Anda di halaman 1dari 7

PRAANGGAPAN DALAM FILM “MANGGA MUDA” KARYA GIRRY

PRATAMA
(Kajian Pragmatik)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan sistem simbol lisan yang arbriter, yang
digunakan oleh suatu masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi
antar sesame (Dardjowidjojo, 2003:16). Tarigan (1984:4) memberikan
dua definisi bahasa, yaitu pertama, bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, juga sistem generative. Kedua, bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbriter. Menurut,
Wibowo (2001:1), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan
berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbriter dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa
melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap
lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna,
maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu aturan bahasa memiliki
makna, Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:3).
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi menjadikan bahasa penting
bagi manusia (Kridalaksana, 2008:24). Hal ini terbukti dengan adanya
pemakaian bahasa yang digunakan oleh manusia untuk menyatakan
pendapat, menginformasikan berita, dan lain-lain. Dengan demikian,
bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang
ada di dalam hati dan pikiran. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
digunakan oleh anggota masyarakat dalam interaksi sosial. Dalam
interaksi tersebut tampak adanya ucapan penyampaian gagasan,
pertukaran gagasan, melalui kerja sama di antara penutur dengan mitra
tutur. Dalam suatu percakapan yang dilakukan penutur dan mitra tutur,
tidak hanya sekedar menyampaikan gagasan atau wacana pada tuturan
yang disampaikan. Tetapi, percakapan itu juga harus terpacu pada situasi
dan bagaimana pengaruhnya. Makna gagasan atau wacana akan menjadi
sulit, jika tidak memahami pengetahuan dari luar tuturan tersebut. Begitu
pula dalam memahami cerita pada film, dengan pengetahuan tersebut
dapat dipahami lebih dalam terhadap pesan yang ingin disampaikan oleh
pembuat film.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi
(Wijana, 1996:1). Levinson (dalam Marzuqi, 2016:6) mendefinisikan
pragmatic sebagai (1) kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks
yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini,
pengertian/pemahaman bahasa mengrunjuk kepada fakta bahwa untuk
mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan
di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungan
dengan konteks pemakaiannya; dan (2) kajian tentang kemampuan
pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks
yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Konteks adalah pijakan utama dalam analisis pragmatik. Konteks ini
meliputi penutur dan penutur, tempat, waktu, dan segala sesuatu yang
terlibat di dalam ujaran tersbeut. Konteks dalam suatu situasi yang
berbeda akan mempengaruhi makna sebuah tindak ujar. Preston (dalam
Supardo, 2000:46) menjelaskan bahwa konteks sebagai seluruh informasi
yang berada disekitar pemakai bahasa termasuk pemakaian bahasa yang
ada disekitarnya. Dengan demikian, hal-hal seperti situasi, jarak tempat
dapat merupakan konteks pemakaian bahasa. Hal ini menekankan
pentingnya konteks dalam bahasa, yaitu dapat menentukan makna dan
maksud suatu ujaran.
Untuk memahami suatu maksud dalam sebuah tuturan diperlukan
pemahaman dalam sebuah konteks. Dalam memahami sebuah tuturan
khususnya dalam film, pendengar membutuhkan kemampuan untuk
mencerna adanya anggapan dasar terhadap konteks agar pendengar
lebih menikmati alur cerita dan bahkan ikut serta hanyut didalamnya.
Selain konteks pemahaman terhadap praanggapan juga berperan
penting didalamnya.
Menurut Levision (dalam Marzuqi, 2016:62) memberikan konsep
praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition
sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang
membuat suatu tindakan teori, atau ungkapan mempunyai makna. Yule
(dalam Marzuqi, 2016:62) menyatakan bahwa praanggapan atau
presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai
kejadian sebelum meghasilkan tuturan. Dengan demikian praanggapan
adalah sesuatu yang terdapat latar belakang dan mempunyai makna
sehingga dapat diasumsikan oleh penutur sebelum tuturan dihasilkan.
Yule (dalam Marzuqi, 2016:65) menyatakan adanya beberapa jenis
praanggapan yang masing-masing memiliki penanda dalam tuturan.
Praanggapan terbagi dalam enam jenis yang dilihat dari kata-kata yang
