Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENELITIAN HUKUM NORMATIF

DENGAN PENELITIAN HUKUM EMPIRIS

OLEH

NAMA : REYNALDI ROHI

NIM : 2211040011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

lmu hukum adalah ilmu yang sangatlah kompleks, mulai dari kajiannya

filosofis, pengembangan keilmuannya baik teoritis maupun praktis, sampai kepada

wujud konkret dari eksistesinya yang tidak lain didedikasikan kepada masyarakat

berupa produk-produk hukum, solusi terhadap perkara hukum publik maupun perkara

hukum privat yang ditemukan sehari-hari di tengah masyarakat, bahkan tidak jarang

beraspek multidimensi, atau dengan kata lain ilmu hukum tanpa dukungan ilmu-ilmu

lain terkadang tidak mampu menyelesaikan permasalahan hukum secara tuntas dan

menyeluruh (Sonata, 2014).

Ada suatu kecenderungan bahwa penelitian hukum seringkali dikaitkan dengan

suatu penelitian empiris, karena hal tersebut mencakup beberapa aspek yang saling

bersesuaian. Dalam kenyataannya proses penelitian hukum lebih rumit dari apa yang

dibayangkan, terlebih lagi yang diteliti ilmu hukum. Semua penelitian secara esensial

merupakan suatu proses yang mencakup pemilihan-pemilihan dalam berbagai

tahapan. Metode-metode yang ada biasanya dikombinasikan melalui berbagai cara

dalam proses penelitian tersebut. Oleh karenanya biasanya dipergunakan lebih dari

satu metode dalam melakukan penelitian, misalnya metode pengamatan seringkali

dipergunkan pula metode wawancara dan lain sebagainya. Sehinnga perlu untuk

mengetahui persamaan dan perbedaan dari dua metode penelitian yaitu secara Ilmu

hukum empiris dan ilmu hukum normatif.


1.2. Rumusan Masalah

Penulis sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak di bahas dalam

permasalahan ini. Ada pula sebagian permasalahan yang hendak di bahas dalam

karya tulis ini antara lain:

1. Apa persamaan penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum

empiris?

2. Apa perbedaan penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum

empiris?

1.3. Tujuan Masalah

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas,

hingga tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui persamaan penelitian hukum normatif dengan penelitian

hukum empiris.

2. Untuk mengetahui perbedaan penelitian hukum normatif dengan penelitian

hukum empiris.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Empiris.

2.1.1 Pengertian Penelitian Hukum Normatif

Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur

penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan

dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas pada peraturan

perundang-undangan saja. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Peter

Mahmud, penelitian hukum adalah penelitian normatif namun bukan bukan

hanya meneliti hukum positif. Norma tidak hanya diartikan sebagai hukum

positif yaitu aturan yang dibuat oleh para politisi yang memiliki kedudukan

yang lebih tinggi sebagaimana dikemukakan oleh John Austin atau pun

aturan yang dibuat oleh penguasa sebagaimana dikemukakan oleh Hans

Kelsen. Berdasarkan pendapat tersebut penelitian hukum berupaya

menemukan kebenaran koherensi yaitu apakah aturan hukum sesuai dengan

norma hukum dan apakah norma hukum yang berisi mengenai kewajiban
dan sanksi tersebut sesuai dengan prinsip hukum apakah tindakan sesorang

sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum. Oleh karenanya norma

juga diartikan sebagai pedoman perilaku. Demikian pula pendapat Shidarta

dalam perkuliahan sebagai dosen tamu pada tanggal 17 September 2018,

penelitian hukum normatif itu cenderung berbicara tentang norma dalam arti

luas.

2.1.2 Pengertian Penelitian Hukum Empiris

Pengaruh ilmu sosial terhadap disiplin hukum adalah kalimat kunci

yang sesuai sebagai pembuka pembicaraan mengenai jenis penelitian yang

satu ini, yaitu penelitian hukum empiris (empirical legal research). Kata

“empiris” bukan berarti harus menggunakan alat pengumpul data dan

teoriteori yang biasa dipergunakan di dalam metode penelitian ilmu-ilmu

sosial, namun di dalam konteks ini lebih dimaksudkan kepada pengertian

bahwa “kebenarannya dapat dibuktikan pada alam kenyataan atau dapat

dirasakan oleh panca indera” atau bukan suatu fiksi bahkan metafisika atau

gaib, yang sejatinya berupa proses berfikir yang biasanya hanya dongeng

maupun pengalaman-pengalaman spiritual yang diberikan Tuhan tidak

kepada setiap manusia dan tidak harus melalui proses penalaran ilmiah suatu

hal tertentu dapat diterima kebenarannya, meskipun oleh para ilmuwan

kadang dikatakan tidak ilmiah atau an illogical phenomena. Penerimaan

terhadap suatu yang bersifat ilmiah biasanya dipredikatkan dengan


ungkapan “masuk akal”, sedangkan penerimaan terhadap suatu yang bersifat

metafisika dan spiritual biasanya disebut sebagai kepercayaan.

Oleh sebab itu, penelitian hukum empiris dimaksudkan untuk

mengajak para penelitinya tidak hanya memikirkan masalah-masalah hukum

yang bersifat normatif (law as written in book), bersifat teknis di dalam

mengoperasionalisasikan peraturan hukum seperti mesin yang memproduksi

dan menghasilkan hasil tertentu dari sebuah proses mekanis, dan tentunya

hanya dan harus bersifat preskriptif saja, meskipun hal ini adalah wajar,

mengingat sejatinya sifat norma hukum yang “ought to be” itu. Selanjutnya

cara pandang sebagaimana disebutkan tadi bergeser menuju perubahan ke

arah penyadaran bahwa hukum, faktanya dari perspektif ilmu sosial tenyata

lebih dari sekadar norma-norma hukum dan teknik pengoperasiannya saja,

melainkan juga sebuah gejala sosial dan berkaitan dengan perilaku manusia

ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat yang unik dan memikat untuk

diteliti tidak dari sifatnya yang preskriptif, melainkan bersifat deskriptif. Di

sisi lain, mengingat para penstudi hukum sejatinya tidak terlatih melakukan

penelitian sebagaimana dimaksud, dan faktanya memang tidak dipersiapkan

untuk itu, maka peranan para ilmuan sosial berikut metodemetode penelitian

bahkan teori-teorinya dibutuhkan oleh sebagian penstudi hukum yang ingin

melakukan penelitian di bidang hukum dengan menggunakan pendekatan

ilmu sosial (socio-legal research) maupun disebut dengan penelitian hukum


interdisipliner, karena kadang-kadang bersentuhan dengan ilmu ekonomi,

antropoligi, bahkan ilmu politik dan lainlain.

Penelitian hukum normatif/doktrinal yang di dalam literatur hukum

asing biasa disebut dengan legal research dan tanpa tambahan makna lain,

menurut sebagian penstudi hukum dikatakan sebagai penelitian hukum yang

murni. Mengapa demikian Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa

disamping penelitian hukum yang murni sebagaimana telah diuraikan di atas

masih terdapat jenis penelitian lain yang mendampinginya dan biasa

dipelajari oleh para penstudi hukum di bawah judul kuliah “Metode

Penelitian Hukum” (dalam hal ini di Indonesia khususnya), dan mungkin

kenyataan ini yang menjadikan penelitian hukum dikatakan sebagai

penelitian yang khas.

Penelitian yang dimaksudkan adalah penelitian hukum empiris atau

socio-legal (Socio legal research) yang merupakan bentuk model

pendekatan lain dalam meneliti hukum sebagai objek penelitiannya, dalam

hal ini hukum tidak hanya dipandang sebagai disiplin yang prespektif dan

terapan belaka, melainkan juga empirical atau kenyataan hukum (Banakar,

et al., 2005).

2.2 Persamaan Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Empiris


Hukum Normatif dan Empiris memiliki persamaan dalam objek kajiannya

yakni hukum positif dengan aspek internal. Hukum positif Indonesia adalah hukum

yang saat ini berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis, yang merupakan campuran

dari sistem hukum Eropa, hukum agama dan hukum adat. Maka Metode penelitian

hukum berjenis Normatif juga dapat dikatakan sebagai penelitian hukum doktriner

atau penelitian perpustakaan. Dinamakan demikian dikarenakan penelitian ini hanya

diperuntukkan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat lekat

korelasinya pada perpustakaan karena akan memerlukan data-data yang bersifat

sekunder pada perpustakaan.

Metode penelitian hukum empiris adalah salah satu metode penelitian hukum

yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana

pengaplikasian hukum di lingkungan masyarakat. karena dalam penelitian ini

meneliti insan dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum

empiris bisa dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.

2.3 Perbedaan Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Empiris

Salah satu upaya untuk mengilmiahkan ilmu hukum secara empiris adalah

dengan menerapkan metode penelitian dalam kajian hukum normatif. Metode ilmu

sosial dapat digunakan dalam penelitiaan dasar yang memandang hukum sebagai

fenomena sosial. Kajian ilmu hukum diempiriskan dengan merumuskan format

penelitian hukum yang dilatarbelakangi oleh metode penelitian sosial. Dengan


demikian, maka akan ditemukan format penelitian ilmu sosial dalam penelitian

hukum normatif. Perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah pada

sifat data. Oleh karenanya, penelitian yang menggunakan data seyogyanya penelitian

empiris. Selain itu seringkali kita menggunakan dua pendekatan dalam metode kajian

ilmu hukum, yaitu: pendekatan dari sudut filsafat ilmu dan pendekatan dari sudut

pandang teori hukum.

Filsafat ilmu membedakan ilmu dari sudut pandang positivistik yang

melahirkan ilmu empiris dan pandangan normatif yang melahirkan ilmu normatif.

Dari dua pandangan ini ilmu ukum sesuai dengan karakter aslinya yaitu sebagai ilmu

yang normatif dan disisi lain memiliki karakter empiris (sociological jurisprudence

& socio legal jurisprudence). Sehingga seringkali ilmu hukum dibedakan atas ilmu

hukum normatif dan ilmu hukum empiris (Agus, 2020).

Dari sudut pandang Teori Hukum, dibagi atas tiga lapisan utama yaitu:

Dogmatik Hukum, Teori Hukum (dalam arti sempit) dan Filsafat Hukum (Philipus et

al., 2005). Ketiga lapisan tersebut pada prakteknya saling memberi dukungan dan

memiliki karakteristik khas yang dengan sendirinya mempunyai metode yang khas

pula dan hal inilah yang sering dikenal sebagai bidang kajian Teori Hukum. Dengan

mengetahui pendekatan-pendekatan tersebut diatas, sangatlah tidak tepat bila kita

lebih mementingkan/mengutamakan penelitian hukum empiris dan

mengenyampingkan penelitian hukum normatif.


D.H.M. Meuwessen membedakan ilmu hukum normatif dengan ilmu hukum

empiris, yaitu :

1. Ilmu hukum empiris secara tegas membedakan fakta dari norma;

2. Bagi ilmu hukum empiris, gejala hukum harus murni empiris, yaitu fakta

sosial;

3. Bagi ilmu hukum empiris, metode yang digunakan adalah metode ilmu

empiris;

4. Ilmu hukum empiris merupakan ilmu yang bebas nilai.

Sedangkan J.J.H. Bruggink, menggambarkan perbedaan antara ilmu hukum

empiris dengan ilmu hukum normatif dengan tabel gambar sebagai berikut :
BAB III

PENUTUP

Ilmu hukum (jurisprudence) dan segala sub kajian yang mendampinginya di

dalam keluarga besar kajian tentang hukum, terlepas dari kontroversinya sebagai

sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri dan khas (sui generis), bagian dari ilmu

humaniora maupun ilmu sosial, sebagaimana ilmu pengetahuan alam (eksakta) dan

ilmu-ilmu sosial yang telah memiliki tempat yang tak terbantahkan di ranting-ranting

pohon ilmu. Ilmu hukum harus diakui memiliki metode penelitian yang khas

sekaligus unik, baik dilihat dari kepentingan/kegunaan dilakukannya suatu penelitian

di bidang hukum, baik teoritis maupun praktis, atau dari cara melihat ilmu hukum
sebagai disiplin yang bersifat preskriptif dan terapan, maupun dari sudut pandang

perilaku manusia yang berkaitan dengan eksistensi hukum.

Dari kebenaran ilmiah, ilmu hukum empiris adalah suatu kebenaran

korespondensi, yaitu segala sesuatu itu benar apabila didukung oleh data dan fakta,

sedangkan Ilmu hukum normatif dasar kebenarannya adalah pragmatik yang pada

umumnya merupakan kesepakatan dari para ahli hukum itu sendiri. Perbedaan ilmu

hukum hukum normatif dan empiris adalah dari hubungan dasar sikap ilmuwan

tentang teori kebenaran. Dalam ilmu hukum empiris sikap ilmuwan adalah sebagai

penonton yang mengamati gejala-gejala yang obyeknya dapat ditangkap pancaindra.

Sedangkan ilmu hukum normatif, yuris secara aktif menganalisis norma, sehingga

peranan subyek sangat menonjol.

Daftar Pustaka

Buku :

Banakar, Reza and Max Traves (ed), 2005. Theory and Method in SocioLegal
Research: A Series published for The OṄATI institute for the sociology of
law, Oxford and Portland Oregon: Hart Publishing.

Philipus M Hadjon, Tatik Sri Djatmiati “Argumentasi Hukum” Gajah Mada


University Press, Yogyakarta (2005).

Artikel :

Agus, A. 2020. Pembedaan Ilmu Hukum Empiris dan Ilmu Hukum Normatif. Juurnal
Hukum Tri Pantang. Vol. 6 No.1. Fakultas Hukum. Universitas Taman
Siswa Palembang.

Sonata, L.D. 2014. Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Hukum Normatif Dengan
Penelitian Hukum Empiris. Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 1.
Web atau Internet :

University College London (UCL) dengan nama “ Center for Empirical Legal
Studies”, lihat alamat situs :
http://www.ucl.ac.uk/laws/sociolegal/index.shtml

University of Oxford, dengan nama “Socio-Legal Studies”, Lihat situs:


http://www.adm in.ox.ac.uk/postgraduate/caz/socleg.shtml

Anda mungkin juga menyukai