Anda di halaman 1dari 10

Geopolitik dan Geostrategi di Indonesia

Disusun oleh:- Chairul dimas pratama 122100201


- Diaz zuhad

Universita Bakriew

ABSTRAK

Makalah ini membahas geopolitik dan geostrategi di Indonesia dengan fokus pada tantangan dan strategi
yang dihadapi dalam konteks hubungan internasional. Dengan latar belakang perubahan dinamika politik
global, persaingan regional, dan kompleksitas kepentingan nasional, makalah ini mengidentifikasi dan
menganalisis pokok masalah yang relevan dalam geopolitik dan geostrategi Indonesia. Melalui kajian
teori dan analisis terhadap pasal dan kebijakan, makalah ini mengeksplorasi tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia dan strategi yang ditempuh untuk memperkuat posisi geopolitik dan geostrategisnya.
BAB 1

1.1 Latar belakang


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan dengan letak geografis yang strategis di
persimpangan antara Samudra Hindia dan Pasifik, Indonesia memiliki tantangan geopolitik dan
geostrategi yang unik terlebih Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk
cadangan minyak, gas alam, tambang mineral, dan keanekaragaman hayati. Kehadiran sumber
daya ini memiliki implikasi geostrategis dalam hal ekonomi, keamanan energi, dan persaingan
antarnegara.. Pada saat ini, kita menyadari bahwa geostrategi yang dimaksudkan dalam bentuk
ketahanan nasional indonesia, untuk meujudkan integritas negara. Geopolitik dan geostrategi
indonesia landasanya tidak lepas dari geopolitik dan konsepsinya adalah ketahanan sosial.Istilah
geopolitik semula oleh pencetusnya, Frederich Ratzel (1944-1904), diartikan sebagai ilmu bumi
politik (Political Geography), Istilah geopolitik dikembangkan dan diperluas lebih lanjut oleh
Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1946) menjadi Geographical Politic.
Perbedaan kedua artian tersebut terletak pada fokus perhatiannya. Ilmu Bumi Politik (Political
Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik
(Geographical Politic) mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. Geopolitik dapat
diartikan sebagai Ilmu Bumi Politik Terapan (Applied Political Geography). Dan Geostrategi
berasal dari kata geografi dan strategi. Geografi merujuk kepada ruang hidup nasional, wadah,
atau tempat hidupnya bangsa dan negara Indonesia. Strategi diartikan sebagai ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam
keadaan perang dan damai. Atas dasar pengertian sederhana diatas, bangsa Indonesia
memandang geostrategi sebagai strategi dalam memanfaatkan keadaan atau konstelasi geografi
negara Indonesia untuk menentukan kebijakan tujuan, dan sarana-sarana guna mewujudkan
cita-cita proklamasi dan tujuan nasional bangsa Indonesia.

Geopolitik dan geostrategi mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Negara ini memiliki
kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan yang beragam dalam hubungan dengan
negara-negara lain. Upaya diplomasi, kerjasama regional, dan keterlibatan internasional
semuanya dipengaruhi oleh faktor-faktor geopolitik dan geostrategis. Dengan memahami latar
belakang geopolitik dan geostrategi di Indonesia, pemerintah dan para pengambil kebijakan
dapat merancang strategi yang tepat dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang
yang ada di tingkat nasional, regional, dan global.

1.2 Rumusan masalah :


Makalah ini akan membahas beberapa pokok masalah yang terkait dengan geopolitik dan
geostrategi di Indonesia, termasuk:
1. Apa saja faktor-faktor geopolitik yang mempengaruhi Indonesia dan bagaimana faktor-faktor
ini berdampak pada kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Indonesia?
2.Bagaimana peran geopolitik dan geostrategi dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia
dan apa implikasi ekonomi dan keamanannya?
3.Apa implikasi geopolitik dan geostrategi terhadap kebijakan luar negeri Indonesia?
4. Strategi pemerintah Indonesia dalam memperkuat posisi geopolitik dan geostrategisnya,dalam
menjaga ilayah laut natuna dalam menyelesaikan konflik laut Tiongkok selatan
BAB 2

