Anda di halaman 1dari 16

DIALOGUE

JURNAL ILMU ADMINISTRASI


DAN KEBIJAKAN PUBLIK

STUDI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA


SEMARANG DALAM UPAYA MELESTARIKAN BANGUNAN
CAGAR BUDAYA DI KOTA SEMARANG

Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti Purnaweni

ABSTRACT

There are so many historical buildings regarded as the cultural preserve


that must be kept in Semarang. The government policy in the Mayor’s Decision
Letter No. 646/50/1992 that’s about the conservation of the old historical buildings
in Semarang and it has not run well because of the infraction of the regulations.
The infraction of the implementation policy can handled if there is a good
communications between the government of Semarang City and the owners of
the buildings. The Major, as the decision marker has to hear to the public
aspiration. To make commitment and to synchronize the importance of
economical sector and the effort to keep the buildings as the cultural preserve,
is needed as well. Besides that the regulations must be revised and then the
government issues a new Regulation District that is better and make a realist all
the buildings which must be kept. …………..?

Keywords: implementation, conservation, cultural preserve.

A. PENDAHULUAN Dengan berkembangnya kota,


Kota Semarang sejak awal satu demi satu bangunan tersebut
berdirinya sudah dikenal sebagai mulai hilang akibat dirobohkan dan
kota pantai yang memiliki banyak dibongkar serta diganti dengan
kekhasan, khususnya dalam seni bangunan baru yang lebih modern.
bangunan dan arsitektur. Sebagian Tercatat selama kurun waktu
besar merupakan bangunan dan sepuluh tahun belakangan ini sudah
arsitektur peninggalan bangsa- 18 bangunan cagar budaya yang
bangsa asing seperti Tionghoa, Arab hilang (Bappeda, 2002). Hal ini
atau Persia, India dan Belanda. sangat mengkhawatirkan banyak
pihak, padahal Pemerintah Kota
Alamat Korespondensi : Semarang sudah memiliki kebijakan
MAP Undip untuk melindungi bangunan-
Telp : 024-8452791 bangunan tersebut. Kebijakan
Email : mapundip@yahoo.com mengenai perlindungan bangunan

121
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

sudah dituangkan dalam SK kebijakan Pemerintah Kota


Walikota Semarang Nomor 646/50/ Semarang berjalan dengan baik
1992 tentang Konservasi Bangunan- atau tidak. Suatu kebijakan bila
bangunan Kuno/Bersejarah di diimplementasikan dapat dilihat dari
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat dua perspektif, yaitu dari prosesnya
II Semarang yang melindungi 101 dimana lebih ditekankan pada
bangunan dan Undang-Undang No. adanya konsistensi antara pelak-
5/1992 tentang Benda Cagar sanaan kebijakan dengan policy
Budaya. guidelines dan kebijakan tersebut
Bangunan cagar budaya yang menghasilkan dampak seperti yang
dilindungi memiliki kriteria antara lain diharapkan.
dari segi estetika, spesifik, Faktor-faktor yang mempe-
kelangkaan, peranan sejarah, ngaruhi implementasi kebijakan
pengaruh terhadap lingkungan dan dikemukakan oleh George C.
keistimewaan. Pemerintah Kota Edwards III, Merilee S. Grindle,
Semarang dalam mengimplemen- Mazmanian Sabatier serta Van
tasikan kebijakan untuk meles- Meter dan Van Horn (Subarsono,
tarikan bangunan cagar budaya 2005). Komunikasi menurut
mengalami banyak permasalahan, Edwards III (1980 : 25) merupakan
sehingga terjadi berbagai pelang- syarat utama bagi para pelaksana
garan. Masalah-masalah yang kebijakan, dimana para pelaksana
diprediksi menjadi penyebabnya, kebijakan harus mengetahui apa
difokuskan pada (1) Bagaimana yang harus mereka lakukan dan
pelaksanaan komunikasi yang keputusan kebijakan harus
dilakukan Pemerintah Kota disalurkan kepada orang-orang yang
Semarang dalam menyampaikan tepat, komunikasi harus akurat,
informasi tentang pentingnya sehingga jika kebijakan akan
melestarikan bangunan cagar diterapkan dapat menjadi jelas
budaya. (2) Bagaimana pengaruh (clarity) dan konsisten (consistency).
lingkungan implementasi terutama Pemerintah Kota Semarang
aktor yang terlibat karena kekua- sebagai pelaksana kebijakan
saan dan pengaruh kepentingan. (3) menginformasikan kepada pemilik
Bagaimana komitmen Pemerintah bangunan dan pengguna bangunan
Kota Semarang dalam mengimple- cagar budaya, sebagai faktor yang
mentasikan kebijakannya. (4) menentukan efektivitas implemen-
Bagaimana pengaruh sosial, tasi kebijakan serta merupakan
ekonomi dan politik dalam upaya sarana untuk menyebarluaskan
melestarikan bangunan cagar informasi. Penyebaran informasi
budaya di Kota Semarang. tergantung pada kecepatan,
Tujuan penelitian ini untuk ketepatan dan kepuasan dalam
mengetahui apakah implementasi berkomunikasi. Sumberdaya

