Anda di halaman 1dari 9

MODUL PERKULIAHAN

Pendidikan
Kewarganegaraa
n
Negara Hukum dan
Penegakkan Hukum di
Indonesia
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Semua Fakultas Semua Prodi


10 190001016
Team Teaching
Pendidikan Kewarganegaraan

Abstract Kompetensi
Negara berdasar atas hukum Mahasiswa mampu menjelaskan ciri-
menempatkan hukum sebagai hal ciri negara hukum, dan membedakan
yang tertinggi (supreme) sehingga negara hukum dalam arti luas dan
ada istilah supremasi hukum. negara hukum dalam arti sempit.
Supremasi hukum harus tidak boleh
mengabaikan tiga ide dasar hukum,
yaitu keadilan, kemanfaatan dan
kepastian.
MODUL 10
NEGARA HUKUM DAN MASALAH PENEGAKAN HUKUM
DI INDONESIA

10.1. Pengertian Negara Hukum

Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan


kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di negara yang berdasar atas hukum
maka negara termasuk didalamnya pemerintah dan Lembaga-lembaga lain dalam
melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, 2003).
Pengertian di atas belum lengkap, oleh karena dapat saja negara berdasar atas suatu
hukum tetapi justru landasan hukum yang dibuat tersebut digunakan untuk menyalahgunakan
kekuasaan serta tidak menjamin kepentingan rakyat. Di dalam negara hukum, hukum sebagai
dasar diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada kosntitusi atau
hukum dasar negara. Kosntitusi negara juga harus berisi gagasan atau ide tentang
konstitusionalisme. Dengan demikian di dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar
atas hukum bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang
berpaham konstitusionalisme.
Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme)
sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan tiga
ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian (Achmad Ali; 2002). Oleh
karenanya, negara dalam melaksanakan hukum tidak hanya sekedar sebagai “formalitas” atau
“prosedur” belaka dari kekuasaan. Bila sekadar formalitas, hukum dapat menjadi sarana
pembenaran untuk dapat melakukan tindakan yang salah atau menyimpang. Contoh, pada
masa lalu presiden sering membuat “Keppres” sebagai tempat berlindung dengan dalih telah
berdasarkan hukum, padahal dengan Keppers tersebut Presiden dapat menyalahgunakan

‘20 Team Teaching


1 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
kekuasaannya. Oleh karena itu di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa
keadilan masyarakat”.
Apabila negara berdasar atas hukum, pemerintahan negara itu juga harus berdasar atas
suatu kosntitusi atau undang-undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan.
Konstitusi dalam negara hukum adalah konstitusi yang bercirikan gagasan konstitusionalisme
yaitu apa adanya pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak dasar warga negara. Tanpa
adanya konstitusi yang demikian, sulit untuk disebut negara hukum. Negara-negara komunis
atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi menolak gagasan tentang konstitusionalisme
sehingga tidak dapat disebut negara hukum dalam arti yang sesungguhnya.
Negara hukum adalah unik, sebab negara hendak dipahami sebagai suatu konsep
hukum (Jimly Asshiddiqie, 2004). Dikatakan sebagai suatu konsep yang unik sebab tidak ada
konsep misalnya negara politik, negara ekonomi dan sebagainya. Dalam negara hukum yang
berpuncak pada kosntitusi atau undang-undang dasar. Dengan adanya sistem hukum,
penyelenggaraan negara dan rakyat dapat bersatu di bawah dan tunduk pada sistem yang
berlaku. Dengan demikian, dalam negara yang berdasar atas hukum, konstitusi negara
merupakan sarana pemersatu bangsa. Hubungan antara warga negara dengan negara,
hubungan antar lembaga negara dan kinerja masing-masing elemen kekuasaan berada pada
suatu sistem aturan yang disepakatai dan dijunjung tinggi.

10.2. Negara Hukum Formal dan Negara Hukum Material

Salah satu ciri penting dalam negara yang menganut konstitusionalisme yang hidup
pada abad ke-19 adalah sifat pemerintahannya pasif, artinya pemerintah hanya sebagai wasit
atau pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang dirumuskan para wakilnya di parlemen.
Di sini peranan negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena pemerintah hanya menjadi
pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan rakyat yang diperjuangkan secara liberal untuk
menjadi keputusan parlemen.
Jika dikaitkan dengan Trias Politika dalam konsep Montesquieu, tugas pemerintah
terbatas pada tugas eksekutif, yaitu melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh parlemen.
Tugas pemerintah hanyalah melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh parlemen. Pada
waktu itu (abad ke-19) masih dikuasai gagasan bahwa pemerintah hendaknya tidak turut
campur dalam urusan warga negaranya kecuali dalam hal menyangkut kepentingan umum
seperti bencana alam, hubungan luar negeri dan pertahanan negara (Miriam Budiardjo, 1977),

‘20 Team Teaching


2 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
aliran ini disebut liberalisme yang dirumuskan dalam dalil The least government is the best
government (pemerintahan yang paling sedikit adalah pemerintahan yang baik).
Negara dalam pandangan ini adalah negara yang memiliki ruang gerak sempit. Negara
mengurusi hal-hal sedikit sedangkan yang banyak terutama dalam kepentingan ekonomi
diserahkan pada warga secara liberal. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yaitu baru
bertindak apabila hak-hak warga negara dilanggar atau ketertiban keamanan umum terancam.
Konsepsi negara demikian adalah negara hukum dalam arti sempit atau disebut negara hukum
formil, negara hukum klasik. Negara dalam pandangan ini hanya dianggap sebagai Negara
Penjaga Malam (Nachtwachterstaat).
Jadi, negara hukum formil adalah negara hukum dalam arti sempit yaitu negara yang
membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara
tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga negara. Urusan
ekonomi diserahkan pada warga dengan dalil laissez faire, laissez aller yang berarti bila
warga dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan sendirinya
perekonomian negara akan sehat.
Negara hukum formil dikecam banyak pihak karena mengakibatkan kesenjangan
ekonomi yang sangat mencolok terutama setelah Perang Dunia Kedua. Gagasan bahwa
pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga baik dalam ekonomi dan social
lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas
kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial
(Miriam Budiardjo, 1977). Untuk itu pemerintah tidak boleh pasif atau berlaku seperti
penjaga malam melainkan harus aktif melakukan upaya-upaya membangun kesejahteraan
rakyat.
Gagasan baru ini disebut sebagai Welfare State atau Negara Kesejahteraan. Sebagai
konsep hukum, negara yang muncul adalah Negara Hukum Material atau negara hukum
modern, pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan umum di berbagai lapangan
kehidupan. Untuk itu pemerintah diberi kewenangan atau kemerdekaan untuk turut campur
dalam urusan warga negara. Pemerintah diberi Freies Ermessen, yaitu kemerdekaan yang
dimiliki untuk tidak terikat pada produk legislasi parlemen.
Konsep negara hukum materiil (modern) dengan demikian berbeda dengan konsep
negara hukum formil (klasik) yang munculpada abad-19. Pemerintah dalam negara hukum
formil. Pemerintah (eksekutif) bahkan bisa memiliki kewenangan legislatif. Kewenangan ini
meliputi tiga hal, pertama, adanya hak inisiatif yaitu hak mengajukkan rancangan undang-
undang bahkan membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan undang-
‘20 Team Teaching
3 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
undang tanpa terlebih dahulu persetujuan parlemen, meskipun dibatasi kurun waktu tertentu.
Kedua, hak delegasi, yaitu membuat peraturan perundang-undang, dan ketiga droit ermessen
(menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih enunsiatif) (Mahmud MD, 1993).
Jadi, negara hukum materiil (negara hukum modern) atau dapat disebut Welfare State
adalah negara yang pemerintahnya memiliki keleluasan untuk turut campur tangan dalam
urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat.

10.3. Ciri-ciri Negara Hukum

Negara hukum yang muncul pada abad ke-19 adalah negara hukum formil atau negara
hukum dalam arti sempit. Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa negara hukum
merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Ride of Law. Istilah Rechtsstaat diberikan
oleh para ahli hukum Eropa Kontinental sedang istilah Rule of Law diberikan oleh para ahli
hukum Anglo Saxon.
Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri
Rechtsstaat sebagai berikut:
a. Hak asasi manusia
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa
dikenal sebagai Trias Politika
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan

Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri Rule of Law
sebagai berikut:
a. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga
seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum
b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
c. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atas keputusan pengadilan

Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum
formil atau negara hukum arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan
pemerintah hanya sedikit, karena ada dail bahwa “pemerintah yang sedikit adalah pemerintah
yang baik”.

