Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK DALAM

PENERTIBAN USAHA HIBURAN KARAOKE

TUGAS
MATA KULIAH IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEBIJAKAN
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Luluk Fauziyah, M.Si

DISUSUN OLEH

ZAENUS SHOLIKHIN 14020118410005

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
I. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki beranekaragam suku
dan budaya. Kebudayaan di indonesia sangat di junjung tinggi karena merupakan
sebuah identitas dari negara. Kebudayaan juga tidak lepas dari sistem kebijakan
yang mengatur bangsa misalnya sistem ekonomi nasional, hukum dan kedaulatan
bangsa. Beberapa dekade tarakhir ini budaya di indonesia mulai mengalami
penurunan yang sangat signifikan, hal ini disebabkan karena cara pandang
masyarakat indonesia lebih cendrung ke arah kesenangan dan hiburan daripada
melestarikan budaya sendiri.
Menurut UU No.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, menjelaskan
bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan
bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai
agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan
hidup serta kepentingan nasional. Dalam kegiatan pariwisata tentu adanya dampak
yang dihasilkan baik dampak positif maupun dampak negatif. Pemerintah maupun
masyarakat setempat harus siap terhadap dampak yang ditimbulkan oleh adanya
kegiatan pariwisata.
Perkembangan Kabupaten Demak sebagai salah satu kota pengembangan
Industri dan juga wisata cukup meningkat, hal ini salah satunya dapat dilihat dari
kemajuan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan era
globalisasi, Kabupaten Demak juga memberikan fasilitas hiburan untuk
masyarakatnya seperti gelanggang olah raga, gelanggang seni, arena permainan,
hiburan malam, panti pijat, dan karaoke. Fasilitas Hiburan ini dapat menjadi
kegiatan bersosialisasi yang dianggap efisien karena aktivitas masyarakat yang
cenderung tinggi dapat mengurangi waktu berinteraksi dan bersosialisasi dengan
sesama.
Fenomena yang terjadi di Kabupaten Demak yaitu keberadaan tempat
hiburan karaoke meresahkan masyarakat karena pandangan masyarakat menjadi
buruk dan negatif, hal ini juga dipicu dengan keberadaan hiburan karaoke yang
sangat menjamur dan kurang tertata terutama disepanjang jalan pantura yang
banyak dilalui oleh banyak pengunjung yang sekedar lewat atau berlibur di
Demak, tentu fenomena ini membuat pandangan masyarakat terhadap Demak
semakin buruk namun ikon tersebut dapat ditepis, ternyata di kota-kota lain juga

1
memiliki fenomena yang sama, tumbuh dan berkembang hiburan karaoke bagai
jamur dimusim penghujan. Bagi masyarakat Demak yang berada di sepanjang
jalur Pantura yang mulai berbenah diri membangun perekonomian khususnya
perkembangan hiburan karaoke yang dimiliki Kabupaten Demak, walaupun
perubahan tersebut memberikan hal positif bagi pemerintah namun, dampak yang
ditimbulkan dari karaoke tersebut dapat memberikan pandangan yang buruk
terhadap Kabuapten Demak itu sendiri. Arus perkembangan gaya hidup karaoke
yang ada di Indonesia tidak hanya ada di kota-kota besar saja, tetapi sudah mulai
merambah dan berkembang dengan pesat di kota-kota kecil bahkan di desa.
Sebagai dampaknya, banyak sekali daerah-daerah yang kini mulai membuka diri
untuk perubahan pada wilayahnya, mulai dari perubahan teknologi sampai dengan
tempat-tempat hiburan yang berada di Kabupaten Demak.
Akibat kemajuan teknologi dan terjadinya fenomena tersebut banyak
sekali pengusaha karaoke beramai-ramai membuka usaha karaoke, khususnya
yang terjadi di sepanjang jalan pantura Kabupaten Demak (News.Okezone).
Untuk pembangunan tempat hiburan karaoke sudah diatur dalam Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan di
Kabupaten Demak. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan usaha karaoke
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2018 Pemerintah
Kabupaten Demak telah menunjuk aparat yang melaksanakan di lapangan yakni
Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam pelaksanaannya Satpol PP bertugas untuk
melakukan pengawasan tempat hiburan karaoke yang menyalahi aturan dan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak memberikan izin TDUP
Kerangka Teori
1. Implementasi Kebijakan
Menurut Ndraha, pemerintahan adalah semua badan organisasi yang
berfungsi memenuhi dan melindungi kebutuhan dan kepetingan manusia
dan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintah adalah
proses pemenuhan dan perlindungan kebutuhan masyarakat.
Pengertian kebijakan publik menurut Dye dalam Subarsono,
mengemukakan bahwa Kebijakan publik adalah: ”is whatever governments
choose to do or no to do” artinya apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye mengatakan bahwa bila

2
pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan yang
objektif dan kebijakan publik harus meliputi semua tindakan pemerintah
jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah saja.
Sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan
negara.
Hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh
pemerintah akan mempunyai dampak yang sama besarnya dengan sesuatu
yang dilakukan oleh pemerintah. Sementara itu, menurut Laswell dan
Kaplan dalam Nugroho mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu
program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai
tertentu, dan praktek-praktek tertentu.
Menurut Frederick dalam Nugroho, pengertian kebijakan publik
adalah serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
2. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh
policymakers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil
dalam implementasinya. Ada beberapa faktor penghambat dalam
implementasi kebijakan menurut Sunggono, yakni:
1) Isi kebijakan
Implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan,
maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana
dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum
atau sama sekali tidak ada.
3. Implementasi Kebijakan Dalam Konteks Jaringan Kebijakan
Istilah network atau jaringan dalam ilmu sosial pertama kali dipakai
pada 1940-an dan 1950-an untuk menganalisis dan memetakan hubungan
dan dependensi personal. Dalam kasus kebijakan publik, konsep ini
memberi perhatian pada bagaimana kebijakan muncul dari kesaling

3
hubungan (interplay) antara orang danorganisasi serta memberikan
gambaran yang lebih informal tentang bagaimana kebijakan dilaksanakan.
Diversitas yang semakin besardalam masyarakat, disesuaikannya
program kebijakan dengan targetdan fungsi spesifik, dan peningkatan
jumlah partisipan dalam proses kebijakan membuat metafora jaringan
dianggap lebih cocok untuk pembuatan kebijakan daripada model
pluralisme dan korporatisme.
Definisi mengenai jaringan implementasi kebijakan tentunyajuga
merujuk pada definisi jaringan kebijakan yang telah dijelaskansebelumnya.
Jaringan implementasi kebijakan atau sederhananya jaringan implementasi
adalah sarana konstruksi sosial untuk tindakan yang bertujuan. Seperti yang
dikemukakan oleh O‟Toole dalam Melisa bahwa citrajaringan
implementasi kebijakan dapat digunakan untuk menyampaikan ide yang
sangat berbeda dan kompleks untuk mengatur kepentingan organisasi
publik dan swasta yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan menjadi
langkah yang tepat atau tindakan untuk merealisasikan tujuan implementasi
kebijakan/kelompok sasaran.
Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan implementasi akan
diperlukan metodologi dan indikator yang lebih rumit. Ketiga, struktur
implementasi tersebut juga menyebabkan adanya tujuan ganda yang
memiliki potensi menyimpangkan organisasi dari tujuan pokoknya.
Keempat, implementasi yang menggunakan struktur interorganizational
adalah kombinasi pendekatan top-down dan bottom-up.
Pandangan di atas menekankan kesulitan-kesulitan ketika
pandangan jaringan antar-organisasi disertakan dalam proses implementasi.
Kesulitan tersebut terutama pada metodologi dan indikator yang rumit serta
kesulitan dalam mencapai tujuan. Hal ini dilihat dari pendekatan antar-
organisasi yang menggunakan jaringan dalam proses implementasi.
Walaupun fokus utama studi implementasi adalah persoalan tentang
bagaimana organisasi berperilaku atau bagaimana orang berperilaku dalam
organisasi, namun jika diartikan bahwa implementasi adalah sebuah proses
yang melibatkan “jaringan” atau multiplisitas organisasi, maka cara
berinteraksi satu sama lain dapat dilihat melalui dua pendekatan.

4
II. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud untuk
memperoleh gambaran tentang kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Demak untuk menertibkan usaha hiburan Karaoke di sepanjang Jalan
Pantura Demak
III. Pembahasan
Suatu program kebijakan akan lebih mudah di implementasikan jika
pelaksanaan program mengidentifikasi stakeholders atau aktor kunci, kepentingan
para aktor kunci, apa yangakan didukung oleh aktor kunci serta strategi organisasi
publik untukdapat bekerjasama dengan para stakeIholders. Jaringan kebijakan
publik menuntut kebijakan agar mengatur suatu hal dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan hidup anggota masyarakat dan tercapainya suatu kebijakan.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki kedudukan dan peranan
yang cukup luas sebagai salah satu perangkat dan aparatur pemerintah daerah.
Berdasarkan pasal 148 Undang-undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah
Daerah diketahui bahwa Satpol PP bertugas membantu Kepala Daerah dalam
menegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Demak merupakan actor
yang berperan sebagai pemberi izin TDUP terhadap tempat hiburan yang
beroperasi di Kabupaten Demak. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki
kewenangan untuk mencabut izin TDUP tempat hiburan jika terbukti tempat
hiburan melanggar Peraturan Daerah mengenai operasional tempat hiburan.
Tempat hiburan Karaoke yang berada di Kabupaten Demak tidak
sepunuhnya memiliki izin tempat operasional, rata-rata seluruh usaha karaoke
yang beroperasi di daerah Demak hanya memiliki izin studio musik. Lemahnya
pengawasan dari pemerintah Kabupaten Demak dimanfaatkan untuk melakukan
kecurangan untuk mendirikan tempat hiburan tanpa izin, tentu hal ini akan
menimbulkan kerugian untuk Kabupaten Demak. Akibatnya terjadi
penyelewengan fungsi dan kegunaan. Para pengusaha mendirikan usaha karaoke
dengan izin studio music.
Aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan penertiban izin hiburan
Karaoke di Kabupaten demak adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

5
Kabupaten demak sebagai penegak Perda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Demak sebagai pemberi izin TDUP dan Pemilik Hiburan Karaoke
sebagai Pengusaha.
Seperti yang disebutkan pada pasal 255 ayat (1) Undang-Undang
Nomor23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa Satuan Polisi Pamong
Praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan pelindungan
masyarakat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa struktur birokrasi Satpol
PP Kabupaten Demak dalam menertibkan izin hiburan karaoke dipandang lemah
karena belum menerapkan perda yang sudah ada.
Hubungan yang terjadi antara penguasa dan pengusaha di Indonesia yang
tidak pada tempatnya sendiri bukanlah hal yang baru. Pada masa orde baru
misalnya, hubungan antara pengusaha dan pengusaha sangat kental dengan aroma
Patron-Klien, dan Negara cenderung bersifat Comprador State. Pengusaha
memanfaatkan kedekatannya dengan penguasa untuk mendapatkan fasilitas dan
kemudahan dalam mengembangkan bisnisnya yang lama-kelamaan menghasilkan
hubungan yang bersifat kolutif dan mengakibatkan pula timbulnya korupsi di
Negara ini. Sedangkan di era reformasi, pengusaha cenderung berlomba-lomba
memasuki dunia politik. Motifnya adalah untuk mendukung bisnis yang
dikelolanya yang mengakibatkan Peraturan Perundang-Undangan sarat dengan
kepentingan bisnis.
Upaya yang dilakukan para aktor pemerintah lokal yang terlibat dalam
implementasi kebijakan penertiban hiburan karaoke, dimana pihak Satpol PP
berkoordinasi dengan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
Kabupaten Demak. Kedua pihak ini berkoalisi dengan melakukan pengawasan.
Untuk pengawasan tempat hiburan Karaoke. Satuan polisi pamong praja juga
melakukan razia yang tidak dapat ditentukan waktu pelaksanaannya karena razia
merupakan inspeksi yang bersifat rahasia.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kebocoran saat akan
melakukan razia. Apabila telah ditentukan kemungkinan terjadinya kebocoran
akan besar. Dan untuk bulan ramadhan, patroli dimulai dari pagi hari dikarenakan
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Hiburan umum,
bahwa tempat hiburan selama bulan suci ramadhan ditutup. Dalam pengawasan,
Satuan Polisi Pamong Praja juga melakukan pemantauan berupa patroli di bidang

6
administrasi melakukan pelaporan terhadap hasil pematauan agar dapat dijadikan
penilaian lebih lanjut dalam upaya pengawasan operasional tempat hiburan
karaoke di kabupaten Demak. berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dapat
menjadi penilaian bagi satuan polisi pamong praja tentang pengawasan
operasional tempat hiburan karaoke setiap tahunnya.
Hanya saja hal ini tidak dilakukan secara baik oleh satuan polisi pamong
praja. Kurang baik nya dalam bidang manajemen pendataan mengakibatkan data-
data hasil dari pemantauan selama ini tidak dikelola dengan baik. Sesuai ketentuan
yang telah diberlakukan, pelaksanaan bentuk-bentuk patroli terdiri dari klasifikasi
yang berbeda-beda yaitu dalam pengawasan tempat hiburan karaoke Kabupaten
Demak, satuan polisi pamong praja melakukan penetapan sasaran atau denah/peta
dari tempat hiburan karaoke atau kawasan yang akan dijadikan sasaran
selanjutnya, partoli khusus yaitu penugasan patroli yang diperintahkan secara
khusus oleh Kepala Satuan yang bersifat represif atau penindakan di lapangan
sesuai tuntutan atau kebutuhan yang ada dalam upaya penegakan ketertiban
umum.
Implementasi memerlukan sumber daya yang memadai, sebab
bagaimanapun baiknya komunikasi yang dilakukan oleh pembuat kebijakan tanpa
adanya dukungan sumber daya, akan mengalami hambatan bahkan mengalami
kegagalan. Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah pembuat kebijakan
harus memiliki keahlian, kewenangan, fasilitas, sarana dan prasarana, serta
sumber pembiayaan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan
tersebut. Untuk lebih jelasnya sumber daya yang dimaksudkan disini adalah :
jumlah staf, sarana dan prasarana serta sumber pembiayaan.
Pemerintah Kabupaten Demak merumuskan suatu kebijakan yang
mengatur tentang waktu operasional tempat usaha hiburan yang tertuang dalam
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2018. Berdasarkan peraturan tersebut diatas,
juga dijelaskan mengenai waktu buka dan tutup untuk sarana hiburan karaoke
adalah mulai jam 20.00 malam sampai dengan jam 23.00 malam. Untuk
menghindari terjadinya pelangaran-pelangaran atau penyimpangan dari standar
operasional yang telah ditetapkan, maka Satuan Polisis Pamong Praja dalam
melakukan patroli tempat hiburan karaoke di lapangan mengawasi dengan
memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat hiburan karaoke
berdasarkan standar tempat hiburan karaoke untuk beroperasional. Apabila

7
ditemukannya ketidaksesuaian kegiatan atau sistem operasi dari standar (prosedur)
maka itu bisa dikatakan pelanggaran. Ketidaksesuaian dapat dikatakan
pelanggaran itu harusnya dilakukan penindakan agar dapat memberikan efek jera
baik terhadap yang melanggar maupun bagi yang kemungkinan akan melanggar
karena itu menegaskan bahwa penegakan hukum atau sanksi memang berjalan
sehingga akan memberikan rasa takut akan pelanggaran selanjutnya.
Namun dalam pelaksanaanya banyak terjadi hal-hal yang tidak sesuai
dengan perda yang berlaku. Banyak pengusaha karaoke yang mempekerjakan
anak dibawah umur serta menyediakan minuman beralkohol.
(News.Okezone.com)
Dalam Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2018 tentang hiburan umum
pada bab VIII pasal 13 mengenai ketentuan pidana yang menyatakan bahwa:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g serta ayat (2) diancam dengan pidana
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa sistem pengawasan
Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten Demak belum optimal. Lemahnya sistem
pengawasan terhadap operasional tempat hiburan Karaoke di kabupaten Demak
dengan cara pengawasan waktu berkala dan tidak teratur menyebabkan
pengawasan terhadap operasional tempat hiburan Karaoke tidak intensif dan juga
tidak teratur karena Satuan Polisi Pamong Praja lebih intensif melakukan
pengawasan pada bulan ramadhan saja yang disebabkan beberapa kendala
sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap operasional tempat hiburan Karaoke
sangat banyak terjadi
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam penertiban izin hiburan


Karaoke di Kabupaten Demak yang dilihat dari aspek izin hiburan, waktu
operasional hiburan, sanksi dan denda serta pengawasan. Hasil penelitian
menunjukkan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2018
tentang hiburan umum belum optimal. Hal ini dapat dilihat, dalam

8
operasional tempat hiburan karaoke di Kabupaten Demak masih banyak
melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti melanggar waktu
operasional tempat hiburan karaoke dan melanggar standar tidak boleh
menjual minuman keras.
2. Faktor penghambat implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam
penertiban izin hiburan karaoke di Kabupaten adalah kejelasan rencana
belum maksimal, kurangnya sumber daya manusia dan lemahnya
ketentuan pidana dalam isi kebijakan tersebut. Sehingga dengan adanya
kelemahan tersebut, akan memberikan peluang besar bagi aktor-aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan penertiban izin hiburan
Karaoke untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga apapun upaya yang
dilakukan dalam bentuk pengawasan tidak akan berjalan dengan
maksimal.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002.Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek.Jakarta:Rineka


Cipta.

Gulo W. 2005.Metodelogi Penelitian.Jakarta:Gramedia.

Islamy, M. Irfan. 2000.Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Sinar


Grafika.

Moleong, Lexy. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Ndraha, Talinzidhu. 2005.Teori Budaya Organisasi.Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho D, Riant, Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,


Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan.
Jakarta: Kencana

Subarsono.Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.

Sunggono, Bambang. 2004.Hukum dan Kebijaksanaan Publik.Jakarta:Sinar Grafika.

Winarno, Budi. 2008.Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta:MedPress.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan

Janif Zulfiqar, Nur Fitriah, Enos Paselle, Analisis Kebijakan Penutupan Lokalisasi
Prostitusi KM 17 di Balikpapan, eJournal Administrative

Harjuna Dipatias Pratama, Reform Prostitusi dalam Iringan Melodi (Studi tentang
Praktek Prostitusi Berkedok Karaoke di Kota Tegal), Universitas Gadjah
Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Sutarmin,Wiwik Budiarti, Dampak Penutupan Lokalisasi Terhadap Pendapat


Masyarakat Sekitar Lokalisasi di Banyuwangi, Fakulatas Ekonomi dan
Bisnis Universitas dr. Soetomo Suarabaya

Triana Dianita Handayani, Dolly Riwayatmu Kini, Humaniora, Vol. 11 No. 2


Desember 2014: 57–65

Agustinus Ola Boli, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 Tentang
Penertiban dan Penanggulangan Pekerja Seks Komersial di Kota
Samarinda, eJournal Ilmu Pemerintahan, Volume 2, (1), 2014 : 1817-1828

10
Novi Risca Amalia, Pengembangan Kapasitas Masyarakat Terdampak Penutupan
Lokalisasi Jarak- Dolly Oleh Pemerintah Kota Surabaya, Kebijakan dan
Manajemen Publik, Volume 6, Nomor 3, September-Desember 2018

Torikil Fajri, Pelacuran Terselubung Dalam Bisnis Karoke (Studi Pilihan Rasional
pada Pemberi Jasa Karaoke di Karaoke “SS” Kota Surabaya), Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga 2017

Gunawan Prakoso, Ani Purwanti, Dyah Wijaningsih, Kebijakan Pemerintah Daerah


Dalam Menanggulangi Prostitusi di Kabupaten Belitung Provinsi Bngka
Belitung, Dipenegoro Law Jurnal , Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016

Rety Palupi, Jaka Atmaja, Berita Penutupan Hotel Alexis di Media Online, eJournal,
Vol 9 No.1 Maret 2018 P-ISSN 2086-6178 E-ISSN 2579-3292

https://news.okezone.com/read/2016/02/25/512/1321037/anak-di-bawah-umur-
dijadikan-pemandu-karaoke (diakses pada 17 mei)

https://www.ansorpackaranganyar.org/2018/03/bersih-dari-karaoke-jadi-kado-hut-
demak.html(diakses pada 17 mei)

https://news.okezone.com/read/2016/02/25/512/1320873/bisnis-karaoke-ilegal-
menjamur-di-demak(diakses pada 17 mei)

https://kampusnesia.com/2019/01/02/satpol-pp-demak-razia-15-pemandu-
karaoke/(diakses pada 17 mei)

https://www.policewatch.news/2018/09/ratusan-pemandu-karaoke-lakukan-
orasi.html(diakses pada 17 mei)

https://news.okezone.com/read/2016/09/02/512/1479463/warung-remang-remang-di-
lingkar-demak-akan-dibongkar(diakses pada 17 mei)

https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/59021/batasi-karaoke-dengan-raperda-
hiburan(diakses pada 17 mei)

https://kabarseputarmuria.com/?p=4875(diakses pada 17 mei)

11

Anda mungkin juga menyukai