Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Memitu
Ritual tradisional merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang
dipercayai sejak zaman nenek moyang terdahulu, yang dipercayai sebagai
penunjang keselamatan dalam hidup. Salah satu tradisi dalam masyarakat
Jawa yaitu memitu atau nuju bulan.

Memitu merupakan sebagian ritual tradisi yang dilakukan untuk wanita


hamil yang memasuki usia kandungan tujuh bulan. Tradisi memitu adalah
sebuah adat istiadat yang tidak memiliki sifat hukum yang kuat hanya saja
mempunyai sanksi moral, melainkan sebuah kebiasaan adat dan petuah dari
orang zaman dahulu yang masih dipegang teguh oleh masyarakat sekitar.

1
Memitu berasal dari kata pitu (Bahasa Jawa) yang artinya tujuh, dan
tujuh itu mengandung arti pula, yakni tujuan yang baik. Tradisi Memitu adalah
perayaan tujuh bulan yang dilaksanakan pada usia kehamilan wanita yang
berusia tujuh bulan dan pada kehamilan yang pertama kali dalam rangka
menyambut kelahiran sang anak. Tradisi memitu yang dilaksanakan di Desa
pusakaratu dengan rangkaian sebagai berikut :

Pertama dengan do’a bersama dahulu yang dibacakan surat-surat


penting, surat tersebut diantaranya; surat Yusuf, surat Maryam, surat Al-
Lukman, Waqi’ah, Muhammad, Al-Mulk, Al-Kahfi, dan diakhiri dengan do’a.

Setelah itu dilanjutkan dengan siraman yang menggunakan air tujuh


rupa, pemandian atau siraman dilakukan di cerobong yang dibuat oleh bambu
yang sudah di persiapkan pernak-perniknya, dalam tujuh siraman tersebut satu
kali siraman wajib bagi si ibu mengganti kain penutup badannya sebanyak
tujuh kali pula, hal itu dilaksanakan selama proses siraman berlangsung.

Kemudian setelah siraman, diperkenankan untuk para tamu undangan


mencicipi hidangan yang telah disediakan. Hidangan khas tradisi memitu
adalah rujak tumbuk dan buah tangan “berkat”, yaitu hidangan berupa nasi
yang dibungkus sebagai buah tangan para tamu undangan.

Kemudian proses yang terakhir adalah memecahkan kendi di


perempatan jalan dan merubuhkan kerobongan yang dipakai untuk siraman.
Tujuan dari segenap prosesi ini adalah mengharap kebaikan dan mengajarkan
kebaikan sejak di dalam kandungan.

Ritual dalam pemahasan ini adalah bentuk atau metode tertentu dalam
melakukan upacara keagamaan atau upacara penting, atau tatacara dan bentuk
acara. Dengan demikian ritual ialah seperangkat tindakan yang selalu
melibatkan agama atau magi, yang dimantapkan melalui tradisi. Ritus tidak

2
sama persis dengan sebuah pemujaan, karena ritus merupakan tindakan yang
bersifat keseharian. Ritus tersebut meliputi: ritus kelahiran, ritus fertilitas, ritus
inisiasi, ritus kesehatan, ritus purifikasi dan ritus transisi.

Salah satu fase kehidupan manusia adalah fase kelahiran. Sebelum sampai
pada fase kehalihan didahului dengan adanya kehamilan. Dalam masa
kehamilan yang berlangsung selama sembilan bulan, khusus bagi kehamilan
pertama, ada bulan-bulan tertentu yang oleh masyarakat dianggap perlu untuk
dilakukan upacara. Upacara yang dimaksud adalah Upacara
Memitu/Tingkeban.

Istilah memitu berasal dari kata mitu atau pitu (bahasa Jawa) yang artinya
tujuh. Maksudnya di sini adalah upacara yang dilaksanakan pada masa
kehamilan menginjak tujuh (7) bulan.

