemeriksaan dinding dada dan paru-paru


Inspeksi : bentuk dan gerakan dinding dada, warna kulit, ada

atau tidak lesi

Palpasi : pergerakan dinding dada, ada atau tidak massa,

pemeriksaan taktil fremitus

Perkusi : hasil normal perkusi adalah resonan

Auskultasi : ada atau tidak suara nafas tambahan, suara nafas

vesikuler (Debora, 2017).

b) Pemeriksaan jantung

Inspeksi : tampak atau tidak ictus cordis, tampak atau tidak

vena jugularis

Palpasi : adanya peningkatan denyut nadi karena pembuluh

darah menjadi lemah, volume darah menurun

sehingga jantung melakukan kompensasi

menaikkan heart rate untuk menaikkan cardiac

output dalam mencukup kebutuhan tubuh

Auskultasi : ada atau tidak bunyi jantung tambahan

(Sukarmin, 2012).

9. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : persebaran warna kulit, bentuk dan pergerakan dinding

abdomen, tampak kembung atau normal

Auskultasi : dengarkan bunyi peristaltik usus kemungkinan terjadi

penurunan peristaltik usus (normalnya 5-30x/menit)

karena lambung teriritasi


Perkusi : mengeluh atau tidak adanya nyeri abdomen bagian

epigastrium, terdengar bunyi timpani pada area usus dan

pekak pada area hepar dan pancreas

Palpasi : ada atau tidak massa, mengeluh atau tidak adanya nyeri

abdomen bagian epigastrium, ada atau tidak pembesaran

pada hepar (Sukarmin, 2012; Bickley, 2015; Debora,

2017).

10. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah

Inspeksi : kesimetrisan ekstremitas atas dan bawah, ada atau tidak

pembengkakan, kelengkapan jumlah jari

Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan pada struktur tulang dan otot

pada pergelangan tangan dan kaki (Estrada, 2014).

11. Pemeriksaan genetalia

Inspeksi : kebersihan area kulit genetalia, pertumbuhan rambut

pubis, keadaan lubang uretra, cairan yang dikeluarkan

(Tarwoto dan Wartonah, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan yang

merupakan bagian dari penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu,

keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual/potensial/proses

kehidupan.

Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada pasien gastritis menurut

Bulecheck, M Gloria, dkk (2016) adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.


Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien gastritis adalah nyeri akut

berhubungan dengan inflamasi pada mukosa lambung (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016). Dengan data yang mendukung :

Gejala dan tanda mayor :

1) Subjektif

Klien mengeluh nyeri

2) Objektif

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif (misal waspada, posisi menghindari nyeri)

c. Klien tampak gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat

e. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor :

1) Subjektif :

Tidak tesedia

2) Objektif

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola napas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Menarik diri

e. Berfokus pada diri sendiri

f. Diaforesis

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

3. Rencana Keperawatan
a. Definisi

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan

langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan masalah,

rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien/klien

berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan.

b. Tujuan

a) Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan

nyeri hilang atau berkurang.

b) Pasien mampu melakukan aktivitas seperti biasa.

c) Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan

nyeri sudah hilang dan mampu melakukan aktivitas seperti biasanya.

c. Kriteria hasil

a) Nyeri berkurang skala nyeri 0-2.

b) Pasien melaporkan nyeri hilang.

c) Pasien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.

d. Intervensi

a) Observasi dan catat keluhan lokasi nyeri 0-10 (NRS) dan efek yang

ditimbulkan oleh nyeri, rasional : Membantu membedakan penyebab

nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan

penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.

b) Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul, rasional : Membantu

mengurangi peningkatan rasa nyeri yang dapat meningkatkan tanda-tanda

vital.
c) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat nyeri muncul, rasional :

Membantu atau mengontrol pengalihan rasa nyeri, memusatkan kembali

perhatian dan dapat meningkatkan koping.

d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi, rasional : membantu

mengurangi rasa nyeri dengan pengobatan farmakologis.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan

keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat melaksanakan tindakan

keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan

kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat keperawatan dan

respon klien terhadap tindakan tersebut (Anggarini, 2018).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan

untuk mengukur dan memonitor kondisi klien dengan membandingkan hasil

tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan

(Debora, 2017). Hasil yang harus dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan

adalah sebagai berikut :

1. Keluhan nyeri menurun (rentang skala 1-3)

2. Sikap protektif (melindungi diri) menurun

3. Kemampuan menggali penyebab nyeri meningkat

4. Kemampuan mengontrol nyeri meningkat


5. Kemampuan menggunakan teknik nonfarmakologis meningkat

6. Nafsu makan meningkat

7. Gelisah menurun

8. Kesulitan tidur menurun

(Tim Pokja SLKI PPNI, 2018)

Anda mungkin juga menyukai