122
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

manusia merupakan salah satu Sedangkan lingkungan kebijakan


sumberdaya yang terdapat dalam mencakup besarnya kekuasaan,
organisasi yang meliputi semua kepentingan dan strategi yang
orang yang melakukan aktivitas dimiliki oleh para aktor yang terlibat
untuk melaksanakan kebijakan. dalam implementasi kebijakan,
Sumberdaya menurut Edwards karakteristik institusi dan tingkat
III (1980:30) adalah staf yang relatif kepatuhan kelompok sasaran.
cukup jumlahnya dan mempunyai Dapat dikatakan bahwa imple-
keahlian dan ketrampilan untuk mentasi kebijakan ditentukan oleh isi
melaksanakan kebijakan. Disposisi kebijakan yang menunjukkan posisi
sebagai wujud karakter para kedudukan pembuat kebijakan,
implementor untuk melakukan suatu konteks kebijakan akan mempe-
kebijakan, dimana akan muncul ngaruhi proses implementasi
beberapa bentuk tingkah laku, gejala kebijakan, karena menyangkut
dan beberapa ciri individual tertentu. kekuasaan, kepentingan dan
Secara umum dapat dikatakan strategi aktor-aktor yang terlibat.
bahwa disposisi merupakan sikap Daniel A. Mazmanian dan Paul
dari implementor yang menjadi A. Sabatier di dalam implementasi
watak dan karakteristik yang dimiliki kebijakan berusaha untuk mema-
seperti komitmen, kejujuran dan hami apa yang senyatanya terjadi
sikap demokratis. Struktur birokrasi sesudah suatu program dinyatakan
dalam organisasi secara keselu- berlaku. Ada tiga kelompok variabel
ruhan menjadi pelaksana kebijakan, yang mempengaruhi keberhasilan
mempunyai kegiatan untuk men- implementasi yaitu karakteristik
capai tujuan melalui pembagian masalah untuk melihat ada tidaknya
pekerjaan dan fungsi. kesulitan teknis dan tingkat
Merilee S. Grindle dalam kemajemukan yang ada pada
Wibawa (1994 : 22-24) dan kelompok sasaran; karakteristik
Subarsono (2005 : 93) menge- kebijakan untuk melihat kejelasan
mukakan bahwa keberhasilan terhadap isi kebijakan; dan
implementasi kebijakan pada lingkungan kebijakan seperti kondisi
dasarnya dipengaruhi oleh dua sosial ekonomi, dukungan publik
variabel besar yakni isi kebijakan terhadap kebijakan, sikap kelompok
(content of policy) dan lingkungan dalam masyarakat serta tingkat
kebijakan (context of policy). Isi komitmen dan ketrampilan dari
kebijakan mencakup kepentingan implementor.
kelompok sasaran, jenis manfaat Mencermati beberapa penda-
yang diterima, perubahan yang pat mengenai implementasi
diinginkan, ketepatan program, kebijakan publik, maka dapat
implementor dan didukung oleh dikatakan bahwa faktor utama dalam
sumberdaya yang memadai. mengimplementasikan kebijakan

123
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

Pemerintah Kota Semarang dalam Memang tidak dapat dipungkiri


upaya melestarikan bangunan cagar bahwa keberadaan bangunan cagar
budaya di Kota Semarang terdiri dari budaya sangat rawan berubah,
4 faktor yakni faktor komunikasi, bahkan rawan tergusur. Kawasan-
faktor lingkungan implementasi, kawasan yang awalnya dipertahan-
faktor komitmen dan faktor sosial, kan sebagai kawasan budaya tak
budaya, politik. steril lagi dari pengaruh kekuatan
Metode penelitian dengan komersial.
metode kualitatif yang bersifat
holistik untuk memahami 1. Upaya Pelestarian Bangunan
(verstehen) suatu fenomena sosial Menurut catatan Bappeda Kota
dengan berusaha mengungkap Semarang ada 101 bangunan yang
alasan-alasan (reason) yang masuk dalam kategori bangunan
tersembunyi di balik tindakan para bersejarah yang dilindungi dengan
pelakunya. Fokus penelitian ber- SK Walikota Semarang Nomor 646/
dasarkan domain-domain tertentu 50/1992 tentang Konservasi
dengan melakukan kajian terhadap Bangunan-bangunan kuno/ber-
implementasi kebijakan Pemerintah sejarah di Wilayah Kotamadya
Kota Semarang. Daerah Tingkat II Semarang.
Sehubungan dengan fokus Pemerintah Kota Semarang sudah
penelitian, maka lokasi penelitian melakukan berbagai upaya untuk
berada di Kota Semarang dengan melindungi bangunan cagar budaya
alasan bahwa Kota Semarang yang ada di Kota Semarang, seperti
merupakan ibukota Provinsi Jawa melakukan konservasi terhadap
Tengah, kota yang sangat ber- kawasan bersejarah (conservation
sejarah tempat bertemunya berbagai areas), melakukan pengelompokan
bangsa, sehingga menyimpan berdasarkan bangunan cagar
kenangan berupa bangunan- budaya dalam klasifikasi A, B, C, dan
bangunan cagar budaya yang D (tahun 1992), kemudian tahun
sampai saat ini masih ada 2005 diupayakan melakukan penge-
peninggalannya. lompokkan bangunan berdasarkan
fungsinya (bangunan keagamaan,
B. PEMBAHASAN hunian, sosial dan budaya, usaha,
Bangunan cagar budaya vernakuler serta khusus).
sesungguhnya bukan saja harus Konsep konservasi bangunan
dilindungi, tetapi juga harus dijamin bersejarah telah dirumuskan dalam
kelestariannya. Tidak sedikit Piagam Burra tahun 1981 (The
bangunan yang ditelantarkan dan Burra Charter for the Conservation
bahkan ironisnya satu persatu mulai of Place of Cultural Significance)
hilang, diganti dengan bangunan yang menjadi kesepakatan
baru yang modern dan megah. internasional untuk kegiatan

124
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

pelestarian. Tujuan utama dari “Bisa Kota lama dijadikan


konservasi menurut piagam Burra ini identitas, karena bangunan-
adalah untuk mempertahankan atau nya masih berkumpul di satu
menangkap kembali makna kultural tempat, termasuk adanya
dari suatu tempat dengan melihat bangunan kebanggaan Kota
nilai estetis, historis, ilmiah dan nilai Semarang seperti Gereja
sosial suatu bangunan. Blenduk yang menjadi motor
Pemerintah Kota Semarang atau generatornya Kota
telah mengupayakan untuk Lama”
melestarikan bangunan cagar Selain Kota Lama, upaya
budaya yang ada dengan cara pelestarian juga dilakukan di
merevitalisasi Kota Lama dengan kawasan Pecinan, melalui
ditetapkannya Peraturan Daerah Komunitas Pecinan Indonesia (Kopi)
Nomor 16 Tahun 2003 tentang Semawis. Kawasan Pecinan
Rencana Tata Bangunan dan Semarangpun direvitalisasi dengan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota memanfaatkan sisi khas etnis Cina.
Lama. Kota Lama Semarang Memang kawasan ini belum seperti
sebagai kota benteng pada jaman “Kya-kya Kembang Jepun”
penjajahan Belanda merupakan Surabaya yang ditata sebagai pusat
salah satu embrio pertumbuhan kota wisata makanan. Namun tidak dapat
Semarang. dipungkiri bahwa di tengah
Upaya Pemerintah Kota kepadatan rumah dan bangunan
Semarang untuk menghidupkan tuanya, kawasan Pecinan
Kota Lama tidak bisa langsung menyimpan sejuta kisah kejayaan
dinikmati hasilnya, walaupun dan potensi wisata yang
beberapa kegiatan sudah dilakukan menjanjikan. Rumah peribadatan
yakni dengan melakukan pavingisasi berupa kelenteng masih dapat
jalan-jalan di kawasan Kota Lama, dinikmati keasliannya dengan
pemasangan lampu-lampu jalan ber- bentuk bangunan dan atap dengan
nuansa kuno, memanfaatkan Polder bentuk naga dan tulisan Cina. Ada
Tawang sebagai tempat rekreasi. sembilan kelenteng yang sudah
Kawasan Kota Lama menurut berusia ratusan tahun, salah satu
sebagian informan dapat dijadikan kelenteng yang cukup terkenal
sebagai identitas atau landmark adalah Kelenteng Tay Kak Sie yang
Kota Semarang, mengingat pada berlokasi di Gang Lombok.
masa lalu Kota Lama merupakan Kelenteng ini merupakan kelenteng
pusat pemerintahan dan pusat induk Pecinan dan termasuk
perdagangan. Seperti dikatakan bangunan cagar budaya yang
informan dari Bappeda Kota dilindungi oleh SK Walikota
Semarang : Semarang.

125
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

Di era otonomi, upaya dengan para pemilik bangunan dan


perlindungan dan pelestarian pengguna bangunan cagar budaya
bangunan cagar budaya dalam di Kota Semarang. Minimnya
banyak hal sudah diserahkan informasi dan arahan menimbulkan
kepada masing-masing daerah. Mau kebingungan tentang bagaimana
tidak mau Kota Semarang harus memperlakukan bangunan cagar
segera mengambil inisiatif untuk budaya, seperti untuk merawat,
merumuskan langkah-langkah dan memelihara dan merenovasi, seperti
payung hukum bagi upaya dikemukakan oleh salah seorang
perlindungan dan pelestarian pengguna bangunan :
bangunan cagar budaya yang “Saya tidak tahu harus
dimiliki dalam bentuk peraturan melapor kemana kalau ingin
daerah. merenovasi bangunan.
Selama ini juga tidak ada
2. Kendala Implementasi arahan sampai mana
Kebijakan renovasi itu boleh dilakukan”.
Kebijakan Pemerintah Kota
Semarang berupa aturan sudah Bangunan yang akan
diformulasikan dalam bentuk SK direnovasi termasuk dalam SK
Walikota Semarang Nomor 646/50/ Walikota Semarang yang melin-
1992 dam sudah diimplemen- dungi 101 bangunan. Namun ada
tasikan. Namun dalam pelaksa- juga bangunan yang mengalami
naannya terdapat berbagai kendala kendala ketika akan direnovasi,
antara lain karena faktor padahal bangunan tersebut tidak
komunikasi, lingkungan kebijakan, termasuk dalam 101 bangunan yang
komitmen dan kondisi sosial, dilindungi, yaitu Gedung Eks Sasana
ekonomi, politik. Suka yang terletak di perempatan
Komunikasi pada dasarnya jalan Gajahmada dan jalan Pemuda.
mempunyai fungsi yang cukup Pembongkaran ternyata dianggap
signifikan sebagai sarana untuk melanggar peraturan.
menyebarkan berbagai program Sehubungan dengan adanya
pembangunan. Di sisi lain pelarangan yang dilakukan oleh
komunikasi juga dapat dijadikan alat Pemerintah Kota Semarang
kontrol yang cukup efektif. terhadap pembongkaran Gedung
Komunikasi yang berjalan dengan Eks Sasana Suka, anggota DPRD
baik diharapkan akan menimbulkan Kota Semarang mengatakan dalam
persamaan persepsi, pengetahuan, Suara Merdeka, 21 Maret 2006,
pengertian serta partisipasi bahwa :
masyarakat. Selama ini jajaran di “Mestinya pemerintah juga
Pemerintah Kota Semarang masih tidak hanya melakukan
kurang melakukan komunikasi pelarangan atau pengaturan

126
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

gedung atau bangunan kuno, komersial. Pro dan kotrapun tidak


tanpa diikuti dengan solusi, dapat dielakkan akibat pernyataan
sebab perawatan sebuah Walikta yang banyak menuai
bangunan kuno memerlukan kecaman.
biaya yang cukup besar. Di samping itu kendala yang
Kalau hanya diatur atau tidak kalah pentingnya adalah
dilarang, siapa nanti yang selama ini belum ada komitmen
mau merawat bangunan yang jelas, dimana arah kebijakan
kuno?” dinilai terlalu berpijak pada market
driven atau memenuhi tuntutan
Pernyataan yang sama juga pasar. Akibat tidak adanya
dikemukakan oleh informan pemilik komitmen, maka terjadi ke tidak
bangunan, bahwa Pemerintah Kota konsistenan. Seperti diutarakan oleh
Semarang perlu membuat aturan informan dari LSM :
yang tegas kemudian disosialisasi- “Belum konsisten, terbukti
kan, agar diketahui oleh masyarakat. banyak bangunan yang
Pemerintah tidak hanya melarang sudah hilang. Kebijakannya
atau mengatur, tapi juga dapat hanya berupa wacana.
memberi jalan keluar yang terbaik. Secara operasional kebija-
Peran sarana komunikasi kannya lemah, prosedur
sangat penting. Pemerintah Kota teknis belum ada, SDM
Semarang dapat memanfaatkan- masih minim dan anggaran-
nya melalui pertemuan tatap muka nya terbatas. Memang untuk
(diskusi, urun rembung, dll) atau melaksanakan aturan dan
media (surat kabar, TV, dll). kebijakan Pemerintah Kota
Lingkungan kebijakan juga Semarang harus memiliki
berpengaruh dalam implementasi, apa yang disebut sebagai 3
terutama aktor yang terlibat karena K yaitu Kejujuran, Komitmen,
kekuasaan dan adanya kepen- dan Konsistensi. Ketiganya
tingan. Kepala Daerah dan seluruh ini harus ditegakkan”.
jajarannya sebagai pihak yang
sangat menentukan keberhasilan Setiap pelanggaran tentu ada
suatu implementasi. Seringkali perlakuan yang diperoleh sebagai
antara kebijakan dengan pelak- akibatnya, berupa sanksi. Namun
sanaannya tidak sejalan. saat ini belum pernah ada sanksi
Akibatnya timbul berbagai yang tegas. Di dalam SK Walikota
kendala seperti terjadi pelanggaran secara implisit tidak tertera,
dari ketentuan. Sebagai contoh sehingga pelanggaran yang terjadi
kasus Pasar Johar yang sampai saat dikenakan sanksi yang ada pada UU
ini masih dipermasalahkan, antara Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda
pelestarian dan kepentingan Cagar Budaya, di sana jelas

127
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

aturannya, misalnya pada bab VIII Desakan faktor ekonomi masih


ada ketentuan pidana (pasal 26-29). bisa disiasati dengan berbagai cara,
Sanksi yang diberikan berupa sehingga kepentingan ekonomi dan
pidana antara 1 sampai 10 tahun kepentingan pelestarian bangunan
dan dendan antara 10-100 juta. cagar budaya dapat dilakukan
Nyatalah bahwa selama ini secara terpadu. Bangunan cagar
tidak ada kejelasan sanksi terhadap budaya yang ada tetap
pelanggaran yang menyangkut dipertahankan bentuk aslinya, tanpa
bangunan cagar budaya, walaupun melakukan perubahan fisik yang
ada kebijakan namun belum ada berarti dan bangunan tersebut dapat
aturan yang menjurus pada dimanfaatkan untuk kegiatan
penegakan hukum (law inforce- ekonomi.
ment). Model kombinasi tersebut di
Kendala yang terakhir atas telah dipraktekkan di berbagai
menyangkut adanya pengaruh tempat. Di luar negeri seperti
sosial ekonomi dan politik dalam Singapura, memiliki bangunan
upaya untuk melestarikan bangunan bangunan cagar budaya yang
cagar budaya di Kota Semarang. dimanfaatkan secara ekonomi. Hotel
Pengaruh yang paling kuat Raffles merupakan bangunan berse-
berhubungan dengan ekonomi. jarah yang tetap dipelihara
Keinginan untuk membongkar kelestariannya dan daya tarik yang
berbagai bangunan cagar budaya dimilikinya menyebabkan banyak
kerap terjadi, khususnya dari para wisatawan yang berkunjung ke Kota
pebisnis dan pengembang Singa itu dan memilih Hotel Raffles
(investor). Mereka umumnya ingin sebagai tempat menginap. Para
membangun mall, supermall atau wisatawan ingin mencari, merasa-
pusat-pusat perbelanjaan modern kan dan menikmati suasana khas
yang mempunyai nilai ekonomi yang yang tidak bisa dinikmati bila mereka
tinggi. menginap di hotel dengan bangunan
Akibatnya sering terjadi suatu baru yang serba modern.
dilema antara kepentingan ekonomi Kota Bandung juga merupakan
dengan pelestarian bangunan cagar kota yang sangat kaya akan
budaya. Peran Pemerintah Kota peninggalan bangunan cagar
Semarang harus kuat. Kebijakan budaya sebagai saksi sejarah masa
yang ada harus jelas dioperasional- lalunya. Sama dengan kondisi Kota
kan. Kenapa harus membongkar Semarang, satu persatu bangunan
bangunan cagar budaya yang ada, cagar budaya mulai hilang dan
sementara kalau ingin membangun digantikan dengan bangunan
pusat perbelanjaan modern dapat modern. Di antara bangunan yang
memanfaatkan lahan yang masih berhasil diselamatkan dan
cukup luas di Kota Semarang. dimanfaatkan untuk kepentingan

128
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

ekonomi adalah sebuah outlet dalam mencapai tujuan kebijakan


Heritage yang terletak di jalan (Effendi, 2000). Berdasarkan hasil
Banda. Setelah mengalami penelitian, upaya Pemerintah Kota
revitalisasi, outlet ini menjadi tempat Semarang dalam mengimplemen-
yang ramai dikunjungi oleh para tasikan kebijakan pelestarian
wisatawan untuk berbelanja. bangunan cagar budaya belum
Nyatalah bahwa dua kepentingan optimal. Hal ini terbukti bahwa
yang berbeda dapat dipadukan. sampai saat ini pemerintah Kota
Apakah konsep yang telah Semarang masih kurang memper-
dilaksanakan di Singapura atau hatikan bangunan cagar budaya
Bandung dapat diterapkan di Kota sebagai artefak pengembangan
Semarang yang juga kaya akan Kota Semarang yang tak ternilai
bangunan peninggalan masa lalu? harganya. Namun bukan berarti tida
Kelihatannya Kota Semarang masih ada pihak yang perduli terhadap
sulit memanfaatkan bangunan yang bangunan cagar budaya. Masih ada
ada. Seperti dikatakan dalam pihak-pihak yang sangat besar
Kompas (20 April 2006), sebanyak perhatiannya terhadap pelestarian
30% bangunan kuno yang ada di bangunan cagar budaya di Kota
Kota Semarang tidak dipergunakan Semarang, seperti Ikatan Arsitek
secara optimal. Indonesia (IAI) Jawa Tengah, para
Lawang Sewu yang letaknya pakar yang ada di Dewan
berdekatan dengan Tugu Muda Pertimbangan Pembangunan Kota
selama ini dibiarkan tanpa ada (DP2K) serta para pemerhati
pemanfaatan yang berarti. bangunan cagar budaya dari
Bangunan tersebut merupakan kalangan masyarakat yang ter-
bangunan bekas kantor milik gabung dalam Lembaga Swadaya
Perusahaan Kereta Api Indonesia Masyarakat (LSM Sahabat Warisan
Semarang. Dilihat dari bentuk Budaya, Yayasan Kota Lama,
bangunannya Lawang Sewu layak Semarang Heritage Society, dll).
untuk dijadikan bangunan yang Beberapa hal yang menye-
memiliki fungsi ekonomi seperti babkan kebijakan Pemerintah Kota
hotel, tanpa perlu membongkar Semarang belum berjalan dengan
bangunan utamanya. baik sesuai dengan apa yang
diharapkan, karena :
3. Implementasi Kebijakan a. Kelemahan peraturan menjadi
Pada hakekatnya tujuan dari fokus untuk perbaikan terhadap
implementasi kebijakan adalah perlindungan bangunan cagar
untuk mempelajari bagaimana budaya yang ada di Kota
kinerja suatu kebijakan publik serta Semarang. Undang-undang
mengkaji secara kritis faktor-faktor Nomor 5 Tahun 1992 tentang
yang mempengaruhi kebijakan Benda Cagar Budaya dan Surat

129
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

Keputusan Walikota Semarang pertumbuhan kota di masa yang


Nomor 646/50/1992 tentang akan datang. George Edwards III
Konservasi Bangunan- mengatakan bahwa komunikasi
bangunan Kuno/Bersejarah di dapat mempengaruhi keber-
Wilayah Kotamadya Daerah hasilan implementasi kebijakan,
Tingkat II Semarang perlu karena implementor perlu
ditinjau kembali dan direvisi, mengetahui kejelasan isi kebija-
disesuaikan dengan kondisi saat kan dan caranya mentrans-
ini. Ternyata peraturan yang ada misikannya kepada kelompok
belum cukup efektif dalam sasaran.
melindungi bangu-nan cagar Implementor seharusnya berko-
budaya di Kota Semarang munikasi secara aktif dengan
karena dinilai masih terlalu kelompok sasaran mengenai
umum, kurang aplikatif, kurang bangunan-bangunan cagar
kewenangan dan sebagainya, budaya yang dikonservasi dan
belum mampu untuk pemanfaatannya. Konservasi
menyelesaikan permasalahan bukan berarti bangunan tersebut
publik yang ada. hanya dikembalikan ke bentuk
b. Bangunan-bangunan cagar dan fungsi aslinya. Justru yang
budaya yang ada di Kota dikehendaki adalah bangunan
Semarang jumlahnya cukup cagar budaya tetap dipertahan-
banyak, sekitar 200 sampai 300 kan bentuk aslinya, namun dapat
bangunan yang dapat dilindungi bermanfaat atau dapat difungsi-
sebagai bangunan cagar kan untuk hal-hal yang lebih
budaya. Sementara itu peraturan berarti, misalnya untuk kegiatan
yang tertulis dalam Surat ekonomi maupun sosial budaya.
Keputusan Walikota Semarang d. Pengaruh lingkungan kebijakan
Nomor 646/50/1992 hanya terhadap pelestarian bangunan
melindungi 101 bangunan. Jadi cagar budaya tidak dapat di-
Pemerintah Kota Semarang lepaskan dari keberadaan aktor-
belum mempunyai data yang aktor yang berada dibelakang-
tepat dan belum tegas dalam nya. Walikota Semarang sebagai
menetapkan jumlah bangunan penguasa tertinggi di Kota
yang perlu dilindungi. Semarang memiliki kekuasaan
c. Keterbatasan komunikasi berupa untuk mengambil keputusan dan
informasi sebagai pedoman memaksakan pelaksanaannya.
dalam pengendalian dan Untuk mengambil suatu kepu-
pemanfaatan ruang kota dan tusan yang bijaksana mengenai
bangunan secara efektif perlu bangunan cagar budaya,
segera diantisipasi secara tepat, hendaknya semua stakeholders
karena akan mempengaruhi dilibatkan.

130
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

Kota Semarang sangat e. Rendahnya komitmen Peme-


beruntung karena memiliki rintah Kota Semarang
Dewan Pertimbangan Pem- Mazmanian dan Sabatier
bangunan Kota (DP2K) yang mengemukakan beberapa
didirikan tahun 2000. Dewan ini variabel yang mempengaruhi
beranggotakan para pakar dari proses implementasi kebijakan.
kalangan akademisi Kota Di antara variabel-variabel
Semarang, yang berfungsi untuk tersebut, tingkat komitmen mem-
memberi masukan dan meng- punyai peran dalam keberhasilan
evaluasi kebijakan serta per- pelaksanaan implementasi kebi-
masalahan Kota Semarang jakan. Sampai saat ini komitmen
secara ilmiah. Walikota dari seluruh komponen di jajaran
Semarang dalam mengambil Pemerintah Kota Semarang
keputusan mengenai kebera- masih rendah, mengingat kebija-
daan bangunan-bangunan cagar kan yang telah ditetapkan
budaya dapat meminta masukan menjadi kesepakatan bersama
sebagai bahan pertimbangan untuk dilaksanakan dalam
untuk bertindak. bentuk peraturan belum konsis-
Hal ini berkaitan dengan ten dan konsekuen diimple-
pendapat Merilee S. Grindle mentasikan.
bahwa keberhasilan imple- Ketidakkonsistenan dan
mentasi kebijakan pada ketidakkonsekuenan Pemerintah
dasarnya dipengaruhi oleh Kota Semarang dalam menentu-
lingkungan kebijakan yang kan sikap terhadap bangunan-
mencakup seberapa besar bangunan cagar budaya sering-
kekuasaan, kepentingan dan kali menuai kontroversi. Akibat-
strategi yang dimiliki oleh para nya pemilik bangunan dan
aktor yang terlibat dalam pengguna bangunan yang
implementasi kebijakan tersebut. menjadi korban. Sejalan dengan
Walikota sebagai aktor sudah peraturan, tentu ada sanksi yang
melibatkan stakeholders, mengikuti pelaksanaannya.
sehingga pengambilan keputu- Selama ini belum pernah ada
san dalam mengatur dan sanksi yang jelas terhadap
melestariakn bangunan cagar pelanggaran yang dilakukan,
budaya tidak bersifat subyektif sehingga pelaksanaan pene-
atas dasar kepentingan gakan hukum (law inforcement)
kekuasaan atau kelompok tidak berjalan seperti yang
tertentu melainkan sudah diharapkan.
mengacu pada hukum dan f. Besarnya pengaruh sosial,
pertimbangan obyektif. ekonomi dan politik

131
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

Dalam implementasi memperoleh keuntungan.


kebijakan Pemerintah Kota Banyak bangunan cagar budaya
Semarang dalam upaya yang dapat dimanfaatkan
melestarikan bangunan cagar dengan konsep simbiosis
budaya, sering mengalami Cagar mutualisme. Konsep ini handal
Budaya dan kendala yang untuk tujuan pelestarian. Jadi
dipengaruhi oleh faktor politik, sebaiknya bangunan lama tetap
sosial budaya dan terlebih lagi dipertahankan, kalau ingin
dipengaruhi oleh faktor ekonomi. bangunan dijadikan modern bisa
Van Meter dan Van Horn saja dengan cara memodifikasi
mengatakan bahwa variabel- interior ruang dalam, asal tidak
variabel sosial, ekonomi, dan merubah bentuk aslinya.
politik mempengaruhi kinerja Pemanfaatan dan fungsi
implementasi untuk mencapai bangunan cagar budaya dapat
keberhasilannya. bertujuan ekonomi, bila dikelola
Akibat dari faktor-faktor secara profesional. Konservasi
tersebut di atas, sering terjadi dapat memberikan keuntungan
suatu dilema terutama antara untuk bisnis dan juga keuntu-
kepentingan ekonomi dengan ngan pajak untuk kas
kepentingan pelestarian bangu- Pemerintah Daerah, sebagai
nan cagar budaya. Dilema ini Pendapatan Asli Daerah (PAD).
terjadi sekarang dalam kasus Daripada menghancurkan
pasar Johar Semarang. Tuntutan bangunan-bangunan cagar
komersialnya sangat tinggi yakni budaya yang sudah ada dan
ingin membangun pusat membangunnya kembali, mung-
perbelanjaan yang modern kin akan lebih menguntungkan
(Johar Trade Center), enggan untuk melestarikan bangunan
cara mengorbankan bangunan yang sudah ada. Dengan
cagar budaya yang menjadi demikian akan diperoleh nilai
salah satu landmark kawasan di tambah yang sangat sulit dicari
Kota Semarang. Sebenarnya gantinya.
masih ada lahan lain di Kota
Semarang yang dapat diman- C. PENUTUP
faatkan untuk membangun 1. Simpulan
bangunan baru untuk pusat Berdasarkan hasil penelitian
perbelanjaan, tanpa merusak dan penelaahan yang dilaksanakan,
kekayaan berharga kota. dapatlah ditarik beberapa kesim-
Bangunan cagar budaya pulan sebagai berikut :
tidak harus dibongkar dan diganti a. Implementasi kebijakan
dengan yang baru, hanya karena Pemerintah Kota Semarang
tuntutan ekonomi agar dapat dalam upaya melestarikan

132
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

bangunan cagar budaya di Kota Cagar Budaya dan SK


Semarang belum berjalan Walikotamadya Semarang
dengan baik. Hal ini disebabkan Nomor 646/50/1992 tentang
oleh : Konservasi Bangunan-
1) Kurangnya komunikasi yang bangunan Kuno/Bersejarah
dilakukan oleh Pemerintah di Wilayah Kotamadya
Kota Semarang, baik berupa Tingkat II Semarang. Hal ini
informasi, pemberitahuan, menyebabkan kebijakan
himbauan maupun penje- yang telah ditetapkan
lasan tentang peraturan menjadi kesepakatan ber-
bangunan cagar budaya sama tidak dilaksanakan
kepada pemilik bangunan dengan konsisten dan
dan pengguna bangunan. konsekuen.
Akibatnya Undang-undang, 4) Kuatnya pengaruh sosial,
SK Walikota Semarang ekonomi dan politik, berdam-
Nomor 464/50/1992 tentang pak pada upaya pelestarian
Konservasi Bangunan- bangunan cagar budaya di
bangunan Kuno/Bersejarah Kota Semarang. Ada dilema
tidak diketahui. yang terjadi antara kepen-
2) Besarnya pengaruh lingku- tingan ekonomi khususnya
ngan kebijakan, terutama dengan kepentingan peles-
kekuasaan, kepentingan dan tarian.
strategi yang dimiliki oleh b. Undang-undang No. 5 Tahun
Walikota Semarang sebagai 1992 tentang Benda Cagar
aktor yang terlibat dalam Budaya dan SK Walikotamadya
implementasi kebijakan. Semarang Nomor 646/50/1992
Pelestarian bangunan cagar tentang Konservasi Bangunan-
budaya sangat ditentukan bangunan Kuno/Bersejarah di
oleh Walikota Semarang Wilayah Kotamadya Tingkat II
sebagai penguasa untuk Semarang untuk kondisi saat ini
mengambil keputusan dan sudah tidak sesuai lagi, karena
memaksakan pelaksanaan- isinya sangat umum dan tidak
nya. aplikatif terhadap perkembangan
3) Belum adanya komitmen dari kota. Khusus untuk SK
seluruh komponen di jajaran Walikotamadya Semarang
Pemerintah Kota Semarang terdapat banyak celah-celah
untuk melaksanakan peles- yang memungkinkan terjadi
tarian bangunan cagar pelanggaran yang menyebabkan
budaya berdasarkan pera- kebijakan pelestarian bangunan
turan Undang-undang Nomor cagar budaya tidak berhasil
5 Tahun 1992 tentang Benda diimplementasikan.

133
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

c. Kurangnya keperdulian dengan pemilik bangunan


Pemerintah Kota Semarang dan pengguna bangunan
terhadap nilai budaya yang ada terjalin dengan baik,
pada bangunan cagar budaya sehingga semua informasi
sebagai artefak kota. Akan tetapi mengenai keberadaan
masih ada pihak-pihak yang bangunan cagar budaya
perduli, seperti Ikatan Arsitek dapat diketahui.
Indonesia, Dewan Pertimbangan 2) Pengaruh lingkungan
Pembangunan Kota dan Lem- kebijakan, kekuasaan dan
baga Swadaya Masyarakat. kepentingan serta strategi
d. Belum adanya insentif yang yang dimiliki oleh Walikota
diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang sebagai aktor
Semarang sebagai kompensasi yang terlibat dalam imple-
kepada pemilik bangunan dan mentasi kebijakan perlu
pengguna bangunan cagar disesuaikan dengan aspirasi
budaya. Insentif dapat berupa warga masyarakat dan para
biaya pemeliharaan bangunan pemerhati bangunan cagar
atau dalam bentuk keringanan budaya (DP2K, IAI dan LSM),
pembayaran Pajak Bumi dan sehingga keputusan yang
Bangunan (PBB), bahkan bila diambil tidak menimbulkan
dimungkinkan ada pembebasan kontroversi.
kewajiban membayar Pajak 3) Pemerintah Kota Semarang
Bumi dan Bangunan (PBB). perlu memiliki komitmen
e. Belum adanya kemudahan yang untuk melaksanakan peles-
dapat diberikan oleh Pemerintah tarian bangunan cagar
Kota Semarang kepada pemilik budaya yang ada di Kota
bangunan dan pengguna Semarang berdasarkan
bangunan cagar budaya dalam peraturan yang telah
urusan administrasi, seperti ditetapkan serta dilaksana-
apabila akan mengajukan kan dengan konsisten dan
perbaikan bangunan. konsekuen.
4) Pengaruh sosial, ekonomi
2. Saran dan politik terhadap upaya
a. Implementasi kebijakan pelestarian bangunan cagar
Pemerintah Kota Semarang budaya di Kota Semarang
dalam upaya melestarikan dapat dilakukan dengan
bangunan cagar budaya di Kota konsep simbiosis mutualistis.
Semarang dapat berjalan Kedua kepentingan yang
dengan baik, apabila: saling bertentangan dapat
1) Komunikasi antara Peme- dijalankan secara serasi dan
rintah Kota Semarang seimbang, sehingga

134
Kebijakan Melestarikan Bangunan Cagar Budaya (Hosiana L Tobing, Y. Warella, Hartuti P.)

menciptakan adanya keter- dan LSM untuk melindungi


paduan. bangunan tersebut.
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun d. Pemerintah Kota Semarang
1992 tentang Benda Cagar perlu mengupayakan adanya
Budaya dan SK Walikotamadya kompensasi berupa insentif yang
Nomor 646/50/1992 tentang diberikan kepada pemilik
Konservasi Bangunan- bangunan dan pengguna
bangunan Kuno/Bersejarah di bangunan cagar budaya. Insentif
Wilayah Kotamadya Tingkat II dapat berupa biaya pemelihara-
Semarang, perlu direvisi dan an bangunan atau dalam bentuk
disesuaikan dengan kondisi saat keringanan pembayaran Pajak
ini. Di samping revisi, Pemerintah Bumi dan Bangunan (PBB)
Kota Semarang perlu : bahkan bila dimungkinkan ada
1) Menerbitkan Peraturan pembebasan kewajiban mem-
Daerah yang mengatur bayar Pajak Bumi dan Bangunan
pelestarian bangunan cagar (PBB).
budaya secara lebih rinci dan e. Perlu mengambil langkah-
spesifik seperti Peraturan langkah untuk memberi ke-
Daerah tentang Rencana mudahan kepada pemilik
Teknik Tata Ruang Kota, bangunan dan pengguna
Rencana Tata Bangunan dan bangunan cagar budaya dalam
Lingkungan untuk semua urusan administrasi dengan
kawasan konservasi, sehing- membuka loket khusus.
ga pemilik bangunan maupun f. Bangunan yang dikategorikan
pengguna bangunan dapat sebagai bangunan cagar budaya
mengetahui secara pasti perlu diinventarisasi kembali dan
bagaimana memperlakukan diberi semacam tanda (label atau
bangunan cagar budaya pending) yang menandakan
miliknya. bahwa bangunan tersebut
2) Menetapkan Peraturan masuk dalam lingkup konser-
Daerah dengan mengacu vasi.
pada UU Republik Indonesia g. Perlu adanya lembaga tersendiri
Nomor 28 Tahun 2002 yang mengelola bangunan cagar
tentang Bangunan Gedung. budaya, semacam Badan Otorita
c. Pemerintah Kota Semarang yang keberadaannya terlepas
perlu memiliki keperdulian dari struktur yang ada pada
terhadap keberadaan bangunan Pemerintah Kota Semarang. Dan
cagar budaya yang memiliki nilai- bagi pemilik bangunan cagar
nilai sejarah dan secara budaya juga perlu dibentuk
bersama-sama dengan para paguyuban yang dapat menjadi
pemerhati bangunan (IAI, DP2K) ajang pertukaran informasi.

135
“Dialogue ” JIAKP, Vol. 5, No. 1, Januari 2008 : 121-136

DAFTAR PUSTAKA Subarsono, AG. 2005. Analisis


Kebijakan Publik : Teori dan Aplikasi.
Abdulwahab, Sholichin. 2001. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Tio, Jongkie. tth. Kota Semarang
Jakarta : Bumi Aksara. Dalam Kenangan. Victor S.
Winatayuda (ed). Semarang : t.p.
Budihardjo, Eko. 1988. Konservasi
Bangunan dan Lingkungan Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi
Bersejarah di Semarang. Semarang: Kebijakan Publik. Jakarta : PT.
Fakultas Teknik Universitas Grafindo Persada.
Diponegoro.
Departemen Dalam Negeri. 1960.
Budihardjo, Eko. 1992. Inventarisasi Undang-undang Monumen (Monu-
Bangunan Kuno di Jawa Tengah. menten Ordonatie Stbl 1931 Nomor
Semarang : Fakultas Teknik 238 jo. Instruksi Menteri Dalam
Universitas Diponegoro. Negeri Nomor Pem 63/1/7/tanggal 5
Februari 1960. Jakarta :
Budiman, Amen. 1978. Semarang Departemen Dalam Negeri.
Riwayatmu Dulu. Jilid I. Semarang :
Penerbit Yanjungsari. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1992. Undang-undang
Dunn, William. N. 2003. Analisis Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda
Kebijakan Pubik. Yogyakarta : PT. Cagar Budaya. Jakarta :
Hanindita Graya Widya. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dwiyanto, Agus. 1999. Evaluasi
Program dan Kebijakan Pemerintah. Pemerintah Kota Semarang. 1992.
Yogyakarta : Universitas Gadjah SK Walikota Semarang Nomor 646/
Mada. 50/1992 tentang Konservasi
Bangunan-bangunan Kuno/
Edwards III, George. 1980. Bersejarah di Wilayah Kotamadya
Implementation and Public Policy. Daerah Tingkat II Semarang.
Washington DC : Congressional Semarang : Pemerintah Kota
Quarterly Press. Semarang

136

Anda mungkin juga menyukai