➢ HIRADC
Singkatan dari hazard identification risk assessment and determining control adalah metode
untuk mengidentifikasi bahaya yang dapat ditimbulkan setiap pekerjaan dalam sebuah
organisasi yang kemudian dilakukan penilaian risiko dan pengendalian terhadap risiko
tersebut, sedangkan JSA merupakan singkatan dari job safety analysis adalah dokumen yang
memberikan pedoman dalam identifikasi secara jelas bahaya-bahaya potensi insiden yang
berkaitan dengan setiap langkah pekerjaan, memberikan solusi untuk menghilangkan bahaya
tersebut, dan mengurangi risiko bahayanya.
➢ JSA ini tidak menyelamatkan pekerja dari keselamatan, namun selama proses pelaksanaan
pekerjaan tersebut yang menentukan keselamatan. Sedangkan HIRADC dapat menilai
tingkat bahaya setelah itu diturunkan lagi untuk dikendalikan sampai batas yang bisa
diterima oleh perusahaan.
2. JSA
o Obyek yang dinilai adalah langkah-langkah dari sebelum dimulai pekerjaan hingga pekerjaan
selesai.
o Subyek yang dinilai adalah pekerja (person).
o Langkah pengendalian bahaya sifatnya ke personal yang melakukan pekerjaan.
o JSA berfokus pada pengendalian bahaya dengan APD dan alat keselamatan.
Identifikasi risiko dan bahaya: Identifikasi risiko dan bahaya yang ada di area kerja atau
bangunan, termasuk risiko kebakaran, ledakan, bencana alam, dan sebagainya.
Pilih jalur evakuasi yang aman: Tentukan jalur evakuasi yang aman dengan
mempertimbangkan faktor seperti lokasi pintu keluar, aksesibilitas, dan kemudahan
menghindari bahaya.
Buat prosedur evakuasi: Buat prosedur evakuasi yang jelas dan terperinci untuk setiap
risiko atau bahaya yang diidentifikasi. Prosedur harus mencakup langkah-langkah seperti
cara memberi peringatan, cara mengaktifkan alarm, cara memberi instruksi kepada
orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan sebagainya.
Latihan dan pelatihan: Latihan dan pelatihan tentang prosedur evakuasi harus dilakukan
secara berkala untuk memastikan semua orang tahu apa yang harus dilakukan dalam
situasi darurat.
Tetapkan titik kumpul: Tentukan titik kumpul setelah evakuasi untuk memastikan semua
orang aman dan dapat terhitung.
1) Aksesibilitas:
Assembly Point harus mudah diakses oleh semua orang, termasuk orang yang
membutuhkan bantuan seperti orang dengan disabilitas atau anak-anak.
2) Lokasi yang aman:
Assembly Point harus berada pada lokasi yang aman, jauh dari bahaya yang mungkin
terjadi seperti api, ledakan, atau bencana alam.
3) Kapasitas yang cukup:
Assembly Point harus dapat menampung semua orang yang berada di bangunan atau
area kerja, sehingga orang-orang dapat terhitung dan dipastikan selamat.
4) Jarak yang cukup:
Assembly Point harus berjarak cukup jauh dari bangunan atau area kerja untuk
menghindari bahaya yang mungkin terjadi dan memungkinkan akses yang mudah untuk
kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans.
5) Memudahkan proses evakuasi:
Letak Assembly Point harus memudahkan proses evakuasi dengan menentukan jalur
yang jelas dan mudah diikuti.
✓ Menyusun dan memasang prosedur K3 yang sesuai dengan standar yang berlaku.
✓ Melakukan pelatihan K3 kepada semua karyawan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab terhadap K3.
✓ Menyediakan peralatan dan perlengkapan K3 yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
✓ Memasang tanda-tanda bahaya dan petunjuk arah di tempat kerja.
✓ Melakukan inspeksi rutin terhadap kondisi lingkungan kerja dan peralatan kerja untuk
mengidentifikasi potensi bahaya.
✓ Membuat tim penanggulangan bahaya dan kecelakaan kerja yang terdiri dari karyawan yang
telah diberikan pelatihan K3.
✓ Menerapkan sistem reward dan punishment untuk mendorong karyawan mematuhi peraturan
K3.