B. Ritual Memitu
Tradisi memitu yang dilakukan oleh masyarakat merupakan bagian dari
Ritual kehamilan mencapai umur tujuh bulan. Kebiasaan memitu ini sama
seperti masyarakat Jawa pada umumnya, dalam rangka melaksanakan adat atau
tradisi yang secara turun temurun telah dilaksanakan nenek moyang mereka.
Meskipun dalam pelaksanaanya berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah
lain di Cirebon. Persiapan dan perlengkapan untuk melaksanakan upacara
memitu ini sendiri adalah pertama-tama disiapkannya bahan-bahan untuk
keperluan upacara yakni :
a. Jarit atau tapi (kain panjang) 7 lembar dan masing-masing lembarnya
memiliki warna yang berbeda.
b. Miniatur rumah-rumahan yang sudah dihias
c. Pendil atau belanga (semacam tembikar yang pada jaman dulu dipakai
untuk mengambil air) yang berisi air, berbagai jenis tanaman dan beberapa
uang logam
d. Kembang tujuh rupa

3
e. Sesaji yang berisi antara lain : Nasi wuduk, Juwadah pasar, Rujak parud,
rujak asem, rujak pisang, rujak selasih, Aneka buah dan umbi, dan tebu
wulung.
f. Kelapa muda yang telah digambar salah satu tokoh wayang (biasanya
tokoh Arjuna).

Tradisi memitu biasanya dilakukan pada sore atau malam hari. Acara ini
dimulai dengan pembacaan kitab Barzanji di rumah yang duwe gawe. Selain
barzanji juga dibacakan Al-Qur’an Surat Yasin, Luqman, Maryam, Yusuf, An-
Nur, dan Muhammad.

Ditengah-tengah orang yang sedang mengaji dan barzanjian diletakkan


wadah yang berisi air. Air ini kemudian akan dicampurkan kedalam wadah air
yang disediakan untuk mandi suami-istri di rumah-rumahan yang sudah
disediakan diluar rumah.

Setelah yang mengaji dan barzanjian selesai, makanan dibagikan, dan air
yang tadi dibawa keluar kemudian dicampurkan ke wadah yang ada di rumah-
rumahan.

Pasangan mulai dimandikan, dimulai dari orang tua, saudara-saudara,


sesepuh desa, dan dilanjutkan dengan jamaah pengajian tadi. Pada proses
pemandian sang istri ini ketika dimandikan sang istri hanya memakai kain tapi
dan bergantian diganti sampai tujuh kali. Dan pada saat pergantian kain yang ke
tujuh itu, kemudian kelapa muda yang telah digambari tokoh wayang tadi
dijatuhkan melalui dalam kain yang dipakai oleh si ibu hamil dan suami si ibu
hamil yang sedari tadi ikut dimandikan diharuskan untuk menangkap kelapa muda
itu sebelum jatuh ke tanah.

Selesai memandikan anak-anak disekitar mulai mengerubuti rumah-


rumahan yang sudah dihias. Tanpa disuruh anak-anak mulai rebutan barang-
barang hiasan rumah-rumahan. Dari mulai balon, bunga, hiasan dari kertas dan
uang menjadi sasaran anak-anak. Dengan dibarengi curak, yaitu saweran uang
receh.

4
Upacara ditutup dengan memecahkan pendil berisi air, kembang tujuh
rupa dan uang logam. Sang suami setelah selesai dimandikan mengambil pendil
kemudia berlari menuju perempatan jalan dan memecahkannya. Anak-anak
kembali mengerubuti pecahan pendil mencari uang logam disana.

Makna Simbolis Memitu Selametan memitu yang dilakukan masyarakat


Kedungsana merupakan bagian dari tradisi lokal meskipun diisi nilai-nilai
keagamaan seperti pembacaan ayat Al-Qur’an dan pembacaan kitab Barzanji.
Tradisi pembacaan Al-Quran dan Barzanji sangat penting dilakukan pada tradisi
memitu, karena menurut masyarakat Kedungsana ketika janin dalam kandungan
memasuki umur tujuh bulan, janin sudah sempurna, sudah memiliki struktur tubuh
yang lengkap, bersih dan bebas dari dosa.20 Kondisi seperti ini menjadi kondisi
sempurna untuk menjadi acuan bagi muslim yang baik dalam usaha spiritualnya.
Pembacaan tujuh surat Al-Quran bermakna agar anak ketika lahir menjadi baik
dan saleh. Bila anaknya perempuan, diharapkan memiliki sifat-sifat seperti Siti
Maryam ibunda Nabi Isa, sedangkan bila anaknya kelak laki-laki diharapkan
seperti Nabi Yusuf yang ganteng, begitu seterusnya. Dalam pembacaan Barzanji
diharapkan sang anak bisa meneladani sifat-sifat dan teladan Nabi Muhammad
SAW. Makna dibalik proses pemandian diniatkan sebagai pensucian. Diharapkan
anak yang lahir kelak akan selalu bersuci dan rajin melaksanakan sholat. Makna
filosofis dari dijatuhkannya kelapa muda pada saat dimandikan melambangkan
kemudahan si ibu hamil saat melahirkan nanti, sedangkan gambar wayang yang
terukir di kelapa sendiri sebagai symbol pengharapan bahwa sang jabang yang
kelak akan dilahirkan memiliki paras dan kegagahan seperti yang dimiliki oleh si
tokoh wayang yang di gambar tersebut.

