Anda di halaman 1dari 6

Nama : MARZUKI

NIM : 015703463

Model Proses Implementasi Kebijakan PublikDalam studi implementasi kebijakan,


terdapat tiga pendekatan model implementasi yaitu :
kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah”, “dari bawah keatas”, dan pendekatan
kombinasi Pendekatan model implementasi yang digunakan untuk mengidentifikasi
faktor dalam implementasi kebijakan penanggulangan bencana kecamatan Ngancar
adalah pendekatan top-down atau “dari atas ke bawah”.Pada pendekatan implementing
problem approach, George C. Edward III mengemukakan dua pertanyaan pokok, yaitu
 Apa saja prasyarat bagi suatu implementasi agar berhasil dan
 Apa saja penghambat utama keberhasilan implementasi kebijakan. Berdasarkan
kedua pertanyaan tersebut Edward mengidentifikasikan empat variabel penting
yang mempengaruhi keberhasilan proses implementasi, yaitu:
Komunikasi yang berkaitan dengan proses penyampaian informasi kepada organisasi
dan/atau publik. Suatu kebijakan bisa dilaksanakan dengan baik apabila konsistensi
informasi yang disampaikan bagi pelaksananya jelas. Komunikasi menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi
yang efektif akan terjadi bila para pembuat keputusan mengetahui apa yang akan
mereka lakukan. Komunikasi juga harus terjalin diantara para pembuat keputusan dan
implementor agar implementor semakin konsisten dalam melaksanakan kebijakan.
Terdapat tiga indikator untuk mengukur keberhasilan komunikasi, yaitu:
o Transmisi atau penyaluran komunikasi yang baik untuk meminimalkan
o informasi yang ambigu;
o Konsistensi perintah sehingga pelaksana tidak kebingungan dalam
menjalankan terjadinya salah pengertian;
o Kejelasan komunikasi yang diterima oleh para pelaksana agar tidak
muncul tugasnya. Pada penelitian ini komunikasi antara aparat yang baik
untuk kelancaran proses pelaksanaan kebijakan.; pemerintah, pihak-
pihakyang berkaitan maupun masyarakat sangat diperlukan, mengingat
kejadian kebencanaan bukan hal yang bisa dengan mudah diprediksi. Jadi
dibutuhkan pola komunikasi
A. Sumber dayaberkaitan dengan ketersediaan sumber daya pendukung,
khususnya sumber daya manusia agar implementator bisa menjalankan
kebijakan tersebut secara efektif, yang meliputi:
o Staf yang cukup, dalam hal kuantitas dan kualitas;
o Informasi yang berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan daya
patuh pelaksana terhadap peraturan yang ada;
o Kewenangan yang cukup dalam melaksanakan tanggung jawab; dan
o Fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu kebijakan;
B. Disposisi, yaitu sikap dan komitmen dari para implementor, terutama aparatur
birokrasi, untuk melaksanakan suatu kebijakan. Jika pelaksanaan kebijakan ingin
efektif maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang
akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya,
karena implementator tidak hanya membutuhkan kecakapan saja dalam
melaksanakan suatu kebijakan tetapi juga membutuhkan kesediaan dan
komitmen; serta

Struktur birokrasi. Implementasi kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya


kerjasama dari berbagai pihak, sehingga ketika struktur birokrasi tidak kondusif maka
jalannya kebijakan akan terhambat meskipun sumber daya yang tersedia memadai.
Untuk meningkatkan kinerja struktur birokrasi maka diperlukan adanya suatu SOP
(Standart Operating Procedure) yang mengatur tata aliran pelaksanaan suatu kebijakan
dan cara-cara pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan di lapangan. Dengan
adanya SOP maka birokrasi bisa menjalankan fragmentasi SOP, yaitu kegiatan sehari-
hari para pelaksana kebijakan untuk melaksanakan tugas rutinnya sesuai dengan
standar yang ada. Di sini harus ada kesesuaian dalam organisasi birokrasi yang menjadi
penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan yang harus dijawab adalah
bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation. Di Indonesia, struktur
birokrasi membuat proses implementasi jauh dari kata efektif karena kurangnya
koordinasi dan kerjasama di antara lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan
(Agustino, 2006: 149-154).Pada konteks penelitian ini, variabel model implementasi
yangsesuai untuk menilaikeberhasilan implementasi kebijakanpenanggulangan
bencana gunungapi Kelud di wilayah kecamatan Ngancaradalah:
 Komunikasi;
 Struktur Birokrasi;
 Sumber daya pelaksana atau implementator; dan
 Disposisi Pelaksana.

Bencana menurut BAKORNAS PBP adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta
melampaui kemampuan dan sumberdaya manusia untuk mennggulanginya (Susanto,
2006:2).Dalam penelitian ini peneliti membatasi pengertian bencana yaitu, peristiwa
yang mengganggu dan mengancam kehidupan serta penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam maupun non alam, bahkan faktor manusia sendiri
yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis bagi yang menghadapinya.I.5.2.2. Bencana AlamBencana
alam juga diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
gejala alam, seperti gunung meletus, tanah longsor, banjir, gelombang pasang
(tsunami), angin rebut, kebakaran hutan, kekeringan, gas beracun, dan banjir lahar,
yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan dan lain-lain (Departemen Sosial RI, 1999:13). Di dalam
penelitian ini, yang dimaksud dengan bencana alam adalah rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh gejala alam letusan gunungapi Kelud, yang mengancam kehidupan
serta penghidupan dan mengakibatkan timbulnya korban, baik berupa korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi yang
menghadapinya.I.5.3. Penanggulangan Bencana AlamPenanggulangan bencana adalah
segala upaya dan kegiatan yang dilakukan, yakni meliputi pencegahan, penjinakan
(mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi, baik sebelum, pada saat
maupun setelah terjadi bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi.
(Departemen Sosial RI, 1984 : 43-44).Pembatasan definisi penanggulangan bencana
oleh peneliti adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan guna mengurangi hingga
menghilangkan risiko yang ditimbulkan oleh bencana alam. Dalam penelitian ini
peneliti hanya akan menitik beratkan pada tahapan penanggulangan bencana bagian
tanggap darurat atau response pada masyarakat daerah terdampak karena pada
tahapan ini merupakan indikator berhasil atau gagalnya mitigasi ataupun tahapan
kewaspadaan yang telah dilakukan, selain itu tahap tanggap darurat merupakan proses
dimana kejadian bencana dirasakan paling nyata dan dramatis. Dan juga menilai proses
penanggulangan bencana dengan melihat prinsip penanggulangan bencana sesuai
dalam Undang-Undang no 24 tahun 2007 yang meliputi :
o Cepat dan Tepat;
o Prioritas Penyelamatan Jiwa;
o Koordinasi dan Keterpaduan; dan
o Berdaya Guna dan Berhasil Guna.
 Definisi Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh instansi
pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundangan, program-
program dan tindakan yang digunakan sebagai pedoman untuk mendukung tindakan
aparat pemerintahan untuk mencapai suatu tujuan dalam rangka memecahkan suatu
masalah dalam kehidupan masyarakat yang masih berada pada wilayah
wewenangnya.
 Implementasi kebijakan publik dilihat dari segi proses adalah segala proses
pelaksanaan tindakan untuk untuk menjalankan keputusan yang telah dibuat guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi kepada pihak lain. bisa
perseorangan, instansi, ataupun organisasi yang dinilai baik jika konsistensi
informasi yang disampaikan jelas dalam rangka proses pelaksanaan kebijakan
penanggulangan bencana gunungapi Kelud di Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.
 Struktur birokrasi merupakan susunan komponen atau unit-unit dalam organisasi
yang menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan fungsi atau kegiatan
yang berbeda-beda dikoordinasikan untuk mencapai tujuan tertentu dalam
pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana gunungapi Kelud di kecamatan
Ngancar kabupatenKediri.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana bertujuan
untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh.
4. Menghargai budaya lokal.
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan.
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurut UU No. 24 Tahun 2007, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pemerintah pusat Pemerintah Pusat mempunyai tanggung jawab dan wewenang
dalam penanggulangan bencana.
Tanggung jawab pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana Berikut ini
tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai UU
tersebut, meliputi:
1. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan.
2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
3. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
4. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
5. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang memadai.
6. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
7. Pemeliharaan arsip atau dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak
bencana.

Pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana Pemerintah pusat mempunyai


wewenang dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, meliputi:
1. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan
pembangunan nasional.
2. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan penanggulangan bencana.
3. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
4. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara
lain, badan-badan atau pihak-pihak internasional lain.
5. Perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai
sumber ancaman atau bahaya bencana.
6. Perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam
yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan.
7. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala
nasional.

Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dan


wewenang dalam penanggulangan bencana.
Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana
Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi:
1. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum.
2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
3. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan.
4. Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) yang memadai

Pemerintah Daerah dalam penanggulangan bencana Selain tanggung jawab,


Pemerintah Daerah juga mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, meliputi:
1. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras
dengan kebijakan pembangunan daerah.
2. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan penanggulangan bencana.
3. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana denga
provinsi dan atau kabupaten atau kota lain.
4. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman
atau bahaya bencana pada wilayahnya.
5. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya
alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya.
6. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala
provinsi, kabupaten atau kota.

Anda mungkin juga menyukai