Membuat program pemantauan terhadap kinerja K3 perusahaan, dan melakukan evaluasi secara
berkala untuk mengetahui keberhasilan upaya-upaya yang telah dilakukan.
Dengan cara melakukan Safety Morning Talk. Pertemuan Pagi K3, dilaksanakan secara periodik
minimum sekali dalam satu minggu dengan jadwal yang ditetapkan oleh Kepala Proyek/Plant/Kawasan.
Semua Pelaksana / Supervisor harus membantu menetapkan topik-topik keselamatan yang berbasis
identifikasi potensi sumber bahaya dalam lingkaran kegiatannya dan / atau terhadap kejadian /
peristiwa yang cenderung mengarah ke kondisi kecelakaan kerja dan / atau telah terjadi kecelakaan
kerja, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dikerjakannya.
M.71KKK01.004.1 Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja (KUK 1.1)
7. Jelaskan jenis-jenis Izin Kerja (Work Permit) sesuai dengan aktivitas kerja!
1) Special Permit
Diperlukan apabila akan melaksanakan pekerjaan melibatkan kondisi berbahaya, seperti bekerja
dengan paparan bahan radioaktif, bekerja di ketinggian, penggalian, lockout dan tagout, atau
melaksanakan pekerjaan dengan tingkat potensi bahaya tinggi lainnya.
M.71KKK01.004.1 Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja (KUK 2.1, KUK 2.2)
8. Bila pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur Izin Kerja yang berlaku, apa tindakan
anda sebagai seorang Ahli K3 yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut?
Sebagai seorang Ahli K3 yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut, berikut adalah beberapa
tindakan yang dapat saya ambil:
1) Komunikasi:
Saya akan berkomunikasi dengan para pekerja terlibat secara langsung dalam pekerjaan
tersebut. Saya akan menjelaskan mengapa penting untuk mengikuti prosedur Izin Kerja yang
berlaku dan risiko yang dapat timbul jika prosedur tidak diikuti. Saya akan mendengarkan
alasan mereka mengapa prosedur tidak diikuti dan memberikan pemahaman yang jelas
tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Edukasi dan Pelatihan:
Jika pekerja tidak memahami prosedur Izin Kerja atau alasan mengapa penting untuk
mengikutinya, saya akan memberikan edukasi dan pelatihan tambahan. Saya akan
memastikan bahwa mereka memahami risiko yang terkait dengan tindakan mereka dan
konsekuensi yang dapat terjadi jika prosedur tidak diikuti.
3) Evaluasi Risiko:
Saya akan melakukan evaluasi risiko terhadap situasi pekerjaan yang sedang berlangsung.
Saya akan mengidentifikasi risiko tambahan yang mungkin timbul akibat pelanggaran
prosedur Izin Kerja dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengurangi
risiko tersebut.
4) Laporan dan Rekomendasi:
Saya akan menyusun laporan yang mencakup pelanggaran prosedur Izin Kerja, risiko yang
terkait, dan tindakan yang telah diambil. Saya juga akan memberikan rekomendasi kepada
manajemen tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan kepatuhan
terhadap prosedur Izin Kerja di masa mendatang.
5) Kolaborasi dengan Manajemen:
Saya akan bekerja sama dengan manajemen untuk mengatasi pelanggaran prosedur Izin
Kerja. Ini dapat melibatkan pembahasan dengan manajemen mengenai pentingnya
penegakan prosedur, peningkatan komunikasi dan pelatihan, atau implementasi sanksi yang
sesuai untuk pelanggaran yang terjadi.
6) Peningkatan Sistem:
Saya akan menggunakan pelanggaran prosedur Izin Kerja sebagai pelajaran bagi organisasi.
Saya akan meninjau ulang prosedur yang ada, memperbaiki kekurangan, dan mengusulkan
perubahan yang perlu dilakukan agar prosedur tersebut lebih efektif dan mudah dipatuhi.
7) Pengawasan:
Saya akan memantau secara terus-menerus kepatuhan terhadap prosedur Izin Kerja dan
melakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan bahwa pekerjaan dilakukan sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Jika ditemukan pelanggaran berulang, saya akan melibatkan
manajemen untuk mengambil tindakan disipliner yang sesuai.