C. Waktu Penyelenggaraan Upacara


Pelaksanaan upacara memitu/tingkeban yaitu pada waktu usia kandungan
tujuh bulan. Tepatnya dilaksanakan pada salah satu tanggal berikut yaitu:
tanggal 7, 17 atau 27, disesuaikan dengan kesiapan yang bersangkutan.
Adapun tempat dan teknis penyelenggaraannya sebagai berikut :

5
a) Tempat Penyelenggaraan Upacara

Tempat penyelenggaraan upacara adalah di rumah pasangan yang


bersangkutan atau di rumah orang tua salah satu pasangan. Lokasinya
biasanya di luar rumah di tempat yang agak leluasa agar bisa dilihat oleh
para tamu.

b) Teknis Penyelenggaraan Upacara

Upacara Memitu/Tingkeban dipimpin oleh seorang lebe atau


sesepuh dari kaum alim ulama setempat. Pimpinan upacara biasanya
membacakan doa syukuran dan membacakan surat Lukman, sekaligus
menutupnya dengan doa Al Barokah.

Sedangkan upacara mandi dipimpin oleh dukun bayi atau paraji.

D. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Upacara


Pihak utama yang terlibat upacara adalah ibu yang sedang hamil tersebut
dengan suaminya, orang tua kedua belah pihak, kerabat dari kedua belah pihak,
lebe atau sesepuh yang akan memimpin upacara, dan dukun bayi atau paraji
yang memimpin upacara mandi. Pihak lainnya adalah tetangga dan handai
taulan dari kedua belah pihak.
E. Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Persiapan pokok untuk melaksanakan upacara Memitu/Tingkeban adalah
mempersiapkan sesaji, jarik tujuh (7) lembar, dan kelapa muda.

Sesaji yang dimaksud adalah:

- Tumpeng jeneng

- Nasi wuduk

- Juwadah pasar

- Rujak parud, rujak asem, rujak pisang, rujak selasih

6
- Aneka buah dan umbi, dan tebu wulung

Sesajen tersebut di atas dihajatkan kepada


para undangan. Setelah itu para undangan pulang, sambil pulang para undangan
menghampiri ibu yang sedang diupacarai di tempat ia akan dimandikan oleh kaum
ibu, biasanya yang sudah sepuh atau sesepuhnya.

Setelah para undangan pulang, ibu yang sedang hamil tersebut dimandikan
sambil berganti ‘jarik’ kain panjang sebanyak tujuh (7) kali. Pada saat
penggantian jarik yang ketujuh, kelapa muda yang telah digambari wayang
dijatuhkan oleh dukun paraji/dukun bayi melalui jarik dan harus ditangkap oleh
suami ibu yang hamil sebelum jatuh ke tanah.

7
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Upacara Memitu atau Tingkeban adalah salah satu tradisi selametan dalam
masyarakat Jawa, disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh.
Seperti namanya, tingkeban/memitu dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh
bulan. Tingkeban hanya dilakukan bila anak yang dikandung adalah anak
pertama bagi si ibu (kehamilan pertama kali), si ayah, atau keduanya.

Upacara tingkeban bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa


akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini
sang ibu yang sedang hamil dimandikan dengan air kembang setaman disertai
doa. Tujuannya untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan
rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat

8
DAFTAR PUSTAKA

Galba, Sindu, Ria Intani. dkk. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat
Indramayu. Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

https://uun-halimah.blogspot.com/2007/11/upacara-memitu-indramayu.html?m=1

Sulendraningrat , Sejarah Cirebon, Penerbit Nasional Balai Pustaka, Jakarta, 1974

http://portalcirebon.blogspot.com/2009/09/upacara-memitu-di-inderamayu-
dan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai