BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan Ringan di Televisi Periode Maret – April 2017 memiliki relevansi dengan
1. Implikatur dalam Tuturan Acara Sentilan Sentilun di Metro TV oleh Ayes Pia
Shadora Tahun 2015
Metro TV” pernah dilakukan oleh Ayes Pia Shadora (2015). Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan jenis-jenis Implikatur yang terdapat pada tuturan tokoh dalam acara
diwujudkan dalam prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan pada tuturan tokoh dalam
acara Sentilan Sentilun Metro TV. Sumber data penelitian ini adalah acara Sentilan-
Sentilun Metro TV, datanya berupa tuturan pada acara Sentilan Sentilun, tuturan yang
percakapan. Teknik pengumpulan data menggunakan metode simak, teknik sadap, dan
teknik lanjutan berupa SBLC (simak bebas libat cakap). Metode analisis data
menggunakan metode padan dengan teknik dasar yang digunakan dalam metode
padan pragmatis adalah teknik Pilih Unsur Penentu (PUP). Tahap penyajian data
dianalisis dalam wujud laporan tertulis mengenai hal-hal yang sudah dihasilkan dari
kerja analisis. Hasil penelitiannya berupa jenis-jenis implikatur yang terdapat pada
9
Implikaror Konvensional Pada..., Uun Fajriana, FKIP UMP, 2017
10
percakapan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ayes Pia Shadora dengan
penelitian ini terletak pada teori implikatur dan penggunaan metode pada tahap
Ayes Pia Shadora menggunakan data dan sumber data berupa tuturan pada acara
datanya berupa slogan iklan produk makanan ringan di televisi periode Maret – April
2017.
2. Analisis Implikatur pada Tuturan Kata Bijak Mario Teguh dalam Acara Talk
Show Mario Teguh Golden Ways di Metro TV Januari 2015 oleh Albina Nur
Aeni Tahun 2015
terkandung pada tuturan kata bijak Mario Teguh di dalam acara Talk Show Mario
Teguh Golden Ways yang ditafsirkan melalui konteks tuturan. Data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa tuturan kata bijak Mario Teguh pada acara talk show
Mario Teguh Golden Ways. Pengumpulan data menggunakan metode simak dengan
teknik dasar berupa teknik sadap, kemudian teknik sadap diikuti dengan teknik
lanjutan berupa teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam, dan teknik
catat. Tahap analisis data menggunakan metode padan yang dibagi menjadi dua
teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya berupa teknik pilah
unsur penentu (PUP) dan teknik lanjutan menggunakan teknik hubungan banding
berhubungan dengan implikatur dalam acara Mario Teguh Golden Ways, kemudian
menganalisis data berupa tuturan Mario Teguh. Hasil analisis tersebut selanjutnya
dilakukan oleh Albina Nur Aeni adalah terletak pada teori implikatur dan penggunaan
perbedaannya terletak pada data dan sumber data. Data dan sumber data pada
penelitian yang dilakukan oleh Albina Nur Aeni yaitu tuturan kata bijak Mario Teguh
pada tuturan Mario Teguh Golden Ways di Metro TV, sedangkan penelitian ini
B. Landasan Teori
1. Pengertian Pragmatik
Menurut Wijana dan Rohmadi (2011: 4), pragmatik adalah cabang ilmu bahasa
eksternal bahasa mengamati berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi yang
konkret. Situasi yang konkret dalam hal ini mengandaikan sebuah tuturan benar-benar
dipandang sebagai produk sebuah tindak tutur yang jelas konteks lingual (koteks) dan
ujaran.
khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara
yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Sedangkan Yule (2006: 3), pragmatik
adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan
bahasa yang disampaikan orang lain tentang apa yang ada dalam pikiran mereka
secara linguistik.
Wujud implikatur dalam makna pragmatik imperatif dapat berupa tuturan yang
dari buku Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia karya Kunjana Rahardi.
dalam bahasa Indonesia ada 17 macam yaitu imperatif perintah, imperatif suruhan,
bujukan, persilaan, larangan, ajakan, dan anjuran. Ketujuh belas imperatif yang telah
disederhanakan menjadi lima sesuai dengan kalimat slogan dan konteks iklan yang
diperoleh dari makna kata atau bentuk bahasa yang ada maknanya yang non temporer
Adapun yang dimaksud dengan wujud pragmatik adalah realisasi maksud dengan
wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia apabila
imperatif tuturan yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula
bersifat intralinguistik.
dalam imperatif langsung maupun di dalam imperatif tidak langsung. Pada bagian-
Selain itu, dapat juga imperatif tersebut diungkapkan dengan penanda kesantunaan
tolong, seperti dapat dilihat pada contoh tuturan (4) berikut ini.
(4) Ibu kepada anaknya: “Habiskan susunya dulu, ya! Nanti terus ke Malioboro
Mall.”
Tuturan ini disampaikan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang masih kecil dan agak
sulit disuruh minum susu. Tuturan ini dimaksudkan agar ia mau minum susu.
bentuk pasif dipersilakan untuk menyatakan maksud pragmatik imperatif persilaan itu.
Bentuk yang kedua cenderung lebih sering digunaka pada acara-acara formal yang
sifatnya protokoler. Tuturan (5) berikut dapat dipertimbangkan untuk memperjelas hal
ini.
Tuturan ini merupakan cuplikan percakapan yang terjadi di sebuah kampus pada saat
ditandai dengan pemakaian penanda penanda kesantunan mari atau ayo. Kedua
kesantunan itu dalam tuturan dapat dilihat pada contoh tuturan (6) berikut.
Tuturan ini terjadi dalam ruang makan pada sebuah keluarga, orang yang satu
Menurut Rahardi (2005: 109), imperatif dengan makna larangan dalam bahasa
Indonesia, biasanya, ditandai oleh pemakaian kata jangan, seperti dapat dilihat pada
(7) Ishak kepada Satilawati : “Jangan kau sangka aku akan bersedih oleh
karena ini!” (Satilawati bergerak seperti hendak
pergi).
Tuturan ini terjadi pada saat keduanya sdang bertengkar di tempat tertentu. Pria dan
wanita ini memiliki hubungan khusus yang sangat dekat dan khusus.
makna anjuran, biasanya, ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya.
(8) Orang tua kepada anak: “Sebaiknya uang ini kamu simpan saja di almari.”
Tuturan ini disampaiakan oleh ibu kepada anaknya yang masih kecil, ia baru saja
3. Pengertian Wacana
Menurut Mulyana (2005: 1), wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana
pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi
(piranti) yang cukup banyak. Kemudian menurut Crystal (dalam Wijana dan Romadi,
2011: 68), wacana adalah rangkaian kalimat sinambung bahasa (khususnya lisan)
yang lebih luas dari kalimat. Dari sudut pandang wacana sebagai satuan (unit)
perilaku maka ia adalah sehimpunan ujaran yang merupakan peristiwa wicara yang
Sementara itu Tarigan (dalam Wijana dan Rohmadi, 2011: 68), mengatakan
bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi ataau terbesar diatas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang
mempunya awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis. Lebih
lanjut menurut Djajasudarma (dalam Wijana dan Rohmadi, 2011: 68) menjelaskan
wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang
satu dengan proposisi yang lain, dan membentuk satu kesatuan. Dari pengertian itu,
menjelaskan makna proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan
Berdasarkan pendapat oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa wacana
kata dan kata kumpulan dari beberapa suku kata. Dengan demikian wacana
melingkupinya.
a. Unsur-unsur Wacana
Menurut Mulyana (2005: 7), wacana memiliki dua unsur pendukung utama,
yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan
dengan aspek formal kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-
hal di luar wacana itu sendiri. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam
Kemudian menurut Mulyana (2005: 11), unsur eksternal (unsur luar) wacana
adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak secara eksplisit.
Sesuatu itu berada di luar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai
1) Implikatur
aspek kajian yang penting atau mungkin yang paling penting dalam studi kebahasaan
yang berbau pragmatik. Kemudian menurut Chaer (2010: 33) implikatur atau
implikatur percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran dari sesorang penutur
dan lawan tuturnya. Namun keterkitan itu tidak tampak secara literal; tetapi dipahami
tersirat. Lebih lanjut menurut Rahardi (2005: 42-43), mengemukakan bahwa di dalam
pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar
pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur
terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang
adalah sebuah penafsiran yang secara tidak langsung atau tidak diungkapkan makna
tuturan yang sebenarnya oleh penutur kepada mitra tutur dengan disembunyikan
secara implisit sehingga tidak nampak apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh
penutur.
Menurut Grice (dalam Leech, 1993: 17) menyatakan, bahwa “ada dua jenis
a) Implikatur Konvensional
yang dipahami atau diharapkan pada bentuk-bentuk bahasa tertentu tetapi tidak
terungkap. Kemudian Grice (dalam Leech, 1993: 17) implikatur konvensional yaitu
implikasi pragmatik yang diperoleh langsung dari makna kata, bukan dari prinsip-
makna kata (yang didengar) bukan dari prinsip percakapan dan tidak didasarkan pada
Kata petarung pada (23) berarti „atlit tinju‟. Pemaknaan ini dipastikan benar, karena
secara umum (konvensional), orang sudah mengetahui bahwa Muhammad Ali adalah
atlit tinju, yang legendaris. Jadi, dalam konteks wacana tersebut, orang tidak akan
memahami kata petarung dengan pengertian yang lain. Demikian juga implikasi
umum yang dapat diambil antara putri Solo dengan luwes pada contoh (24). Selama
ini, kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang penuh dengan
Pengertian implikatur konvensional yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat
secara tidak langsung atau tidak diungkapkan tuturan yang sebenarnya, dan hanya
diperoleh dari makna kata untuk memberikan informasi bukan berbentuk dalam
sebuah percakapan.
b) Implikatur Percakapan
mengikuti prinsip kerja sama dan maksim-maksim. Kemudian menurut Grice dalam
Leech (1993: 17) implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih
menurut Levinson (dalam Mulyana, 2005: 13), implikatur percakapan hanya muncul
dalam suatu tindak percakapan (speech act). Oleh karenanya, implikatur tersebut
Percakapan (11) antara Ibu dengan Ani mengandung implikatur percakapan yang
bermakna “perintah menyuapi”. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk
kalimat perintah. Tuturan yang hanyalah pemberitahuan bahwa „adik belum makan‟.
2) Presuposisi
penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk
atau pesan yang dimaksud. Kemudian menurut Chaer (2010: 32) pranggapan atau
presuposisi adalah “pengetahuan” bersama yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur
yang melatarbelakangi suatu tindak tutur. Sedangkan menurut Wijana dan Rohmadi
tidak dapat dikatakan benar atau salah. Contohnya adalah sebagai berikut.
(12) Santo : Aku merasa capai sekali karena berjalan kaki terlalu jauh, tidak
ada kendaraan.
Tono : (Segera ke belakang mengambil air minum dan ia
mempersilahkan Santo meneguknya).
Santo : Terima kasih. Kau tahu benar aku merasa haus.
Dari percakapan di atas dapat diketahui bahwa ketika Santo bercerita tentang proses
3) Referensi
antara kata dengan benda (orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya.
suatu tuturan adalah pihak penulis sendiri, sebab hanya pihak penulis yang paling
mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar
atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud oleh pembicara dalam
ujarannya itu. Terkaan itu bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah.
Kemudian menurut Yule (2006: 27) referensi sebagai suatu tindakan dimana
Mulyana, 2005: 16-17), referensi dilihat dari acuannya dapat dibagi menjadi dua
bagian. Kedua bagian tersebut yaitu referensi eksofora dan referensi endofora.
Referensi eksofora adalah interpretasi terhadap kata yang terletak di luar teks.
Referensi endofora adalah interpretasi terletak di dalam teks itu sendiri. Selanjutrnya
akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai referensi eksofora dan referensi
(13) Pranowo terpilih menjadi lurah di Karangjati. Dia dikenal dekat dengan
warganya. Desa itu memang membutuhkan pemimpin yang merakyat.
Bentuk “dia” pada kalimat kedua mengacu pada topik/subjek orang yang bernama
4) Inferensi
Menurut Gorys Keraf (2007: 7), kata inferensi berasal dari kata inferre yang
berarti menarik kesimpulan. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata
inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta
yang ada. Kemudian menurut Echols dan Hassan (dalam Mulyana, 2005: 19) inferensi
(dalam Mulyana, 2005: 19) dalam bidang wacana, istilah itu berarti sebagai proses
yang dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat
kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran (kalimat) pada contoh diatas adalah
hubungan antara “ibukota” pada kalimat (14) dengan “Jakarta” pada kalimat (15)
kedua hal tersebut seharusnya dipertalikan oleh satu kalimat lagi sebagai penghubung.
Mislanya Ibukota Indonesia adalah Jakarta. Kalimat inilah yang sebenarnya disebut
sebagai “mata rantai yang hilang”. Kalimat ini ada tetapi tidak perlu ditampakkan
secara eksplisit.
5) Konteks Wacana
Menurut Mulyana (2005: 21), konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu
komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu
berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat bergantung pada konteks
yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Menurut Alwi dkk (2010: 434), konteks
wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu,
tempat, adegan topik, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan saran. Tiga unsur yang
terakhir, yaitu bentuk amanat, kode, dan sarana perlu mendapat penjelasan. Bentuk
amanat dapat berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengunguman, dan sebagainya.
dicermati dengan benar, konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi
meliputi terjadinya percakapan, objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan
partisipan, konteks sosial (social conyrxt), yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi
berfungsi. Dalam kajian sosiolinguistik, Dell Hymes (dalam Mulyana, 2005: 23-24),
merumuskan dengan baik sekali ihwal faktor-faktor penentu peristiwa tutur tersebut,
S: Setting and Scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang
meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara suasana adalah latar
psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa
tuturan.
baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan,
seperti usia, pendidikan, latar sosial, dan sebagainya, juga menjadi perhatian.
E: Ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang
diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu
A: Act sequences, pesan/amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi
pesan (message content). Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan meliputi; lokusi,
ilokusi, perlokusi.
K: Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan.
tertulis, surat.
N: Norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi
percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan atau tidak, bagaimana cara
G: Genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk
pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya: wacana tetepon, wacana Koran,
peranan penting dalam memberikan tafsiran dalam suatu wacana sehingga dapat
4. Iklan
a. Pengertian Iklan
Menurut Vera (2014: 43), iklan merupakan bagian dalam komunikasi, dimana
pesan tersebut berisi informasi tentang suatu produk, baik barang maupun jasa.
Menurut Wright (dalam Mulyana, 2005: 63), iklan merupakan proses komunikasi
serta gagasan dan ide-ide memalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang
pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon
pembeli yang paling potensial atas produk baran tau jasa tertentu dengan biaya yang
elektronik. Perbedaan antara iklan dengan informasi atau pengumuman bisa terletak
pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasif yang diciptakan. Pada
umum tentang penawaran barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen.
b. Bahasa Iklan
Bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan, penggunaan
bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Oleh karena itu
bahasa iklan harus mampu menjadi manifestasi atau presentasi dari hal yang
2005: 65).
iklan itu sendiri. Di media elektronik, seperti televisi misalnya, terkadang ditemukan
iklan yang minim bahasa. Gejala itu tidak dengan sendirinya menafikkan pentingnya
bahasa dalam iklan. Persoalan sedikit banyaknya bahasa yang digunakan hanya
berkutat pada pemahaman tentang aspek mana yang lebih perlu untuk ditonjolkan
perilaku mereka. Bahasa iklan yang terus menerus didengar akan merusak dan
mengkristal dipikiran dan jiwa masyarakat. Akibatnya, hal yang dilakukan akan secara
kultural kepada masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan bahasa iklan, yang sering
terjadi ialah gejala pencitraan dalam iklan tentu saja berpengaruh besar terhadap
c. Iklan di Televisi
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa iklan televisi adalah pemberitahuan berupa
dengan gambar yang bergerak, dan dapat dinikmati oleh siapa saja (Swastha dan
Sukotjo, 1999: 225). Televisi menjadi salah satu kebutuhan bagi manusia selain
memberikan informasi, televisi menjadi sarana hiburan bagi masyarakat. Iklan yang
produksi oleh para konsumen. Iklan produk yang disiarkan di televisi umumnya
membeli produk yang dihasilkan. Televisi merupakan sarana hiburan utama bagi
utama bagi keluarga, konsumen, baik yang dikonsumsi setiap hari maupun yang tahan
Slogan adalah kata-kata yang menarik atau mencolok dan mudah diingat yang
menggunakan kata yang singkat dan mudah dipahami. Dengan adanya slogan yang
singkat dan mudah dipahami memudahkan pemirsa untuk memahami maksud dari
slogan tersebut.
kenyang dan juga penghilang rasa lapar. Kebutuhan adalah barang apa yang
diperlukan (Poerwadarminta, 2007: 199). Makanan ringan atau biasa juga disebut
camilan atau dalam bahasa Inggris disebut makanan ringan adalah istilah bagi
makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang, atau makan
menghilangkan rasa lapar sesorang sementara waktu, memberi sedikit pasokan tenaga
ke tubuh, atau sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Makanan ringan juga
biasanya di makan dalam keadaan santai sehingga makanan ringan menjadi salah satu
C. Kerangka Pemikiran
Pragmatik
Wacana
Unsur Eksternal
Wacana
1. Implikatur
Percakapan
2. Implikatur
Konvensional
Implikatur Konvensional
Slogan Iklan Produk Makanan Ringan di Televisi Periode Maret- April 2017