‘20 Team Teaching


4 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri
negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi
sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang demokratis di bawah
Rule of Law yang dinamis. Ciri-ciri tersebut adalah
a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin
hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
b. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
d. Pemilihan umum yang bebas;
e. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
f. Pendidikan civics (kewarganegaraan)

Dari pencirian seperti itu terlihat bahwa adanya pengakuan terhadap perluasan tugas
pemerintah (eksekutif) agar menjadi lebih aktif tidak hanya selaku penjaga malam.
Pemerintahan diberi tugas dan tanggung jawab membangun kesejahteraan dan
pemerataan yang adil bagi rakyatnya. Ciri-ciri negara hukum di atas sudah dipengaruhi
oleh konsepsi negara hukum materiil (modern).
Di samping perumusan ciri-ciri negara hukum seperti di atas, ada pula berbagai pendapat
mengenai ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut
Montesquieu, negara yang paling baik ialah negara hukum, sebab di dalam konstitusi di
banyak negara terkandung tiga inti pokok, yaitu:
a. Perlindungan HAM
b. Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara, dan
c. Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara

Prof. Sudargo Gautama mengemukakan 3 (tiga) ciri atau unsur dari negara hukum, yakni
sebagai berikut:
a. Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak
dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual
mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa
b. Asas legalitas
Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu
yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.
c. Pemisahan kekuasaan
‘20 Team Teaching
5 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Agar hak-hak asasi itu betul-betul terlindungi, diadakan pemisahan kekuasaan yaitu
badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan, dan badan yang
mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan
Frans Magnis Suseno (1997) mengemukakan adanya 5 (lima) ciri negara hukum
sebagai salah satu ciri hakiki negara demokrasi. Kelima ciri negara hukum tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi kenegaraan dijalankan oleh Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan
ketetapan sebuah undang-undang dasar
b. Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia paling penting. Karena tanpa
jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan, menyalahgunakan
hukum untuk tindakan yang adil atau tercela
c. Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat
pada dasar hukum yang berlaku
d. Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan
putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara
e. Badan kehakiman bebas dan tidak memihak

Mustafa Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri khas negara hukum, yaitu:
a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum
dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum.
Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan
perundang-undangan di bawah kosntitusi negara. Undang-undang dasar negara
berisi ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan
konstitusionalisme.
b. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak
Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga
peradilaan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat
putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan
eksekutif. Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari
kekuasaan lain, diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan
c. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya

‘20 Team Teaching


6 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara dibenarkan
oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara
hokum.

10.4. Indonesia adalah Negara Hukum

Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sekarang ini tertuang
dengan jelas pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “Negara
Indoensia adalah negara hukum”. Dimasukannya ketentuan ini ke dalam bagian Pasal UUD
1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa
negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.
Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia kita temukan dalam bagian Penjelasan
Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat). Negara berdasar atas
hukum (Rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat)
2. System Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas)

Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai istilah Rechtsstaat yang


kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa
Kontinental. Perumusan negara hukum Indonesia adalah:
a. Negara berdasar atas hukum, bukan berdasar atas kekuasaan belaka
b. Pemerintah negara berdasar atas suatu konstitusi dengan kekuasaan pemerintahan
terbatas, tidak absolut

Konsepsi negara hukum Indonesia dapat kita masukkan dalam konsep negara hukum materiil
atau negara hukum dalam arti luas. Hal ini dapat kita ketahui dari perumusan mengenai
tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV. Dalam hal
tujuan bernegara, negara bertugas dan bertanggung jawab tidak hanya melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi juga memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
memiliki dasar dan sekaligus tujuan yaitu mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

10.5. Daftar Pustaka

‘20 Team Teaching


7 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id
1. Asshiddiqie, Jimly. (2005). Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Hukum Indonesia.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi Indonesia
2. Budiardjo, Miriam. (1994). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan
Demokrasi Pancasila. Jakarta: Gramedia.
3. Mahfud, MD. (1993). Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
4. Winarno, Dwi. (2006). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Panduan Kuliah
di P erguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

‘20 Team Teaching


8 Pendidikan Kewarganegaraan Biro Akademik dan Pembelajaran
http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai