Anda di halaman 1dari 5

1.

Adat Istiadat
 Tandaki atau Posusu, yaitu upacara yang berkaitan dengan penyunatan (tandaki bagi
anak laki-laki) dan posusu(bagi anak perempuan). Upacara tandaki di peruntukan bagi
anak laki-laki yang telah masuk aqil baliq, yang melambangkan bahwa anak laki-laki
tersebut berkewajiban untuk melaksanakan segala perintah dan larangan yang diajarkan
dalam Agama Islam. Posusu adalah upacara khitanan bagi anak perempuan
sebagaimana tandaki bagi anak laki-laki. Pada posusu biasanya di barengi dengan
mentindik (melubangi daun telinga) sebagai tempat pemasangan anting-anting. Tandaki
dan Posusu biasanya di lakukan 1 hari sebelum pelaksanaan Idul fitri maupun idul adha.

 Haroa Mauludhu, prosesi 'Haroana Maludhu' (perayaan maulid) dilaksanakan sejak


semalam sebelum perayaan. Prosesi dimulai dengan 'Antokiana Haroa Rasulu',
penyiapan perlengkapan untuk ritual yang akan dilakukan keesokan harinya disertai
pembacaan doa oleh para sesepuh dan pemuka masyarakat. Selanjutnya dilakukan
'Panimpa' (pelaksanaan nadzar bagi yang bernadzar) dan 'Tapayana Maludhu Wolio'
yaitu memperdengarkan syair lagu maludhu sebagai bentuk mengharap keberkahan
dari Allah SWT. Senandung lagu maludhu ini dibawakan oleh seorang pemuka agama
dengan diiringi gendang maludhu oleh para sesepuh.
 Dole- dole, Dole-dole meruakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat buton atas
lahirnya seorang anak. Menurut kepercayaan orang buton, anak yang telah didole-dole
akan terhindar dari segala macam penyakit. Prosesi dole-dole sendiri adalah sang anak
diletakkan di atas nyiru yang dialas dengan daun pisang yang diberi minyak kelapa.
Selanjutnya anak tersebut digulingkan diatasnya seluruh badan anak tersebut
berminyak. Biasanya dilakukan pada bulan rajab, syaban dan setelah Lebaran sebagai
waktu yang dianggap baik.

2. Rumah Adat
malige (foto), segi empat memanjang dan berbentuk panggung (pile dwelling) yang agak
tertutup. Tipe kamarnya tidak mempunyai dinding dengan jendela yang terbatas dan
berukuran kecil. Pada lisplangnya terdapat ukiran-ukiran seperti pada pintu masuk dan
mempunyai beberapa anak tangga. Jumlah anak tangganya berbeda tiap-tiap rumah
tergantung dari tingkat kedudukan pemiliknya. Di samping kiri tangga terdapat guci yang
berisi air yang dipergunakan para tamu untuk membersihkan kakinya sebelum naik ke
rumah. 
3. Makanan Khas
 Kasoami (soami) adalah makanan khas sulawesi tenggara yang terbuat dari ubi.
Proses pembuatannya bagi sudah terbiasa tentu tidak sulit. Tapi bagi pemula tentu
memerlukan kesabaran dalam proses pembuatannya. Kasoami sangat enak bila
dinikmati dengan ikan asin. Cara membuatnya, ubi yang sudah dibersihkan diparut.
Setelah itu ubi diperas. Biasanya proses ini memerlukan peralatan khusus untuk
memerasnya. Peralatan ini intinya berfungsi untuk bagaimana agar ubi yang diperas
itu cepat kering. Setelah dipastikan ubi sudah kering maka proses berikutnya adalah
pekerjaan pengukusan. Media pengukusan biasanya terbuat dari daun kelapa yang
sudah dianyam dan berbentuk topi (piramida). Proses pengukusan biasanya
berlangsung antara 20 sampai 30 menit. Pengukusan biasanya baru selesai setelah
didapatkan tanda-tanda yang dilihat dari uap yang keluar. Atau sudah dipastikan ubi
yang dikukus telah menyatu dan telah berubah warna. Perubahan warna biasanya
dari putih ke warna agak kekuning-kuningan.

 Kapusu Nosu adalah satu makanan khas dari Sulawesi Tenggara. Bahan utama
makanan ini berupa jagung tua. Pembuatan kapusu nosu tidak terlalu sulit, karena
bahan dasarnya mudah didapatkan. Kapusu nosu lebih nikmat disantap bersama
ikan kering dan sambal terasi. Makanan kapusu nosu merupakan salah satu
makanan favorit selain kasoami. 
4. Tarian
tari mangaru, Tari Mangaru adalah tarian yang ditarikan oleh para lelaki kesatria yang
berasal dari Buto. Tari ini merupakan adu uji nyali dan ilmu kebal badan. Tarin ini
melambangkan keprkasaan dan keberanian sorang lelaki. Adapun makna dari tarian ini
sebagai ungkapan tanda syukur dan kemakmuran juga tentu kejantanan. Dahulu tari ini
rutin diadakan setiap kali usai musim panen dalam ritual yang dinamai Bongka a Ta U atau
usai lebaran Idul Fitri.

5. Pakaian Adat
Pakaian Balahadada merupakan pakaian kebesaran yang dikenakan oleh kaum laki-laki
Buton baik bagi seorang bangsawan maupun bukan bangsawan. Pakaian dengan warna
dasar hitam ini dijadikan sebagai perlambang keterbukaan pejabat atau sultan terhadap
segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan masyarakat demi pencapaian kesejahteraan
dan kebenaran hukum yang diputuskan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
Kelengkapan pakaian Balahada terdiri atas destar, baju, celana, sarung, ikat pinggang,
keris, dan bio ogena atau sarung besar yang dihiasi dengan pasamani diseluruh
pinggirannya. Bukan hanya Balahadada saja yang diketahui sebagai pakaian adat Suku
Buton dan diketahui juga ada beberapa macam pakaian adat Suku Buton misalnya pakaian
Ajo Bantea, Ajo Tandaki, Pakeana Syara, Kambowa, Kaboroko, dan Kombo.

Anda mungkin juga menyukai