2.1 Faktor-faktor geopolitik


Indonesia memiliki geopolitik yang strategis dalam interaksi global, selain posisinya di antara
dua samudera dan dua benua yang merupakan peluang betapa besar peran yang bisa dimainkan
di panggung internasional, juga memiliki kekayaan alam (SDA) beraneka lagi melimpah ruah.
Tetapi bangsa ini tidak mampu “mengelola” secara tepat dan baik letak kestrategisan posisi dan
kekayaan SDA yang dimiliki. Mungkin ketika era Bung Karno, Indonesia mampu mengelola
geopolitiknya. Namun untuk itu, para pemangku kepentingan kebijakan luar negeri dan
ketahanan nasional, harus menyadari betapa pentingya wilayah NKRI secara geopolitik.
Menyadari bahwa Indonesia yang letak geografisnya berada di antara benua Asia dan Autralia,
serta diantara Lautan Hindia dan Lautan Pasifik, menyebabkan Indonesia punya posisi yang unik
dan jarang dipunyai negara-negara lain.
Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai tantangan geopolitik yang besar, mulai
dari Natuna hingga Memanasnya suhu politik antara Cina melawan AS dan sekutu, selain
menggeser geopolitik global dari Heartland ke Asia, juga meniscayakan perubahan konstelasi di
Asia Pasifik terutama Laut Cina Selatan dan perairan sekitarnya. Apalagi jika kelak benar-banar
meletus konflik terbuka di perairan, Menyadari pentingnya Indoensia dalam perspektif
geopolitik, maka Indonesia harus mengantisipasi jika kelak terjadi perang terbuka antara AS
versus Cina, potensi terjadinya perang proxy (perang perpanjangan) antara kedua negara adidaya
tersebut, yang tentunya akan berdampak bagi Indonesia pada khususnya mapun ASEAN pada
umumnya.
a. Lokasi Geografis: Sebagai negara kepulauan yang terletak di persimpangan jalur maritim strategis,
faktor geografis ini mempengaruhi kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Indonesia. Contohnya,
Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran penting dan Laut Tiongkok Selatan yang memiliki klaim
teritorial yang kompleks.
b. Sumber Daya Alam: Kekayaan sumber daya alam Indonesia, seperti minyak, gas alam, tambang
mineral, dan keanekaragaman hayati, menjadi faktor penting dalam geopolitik. Negara-negara dapat
memperebutkan dan memiliki kepentingan terhadap sumber daya tersebut, yang memengaruhi kebijakan
luar negeri dan pertahanan nasional Indonesia.
c. Perbatasan dan Konflik: Faktor geopolitik lainnya adalah perbatasan dan konflik yang dapat
mempengaruhi kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Indonesia. Misalnya, konflik perbatasan
dengan negara tetangga dan klaim teritorial yang berpotensi mengancam stabilitas dan keamanan
nasional.
b. Kemitraan Global: Indonesia berperan dalam kemitraan global dengan negara-negara besar dan
organisasi internasional. Faktor geopolitik dan geostrategi mempengaruhi prioritas diplomasi luar negeri
dan keterlibatan Indonesia dalam isu-isu global seperti perdamaian, keamanan, dan pembangunan
berkelanjutan.