Penting untuk dicatat bahwa tindakan yang diambil dapat bervariasi tergantung pada kebijakan
perusahaan, tingkat keparahan pelanggaran, dan faktor-faktor lain yang relevan.
Untuk menentukan berapa lama tenaga kerja dapat bekerja dengan aman di lokasi yang
memiliki tingkat kebisingan 88 dBA, perlu dilakukan perhitungan berdasarkan batas waktu yang
diperbolehkan dalam standar keselamatan kerja.
Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), batas waktu maksimum
tenaga kerja dalam satu hari pada tingkat kebisingan 88 dBA adalah selama 4 jam. Namun, untuk
setiap peningkatan 5 dBA, batas waktu yang diperbolehkan harus dikurangi setengahnya.
Jadi, berdasarkan pengukuran kebisingan 88 dBA, maka batas waktu maksimum tenaga kerja
dalam satu hari adalah 4 jam. Jika kebisingan meningkat menjadi 93 dBA, maka batas waktu
harus dikurangi setengahnya menjadi 2 jam. Jika kebisingan meningkat lagi menjadi 98 dBA,
maka batas waktu harus dikurangi lagi menjadi 1 jam. Dan seterusnya.
M.71KKK01.006.1 Mengelola Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kerja (P3K) di Tempat Kerja
(KUK 1.1, KUK 1.2)
11. Fasilitas P3K apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang memiliki 200 orang tenaga kerja?
Jelaskan!
✓ Ruang P3K:
Ruang P3K merupakan ruangan yang disediakan dan dirancang khusus oleh perusahaan untuk
penanganan pertama tenaga kerja yang mengalami kecelakaan maupun tempat merawat
pekerja yang sedang sakit saat bekerja. Perusahaan yang mempekerjakan 100 orang atau lebih
dan perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 100 orang namun memiliki potensi bahaya
tinggi WAJIB memiliki ruang P3K.
✓ Kotak P3K dan isinya:
Lemari atau kotak P3K adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan
dan obat pertolongan pertama pada kecelakaan. Selain dipasang di ruang P3K, kotak ini
biasanya juga dipasang di beberapa tempat yang mudah dilihat dan dijangkau oleh pekerja.
✓ Alat evakuasi dan alat transportasi:
latihan Evakuasi adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan korban kecelakaan kerja
dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana. Dalam
melakukan evakuasi, penolong bisa menggunakan alat transportasi seadanya, dan saat korban
dievakuasi maka penolong juga wajib melakukan perawatan darurat selama perjalanan.
Beberap alat evakuasi dan transportasi yang bisa digunakan pertolongan pertama adalah tandu,
alat bantu pernafasan, kursi roda, dan jika memungkinkan bisa menggunakan mobil ambulan
atau kendaraan lain yang dapat digunakan untuk mengangkut korban.
✓ Petugas P3K:
Petugas P3K yang mimiliki pengetahuan dan keterampilan penanganan korban kecelakaan kerja
sangat dibutuhkan di perusahaan. Petugas yang cekatan dan mampu mengatasi berbagai situasi
kecelakaan kerja, akan dapat mengurangi resiko akibat kecelakaan. Menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : Per.15/Men/VIII/2008 Tentang Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan Kerja; Idealnya rasio jumlah petugas P3K untuk perusahaan yang memiliki
resiko rendah terhadap kecelakaan, setidaknya memiliki satu petugas P3K untuk menangani 150
tenaga kerja. Sedangkan untuk perusahaan yang memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi,
setidaknya memiliki satu petugas untuk setiap 100 orang atau kurang.
✓ Fasilitas Tambahan:
Selain berbagai fasilitas P3K yang telah disebutkan diatas, perusahaan tertentu juga
membutuhkan berbagai fasilitas tambahan untuk menjamin kegiatan P3K dapat berjalan
dengan baik. Fasilitas tambahan tersebut bisa berupa alat pelindung diri atau peralatan khusus
yang digunakan di tempat kerja yang menangani potensi bahaya yang membutuhkan
penanganan khusus.
