Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan Antara Malaysia Dan Indonesia
Sistem Pembiayaan Jaminan Kesehatan Antara Malaysia Dan Indonesia
Dengan landasan inilah setiap negara berusaha memenuhi hak kesehatan bagi warga
negaranya. Sistem pembiayaan kesehatan yang dipakai setiap negara pun berbeda-beda.
Secara umum sistem pembiayaan di dunia terbagi menjadi 4 tipe yaitu Konsep Asuransi
swasta dengan subsidi pemerintah ( Traditional Sickness Insurance), Konsep pemerintah
membiayai asuransi kesehatan nasional (National Health Insurance), Konsep penyediaan
layanan kesehatan oleh pemerintah (National Health Service), Campuran antara
pembiayaan tradisional dan pembiayaan kesehatan nasional (Health Insurance dan Health
Service).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sistem pembiayaan kesehatan antara Negara
Malaysia dengan Negara Indonesia. Walaupun kedua negara ini merupakan satu rumpun
bangsa tetapi sistem pembiayaan kesehatan yang digunakan ternyata berbeda. Negara
Malaysia menganut sistem yang hampir sama dengan Negara Inggris sedangkan Indonesia
mulai tahun 2014 menggunakan sistem berbeda dari tahun sebelumnya yaitu sistem
jaminan kesehatan nasional (SJKN).
Sistem pembiyaan kesehatan di Malaysia terbagi menjadi dua yaitu kesehatan publik dan
kesehatan privat. Untuk kesehatan publik sumber dana berasal dari beberapa sumber yaitu
pajak masyarakat yang dibayarkan langsung kepada pemerintah federal, anggaran
pendapatan negara tahunan, dan dari lembaga SOSCO dan EPF. Dana ini kemudian
dialokasikan untuk program preventif dan promotif seperti kesehatan lingkungan, izin
fasilitas kesehatan, Inspeksi Bangunan, kontrol terhadap vektor kebersihan, kontrol
terhadap kualitas makanan, kontrol terhadap penyakit menular, kontrol terhadap
kebersihan air, dan perencanaan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk program kuratif
dan rehabilitatif, Pemerintah Malaysia menetapkan Universal Coverage yaitu semua warga
dijamin atas pelayanan kesehatan yang diterima dengan hanya iur bayar 1 RM (Ringit
Malaysia) untuk berobat pada dokter umum serta 5 RM untuk berobat pada dokter
spesialis. Namun beberapa penyakit berat dengan harga pengobatan yang mahal tidak
tercakup dalam sistem pembiayaan kesehatan ini. Selain untuk program preventif,
promotif, kuratif dan rehabilitatif, Dana kesehatan juga digunakan untuk pembiayaan
pendidikan calon tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, apoteker dan lain
sebagainya.
Biaya pengobatan yang di keluarkan warga untuk berobat relatif murah (1 RM – 5 RM)
maka antrian pengobatan di rumah sakit pemerintah tergolong panjang (untuk penyakit
kritis akan didahulukan) sehingga bagi warga yang tidak sabar untuk mendapatkan layanan
pengobatan akan memilih berobat di sektor swasta dengan uang sendiri (out of pocket).
Atau mereka mengikuti asuransi kesehatan yang disediakan lembaga swasta dengan
penyakit tertentu yang tidak tercover oleh pembiayaan kesehatan dari pemerintah.
Rumah sakit milik pemerintah melakukan klaim pembiayaan kesehatan dengan melihat
besarnya pengeluaran untuk kesehatan di tahun sebelumnya kemudian mengajukan
anggaran pembiyaan kepada Kementrian Kesehatan / MoH ( Ministry of Health )
Indonesia
Usaha Indonesia dalam mengikuti arahan PBB dalam menjamin kesehatan warga
negaranya sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa
bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero)
dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani kepesertaan dari pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Pemerintah memberikan jaminan melalui skema
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
untuk masyarakat miskin dan tidak mampu Namun demikian biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali.
Sehingga pada tahun 2004 sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia berubah dengan
dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal
19 yang berbunyi “Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip equitas”. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan,
Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014.
Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Presiden dalam hal ini selaku pemegang kekuasaan tertinggi negara merupakan orang yang
bertanggung jawab penuh adanya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dibawah
presiden terdapat 4 stakeholder utama dalam berjalannya sistem ini yaitu Kementrian
keuangan yang mempunyai peran dalam pengalokasian dana serta mengawasi pengelolaan
dana yang dikelola oleh BPJS melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Kementrian
Kesehatan yang bertugas dalam membuat regulasi tentang aturan sistem kesehatan,
penjaminan mutu layanan kesehatan, pemerataan layanan kesehatan di berbagai wilayah
Indonesia serta Monitoring dan evaluasi berjalannya sistem jaminan kesehatan nasional.
DJSN (Dewan Jaminan Sosial Kesehatan) berfungsi untuk membantu Presiden dalam
perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Stakeholder ke empat yaitu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yaitu
lembaga independen yang berfungsi dalam pengelolaan premi dari peserta JKN dan
penyaluran premi kepada penyedia layanan kesehatan dalam bentuk kapitasi dan INA
CBG’s. Dalam menjalankan tugasnya BPJS dibantu oleh Dewan pengawas dan dewan
direksi. Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur
Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang
unsur Tokoh Masyarakat. Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Fungsi Dewan Pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelak¬sanaan tugas
BPJS. Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur
profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang
menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan haknya.
Kepesertaan JKN terbagi menjadi dua yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) peserta
Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan
UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui
peraturan pemerintah dan non PBI yang terdiri dari penerima upah (PNS, Anggota TNI,
Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non PNS, Pegawai Swasta, dll) , bukan
penerima upah dan bukan pekerja (Investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran,
perintis kemerdekaan, dll) dengan pembayaran sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Penyedia layanan kesehatan (PPK) dibagi menjadi 3 yaitu PPK 1 yaitu klinik, praktik dokter
umum, dokter gigi, dokter keluarga, puskesmas. Sedangkan PPK tingkat 2 dan 3 yaitu
RSUD, RS spesialis.
Daftar Pustaka
Jaafar, Safurah Noh. Kamaliah, Mohd Muttalib. Khairiyah, Abdul Othman. Nour, Hanah.
Healy, Judith (2013). Malaysia Health System Review.Health System in Transation Vol
(3).No1