digunakan dalam tuturan, yaitu praanggapan eksistensial, praanggapan
faktual, praanggapan leksikal, praanggapan structural, praanggapan
nonfactual, dan praanggapan konterfaktual.
Praangapan eksistensial adalah praanggapan yang tidak hanya
diasumsikan keberadaanya dalam kalimat-kalimat yang menunjukkan
kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau eksistensi dari
pernyataan dalam tuturan tersebut. Pranggapan faktual muncul dari
informasi yang ingin disampaikan yang dinyatakan dengan kata-kata
yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini kebenarannya.
Praanggapan leksikal merupakan praanggapan yang didapat melalui
tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan.
Praanggapan structural adalah praanggapan yang dinyatakan melalui
tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa melihat
kata-kata yang digunakan. Praanggapan nonfaktual adalah suatu
praanggapan yang diasumsikan tidak benar dan masih memungkinkan
adanya pemahaman yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak
pasti. Menurut Yule (dalam Marzuqi, 2016: 68), praanggapan
konterfaktual yaitu yang diperanggapan tidak hanya tidak benar, tetapi
juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang
dengan pernyataan.
Setiap individu sebelum berkomunikasi tentu harus memperhatikan
praanggapan terhadap sebuah tuturan yang akan dihasilkan. Salah
satunya penggunaan mengenai praanggapan mengasumsikan terhadap
sesuatu hal yang dapat muncul karena konteks film, banyak situasi yang
mendukung setiap adegan dan ujaran yang maknanya berbeda-beda.
Oleh karena itu, melalui film terdaapat adegan yang bermakna, salah
satunya dengan melalui pemahaman konteksdalam sebuah film.
Berdasarkan latar belakang ini, maka peneliti tertarik untuk
menganalisis praanggapan dalam film Mangga Muda Karya Girry Pratama.
Peneliti meneliti analisis film dengan menggunakan tinjauan pragmatik untuk mengetahui
bagaimana praanggapan yang digunakan dalam film Mangga Muda Karya Girry Pratam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat rumusan
masalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah praanggapan eksistensial dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama?
2) Bagaimanakah praanggapan faktual dalam film Mangga Muda Karya
Girry Pratama?
3) Bagaimanakah praanggapan leksikal dalam film Mangga Muda Karya
Girry Pratama?
4) Bagaimanakah praanggapan structural dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama?
5) Bagaimankah praanggapan nonfaktual dalam film Mangga Muda Karya
Girry Pratama?
6) Bagaimanakah praanggapan konterfaktual dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat tujuan dari
penelitian ini sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui praanggapan eksistensial dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama.
2) Untuk mengetahui praanggapan faktual dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama.
3) Untuk mengetahui praanggapan leksikal dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama.
4) Untuk mengetahui praanggapan structural dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama.
5) Untuk mengetahui praanggapan nonfaktual dalam film Mangga Muda
Karya Girry Pratama.
6) Untuk mengetahui praanggapan konterfaktual dalam film Mangga
Muda Karya Girry Pratama.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas terdapat manfaat yang dapat
diperoleh dari penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi di bidang linguistik khususnya pragmatik yang mengkaji
praanggapan dalam film Mangga Muda Karya Girry Pratama.
2. Manfaat Parktis
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi pihak-pihak berikut.
1) Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti
untuk lebih memahami dan untuk menambah penelitian tentang
kebahasaan, terutama dapat dijadikan referensi penyusun skripsi
tentang praanggapan.
2) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memperkaya
pengetahuan tentang aspek pragmatik dalam film khususnya film
Mangga Muda Karya Girry Pratama.

1.5 Definisi Operasional


Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini,
beberapa kata perlu didefinisikan. Kata-kata yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
1) Praanggapan adalah asumsi atau dugaan sebelum melakukan sebuah
tuturan.
2) Film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat
gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar
positif (yang akan dimainkan di bioskop).

Anda mungkin juga menyukai