M.71KKK01.006.1 Mengelola Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kerja (P3K) di Tempat Kerja
(KUK 1.3)
12. Perusahaan memiliki tempat kerja dengan potensi bahaya tinggi dan memiliki 100 orang tenaga
kerja. Berapa jumlah petugas P3K yang harus dimiliki oleh perusahaan?
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : Per.15/Men/VIII/2008 Tentang
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja; Idealnya rasio jumlah petugas P3K untuk perusahaan yang
memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi, setidaknya memiliki satu petugas untuk setiap 100 orang
atau kurang.
Untuk memberitahu atau mengingatkan pekerja saat terjadi keadaan darurat, perusahaan dapat
o Memiliki sirene atau alat peringatan darurat yang terdengar jelas dan dapat menarik
perhatian pekerja. Sirene ini sebaiknya diletakkan di tempat yang mudah diakses dan
terlihat oleh seluruh pekerja.
o Menetapkan kode atau tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi keadaan darurat
tertentu, seperti kebakaran, bencana alam, atau keadaan medis mendesak. Kode atau tanda
ini harus dipahami oleh semua pekerja dan diingatkan secara rutin.
o Melakukan pelatihan atau latihan evakuasi rutin, sehingga pekerja tahu bagaimana cara
menghadapi keadaan darurat dan jalur evakuasi yang harus diikuti.
o Menggunakan sistem komunikasi yang efektif, seperti pengeras suara atau walkie-
talkie,untuk menghubungi dan memberi instruksi kepada pekerja saat terjadi keadaan
darurat.
Berdasarkan standar klasifikasi kebakaran, kebakaran yang disebabkan oleh bahan bakar Solar
dikategorikan sebagai kebakaran kelas B.
Untuk memadamkan kebakaran kelas B, jenis APAR yang cocok adalah APAR dengan media
pemadam yang tidak berair, seperti APAR Powder (serbuk kering) atau APAR CO2 (karbon
dioksida). APAR Powder dapat menghentikan rantai reaksi kebakaran pada bahan-bahan bakar
yang mudah terbakar dan dapat digunakan pada kebakaran kelas B dan C. Sedangkan APAR CO2
dapat memadamkan api dengan menghilangkan oksigen, dan cocok untuk digunakan pada
kebakaran kelas B dan C.
Namun, perlu diingat bahwa dalam mengatasi kebakaran, penggunaan APAR harus dilakukan
oleh tenaga yang terlatih dan menggunakan prosedur yang tepat. Selain itu, perlu diperhatikan
juga kapasitas dan ukuran APAR yang digunakan agar sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
bahaya kebakaran yang terjadi.
M.71KKK01.008.1 Mengelola Alat Pelindung Diri (APD) di Tempat Kerja (KUK 1.1)
15. Sebutkan jenis-jenis APD di tempat kerja!
1. Helm keselamatan: digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya fisik seperti benturan,
tumbukan, dan jatuhnya benda.
2. Respirator: digunakan untuk melindungi saluran pernapasan dari partikel debu, gas, uap,
atau asap yang berbahaya bagi kesehatan.
3. Kacamata pelindung: digunakan untuk melindungi mata dari benda-benda asing atau partikel
yang terjatuh, terlebih saat bekerja di lingkungan yang berbahaya seperti pabrik atau
konstruksi.
4. Sarung tangan: digunakan untuk melindungi tangan dari benda tajam, bahan kimia atau zat
yang berbahaya.
5. Sepatu safety: digunakan untuk melindungi kaki dari benda-benda yang tajam dan bahan
kimia serta memberikan pegangan yang baik pada permukaan licin atau berminyak.
6. Pelindung telinga: digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan yang tinggi.
M.71KKK01.008.1 Mengelola Alat Pelindung Diri (APD) di Tempat Kerja (KUK 2.1, KUK 2.2, KUK 2.3)
16. Apa tindakan anda apabila menemukan APD yang tidak layak digunakan?
✓ Segera melaporkan temuan tersebut kepada atasan atau pihak yang bertanggung jawab
untuk memperbaiki atau mengganti APD yang rusak atau tidak layak digunakan.
✓ Menarik APD tersebut dari penggunaan dan memberikan alternatif APD yang layak
digunakan.