2.2 Peran geopolitik dan geostrategi dalam pengolahan sumber daya alam indonesia dan apa implikasi
ekonomi dan keamanannya.
Pengelolaan Ekonomi,Geopolitik dan geostrategi memainkan peran penting dalam pengelolaan
sumber daya alam Indonesia, termasuk pengembangan sektor energi dan industri ekstraktif.
Implikasi ekonominya mencakup pengaruh terhadap investasi asing, perdagangan, harga
komoditas, dan pembangunan infrastruktur.
Keamanan Maritim: Karena Indonesia memiliki wilayah maritim yang luas, geopolitik dan
geostrategi berperan dalam keamanan maritim. Pentingnya menjaga kedaulatan maritim,
melindungi perbatasan laut, dan mengatasi tantangan seperti kejahatan lintas batas dan ilegal
fishing.
2.3 Apa implikasi geopolitik dan geostrategi terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
Dalam berita UMY hubungan internasional program magister posisi geopolitik Indonesia dalam
kancah Internasional. Beliau menjelaskan bahwa selat-selat yang berada di Indonesia, seperti
Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Makassar dan Selat Lombok merupakan sebuah posisi strategis
dimana selat-selat ini menjadi jalur perdagangan penting bagi negara-negara maju di dunia. Ada
Tiga hal pokok yang disampaikan oleh Prof. Bilveer pada sesi ini: 1) Kajian Terorisme dan
Radikalisme pada wilayah Asia Tenggara, 2) Arti Penting Bangkitnya China, khususnya
dampaknya pada Indonesia dan 3) Bagaimana Posisi ASEAN khususnya Indonesia, apabila
terjadi perang antara Amerika Serikat (US) dengan China. Paparan-paparan yang disampaikan
Prof. Bilveer pun mengajak kita untuk berpikir dan memahami posisi Indonesia di ajang politik
Global.
Salah satu hal yang menarik yang menjadi kajian Prof. Bilveer adalah munculnya istilah Malacca
Dilemma dan Thucydides Trap. Secara singkat Malacca Dilemma merupakan ketakutan China
menghadapi blokade maritime pada Selat Malaka yang mana jalur perairan ini merupakan jalur
lalu lintas impor minyak bumi China. Ketakutan tersebut yang membuat China bersikukuh
menguasai Laut China Selatan sehingga China bisa mengamankan posisinya. Selain itu keadaan
Malacca Dilemma ini mengharuskan China untuk menjaga hubungan baik dengan wilayah
ASEAN khususnya Indonesia. Sedangkan pada Thucydides Trap, Prof. Bilveer menegaskan
peran China sebagai kekuatan super power baru yang akan menggoyang keberadaan Amerika
Serikat sebagai negara Super Power.
Hal inilah mengapa Prof. Bilveer menggunakan istilah Thucydides Trap, dimana ada super
power baru yang berkembang akan mengancam keberadaan kekuatan super power yang sudah
ada dan kebanyakan perang menjadi hasil akhirnya, walaupun tidak harus seperti itu. Prof
Bilveer mengungkapkan bahwa hal itu senada seperti yang diterangkan oleh Guru Besar Program
Magister Ilmu Hubungan Internasional, Prof. Dr Bambang Cipto, M.A dalam bukunya “Strategi
China Merebut Status Super Power”. Selain dari dua Big Idea diatas. Prof BIlveer
mengemukakan beberapa tantangan yang sekiranya dihadapi ASEAN. Prof Bilveer berpendapat
bahwa ASEAN merupakan sebuah wadah Intergovernmental Organizations Regional yang cukup
sukses di dunia, dan mungkin sekarang telah melewati Uni Eropa. Kenapa? Bagi Prof. Bilveer
dengan munculnya Brexit maka dapat dikatakan bahwa Uni Eropa telah mengalami kemunduran
dan tidak bisa menyelesaikan pemasalahan yang terjadi pada kawasan tersebut.
Pada awalnya, konsep pendirian ASEAN dan Uni Eropa itu berbeda. Uni Eropa didirikan dengan
prinsip dasar kerjasama dalam bidang ekonomi sedangkan ASEAN didirikan dengan prinsip
dasar menjaga keamanan kawasan agar tidak terjadi perang, walaupun pada awal-awalnya
sempat terjadi petempuran antara Kamboja dengan Thailand. ASEAN merupakan modal besar
dalam menjaga stabilisasi wilayah geopolitik di kawasan Asia Tenggara dan khususnya
Indonesia yang merupakan negara besar dan memiliki jumlah penduduk dan total wilayah
hampir setengah dari total negara-negara ASEAN. Indonesia menjadi kunci dari penyelesaian
permasalahan yang muncul dari Big Idea diatas. Tentunya, muncul juga beberapa hambatan yang
kiranya bisa memperlemah negara-negara di ASEAN. Salah satunya adalah munculnya
etnosentrik yang dapat menyebakan terjadinya gerakan separatisme. Hal tersebut dapat
ditunjukan dalam kasus seperti Patani, Mindanau dan Papua Barat. Selain itu adanya tekanan
arus globalisasi, Revolusi teknologi, Munculnya ekspektasi yang lebih pada negara dan Clash of
Civilization.
Pada sesi kedua, Dr. Jasminder Singh memamparkan tentang adanya ektrimisme dan radikalisme
yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara, terutama pada wilayah Malaysia, Singapura, Filipina
dan Indonesia. Ada isu tentang men-timur tengah-kan kawasan Asia Tenggara. Hal ini
diungkapkan oleh Dr. Jasminder dengan munculnya jaringan ISIS yang berada di Mindanau.
Jaringan terorisme transnasional ini merekrut para milisinya dengan doktrin-doktrin keagamaan.
Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya trend militan Suicide Bombing di Malaysia, yang
mana para pelakunya malah berpindidikan S1 dan S2. Kebanyakan rektruitmen para milisi-milisi
ini menggunakan isu tentang rezim pemerintah yang represif, Permasalahan ekonomi dan
penolakan adaptasi pemikiran barat yang mana diasumsikan sebagai pemikiran kafir. Pada sesi
ini juga, Dr. Jasminder mengemukakan tindakan-tindakan pencegahan yang dilakukan oleh
pemerintah di Kawasan Asia Tenggara, Salah satunya dengan pendekatan Soft Measures dan
Hard Measures. Pada bagian Soft Measures, pemerintah menggunakan peranan bekas militan
yang sudah berhasil dide-radikalisasi. Dengan menggunakan peranan bekas militan maka
diharapkan dapat mencegah adanya penyebaran paham-paham radikalisme, Bekerjasama dengan
komunitas muslim besar yang mana dapat meluruskan paham radikalisme dan pengenalan
bahayanya paham radikalisme itu sendiri kepada masyarakat umum. Pada bagian Hard
Measures, Pemerintah menggunakan aparat negara yang bertugas melenyapkan terorisme. Pada
contoh kasus di Indonesia, pemerintah menggunakan Densus 88. Adanya pengawasan dan
pengambilan tindakan tegas terhadap aktor-aktor yang disinyalir berpaham radikal dan adanya
kerjasama Internasional dalam mengawasi dan melawan gerakan teroris transnasional ini.
Pada bagian akhir, Prof. BIlveer menyampaikan beberapa kesimpulan dalam seminar ini. Salah
satunya adalah arti penting ASEAN khususnya Indonesia pada bagian geopolitik global, wilayah
Asia Tenggara sebagai arena konflik kekuatan besar dunia, Adanya teka-teki konflik internal
pada negara-negara di ASEAN dan munculnya radikalisme keagamaan dan terorisme. Secara
singkat Prof. Bilveer juga bercerita tentang konflik di Papua dimana ada pengaruh negatif dari
desentralisasi yang mana menimbulkan perasaan kuat pada elemen kesukuan
2.4 Strategi pemerintah Indonesia dalam memperkuat posisi geopolitik dan
geostrategisnya,dalam menjaga ilayah laut natuna dalam menyelesaikan konflik laut Tiongkok
selatan

Kepulauan Natuna merupakan wilayah Indonesia yang paling utara di Selat Karimata. Kepulauan
Natuna terdiri dari pulau-pulau kecil yang berbatasan langsung dengan wilayah maritim tiga
negara, yaitu Malaysia, Singapura dan Vietnam. Kepulauan Natuna memiliki cadangan gas alam
terbesar di kawasan Asia Pasifik bahkan di Dunia. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan
mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel. Kawasan laut Natuna juga
merupakan salah satu jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan menjadi lintasan laut
internasional bagi kapal-kapal yang datang dari Samudera Hindia memasuki negara-negara
industri di sekitar laut tersebut dan juga menuju Samudera Pasifik. LTS merupakan laut yang
memiliki luas sekitar 3,5 juta kilometer persegi. Luas tersebut merupakan 39% dari total luas
wilayah laut di Asia Tenggara yang berjumlah lebih kurang 8,9 juta kilometer persegi. LTS
merupakan 2,5 % dari Luas laut dunia secara keseluruhan. Membentang dari selat Malaka
sampai ke selat Taiwan, dikelilingi oleh negara-negara ASEAN. Di utara berbatasan dengan
Tiongkok dan Taiwan, barat berbatasan dengan Vietnam Kamboja dan Thailand, Selatan
berbatasan dengan Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura, di timur berbatasan
dengan Filipina.
Terdapat beberapa hal yang ditenggarai merupakan penyebab masih berlangsungnya konflik di
kawasan LTS. Pertama. Beberapa peneliti mengklaim bahwasanya kawasan LTS memiliki
kekayaan Sumber Kekayaan Alam (SKA). Pada tahun 1968 ditemukan cadangan minyak bumi
yang menaikkan nilai LTS. Cadangan minyak potensial di kepulauan Spratly dan Paracel
diperkirakan mencapai 105 milyar barrel dan diseluruh LTS sebanyak 213 milyar barel. Menurut
Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) 60-70% hidrokarbon di kawasan tersebut merupakan
gas alam. Badan Informasi Energi AS memperkirakan cadangan gas alam dan minyak di LTS
merupakan terbanyak ketujuh di dunia. Kawasan tersebut diperkirakan memiliki 190 triliun kaki
gas alam. Badan independen itu juga menaksir ada 11 miliar barel minyak tersembunyi di LTS.
Selain itu juga, wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) di LTS juga banyak mengandung sumber
daya perikanan dan sumber daya hayati lainnya.
Kedua, letak yang strategis selalu menjadi primadona bagi negara lain untuk memiliknya. Letak
LTS yang menghubungkan dua Samudra telah menjadi jalur perlintasan favorit kapal-kapal
internasional. Menghubungkan perniagaan dari Eropa, Timur tengah, Australia menuju Jepang,
Korea, Tiongkok dan negara lainnya yang melewati Selat malaka. Amerika Serikat juga
menyatakan kepentingannya atas terjaganya stabilitas dan keamanan di LTS.
Ketiga, dalam sepuluh tahun terkahir pertumbuhan ekonomi di beberapa negara Asia
berkembang dengan pesat, terutama Tiongkok, India dan negara-negara Asia Tenggara,
sedangkan ekonomi Eropa dan Amerika Serikat mengalami penurunan. Untuk mengamankan
kepentingan
keamanan energi (energy security)-nya baik Amerika Serikat (AS) maupun Tiongkok berupaya
menguasai kawasan LTS.
Perkembangan Lingkungan Strategis Wilayah Laut Tiongkok Selatan
Klaim pertama kali di LTS terjadi pada tahun 1947 yang dilakukan oleh Tiongkok yang secara
sepihak mengklaim hampir seluruh wilayah LTS dengan menerbitkan peta yang memberi tanda
sembilan garis putus- putus di seputar wilayah perairan itu. Hingga sekarang masih terjadi
pertikaian atau saling klaim antara negara yang mengaku memiliki dasar kepemilikan
berdasarkan batas wilayah laut atau perairan, seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Vietnam,
Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Brunei Darussalam. Indonesia yang tidak ikut mengklaim
wilayah di perairan tersebut, namun mulai “terganggu” oleh klaim sepihak Tiongkok yang
mengeluarkan peta “U” atau dikenal dengan Nine Dash Line yang dikeluarkan oleh pemerintah
Tiongkok pada tahun 1993. Pada tahun 2009 negeri “Tirai Bambu” tersebut kembali
mengeluarkan peta terbaru mengenai klaimnya dilaut Cina Selatan. Tiongkok memasukan
perairan Natuna kedalam peta klaimnya. Permasalahan bukan hanya terfokus kepada pulau
Spratly dan Paracel saja, namun berimbas pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Dengan terganggunya utara kepulauan Natuna dalam sengketa Laut Cina Selatan akan
berdampak terhadap stabilitas keamanan dan ekonomi, kerena Indonesia memiliki eksplorasi
pertambangan minyak dan gas bumi di kawasan ZEE tersebut.
Terdapat dua hal yang merupakan sumber dari konflik LTS, pertama adalah Hukum Laut
Internasional, UNCLOS 1982 yang ditandatangani oleh beberapa Negara di sekitar perairan
tersebut. UNCLOS mengatur tentang perairan internal, perairan kepulauan, perairan territorial,
zona tambahan, zona ekonomi ekslusif, landas kontinen dan laut lepas. UNCLOS atau United
Nation Convention on the Law of.

Upaya indonesia dalam menyelesaikan konflik laut Tiongkok selatan untuk menjaga
stabilitas kawasan
Apabila tidak ada solusi yang tepat baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam
konflik LTS akan berdampak terhadap ketahanan Nasional dan berpengaruh pada kestabilan
kawasan. Peran Indonesia dalam penyelesaian sengketa LTS setidaknya dapat didasarkan pada
dua hal. Pertama, untuk mengantisipasi potensi ancaman ketika sengketa LTS tereskalasi menjadi
konflik yang masif. Dalam rangka menghadapi potensi ancaman tersebut, maka Indonesia harus
dapat menerapkan pertahanan negara seperti disebutkan pada pembahasan butir d tersebut di
atas. Dasar kedua dari keterlibatan Indonesia dalam proses pengelolaan/penyelesaian sengketa
LTS adalah sebagai salah satu wujud citacita nasional seperti yang termaktubkan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sebagai negara yang secara
geografis dekat tetapi tidak terlibat langsung dalam sengketa tersebut, Indonesia diharapkan
dapat berperan efektif dalam mendudukkan para negara pengklaim untuk mencari solusi yang
menguntungkan bagi semua pihak.
Sengketa Laut Tiongkok Selatan merupakan tantangan bagi stabilitas kawasan, termasuk
Indonesia, yang sedang menyongsong Abad Asia. Sengketa ini menjadi ancaman bagi
pertahanan Indonesia karena lokasi yang diperebutkan berada di dekat perbatasan Indonesia di
wilayah Natuna.Oleh karena itu, Indonesia, baik dalam posisi sebagai negara yang
memperjuangkan kepentingannya untuk menjaga wilayah laut Natuna melalui meningkatkan
manajeman perbatasan, aktifitas ekonomi berupa eksplorasi minyak dan meningkatkan
kapabilitas pertahanan di wilayah laut Natuna. Serta sebagai pemimpin alami ASEAN, Indonesia
perlu berperan aktif dalam menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalan damai berupa
diplomasi preventif.
BAB 3

Pada pembahasan di bab 2 geopolitik seperti lokasi geografis Indonesia yang strategis, kekayaan sumber
daya alam, dan perbatasan yang kompleks mempengaruhi kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional.
Misalnya, klaim teritorial di Laut Tiongkok Selatan (di mana Indonesia memiliki perbatasan maritim)
mempengaruhi kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional Indonesia.
Rujukan Pasal: Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia yang mengatur tentang
pengelolaan sumber daya alam secara nasional.

1. Peran Geopolitik dan Geostrategi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia dan Implikasi
Ekonomi dan Keamanannya:
Teori: Teori Geostrategi dapat digunakan untuk menganalisis peran geopolitik dan geostrategi
dalam pengelolaan sumber daya alam. Konsep "resource curse" (kutukan sumber daya alam) dan
teori ketergantungan sumber daya alam dapat digunakan untuk menganalisis implikasi ekonomi
dan keamanan pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Analisis: Geopolitik dan geostrategi memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya
alam Indonesia. Implikasi ekonominya meliputi pengaruh terhadap investasi asing, perdagangan,
harga komoditas, dan pembangunan infrastruktur. Implikasi keamanannya mencakup tantangan
seperti konflik perbatasan, ilegal fishing, dan masalah keamanan maritim.
Rujukan Pasal: Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia yang mengatur
tentang pengelolaan sumber daya alam secara nasional.
2. Implikasi Geopolitik dan Geostrategi terhadap Kebijakan Luar Negeri Indonesia:
Teori: Teori Hubungan Internasional, khususnya Realisme dan Konstruktivisme, dapat digunakan
untuk menganalisis implikasi geopolitik dan geostrategi terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
Konsep-konsep seperti kekuatan, kepentingan nasional, kerja sama regional, dan diplomasi dapat
digunakan dalam analisis

Anda mungkin juga menyukai