Anda di halaman 1dari 6

1. Saat ini dikenal istilah kebijakan berbasis bukti (evidence based policy).

Davies (1999)
mengemukakan bahwa “kebijakan berbasis bukti membantu orang membuat keputusan yang
terinformasi dengan baik tentang kebijakan, program, dan proyek dengan menempatkan bukti
terbaik yang tersedia dari hasil penelitian, di jantung pengembangan dan implementasi kebijakan”.
Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan berbasis bukti (evidence
based policy), belum diterapkan dengan baik di Indonesia. Hanya ada sedikit bukti bahwa
pemerintah akan menganalisis suatu masalah terlebih dahulu sebelum keputusan kebijakan dibuat.
Selain itu, instrumen kebijakan cenderung tidak dirancang berdasarkan sarana yang paling rasional
untuk mencapai strategi tingkat tinggi. (Kementrian PPN, Study by The Policy Lab The University
of Melbourne, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2018)
Pertanyaan:
a. Apa saja model/pendekatan kebijakan yang digunakan dalam kebijakan berbasis bukti (evidence
based policy) ?
b. Apabila Indonesia kurang menerapkan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy) dengan
baik, maka apa pendekatan yang digunakan dalam proses kebijakan publik di Indonesia ? (Catatan:
Lakukan analisis dengan berdasar pada teori)
Jawaban :
a. Kebijakan berbasis bukti menggunakan penelitian dan informasi terbaik yang tersedia
mengenai hasil program untuk membuat keputusan di semua tahapan proses kebijakan dan di
setiap cabang pemerintahan. Perkembangan kebijakan yang terjadi pada berbagai tahap dan
meluas dari waktu ke waktu untuk merespon dan mengatasi masalah yang ada. Menurut Sanderson
(2002) bahwa penekanan lebih harus diberikan pada pengembangan basis bukti yang kuat untuk
kebijakan melalui evaluasi dampak jangka panjang dari kebijakan dan program. Menurut Krizek
(2010) praktik berbasis bukti mengusulkan hubungan yang lebih baik antara penelitian dan
pengambil kebijakan, tetapi menimbulkan beberapa kekhawatiran tentang jenis bukti, kekuatan
dan kejelasan penelitian dalam perencanaan, dan ketidaksetaraan sumber daya untuk
mengintegrasikan penelitian ke dalam perencanaan. Selain beberapa teori tersebut diatas kebijakan
berdasarkan teori rasional memandang sebagai pencapaian tujuan serta efisien melalui sistem
pengambilan keputusan yang tetap. Teori ini menunjukkan bahwa kebijakan merupakan suatu cara
atau program yang dibuat dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan efisien dalam pengambilan
suatu kebijakan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana. Sementara itu teori Lasswel
dalam ilmu kebijakan publik mencakup metode penelitian proses kebijakan, hasil dari studi
kebijakan, dan hasil temuan penelitian yang memberikan konstribusi paling penting untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan intelegensi era kita sekarang. Teori ini mendorong untuk agar
dalam perumusan kebijakaan harus dianalisa dan mampu mengidentifikasi masalah-masalah
kebijakan karena pada dasarnya kebijakan harus brorientasi pada masalah yang terjadi dan
berkembang.
b. Pendekatan Peran Serta Warga Negara. Pendekatan ini didasari oleh pemikiran demokrasi
klasik yang dikemukakan oleh John Locke dan John Stuart Mill. Mereka berpendapat bahwa
adanya pengaruh yang baik dari peran masyarakat dalam perkembangan kebijakan publik. Dengan
adanya keterlibatan masyarakat dalam memecahkan permasalahan publik, maka masyarakat akan
memahami dan memiliki tanggungjawab terhadap kehidupan mereka. Adanya peran masyarakat
didasari pada harapan yang tinggi terhadap persoalan masyarakat dan adanya keinginan untuk
terlibat dalam kehidupan sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan masyarakat yang
memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai dan fungsi demokrasi.

2. Dalam merespon kondisi ekonomi dan keuangan negara pada masa pandemi covid,
pemerintah menetapkan Perpu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional
dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perpu ini ditetapkan, diundangkan dan berlaku pada tanggal
31 Maret 2020. Selanjutnya, Perpu ini ditetapkan menjadi Undang-Undang, yaitu UU No. 2 Tahun
2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi
UndangUndang. UU No. 2 Tahun 2020 ini ditetapkan pada tanggal 16 Mei 2020, diundangkan
pada tanggal 18 Mei 2020, dan berlaku pada tanggal 18 Mei 2020

Pertanyaan:
Lakukan analisis, apakah teori penyusunan agenda kebijakan berlaku untuk kasus UU No. 2 Tahun
2020 tersebut ?
(Catatan: lakukan analisis berdasarkan teori penyusunan agenda sistemik, agenda institutional, dan
agenda keputusan)
Jawaban :
Teori penyusunan agenda kebijakan berlaku untuk kasus UU No. 2 Tahun 2020, karna masih
termasuk dalam Agenda sistemik. Yaitu terdapat dalam setiap system politik di tingkat nasional
dan daerah. Agenda sistemik terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota
masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada
dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang sah. Dan terdiri dari issues yang secara umum
dirasakan oleh masyarkat (mendapat perhatian masyarakat luas)

3. Indonesia adalah negara yang rawan dengan bencana. Penanggulangan bencana di


Indonesia berdasar pada UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU ini
dinyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana yaitu: cepat dan tepat; prioritas;
koordinasi dan keterpaduan; berdaya guna dan berhasil guna; transparansi dan akuntabilitas;
kemitraan; pemberdayaan; nondiskriminatif; dan nonproletisi. Pemerintah dan pemerintah daerah
menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Masyarakat,
lembaga usaha, dan lembaga internasional juga memiliki hak dan kewajiban dalam
penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan
memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
dasar, mendapatkan pelindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan penanggulangan bencana juga dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas
kepada lembaga usaha dan lembaga internasional. Penyelenggaraan penanggulangan bencana
dilakukan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing
tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda. Silahkan anda unduh UU No. 24
Tahun 2007 untuk memahami lebih lanjut mengenai kebijakan penanggulangan bencana.

Pertanyaan:

a. Lakukan identifikasi aktor-aktor pelaksana kebijakan penanggulangan bencana, serta bagaimana


pengelompokkan setiap aktor kebijakan penanggulangan bencana tersebut berdasarkan teori actor
aktor pelaksana kebijakan?
b. Apa model implementasi kebijakan yang tepat untuk menganalisis efektivitas implementasi
kebijakan penanggulangan bencana?

(Lakukan analisis dengan memperhatikan model implementasi kebijakan berdasarkan generasi


implementasi kebijakan)

Jawaban :

a. Aktor yang yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana tersebut
adalah presiden sebagai kepala eksekutif dalam pembuatan kebijakan public, legislatif sebagai
pembuat rencana kebijakan, yudikatif yang meninjau kebijakan tersebut sudah sesuai konstitusi
apa tidak, dan warga negara yg berpartisipasi dalam menjalankan kebijakan.
b. Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier disebut
dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran
penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan
variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar,
yaitu:
a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukarankesukaran teknis,
keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang
dikehendaki
b. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat
c. Faktor-faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi

4. Pemerintah telah menetapkan pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan


pandemic corona virus disease 2019 (covid-19). Terdapat aturan teknis dalam pelaksanaan
vaksinasi ini, yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
HK.01.07/MENKES/4638/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka
Penganggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Terdapat beberapa bagian
dalam keputusan ini. Salah satu yang akan kita bahas dalam soal ini adalah mengenai bagian
prinsip dan standar pelaksanaan pelayanan Vaksinasi Covid-19. Dinyatakan bahwa prinsip dalam
pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yaitu:
1. Pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan yang memiliki
kompetensi, dibuktikan dengan kepemilikan Surat Tanda Registrasi (STR).
2. Pelaksanaan pelayanan vaksinasi COVID-19 tidak menganggu pelayanan imunisasi rutin dan
pelayanan kesehatan lainnya;
3. Melakukan skrining/penapisan terhadap status kesehatan sasaran sebelum dilakukan pemberian
vaksinasi;
4. Menerapkan protokol kesehatan; dan
5. Mengintegrasikan de Terdapat beberapa standar dalam pelayanan Vaksinasi COVID-19, yaitu :
1. Ketentuan ruangan, Ketentuan ruang pelayanan vaksinasi COVID-19 diantaranya :
ruang/tempat yang cukup luas dengan sirkulasi udara yang baik; ruang/tempat pelayanan yang
bersih; tersedia fasilitas mencuci tangan; meja pelayanan antar petugas menjaga jarak aman 1 –2
meter ; ruang tempat pelayanan hanya untuk melayani orang sehat; dan disediakan tempat duduk
untuk menunggu sebelum vaksinasi dan 30 menit sesudah vaksinasi dengan jarak aman antar
tempat duduk 1 – 2 meter.
2. Alur pelayanan vaksinasi. Alur pelayanan vaksinasi terdiri atas ruang tunggu, meja 1 (skrining
dan vaksinasi), dan meja 2 (pencatatan, termasuk pendaftaran dan perubahan data, dan observasi)
3. Ketentuan waktu pelayanan vaksinasi, Pelayanan di puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya tidak mengganggu jadwal pelayanan imunisasi rutin. Jumlah sasaran dan jam
layanan per hari diatur oleh masingmasing fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Dosis dan cara pemberian vaksinasi COVID-19 Dosis dan cara pemberian harus sesuai dengan
yang direkomendasikan untuk setiap jenis vaksin COVID-19. Apabila dosis kedua belum dapat
diberikan sesuai interval minimal, maka direkomendasikan bagi sasaran untuk sesegera mungkin,
pada kesempatan pertama, dating ke tempat pelayanan vaksinasi COVID19 untuk mendapatkan
dosis kedua.
Pertanyaan:
a. Lakukan analisis on-going evaluation dari kebijakan pelaksanaan vaksinasi covid-19, khususnya
mengenai pelaksanaan pelayanan vaksinasi Covid-19. Evaluasi ini berdasar pada kondisi di
Kota/Kabupaten tempat anda tinggal !
b. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, berikan rekomendasi anda untuk perubahan darikebijakan
pelaksanaan vaksinasi covid-19, khususnya mengenai pelaksanaan pelayanan vaksinasi Covid-19
!
Catatan:
- Lakukan langkah-langkah evaluasi dengan berdasarkan satu teori on-going evaluation.
- Tidak dalam bentuk riset lapangan. Analisis evaluasi hanya berdasar pada pengetahuan anda
terhadap fenomena di lingkungan sekitar, atau dengan menggunakan sumber data sekunder ngan
kegiatan surveilans COVID-19 terutama dalam mendeteksi kasus dan analisa dampak.
Jawaban :
a. Berdasarkan data di lapangan panitia selalu melakukan evaluasi terkait pelaksanaan vaksin,
seperti menambah meja screening untuk mempercepat proses, melakukan pelayanan lebih pagi
dari sebelumnya dan membuat proses antrian lebih efektif agar tidak terjadi penumpukan di lokasi.
b. Saran saya pelaksanaan vaksin mungkin bisa di lakukan di tempat yang lebih besar, agar
pelaksanaannya bisa lebih baik, serta di perbanyak meja screening, meja vaksin dan kursi untuk
menunggu.

Anda mungkin juga menyukai