✓ Melakukan inspeksi secara rutin terhadap APD yang digunakan untuk memastikan bahwa
APD tersebut selalu layak dan aman digunakan.
✓ Memberikan pelatihan atau pengarahan kepada pekerja tentang pentingnya menjaga dan
merawat APD yang digunakan dengan baik agar selalu layak dan aman digunakan.
Penerapan SMK3 didalam perusahaan bertujuan untuk melindungi semua bentuk kesalahan proses
kerja yang dapat mengakibatkan kerugian baik fisik, psikis, maupun material. Penerapan SMK3
diharapkan mampu mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Selain membuat karyawan merasa aman,
perusahaan juga akan diuntungkan.
Berikut adalah beberapa dokumen wajib yang disyaratkan pada standar ISO 45001:2018:
▪ Identifikasi bahaya: Identifikasi setiap bahaya yang mungkin terjadi pada suatu aktivitas
atau pekerjaan.
▪ Identifikasi konsekuensi: Tentukan dampak atau konsekuensi dari masing-masing bahaya
yang telah diidentifikasi. Konsekuensi dapat berupa cedera, kerusakan lingkungan, atau
kerugian finansial.
▪ Identifikasi kontrol yang ada: Tinjau semua kontrol yang sudah ada untuk meminimalkan
bahaya tersebut.
▪ Tentukan tingkat risiko: Hitung tingkat risiko dengan menggabungkan kemungkinan
terjadinya bahaya dan tingkat dampak atau konsekuensinya. Ini dapat dilakukan dengan
menggunakan matriks risiko.
▪ Evaluasi dan pemilihan tindakan pengendalian: Evaluasi tingkat risiko untuk menentukan
tindakan pengendalian yang diperlukan. Tindakan ini dapat berupa pengurangan risiko,
transfer risiko, penerimaan risiko, atau penghindaran risiko.
M.71KKK01.011.1 Menerapkan Manajemen Risiko K3 (KUK 2.3, KUK 2.4, KUK 2.5)
22. Buatlah contoh table matriks risiko K3 dengan tingkat keparahan dan tingkat frekuensinya!
KEPARAHAN
TABEL MATRIKS RESIKO SANGAT SANGAT
RINGAN SEDANG BERAT
RINGAN BERAT
SANGAT SERING SEDANG TINGGI TINGGI EKSTRIM EKSTRIM
FREKUENSI
Dalam konteks kecelakaan kerja, saksi langsung adalah seseorang yang secara langsung
melihat atau mengalami kejadian kecelakaan tersebut, sedangkan saksi tidak langsung adalah
seseorang yang mendapatkan informasi tentang kejadian kecelakaan dari sumber lain, seperti
melalui laporan tertulis atau dari saksi langsung yang mengalami kejadian tersebut. Kedua jenis
saksi ini memiliki peran penting dalam membantu penyelidikan kecelakaan dan menentukan
factor penyebabnya, serta memberikan informasi yang dapat membantu dalam mengambil
tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya kecelakaan serupa di masa depan.
Metode 5W+1H adalah metode untuk menganalisis suatu peristiwa dengan menanyakan enam
pertanyaan, yaitu What, Why, When, Where, Who, dan How. Berikut adalah penerapan metode
5W+1H terhadap kasus kecelakaan kerja yang dialami oleh Jacob:
A. What (Apa yang terjadi?): Jacob mengalami kecelakaan kerja saat berada di terowongan
tambang akibat ledakan blasting.
B. Why (Mengapa kecelakaan terjadi?): Diduga karena miss komunikasi antara pekerja
dengan tim peledak yang membuat ledakan blasting terjadi di area sekitar terowongan.
C. When (Kapan kejadian terjadi?): Kecelakaan terjadi pada pukul 12.00 WIB.
D. Where (Di mana kejadian terjadi?): Kecelakaan terjadi di terowongan tambang batubara.
E. 5. Who (Siapa yang terlibat?): Pekerja tambang batubara bernama Jacob yang menjadi
korban kecelakaan.
F. How (Bagaimana kejadian terjadi?): Ledakan blasting di area sekitar terowongan
mengakibatkan langit terowongan runtuh dan menimpa pekerja.