Anda di halaman 1dari 2

A.

Khanduri Pang Ulee


Masyarakat Aceh memiliki tradisi untuk merayakan kelahiran Nabi
Muhammad atau Maulid Nabi. menurut penanggalan Aceh yang juga
mengikuti penanggalan bulan Hijriyah, penamaan bulan Rabiul Awal adalah
Buleun Maulod atau Bulan Maulid. Kemudian dilanjutkan dengan bulan
selanjutnya yaitu Buleun Adoe Maulod dan Buleun Keumun Maulod. Oleh
karena itu, tradisi ini dilaksanakan pada tiga bulan tersebut atau dalam
kalender Hijriyah pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Ula.
Pada Khanduri Pang Ulee, para pemuda akan saling bergotong royong
mengadakan panggung untuk dijadikan sebagai ceramah maulid pada malam
hari. Selain itu, mereka juga akan mempersiapkan daging serta kuah
beulangong sebagai salah satu khas dari hari Khanduri Pang Ulee. Ketika kuah
beulangong dimasak, orang-orang yang berada di meunasah akan berdizikir
dan bersholawat. Kegiatan berdizikir ini disebut sebagai meudike dan
biasanya diikuti oleh anak-anak dan remaja. Di rumah, ibu-ibu akan membuat
kue kecil khas Aceh bernama timphan dan bu kulah. Lalu setelah semua
makanan telah siap disajikan, makan tersebut akan dikemas menjadi satu
dalam sebuah talam besar dan ditutup dengan menggunakan sanget berbentuk
kerucut. Talam tersebut kemudian dibawa ke meunasah dan dinikmati
bersama-sama dengan warga.
Hidangan yang telah disiapkan kemudian akan disajikan di depan
meunasah atau pada lapangan luas yang telah dialasi dengan tikar. Di tikar
tersebut, telah tercantum nama-nama nya dari para tamu undangan Khanduri
Pang Ulee, sehingga setiap tamu akan duduk dan menempati posisi sesuai
dengan nama gampongnya.1
B. Peutron Aneuk
Peutron Aneuk merupakan tradisi sakral bagi masyarakat Aceh. Digelar
setelah anak dianggap cukup umur; genap 44 hari, tiga bulan, lima bulan,
hingga tujuh bulan. Sebelum upacara digelar, si bayi pantang dibawa keluar
rumah, kecuali dalam kondisi tertentu. Seorang pemuka agama (Aceh:

1
https://www.gramedia.com/literasi/upacara-adat-aceh/
Teungku) akan memimpin ritual adat itu. Di sisinya telah tersedia sebuah
talam (baki), yang di dalamnya berisikan sari kurma, ketan kuning, air
zamzam, ayam panggang, serta bermacam buah manis lainnya.
Awalnya bayi mungil yang diberi nama Ziyad Mumammad Zaki di-
peusijuek (ditepung tawari), sambil dibacakan doa-doa untuk keberkahan.
Selanjutnya si bayi di-peucicap (dicicipi) aneka rasa ke lidahnya. Kecuali
ayam, hampir semua menu yang tersedia di talam dicicipi untuk Ziyad kecil,
tujuannya untuk merangsang indera perasanya untuk lebih sensitif.
Setelahnya, Teungku mengambil dan memutar-mutar ayam di atas tubuh si
bayi. Ritual ini diharapkan agar si anak ketika besar akan cerdas dan kreatif
dalam berpikir.
Prosesi pertama selesai, diiringi selawat pada Nabi Muhammad SAW,
Ziyad digendong keluar melalui pintu depan oleh ayahnya, di sana telah
digelar kain yang menutupi sebuah payung. Posisi mereka tak jauh dari pintu
rumah. Ziyad dan ayahnya masuk ke bawah kain itu. Ziyad diberdirikan
supaya kakinya menyentuh tanah. Dari atas kain, sebuah kelapa dibelah.
Prak...!!! Air kelapa itu mengucur menembus kain, membasahi pelindung.
Kemudian sebelah dari kelapa itu diberikan kepada ayahnya Ziyad, sisanya
untuk ibunya. Ini simbol ikatan supaya batin anak dan kedua orang tuanya
tetap kekal. Ritual selanjutnya sungkeman dan saatnya Ziyad melalui orang
tuanya menerima salam tempel dari seluruh keluarga besarnya. Selain sanak
famili, lazimnya, tuan rumah juga mengundang tetamu dalam syukurannya.
Setelah prosesi adat selesai, saatnya para tetamu menikmati berbagai sajian
khas daerah yang telah disiapkan oleh si punya hajatan.2

2
https://kumparan.com/acehkini/melihat-ritual-peutron-aneuk-tradisi-turun-tanah-bayi-di-
aceh-1rFBNPswEsJ/full 9 juni 2019

Anda mungkin juga menyukai